Angin malam bulan September berbisik nakal di antara gedung-gedung tua Universitas Airlangga, membawa aroma keringat, parfum murah, dan janji-janji kosong.
Di aula utama Gedung Rektorat, yang disulap menjadi diskotek dadakan untuk pesta penyambutan mahasiswa baru, musik EDM menghentak, memompa adrenalin lebih cepat dari suntikan efedrin, Lampu strobo warna-warni menyapu wajah-wajah muda yang bersemangat, sebagian besar masih berbau asa dan kegugupan, Namun tidak bagi Arion.
Arion berdiri di sudut, bersandar pada pilar kokoh yang seolah mencerminkan dirinya. Tubuhnya tinggi, atletis, dibalut kemeja linen hitam yang tidak dikancingkan tiga kancing teratas, memperlihatkan dada bidang yang berisi, Dia seperti magnet, Bahkan tanpa bergerak, mata-mata wanita tak henti mengincarnya.
"Masih saja jadi pusat perhatian Dion" suara bariton rendah menyapa di sampingnya.
(Dion, panggilan akrab Arion di lingkaran terdekatnya.)
Arion menoleh, seringainya melebar. "Bukan salahku Ken, Mereka yang tak tahu cara mengalihkan pandangan"
KENZIE (20 mahasiswa Hukum, kepercayaan Arion, berbadan besar tapi gesit, mata tajam seperti elang).
Kenzie adalah orang nomor dua di Klan Garuda, geng paling dominan di kampus, yang ia dan Arion pimpin.
"Lihat itu si Clarissa dan Tania, Sudah kau pancing lagi"
Arion hanya mengangkat bahu, menyesap rokok di tangannya.
"Mereka datang sendiri" ucap Arion.
CLARISSA (18 mahasiswi baru Ilmu Komunikasi, cantik, berambut pirang sebahu) dan TANIA (18 mahasiswi baru Ekonomi, berambut cokelat panjang, lebih kalem dari Clarissa) terlihat dari seberang aula.
tatapan mereka terpaku pada Arion, Mereka adalah mahasiswa baru yang paling digosipkan, bukan hanya karena kecantikan mereka, tapi juga karena rumor mereka telah jatuh ke dalam pesona Arion di minggu pertama orientasi.
Arion menangkap tatapan mereka, mengedipkan sebelah mata, dan wajah mereka langsung merah, berbisik-bisik sambil tertawa genit.
"Malam ini lumayan ramai" Arion bergumam, matanya menyapu kerumunan.
Tidak hanya ada mahasiswa baru dan anggota Klan Garuda, tetapi juga beberapa wajah yang ia kenal dari geng-geng lain.
"Tentu saja Ini pesta kampus Dion, Semua orang ingin melihat siapa yang berkuasa" jawab Kenzie, suaranya mengandung nada peringatan.
Pandangan Arion terhenti pada sosok seorang pria berambut cepak, berotot, dengan tato naga kecil di lehernya, sedang tertawa keras di tengah kelompoknya.
REY (20 mahasiswa Teknik, berotot, agresif, tangan kanan Rex). Arion mengenali Rey sebagai salah satu kaki tangan Rex, pemimpin geng Serigala Hitam, Aroma ketegangan mulai terasa.
Tiba-tiba musik berhenti, DJ yang mabuk terlihat sedang bertengkar dengan panitia, Aula menjadi sedikit sunyi menciptakan jeda yang menegangkan, Dalam keheningan yang canggung itu, suara tawa Rey melengking,
"Apa ini? Anak-anak Garuda sudah kehabisan bensin? Tumben tidak ada yang berani mendekat"
Mata Arion menyipit, Kenzie sudah mengepalkan tangannya.
"Sialan, Dia memprovokasi"
"Biarkan saja, Anjing menggonggong, kafilah berlalu" Aron hanya tersenyum tipis, Namun sorot matanya jelas berbeda, Ini bukan lagi tentang permainan, Ini tentang harga diri.
Rey merasa di atas angin, melangkah maju, ia melihat Clarissa dan Tania yang sedang memandang ke arah Arion.
"Oh lihat siapa ini, Anak-anak ayam baru Arion, Cantik, tapi sayang, Arion itu cuma suka mencicipi, bukan memiliki, Mau coba yang lain? Yang lebih tahu cara memuaskan"
Seketika itu juga suasana aula berubah, Desahan kemarahan terdengar dari kelompok Garuda, Mata Arion yang tadinya tenang, kini berkilat tajam.
ia melangkah maju perlahan, melewati kerumunan yang sontak minggir memberinya jalan, Aura berbahaya yang mengelilinginya terasa nyata.
"Sepertinya ada anjing yang lepas kendali di sini" Arion berkata, suaranya tenang namun menusuk
"Lebih baik kau kembalikan ke kandangnya sebelum gigitannya jadi masalah" balas Kenzie.
Rey tertawa sinis "Oh pangeran Garuda kita merasa terusik, Jangan-jangan salah satu dari gadis-gadis ini sudah kau klaim sampai kau jadi begitu posesif"
Clarissa dan Tania, yang tadinya ketakutan, kini justru merasa terpancing. Clarissa, yang lebih berani berteriak.
"Jaga bicaramu, Siapa kau"
Rey yang tadinya mengira Clarissa akan takut, terkejut dengan reaksi itu. Kemarahannya meningkat, Ia mengangkat tangannya seolah ingin menampar Clarissa.
Seketika itu juga Arion bergerak lari sangat cepat, Ia tidak berbicara, tidak mengancam, Ia hanya bergerak.
Tinju Arion menghantam rahang Rey dengan kecepatan mematikan, Suara tulang beradu terdengar jelas di tengah musik yang tiba-tiba kembali berdentum kencang, seolah alam semesta ingin menjadi saksi pertarungan ini.
Rey limbung, darah segar menyembur dari hidungnya yang patah.
"Itu untuk Clarissa" Arion berbisik dingin, saat Rey terhuyung.
"Dan ini untuk diriku"
Tendangan lutut Arion tepat menghantam perut Rey, membuatnya terhuyung ke belakang menabrak meja DJ dan menjatuhkan semua peralatan.
Musik kembali terputus, Keheningan tiba-tiba kembali melanda, lebih mencekam dari sebelumnya, Rey tergeletak di lantai mengerang kesakitan, darah menetes dari hidung dan bibirnya.
“REY” Sebuah suara teriakan berat menggelegar dari pintu masuk aula.
REX (20, mahasiswa Teknik, pemimpin Serigala Hitam, berbadan kekar, tatapan penuh kebencian) muncul dengan kelompoknya sekitar dua puluh pria berotot dari Serigala Hitam.
"Bajingan Garuda" Rex mendesis, matanya terpaku pada Rey yang terkapar.
"Kau sudah melewati batas Arion"
Arion hanya tersenyum, Seringai tipisnya tidak pernah luntur.
"Terserah, Aku hanya membersihkan sampah"
"Berani sekali kau", Rex berteriak memberi isyarat kepada anak buahnya.
"Hajar mereka"
Pertarungan pecah, Aula yang tadinya tempat pesta berubah menjadi arena gladiator modern, Meja meja terbalik, kursi kursi berhamburan, Para mahasiswa lain berteriak panik berlari mencari perlindungan, Beberapa bersembunyi di bawah meja, sebagian lagi mencoba keluar dari kerumunan.
Kenzie bergerak cepat, melindungi Arion dari belakang.
"Dion, kali ini terlalu banyak"
"Tidak ada yang terlalu banyak" Arion menggeram, matanya menari-nari mencari target, Ia bergerak lincah, menghindari pukulan, membalas dengan tendangan dan pukulan yang presisi.
Arion bukan hanya petarung jalanan, ia adalah seniman dalam kekerasan, Setiap gerakannya adalah koreografi yang mematikan.
Ia melihat Clarissa dan Tania menjerit di dekatnya, berusaha menjauh dari kerumunan, Arion mengalihkan pandangannya sebentar, memastikan mereka aman, Ia tidak bisa mentolerir siapa pun menyentuh propertinya, bahkan jika itu hanya ucapan Rey.
Satu per satu anggota Serigala Hitam tumbang, Arion tak terhentikan, Keringat membasahi kemejanya, tapi ia tak menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Wajahnya yang tampan kini sedikit kotor dengan noda darah, menambah aura bahaya yang aneh.
Rex sendiri berlari ke arah Arion, Ia adalah musuh terberat Arion, Mereka sudah sering bertarung, dan setiap kali pertarungan itu berakhir seri atau dengan salah satu dari mereka nyaris sekarat.
"Aku akan menghancurkanmu Arion" Rex menggeram, melayangkan pukulan keras ke kepala Arion.
Arion menghindar tipis, merasakan angin pukulan di pipinya.
"Coba saja" Arion membalas menghantam perut Rex dengan sikunya.
Mereka bertukar pukulan, saling tendang, menciptakan lingkaran kekerasan di tengah kekacauan. Teriakan dan erangan terdengar di mana-mana, Dari kejauhan Arion melihat Clarissa dan Tania berhasil keluar dari aula berlari terbirit-birit, Arion menghela napas lega, namun perhatiannya kembali terfokus pada Rex.
Tiba-tiba, suara sirene mobil polisi meraung-raung dari luar gedung semakin mendekat.
"Sial" Rex mengumpat "Polisi datang"
Para anggota Serigala Hitam yang masih berdiri langsung panik, Mereka tahu konsekuensinya jika tertangkap polisi, Rex menatap Arion dengan penuh kebencian, lalu memberi isyarat kepada anak buahnya untuk mundur.
"Ini belum berakhir Arion, Aku akan membalasnya"
Arion hanya balas menatapnya dingin, "Aku akan menunggumu"
Serigala Hitam bubar, sebagian besar melarikan diri lewat pintu belakang atau jendela, Anggota Garuda yang terluka parah segera dibantu oleh anggota lainnya untuk melarikan diri sebelum polisi masuk, Kenzie meraih lengan Arion.
"Dion, kita harus pergi Sekarang"
Arion melirik sekeliling aula yang hancur, Aroma darah kini bercampur dengan bau alkohol dan asap dari korsleting lampu. Ia mengangguk, lalu mengikuti Kenzie. Di tengah kekacauan itu. saat ia melangkah keluar dari aula yang gelap, tatapannya tak sengaja menangkap sesuatu.
Sebuah siluet di lorong yang remang-remang, di luar pintu aula yang kini terbuka, berdiri seorang wanita.
Rambut hitam panjangnya tergerai, sosoknya ramping, dan matanya, matanya menatap Arion dengan intensitas yang tidak bisa ia baca. Tidak ada ketakutan, tidak ada kekaguman, Hanya semacam rasa ingin tahu yang aneh.
Wanita itu adalah LUNA (20 mahasiswi Seni Rupa) Arion belum tahu namanya, tapi ia akan segera tahu.
Pandangan mereka bertemu sesaat, Lalu Arion mengikuti Kenzie, menghilang ke dalam kegelapan malam, meninggalkan aula yang hancur dan bau darah yang samar.
Ia tidak tahu bahwa tatapan yang baru saja ia tukar di lorong itu adalah awal dari ciuman berdarah yang sesungguhnya.
Besok paginya, Arion mulai bangun dari tidurnya, otot otot nya terasa pegal, dia langsung bergegas untuk mandi, Arion mandi air dingin, membiarkan aliran air membilas sisa-sisa darah dan hawa panas dari tubuhnya, Di bawah shower, ia memejamkan mata ingatannya kembali ke tatapan misterius wanita di lorong aula semalam, Ia tidak tahu mengapa, tapi ada sesuatu yang mengusik hatinya, Sesuatu yang berbeda.
Setelah mandi, Arion berpakaian santai dengan kaos hitam polos dan jeans robek, namun aura maskulinnya tetap tak tertutupi. Ia keluar kamar, menemukan Kenzie sudah duduk di sofa ruang tamu apartemen Arion.
"Pagi jagoan" sapa Kenzie sambil menyesap kopi hitamnya. "Sudah dapat laporan dari koleksimu semalam?"
Arion hanya mengangkat bahu. "Mereka baik-baik saja" Ia mengambil kopi hitamnya sendiri. "Bagaimana situasi di kampus?"
"Kacau, Polisi sempat datang, tapi tidak ada saksi yang mau bicara, Pihak dekanat menutup kasusnya, menyebutnya perkelahian kecil antar mahasiswa mabuk. Tapi semua tahu itu omong kosong" Kenzie berhenti sejenak "Rex jelas tidak terima, Rey patah hidung, dan ada tiga anak buahnya yang gegar otak ringan."
"Dia yang memulainya" sahut Arion dingin.
"Aku tahu, Tapi ini akan memicu sesuatu yang lebih besar Dion, Aku merasakannya" Kenzie memperingatkan.
"Aku juga sudah membereskan semua jejak, Rekaman CCTV di aula semalam entah kenapa error, tapi jangan khawatir"
Arion hanya mengangguk, Kenzie selalu bisa diandalkan.
"Bagaimana dengan mereka?" Arion bertanya, merujuk pada Clarissa dan Tania.
"Mereka shock, tapi juga terkesan. Kau tahu gaya mereka, Aku sudah memastikan mereka aman kembali ke asrama mereka"
"Bagus" Arion lalu bertanya "Kenzie, semalam saat kita keluar dari aula, kau melihat seorang wanita di lorong?"
Kenzie mengernyitkan dahi, mencoba mengingat. "Lorong? Di luar aula? Banyak orang yang mencoba keluar Dion, Wanita seperti apa?"
"Sendiri, Rambut hitam panjang, Menatap lurus ke arah kita, Tidak ada rasa takut." Arion mencoba menjelaskan.
Kenzie menggeleng "Tidak, aku fokus memastikan tidak ada yang melihat kita, Kenapa? Kau tertarik dengan seorang gadis bahkan setelah insiden semalam?" Ada nada menggoda dalam suaranya.
Arion tak menjawab, hanya meneguk kopinya, Sosok itu terus mengganggu pikirannya.
Arion memutuskan untuk pergi ke kampus, Bukan untuk kuliah tapi untuk mengamati. Ia berjalan santai melewati koridor menyerap suasana pagi. Mahasiswa-mahasiswa yang tadi malam berpesta kini terlihat kelelahan, beberapa bahkan masih teler.
Saat Arion berjalan melewati taman kampus, ia melihat sekilas sosok yang familiar Di bawah pohon beringin tua, seorang wanita sedang duduk di bangku, tangannya sibuk menggores-gores di atas buku sketsa, Rambut hitam panjangnya, postur tubuhnya yang ramping, aura sendirinya.
"itu dia" Wanita dengan tatapan tanpa rasa takut semalam.
Arion mendekat perlahan, Dari jarak yang cukup dekat, ia bisa melihat bahwa Luna sedang menggambar, Sketsa-sketsa yang berserakan di sekitar bangkunya bukan sembarang gambar, Itu adalah sketsa-sketsa kejadian semalam, siluet-siluet perkelahian, ekspresi panik mahasiswa, bahkan beberapa wajah yang ia kenali, Mata Arion terpaku pada satu sketsa, siluet Arion sendiri sedang memukul Rey. Gambarnya terlihat hidup, menangkap emosi dan energi pertarungan itu dengan sempurna.
Luna berbalik, merasakan kehadiran Arion. Mata gelapnya menatap Arion tanpa ekspresi, tanpa takut, Tidak ada perubahan di wajahnya.
"Kau menggambar?" Arion bertanya, suaranya lebih lembut dari biasanya.
Luna hanya mengangguk, tanpa memutus kontak mata.
"Kau ada di sana semalam?" Arion melanjutkan.
"Aku selalu ada" Suaranya rendah, serak, namun jelas. "Aku di mana pun ada yang perlu digambar."
Arion terdiam, Jawaban Luna entah kenapa membuatnya penasaran, bukan malah membuatnya jengah seperti wanita lain
"Kau tidak takut?"
"Takut pada apa?" Luna bertanya balik, tatapannya sedikit menantang "Pada pukulan? Darah? Itu semua hanya bagian dari cerita yang sudah terjadi, Aku hanya mengamati, Dan aku menggambar apa yang aku lihat"
Arion melangkah lebih dekat, menatap langsung ke mata Luna. "Kau sangat berbakat, Kau menangkap lebih dari sekadar gambar."
"Terima kasih." Luna kembali pada sketsanya, namun kali ini ia tidak sepenuhnya mengabaikan Arion, Ada jeda singkat, seolah ia sedang mempertimbangkan sesuatu.
Arion mengeluarkan ponselnya. "Aku Arion. Siapa namamu?"
"Luna," jawabnya singkat, sambil menyerahkan nomornya.
Arion menyeringai. "Senang bertemu denganmu Luna. Mungkin lain kali, aku bisa menjadi modelmu. Tapi aku jamin, ceritaku lebih dari sekadar perkelahian."
Luna akhirnya menghentikan goresannya, mendongak, dan menatap Arion dengan senyum tipis yang pertama kali Arion lihat. Senyum itu tidak genit, tidak memancing, hanya sebuah kurva kecil di bibirnya yang penuh misteri.
"Mungkin, Tapi ceritamu terlalu banyak darah dan tidak cukup keindahan, Aku tidak melukis kekacauan, Aku melukis jiwa di baliknya." Luna menatap Arion lagi, tatapannya lebih dalam.
"Aku melihat jiwamu di balik pukulan-pukulan itu Arion"
Arion merasakan sentakan, sentakan yang jauh lebih kuat dari pukulan apapun, Wanita ini benar-benar menundukkanya.
Ia melangkah lebih dekat, mengambil tangan Luna, Ia membelai perlahan punggung tangan Luna, Sentuhannya lembut, tidak menuntut, namun jelas ada gairah yang mengalir. Arion bisa merasakan denyut nadi Luna yang sedikit lebih cepat.
"Aku tahu aku bukan pria baik-baik Luna. Tapi ada hal-hal yang tidak kukira bisa kulihat, sampai aku melihatnya melalui matamu."
"Aku ingin kau melihatku Apa adanya."
Itu seperti janji yang di ucapkan Arion, seakan akan dia bukan dirinya yang sebenarnya, Luna hanya mengangguk seakan langsung luluh karna perasaan nya yang ternyata sudah ada lama pada Arion, walau mereka baru saja bertemu langsung.
ini memang gaya Arion yang langsung blak blakkan ketika menginginkan sesuatu, tapi kali ini dia merasa Luna bukan seperti wanita yang dia permainkan sebelum nya, ada rasa lain di hatinya.
Luna memejamkan mata sesaat, luluh oleh sentuhan Arion yang tak terduga. Nafasnya tercekat, Ini bukan Arion yang ia dengar, bukan Arion yang ia gambar. Ini adalah Arion yang rapuh, atau setidaknya, Arion yang berusaha menunjukkan kerentanan.
Dalam hati Luna ada sebuah perasaan yang sudah lama terpendam, Ia sudah menyukai Arion sejak lama, sejak Arion pertama kali masuk kampus dengan auranya yang mendominasi, Namun ia selalu membenci gaya Arion yang playboy, yang memperlakukan wanita seperti barang. Kini sentuhan ini, kata-kata ini, seperti langsung meruntuhkan dinding pertahanannya.
Luna membuka matanya, menatap Arion dengan tatapan yang lebih lembut.
"Aku selalu melihatmu Arion, Dari dulu, Tapi aku tidak menyukai apa yang aku lihat." Ada jeda yang berat. "Sampai sekarang"
Mereka duduk lama di situ, berbincang seakan mereka adalah kenalan yang sudah lama sudah akrab, padahal mereka baru saja bertemu hari ini, tapi Luna sudah mengetahui Arion sejak lama.
Tiba tiba ponsel Arion berdering, Nama Clarissa muncul di layar, Arion melirik Luna, yang hanya mengangkat alisnya seolah berkata "Aku sudah tahu."
Arion berdehem. "Aku harus pergi, Tapi, sampai jumpa lagi Luna."
Luna hanya mengangguk, tatapannya kembali pada Arion "Aku tahu" Ada nada kecewa dalam suaranya bercampur dengan pengertian.
Arion bertemu Clarissa dan Tania di kafe kampus, Mereka terlihat jauh lebih tenang, dan tentu saja lebih genit.
"Arion, Kami sangat khawatir" Clarissa langsung memeluk Arion erat Tania juga ikut memeluk menempelkan tubuhnya pada Arion.
"Aku baik-baik saja" Arion berkata, membalas pelukan mereka dengan senyum "Kalian bagaimana?"
"Kami takut sekali, Tapi kau, kau sangat hebat semalam Arion" Tania berbisik, matanya berkaca-kaca memuja.
Clarissa mengangguk setuju. "Ya kau seperti pahlawan yang melindungi kami. Kami bangga menjadi anak-anak ayam mu."
Arion tertawa, Ia menyukai perasaan ini, Menguasai, melindungi, dan menjadi pusat perhatian, Itu adalah zona nyamannya.
Ia menghabiskan waktu dengan mereka, meladeni godaan mereka, dan menikmati perhatian yang ia dapat, Sentuhan-sentuhan genit di bawah meja, tatapan-tatapan menggoda yang menjanjikan lebih dari sekadar pertemanan, Arion membalasnya dengan senyuman dan janji-janji tersirat, tahu persis bagaimana cara memanipulasi keinginan wanita.
......................
Malam harinya, di bar eksklusif di luar kampus, Arion dan Kenzie bertemu dengan beberapa anggota Garuda lainnya, Suasana riuh, kemenangan semalam dirayakan. Namun obrolan mereka tiba-tiba terhenti ketika seorang wanita berambut merah menyala, dengan pakaian minim dan tatapan tajam melangkah masuk.
VIOLET (20 mahasiswa Psikologi, mantan kekasih Arion saat SMA, sangat cantik, manipulatif, dan posesif).
Violet melangkah langsung ke meja Arion, mengabaikan semua mata yang memandang.
"Arion Lama tidak bertemu."
Arion mendesah "Violet Apa maumu?"
"Aku di sini untuk kuliah, Dan kebetulan, aku mendengar mantan kekasihku yang hebat ini baru saja membuat keributan besar di kampus, Aku tahu kau akan melakukan sesuatu yang bodoh" Violet tersenyum sinis lalu duduk di pangkuan Arion tanpa permisi.
Violet membelai rahang Arion, matanya menantang
"Jangan berpura-pura kau tidak merindukanku Arion, Kita tahu bagaimana rasanya saat kita bersama" Arion yang terkejut namun tak menolak, merasakan panas dari sentuhan Violet, Ada sensasi familiar yang menarik dirinya kembali ke masa lalu.
Kenzie membersihkan tenggorokannya, merasa canggung.
"Violet bisa kita bicara baik-baik?"
"Oh Kenzie, Masih saja jadi anjing penjaga Arion" Violet melirik Kenzie jijik.
"Aku punya urusan dengan Arion"
"Aku sedang sibuk Violet" Arion berkata, mencoba menjaga jarak, namun tangannya secara naluriah masih melingkari pinggang Violet.
"Oh ya? Dengan siapa? Gadis-gadis SMA yang kau mainkan semalam?" Violet tertawa sinis
"Aku tahu semua tentangmu Arion, Dan kau tahu, tidak ada yang bisa memuaskanmu seperti aku"
Violet langsung mencium Arion di depan semua orang, ciuman yang dalam dan penuh gairah, menunjukkan kepemilikannya, tentu saja Arion merespons ciuman itu, meski dalam hatinya ada konflik, Ia masih tertarik pada Violet, pada energi liar yang wanita itu bawa.
Ketika ciuman itu berakhir, Arion menatap Violet dengan campuran amarah dan gairah.
"Ini tidak akan berhasil Violet."
"Kita lihat saja"
Violet tersenyum misterius lalu beranjak dari pangkuan Arion, meninggalkan jejak lipstik merah di bibirnya, Ia melambaikan tangannya sebelum pergi.
Arion hanya menyeka sisa lipstik dari bibirnya, matanya gelap, Konflik baru telah dimulai, Pertarungan yang lebih rumit, bukan hanya dengan geng rival, tapi juga dengan dirinya sendiri.
Pagi itu Arion terbangun di ranjangnya, namun tidak sendiri, tapi dengan Wanita yang semalam ia temukan di bar.
SARAH (19, mahasiswi Arsitektur, berambut gelap, energik, dan dikenal suka bersenang-senang), terlelap pulas di sampingnya tanpa pakaian, Arion menatap wajahnya yang damai, tanpa emosi khusus, Ini hanyalah salah satu cara ia mengisi kekosongan cara ia menegaskan kekuasaannya.
Ia bangkit perlahan tubuhnya yang atletis bergerak mulus di bawah selimut tipis. Sarah menggeliat, tangannya secara refleks meraih ke arah Arion, namun Arion sudah melangkah menjauh.
Ia membuat kopi, mencoba memfokuskan pikirannya. Pertemuan dengan Luna di taman kampus kembali terlintas Lalu kilasan ciuman Violet yang menuntut, Konflik-konflik ini mengikis ketenangannya, meninggalkan rasa ganjal yang tak biasa.
Kenzie datang tak lama kemudian, tatapannya menyiratkan kekhawatiran.
"Dion kau ada di mana tadi malam? Aku mencarimu"
Arion hanya mengangkat bahu. "Mengurus hal-hal" Ia tidak perlu menjelaskan, Kenzie sudah pasti tahu.
"Ada masalah baru" kata Kenzie serius memecah keheningan pagi "Ada lagi yang mati"
Mata Arion menyipit, Ada rasa dingin yang menjalar di tulang punggungnya.
"Siapa?"
"ADAM (19 mahasiswa Sastra, anggota geng Serigala Hitam, dikenal pendiam dan suka menulis puisi)"
"Dia ditemukan tewas di belakang perpustakaan tadi pagi, Punggungnya ditikam berkali-kali, ini bukan perkelahian biasa, Ini pembunuhan yang disengaja" Kenzie berhenti, meneguk ludah.
"Polisi kembali turun tangan, Kali ini mereka serius, Ada Dekan dan Rektor juga yang terlihat panik, mencoba meredam berita ini"
Arion merasakan sentakan di perutnya, Adam adalah anggota Serigala Hitam yang tidak terlalu terlibat dalam perkelahian, lebih dikenal sebagai pengamat, Mengapa dia?
"Rex sudah tahu?"
"Sudah, Dia seperti banteng gila sekarang, Dia merasa yakin kita pelakunya" Kenzie menatap Arion dengan cemas
"Ini akan jadi neraka"
Arion terdiam, Kematian pertama bisa jadi kecelakaan, Kematian kedua adalah pola.
"Neraka memang sudah dimulai" gumam Arion.
Arion memutuskan untuk pergi ke lokasi kejadian untuk mencari tahu sendiri, Ia menyelinap di antara kerumunan mahasiswa dan garis polisi yang mengelilingi area belakang perpustakaan.
Aroma parfum bercampur bau tanah basah dan samar-samar bau besi dan darah.
Dari kejauhan ia melihat Rex berdiri, wajahnya merah padam, tinjunya terkepal, Mata Rex yang penuh kebencian bertemu dengan mata Arion.
Tatapan itu bukan hanya berisi kemarahan, tapi juga rasa sakit yang mendalam dan ancaman pembunuhan, Rex mengangkat jari tengahnya ke arah Arion, mengabaikan polisi yang ada di sana.
Arion mengabaikan Rex, Pandangannya mencari Luna, Ia menemukannya di dekat pepohonan, sedikit menjauh dari kerumunan dengan buku sketsanya.
Luna tidak menggambar kejadian saat ini melainkan menatap kosong ke arah perpustakaan, Ada kesedihan yang mendalam di matanya, kerutan halus muncul di dahinya yang jernih.
Arion menghampiri Luna, Ada dorongan kuat dalam dirinya untuk mendekat, untuk berbicara dengannya.
"Kau baik-baik saja?" tanyanya suaranya secara otomatis merendah.
Luna menatapnya, matanya yang gelap dan dalam memandang Arion
"Tidak ada yang baik-baik saja di sini" Suaranya rendah, serak, namun jelas.
"Dia,, dia sering duduk di sana, menulis, Dia adalah orang yang baik, Dia tidak pantas mati seperti itu" Luna menunjuk ke arah belakang perpustakaan, jari telunjuknya gemetar.
"Kau mengenalnya?" Arion bertanya, terkejut dengan kedekatan Luna pada Adam.
Luna mengangguk perlahan "Tidak dekat, Tapi aku sering melihatnya, Dia suka menulis tentang penderitaan, Mungkin dia tahu sesuatu, Sesuatu yang orang lain ingin tutupi"
"Tahu tentang apa?" Arion bertanya, intuisinya berteriak, Kematian Adam jelas bukan kebetulan.
Luna menggeleng, matanya masih menatap kosong ke kejauhan.
"Aku tidak tahu, Tapi aku merasa ada sesuatu yang jauh lebih gelap di balik semua ini, Bukan hanya perkelahian geng, ini intrik yang membusuk dari dalam."
Arion merasakan sentakan lain dari Kata-kata Luna membenarkan intuisinya sendiri, Ia menatap Luna, dan untuk pertama kalinya, ia melihat lebih dari sekadar wanita misterius, Ia melihat seorang sekutu, Seseorang yang memiliki kepekaan dan pemahaman yang sama dengannya, tetapi dengan cara yang jauh lebih murni.
"Aku akan mencari tahu" Arion berjanji, nada suaranya berubah serius, mengandung janji yang jarang ia berikan.
Luna menatapnya dan untuk pertama kalinya, ada secercah harapan di matanya yang memudar, Sebuah tatapan yang mengusik sesuatu di dalam diri Arion.
"Hati-hati Arion, Orang yang melakukan ini, dia bukan hanya kejam, Dia licik, Dan dia ada di antara kita"
Arion berjanji, hatinya seakan luluh pada Luna, seperti orang yang sedang jatuh cinta tapi rasa nya bukan juga.
......................
Arion dan Kenzie mulai menyelidiki secara informal, Mereka berbicara dengan beberapa anggota Garuda, mencari informasi tentang Adam, namun nihil, Tidak ada yang tahu apa-apa tentang Adam atau siapa yang mungkin membunuhnya, kecuali reputasinya sebagai seorang penyendiri.
Kenzie menemukan sesuatu yang menarik.
"Beberapa hari sebelum kematian Adam, dia terlihat sangat panik, Dia sempat mendatangi seseorang dari fakultas Sastra, Dia sempat berbisik tentang adanya Dokumen itu"
"Sastra?" Arion teringat pada Serena, pemimpin Ular Hijau, yang juga dari Sastra. Dan Violet, mantan kekasihnya juga dari Psikologi, yang memiliki banyak koneksi di berbagai fakultas.
"Aku akan mengurus ini" kata Arion.
"Dion kau mau menemui siapa?" Kenzie curiga.
Arion hanya tersenyum tipis, sebuah seringai yang tidak sampai ke matanya.
"Mantan kekasihku Violet, Dia punya mata dan telinga di mana-mana, Dan dia pasti akan senang melihatku lagi"
Kenzie menghela napas, sebuah pertanda ia tahu persis apa yang akan terjadi,
"Kau tahu ini akan jadi masalah"
Arion tak menjawab, Kali ini ia mengabaikan nama Luna yang baru saja ia perjuangkan, Godaan dari Violet terlalu kuat, terlalu akrab, Ia perlu informasi, dan Violet adalah jalannya.
Arion pergi menemui Violet, Ia tahu Violet sering menghabiskan waktu di studio musik kampus, tempat ia suka melampiaskan emosinya dan benar saja Ia menemukannya di sana, sedang memainkan piano dengan penuh gairah, nadanya kelam dan emosional, mencerminkan gejolak dalam dirinya.
Violet berhenti bermain saat merasakan kehadiran Arion, Ia menoleh, matanya berkilat gembira dan penuh kemenangan.
"Oh Arion, Akhirnya kau datang juga, Aku tahu kau tidak akan bisa menolakku terlalu lama" Ada senyum puas di bibirnya.
Violet bangkit dari bangku piano, berjalan ke arah Arion dengan gerakan yang anggun namun penuh perhitungan. Ia langsung melingkarkan tangannya di leher Arion, mendekatkan wajahnya hingga Arion bisa merasakan napasnya yang hangat
"Apakah kau merindukan sentuhanku? Seperti aku merindukanmu? Kita tahu bagaimana rasanya saat kita bersama bukan?" Bisiknya, suaranya serak dan menggoda.
Arion membiarkannya, Ini adalah tarian yang ia kenal baik, sebuah permainan kekuasaan di mana ia sering kali menjadi dalang, namun kali ini, ia merasa sedikit terseret.
"Aku butuh informasi Violet, Tentang Adam Dan Dokumen itu"
Violet tertawa sinis, nada suaranya penuh tantangan.
"Kau ingin informasi? Harga informasiku mahal Arion, Sangat mahal Dan kau tahu apa yang aku inginkan."
Violet mulai menciumi leher Arion, bibirnya menuruni jakun Arion, meninggalkan jejak panas, Tangannya masuk ke dalam kemeja Arion, membelai dada bidangnya yang berotot, Jari-jarinya menari-nari di kulit Arion, memancing reaksi yang ia tahu Arion tak bisa tolak.
"Katakan padaku Arion, Apa yang kau inginkan? Dan apa yang akan kau berikan padaku sebagai gantinya?" Matanya menantang penuh dengan janji dan bahaya.
Arion merasakan tubuhnya merespons, sebuah reaksi naluriah yang sulit ia kendalikan, Hasrat lama yang familiar kembali membakar, dan membanjiri otaknya.
Namun di sudut pikirannya yang paling jauh, ada bayangan Luna melintas, Bayangan tatapan Luna yang tenang namun penuh kekecewaan, dan sentuhan Arion di tangan Luna beberapa jam yang lalu, Rasa bersalah mulai menggerogoti.
Ia mendorong Violet dengan lembut, namun tegas "Bukan itu yang aku maksud."
Violet mendesah kecewa, bibirnya mengerucut "Sayang sekali Kau sudah berubah Arion, Dulu kau tidak akan menolak sedetik pun."
"Aku tidak menolak aku hanya menundanya." Arion menyunggingkan senyum memikatnya mencoba menguasai kembali situasi.
"Tapi sekarang informasinya dulu, Siapa Adam? Apa yang dia cari?"
Violet menatapnya tajam, mencoba membaca wajah Arion.
"Adam dia adalah pecundang yang terlalu banyak tahu, Dia sempat bergosip dengan beberapa mahasiswi Sastra tentang adanya klub rahasia di kampus, Klub yang hanya diisi oleh petinggi-petinggi, Dan mereka punya banyak rahasia kotor termasuk tentang proyek pembangunan yang baru."
"Klub rahasia?" Arion mengernyit "Apa hubungannya dengan Adam?"
"Aku tidak tahu detailnya, Tapi dia terlihat panik setelah menguping pembicaraan mereka, Dia bilang dia punya bukti yang bisa menghancurkan reputasi beberapa dosen dan Dekan, Dan dia berencana menuliskannya dalam puisinya."
"Puisinya?"
Violet mengangguk "Ya Dia seorang penyair, Mungkin itu caranya untuk mengungkapkan sesuatu yang tidak bisa ia katakan secara langsung tanpa membahayakan dirinya sendiri"
Arion mencerna informasi itu, Klub rahasia, Bukti, Puisi, Ini jauh lebih besar dari perkelahian geng, Ini tentang kehancuran reputasi, kekuasaan, dan mungkin, lebih banyak kematian.
Violet kembali mendekat, merangkul Arion erat, tubuhnya menempel erat pada Arion.
"Sekarang giliranmu, Kau sudah dapat informasinya Sekarang giliranmu untuk membayarnya"
Violet mencium Arion lagi, kali ini lebih menuntut lebih penuh gairah, mencoba menarik Arion sepenuhnya kembali ke pelukannya, Arion membalas ciuman itu, tangannya membalas pelukan Violet, membiarkan dirinya terseret dalam pusaran hasrat yang familiar, Konflik dalam dirinya membara namun sensasi fisik seringkali memenangkan pertarungan.
"Ini belum berakhir Arion" Violet berbisik di sela-sela ciuman mereka, suaranya penuh kemenangan
"Kita tidak pernah benar-benar berakhir, Aku tahu kau menginginkanku."
Arion merasakan konflik dalam dirinya, Sebagian dirinya ingin sepenuhnya menyerah pada Violet, pada kenikmatan yang familiar, Tapi sebagian lainnya yang baru, yang terusik oleh Luna, terasa nyeri dan bersalah.
"Aku akan kembali padamu Violet"
Arion berjanji, suaranya serak, Sebuah janji yang ia tahu mungkin hanya untuk menenangkan Violet, atau mungkin janji yang tak bisa ia tepati Nanti. Ia tahu ia harus pergi, Ia harus menemukan puisi-puisi Adam.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!