Alya duduk di kursi pesawat dengan posisi yang santai, sesekali bibirnya bergerak mengikuti alunan lagu yang ia senandungkan pelan.
Matanya terpaku pada layar ponsel yang ia genggam erat, jari-jarinya lincah menari menyentuh layar, membuka pesan dan melihat foto-foto lama yang tiba-tiba membuatnya tersenyum tipis.
Di balik senyum itu, ada campuran rasa haru dan gugup yang sulit ia sembunyikan. Lima tahun lamanya ia menghindar pulang, meninggalkan jejak kenangan yang belum sempat ia susun rapi.
" Entah kenapa rasa nya aku sebenar nya belum siap untuk pulang. Ada yang memberatkan aku kembali ke rumah itu. Entah itu karena ada bude atau apa lah. Aku pun tidak tahu pasti. Huh... Semoga ini hanya perasaan ku saja." Bathin Alya.
Sambil menatap jendela pesawat yang mulai menampakkan awan-awan putih mengambang, pikirannya melayang pada sosok Sandra yang selama ini memperlakukan dia sedikit kurang baik.
Setelah kedua orang tua Alya meninggal akibat kecelakaan saat Alya masih kecil dulu, Alya di angkat menjadi anak oleh Pakde Baldi dan Bude Sandra. Mereka menjaga dan merawat Alya seperti anak mereka sendiri. Alya merasa beruntung bisa bertemu dengan mereka.
Tapi di sisi lain, sikap bude Sandra tidak selama nya baik pada Alya.
Setelah Alya memutuskan untuk kuliah dan bekerja di Jakarta, sikap Bude Sandra mulai menampakkan sikap asli nya. Bude Sandra selalu mengatakan jika yang dia lakukan pada Alya, suatu saat nanti harus Alya bayar.
Lebih jelas nya lagi, Alya harus membalas semua kebaikan yang bude Sandra lakukan pada Alya. Mulai dari menyekolahkan Alya, memberi Alya makan, memberikan Alya tempat tinggal yang baik.
Tapi Alya juga tidak tahu, berapa yang harus dia bayar untuk mengganti kebaikan bude dan pakde nya itu pada nya. Selamat ini Bude Sandra tidak pernah bicara soal uang. Karena memang bude Sandra berasal dari keluarga ningrat. Kusuma Diningrat. Salah satu keluarga Keraton yang memiliki pengaruh besar di Jogjakarta.
Tapi setidak nya, hal itu sedikit menyadarkan Alya. Jika tidak ada orang yang bisa berbuat tulus kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan apa pun.
*
*
*
Alya melangkah keluar dari pintu bandara dengan langkah yang sedikit lelah, namun matanya tetap waspada mengamati sekeliling. Tas ransel tote bag yang dia dorong bergeser pelan di trotoar yang basah oleh embun pagi.
Angin dingin menyentuh wajahnya, membuat hijab hitam nya tertiup angin kecil. Ia menghela napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri setelah perjalanan panjang yang melelahkan.
Di ujung jalan, deretan taksi berbaris rapi, lampu-lampu kota mulai menyala samar di kejauhan. Alya mempercepat langkahnya, menatap satu per satu sopir taksi yang menunggu dengan sabar. Wajahnya menampakkan raut harap sekaligus waspada, takut jika harus menghadapi pengalaman buruk.
Di dalam taksi Alya duduk menatap Tote bag yang ada di samping nya. Di dalam nya ada sebuah kado kecil yang akan dia berikan untuk Putri, sepupu nya.
Ya, tujuan Alya pulang kali ini karena dia ingin menghadiri resepsi pernikahan sepupu nya itu.
*
*
*
Taksi Alya berhenti di depan halaman rumah besar keluarga besar Kusuma Diningrat. Alya turun sambil memegang ransel dan tote bag nya.
Alya memang sengaja tidak membawa barang yang banyak. Rencana nya dia akan kembali ke Jakarta nanti sore setelah akad nikah Putri. Dia tidak perlu mengikuti resepsi pernikahan nya karena memang Alya hanya mendapatkan cuti satu hari saja dari kantor.
Alya tersenyum memandangi ramai nya orang yang sedang bersibuk di sana. Dia bisa melihat betapa meriah nya acara pernikahan sepupu nya itu.
Alya, gadis berhijab dengan hati selembut sutra, selalu memancarkan ketenangan dari balik senyum teduhnya. Setiap kata yang terucap dari bibirnya yang sopan seolah menjadi embun sejuk di tengah panasnya dunia, membuat siapa pun yang berada di dekatnya merasa diterima dan damai, seakan semua beban berat seketika menguap.
" Mbak Alya..." Sapa seorang wanita tidak jauh berdiri dari posisi Alya berdiri.
Alya pun menoleh ke arah datang nya suara. Tidak berapa lama Alya tersenyum saat menyadari jika yang memanggil nya adalah mbok Sri.
" Astaga mbok Sri. Assalamualaikum..." Sapa Alya tersenyum lebar mendekati Mbok Sri.
Mbok Sri adalah orang yang berkerja pada keluarga pakde dan Bude nya Alya. Mbok Sri sudah lama bekerja sejak Alya kecil. Jadi sedikit banyak nya, Mbok Sri sudah banyak tahu perlakuan yang Alya dapat dari bude nya sejak kecil. Dan hanya mbok Sri yang menyayangi Alya dan perhatian dengan tulus pada nya sejak kecil.
" Waalaikumsalam, mbak Alya. Mbak Alya apa kabar?" Tanya mbok Sri masuk ke dalam pelukan Alya.
" Alhamdulillah Alya baik mbok. Mbok sendiri apa kabar? Makin gemuk aja nih Alya perhatiin." Goda Alya saat pelukan mereka terurai.
" Memang mbak. Mbok makin gemuk nih. Makin susah gerak nya. Mbak Alya apa kabar di jakarta? Makin gelis aja. Mbok hampir saja nggak ngenalin tadi."
" Alhamdulillah, Alya baik mbok." Jawab Alya.
Mbok Sri lalu memperhatikan tas dan totebag yang di pegang Alya. Dia merasa heran karena Alya tidak membawa koper tempat pakaian nya.
" Kenapa tidak membawa koper mbak?" Mbak Alya nginap kan di sini?" Tanya mbok Sri heran.
Sebelum menjawab, Alya terlebih dahulu tersenyum. Lalu beberapa detik kemudian dia menggeleng.
" Alya nggak nginep mbok. Nanti sore Alya sudah harus kembali ke Jakarta." Jawab Alya.
" Kenapa begitu mbak?"
" Alya hanya dapat cuti satu hari saja mbok. Jadi maaf, Alya nggak bisa nginap di sini."
" Yah..." Wajah mbok Sri mendadak lesu mendengar jawaban Alya barusan.
" Maafin Alya ya mbok. Alya nggak bisa nginep. Tapi mbok tenang aja, insya Allah lain waktu Alya akan minta cuti lebih panjang agar bisa nginap di sini." Bujuk Alya tersenyum.
" Padahal mbok kangen sekali dengan mbak Alya. Banyak cerita yang ingin mbok ceritakan sama mbak."
" Maaf ya, mbok."
" Oh, ya. Putri mana? Pasti lagi dandan ya di kamar?" Tanya Alya memperhatikan sekitar mencari keberadaan sepupu nya itu.
Mendengar pertanyaan Alya barusan, membuat mbok Sri kembali terdiam. Wajah nya mulai memucat seperti sedang ketakutan dan kebingungan.
" Kenapa mbok? Putri mana?" Tanya Alya lagi karena mbok Sri hanya diam.
" Mbak Putri pergi, mbak." Jawab Mbok Sri singkat.
" Pergi? Pergi gimana maksud nya mbok? Putri pergi kemana?" Tanya Alya memastikan.
" Mbok juga nggak tahu mbak Putri pergi kemana. Tidak ada yang tahu. Mbak Putri pergi tanpa memberitahu keluarga atau siapa pun. Bahkan tidak meninggalkan pesan apa pun." Jawab Mbok Sri.
Alya kaget mendengar jawaban Mbok Sri tentang Putri. Dia tidak menyangka Putri kabur di hari pernikahan nya.
*****
Alya tidak menyangka Putri bisa melakukan itu. Dia percaya Putri dan kekasihnya menjalani hubungan yang harmonis—tanpa tekanan, tanpa drama berlebihan.
Bahkan Putri yang biasanya pemalu dan pendiam, kini tersenyum lebih lebar setiap kali membicarakan rencana pernikahannya.
Namun, waktu terus berjalan tanpa kabar. Detik-detik menuju upacara pernikahan yang dijadwalkan, tapi Putri tak kunjung muncul.
" Apa dia juga tidak mengatakan apa pun pada pakde dan Bude soal niat dia yang ingin pergi?" Tanya Alya.
Mbok Sri menggeleng pelan.
" Tidak, mbak. Tadi nya perias pengantin datang untuk merias pengantin. Dan saat buk Sandra masuk ke dalam kamar mbak Putri, mbak Putri sudah tidak ada di dalam kamar nya." Jawab mbok Sri.
" Lalu dari mana mbok bisa menyimpulkan kalau Putri menghilang? Bisa saja kan mungkin dia hanya pergi sebentar, atau ingin membeli sesuatu?"
Mbok Sri kembali menggeleng.
" Tidak, mbak. Mbak Putri sudah pergi sendiri. Buk Sandra sudah memeriksa kamar mbak Putri. Ada beberapa pakaian mbak Putri yang juga menghilang."
" Bukan kah dia dan kekasihnya yang membuat keputusan untuk menikah kan mbok? Mereka menikah bukan karena di paksa kan?"
" Iya, mbak."
“Kenapa dia bisa pergi tanpa sepatah kata?” pikir Alya dalam hati, menahan rasa kecewa dan cemas yang bergumul sekaligus.
Hatinya penuh pertanyaan yang tak berjawab, sementara waktu terus berdetak tanpa ampun, menuntut jawaban yang tak kunjung datang.
" Lalu bagaimana sekarang mbok? Pakde dan Bude dimana?" Tanya Alya kembali memperhatikan ke arah rumah.
" Ada di dalam. Mbak Alya Mauk saja biar mbak Alya bisa tahu bagaimana keadaan di dalam. Mbok nggak berani masuk. Semua orang sekarang menjadi sasaran kemarahan buk Sandra." Jawab mbok Sri.
Tentu Alya tahu betul soal itu. Tanpa mbok Sri memberitahu nya, Alya sudah tahu bagaimana bude Sandra setiap kali menghadapi masalah.
Dia akan selalu marah - marah kepada setiap orang yang mencoba memancing emosi nya. Apa lagi ini menyangkut masalah besar soal putri nya, tentu lah bude Sandra akan semakin menyala seperti api yang di siram minyak lampu.
Namun bagai mana pun juga, Alya sudah kadung sampai di sana. Dia tidak mungkin hanya sampai halaman rumah dan kembali ke Jakarta mengingat resepsi pernikahan Putri pasti lah akan di batalkan karena mempelai perempuan nya tidak ada di tempat.
Alya harus tetap masuk ke dalam rumah. Setidak nya untuk berbasa Basi setelah tujuh tahun tidak bertemu. Dan berpura - pura tidak tahu soal kepergian Putri.
" Ya sudah mbok, Alya masuk dulu ya." Kata Alya.
Mbok Sri hanya mengangguk. Dan Alya pun berjalan perlahan masuk ke dalam rumah.
*
*
*
Alya melangkah pelan melewati pintu rumah yang setengah terbuka, udara hangat dan aroma khas masakan tercium samar di hidungnya.
Matanya melirik ke sekeliling ruang tamu yang dipenuhi wajah-wajah yang akrab sekaligus asing baginya. Beberapa orang tampak sibuk berbicara, sementara yang lain hanya duduk diam menundukkan kepala.
Dari sudut ruangan, suara bude-nya yang tajam dan penuh amarah pecah, menggema menembus keheningan.
" Kamu .... Kenapa hanya diam saja. Cepat pergi ke dapur dan bereskan semua pekerjaan kamu." Bentak bude Sandra.
Di kursi pojok, pakde duduk terpaku, bahunya merosot, tatapannya kosong menatap lantai seolah menelan beban berat yang tak terucapkan. Wajahnya yang biasanya tegas kini dipenuhi kesedihan dan penyesalan.
Sesekali ia mengusap dahinya dengan tangan gemetar, seakan mencari kekuatan di tengah kekalutan yang melingkupinya.
Alya menghela napas pelan, hatinya ikut sesak melihat suasana yang penuh ketegangan dan kegelisahan itu, terutama karena semua ini berawal dari ulah Putri yang entah bagaimana telah merobek kedamaian keluarga mereka.
" Assalamualaikum, bude." Tegur Alya dengan pelan dan ragu.
Tentu Sandra ingat betul suara itu walau pun dia sudah lama tidak bertemu dengan Alya.
Sedangkan pakde yang menyadari kedatangan Alya, hanya diam sambil memandangi Alya.
Kemudian Sandra berbalik dan menatap wajah Alya.
" Kapan kamu datang?" Tanya Sandra.
" Alya baru saja sampai bude. Bude apa kabar?" Jawab Alya.
" Kabar saya buruk. Dan sekarang akan semakin buruk dengan kedatangan kamu disini."
Perkataan Sandra barusan membuat Alya menyesal telah datang ke rumah itu. Harus nya dia tahu jika bude nya itu tidak mengharapkan kedatangan nya. Dengan begitu, Alya tidak perlu sakit hati dan merasa kecewa dengan perkataan bude nya.
" Sandra..." Panggil bude Lastri mendekati bude Sandra.
Bude Lastri adalah kakak tertua dari bude Sandra. Walau pun dia lebih tua, tapi sifat bude Lastri tidak beda jauh dengan bude Sandra. Terutama pada Alya.
" Ada apa mbak?" Tanya bude Sandra.
" Seperti nya aku tahu jalan keluar buat masalah kalian ini. Ajak Baldi. Kita harus bicara bertiga." Ajak bude Lastri.
Sebelum beranjak dari sana, bude Lastri sejenak menatap Alya dengan tatapan tajam nya. Dia tidak berbasa Basi sedikit pun pada Alya. Dia hanya tersenyum sinis sebelum berlalu dari sana.
Bude Sandra tidak perlu pamit pada Alya sebelum dia pergi mengajak suami untuk mengikuti kemana langkah bude Lastri membawa mereka.
Sedangkan Alya, menjadi salah tingkah sendiri di sana. Dia memperhatikan sekitar ruangan
tidak ada yang bisa dia dekati untuk di ajak ngobrol di sana.
Dia pun memutuskan untuk kembali keluar dan mencari keberadaan mbok Sri. Untuk saat ini, hanya mbok Sri yang bisa dia ajak bicara agar dia tidak merasa sendiri dan kesepian di sana.
*
*
*
" Seperti nya aku sudah punya jalan keluar untuk masalah kalian ini. Anak kalian yang tidak tahu diri itu pasti sengaja pergi di hari pernikahan nya untuk mempermalukan nama besar keluarga kita. Ini akibat nya kalau kamu terlalu memanjakan Putri. Dia tumbuh menjadi anak yang tidak punya sopan santun dan harga diri. Dimana Marwah nya sebagai perempuan yang menghilangkan di hari pernikahan nya." Ucap bude Lastri.
Mendengar anak nya di salahkan, tentu membuat bude Sandra marah dan tidak terima. Tapi dia tidak bisa marah untuk saat ini. Karena memang Putri bersalah.
" Langsung saja, mbak. Mbak mau bicara apa tanpa menjelekkan anak ku." Kata bude Sandra menahan emosi nya.
" Pernikahan ini harus tetap berlangsung walau tanpa Putri sebelum orang memandang rendah keluarga kita."
" Tapi kita tidak tahu kapan Putri akan kembali, mbak. Bagaimana kita akan melanjutkan pernikahan ini?" Tanya Bude Sandra.
" Putri tidak bisa menikah dengan Devan. Tapi Alya bisa. Dan kedatangan Alya barusan, pertanda kalau dia akan menyelamatkan nama baik keluarga kita dari rasa malu yang di ciptakan anak kamu." Jawab bude Lastri.
Bude Sandra hanya terdiam. Dia masih belum mengerti dengan maksud dari ucapan bude Lastri barusan.
*****
" Langsung saja, mbak. Apa maksud mbak bicara barusan." Tanya bude Sandra semakin tidak mengerti.
" Pernikahan ini tidak mungkin bisa kita lanjutkan ya la Putri. Keluarga Devan pasti sekarang marah besar pada kita." Sahut Baldi.
Bude Lastri menggelengkan kepala nya.
" Tidak... Tidak... Pernikahan ini masih bisa di selamat kan. Nama baik keluarga kita masih bisa kita selamat kan melalui Alya." Kata Bude Lastri.
Mendengar nama Alya terlontar, Bude Sandra spontan menoleh ke arah Bude Lastri dengan tatapan penuh tanya dan kebingungan.
Mengapa dengan Alya? Kenapa namanya harus terjebak di tengah sengketa yang semakin memanas di antara mereka? Di dadanya, rasa penasaran dan gelisah bercampur, seolah Alya menjadi kunci rahasia yang belum terungkap.
" Alya? Kenapa dengan Alya?" Tanya bude Sandra.
" Kamu lihat sekarang. Di saat anak kesayangan kamu itu menimbulkan masalah yang besar, Alya datang tepat pada waktu nya. Alya akan menggantikan Putri menikah dengan Devan hari ini. Dengan begitu, Alya bisa menyelamatkan nama baik keluarga kita." Jawab bude Lastri tersenyum.
" Tidak, mbak. Aku tidak setuju. Aku tidak akan mengizinkan Alya menikah dengan Devan. Kalau sampai Putri tahu, dia pasti akan marah, mbak." Tolak Bude Sandra dengan mendelikkan mata nya pada bude Lastri.
" Masih saja mau membela anak kamu itu setelah dia membuat kekacauan dengan masalah besar ini?" Protes Bude Lastri.
" Putri memang sudah membuat masalah yang besar Mbak, tapi aku tidak setuju kalau Mbak meminta Alya menikah dengan Devan untuk menggantikan Putri. Apa kata orang nanti Mbak kalau sampai orang - orang tahu kalau Putri menghilang di hari pernikahan nya dan sekarang malah di gantikan oleh Alya yang menikah dengan calon suami nya? Bukan kah itu akan semakin membuat nama besar keluarga kita menjadi buruk?" Ucap Bude Sandra.
Lagi - lagi Bude Lastri menggeleng dengan cepat.
" Tidak akan ada yang tahu kalau Alya yang menggantikan Putri menikah dengan Devan." Sahut Bude Lastri.
" Apa maksud mbak??" Tanya Baldi penasaran dengan pendapat bude Lastri yang begitu sangat yakin dengan jalan keluar dari nya.
" Bagaimana bisa kita menyembunyikan kalau ternyata Alya yang menikah dengan Devan? Bukan Putri?" Sambung bude Lastri yang juga ikut penasaran.
" Alya akan menikah dengan Devan. Hanya menggantikan Putri saja. Setelah Putri kembali nanti, Alya harus mengembalikan Devan kepada pemilik nya. Kembali kepada Putri. Alya hanya menggantikan Putri duduk di samping Devan. Tapi yang akan menjadi istri nya Devan itu tetap lah Putri. Dengan begitu, kita bisa menyelamatkan kan nama baik keluarga kita hari ini." Jawab bude Lastri mengungkapkan pendapat nya dengan jelas.
Bude Sandra menatap Bude Lastri dengan tatapan tajam, hatinya bergejolak antara ragu dan terpaksa.
Saran yang keluar dari mulut Bude Lastri terasa begitu konyol, seperti lelucon dalam situasi genting yang nyaris membuatnya kehilangan akal.
Namun, dalam diam, Bude Sandra tahu bahwa saat ini, saran gila itu adalah satu-satunya secercah harapan yang bisa mereka genggam erat demi menghadapi badai yang semakin mengancam.
" Tapi bagaimana kita bisa yakin kalau keluarga nya Devan bisa menerima ini?" Tanya Bude Sandra meragukan nya.
Bude Lastri melipat kedua tangan nya ke depan sambil tersenyum.
" Kita akan pikirkan itu setelah kamu bicara dulu dengan Alya." Jawab bude Lastri.
*
*
*
" Alya..." Panggil pakde Baldi.
Alya yang sedang duduk sambil menikmati segelas teh hangat, segera bangkit dari duduk nya dan mencium punggung tangan pakde nya dengan takzim.
" Assalamualaikum, pakde." Sapa Alya dengan sopan.
"Waalaikumsalam, Nak. Kamu sudah makan?"
" Nanti saja pakde. Alya belum lapar. Maaf pakde, Alya datang terlambat."
Pakde Baldi menggeleng pelan.
" Kamu tidak terlambat, Nak. Justru kamu datang tepat pada waktu nya."
" Maksud pakde apa?" Tanya Alya yang tidak mengerti dengan maksud pakde nya barusan.
" Ayo ikut pakde. Bude mu mau bicara dengan mu." Ajak Baldi menarik tangan Alya.
Melihat tatapan pakde nya, Alya semakin tidak mengerti maksud yang di katakan dari pakde nya barusan kepada nya.
Alya terus melangkah mengikuti langkah pakde nya. Alya menghelan nafas nya panjang, bertemu dengan keluarga bude nya selalu menjadi hal yang sangat dia hindari sejak dulu. Namun, dalam keadaan seperti ini bagaimana mungkin dia bisa menghindar?
Pakde mengajak Alya masuk ke dalam salah satu ruangan. Itu adalah kamar pengantin yang membuat Alya menelan ludah nya susah payah.
Sudah ada Bude Sandra dan bude Lastri menunggu di sana.
Juga ada beberapa orang yang Alya tidak kenal berada di sana sedang membersihkan kamar dan sebagian lagi menata kamar.
" Sudah, sudah. Kalian keluar dulu. Nanti saja bersihin nya." Usir bude Lastri pada semua orang yang ada di sana.
Semua orang pun keluar dari kamar pengantin itu. Tinggallah Alya, pakde Baldi, Bude Sandra dan bude Lastri di dalam kamar. Pakde langsung terduduk lesu di tepi ranjang yang sudah di hias begitu indah dengan kelopak bunga mawar di tengah yang membentuk love.
Alya belum mengeluarkan sepatah kata pun ketika Bude Sandra menatap nya dengan tajam.
" Kamu ingatkan Alya, saya sering berkata kepada mu, kalau saya membesarkan kamu dan menjaga kamu itu tidak gratis. Semua nya harus kamu bayar pada waktu nya. Kamu berhutang kehidupan dengan keluarga saya. Berkat keluarga saya, kamu bisa hidup sampai saat ini. Kamu saya besarkan, Saya sekolahkan bahkan saya angkat menjadi anak saya tanpa sepeserpun uang yang di tinggalkan oleh kedua orang tua kamu sebelum mereka meninggal." Ucap Bude Sandra dengan tegas.
Tanpa di ingatkan pun, tentu Alya sangat ingat dengan semua itu. Walau pun selama dia bekerja di Jakarta, bude nya tidak pernah meminta uang Alya atau meminta apa pun. Lalu kenapa sekarang tiba-tiba - tiba berkata soal hutang kehidupan?
" Sekarang, sudah seharusnya kamu membayar hutang itu." Kata bude Sandra.
" Berapa yang harus Alya bayar bude? Jika nilai nya cukup dengan tabungan Alya, Alya akan segera lunasi. Tapi jika tidak, Alya akan menyicil nya bude." Tanya Alya ingin memastikan jumlah hutang yang harus dia bayar pada bude nya itu.
" Semua itu tidak bisa di bayar dengan uang. Kamu harus membayar nya dengan sesuatu yang lebih berharga dari pada uang." Jawab bude Sandra.
Alya menatap kaget dengan bude nya itu. Sebab jika tidak bisa di bayar dengan uang, dengan cara apa Alya harus membayar nya?
" Apa maksud dari ucapan bude Sandra barusan ya? Jika tidak bisa di bayar dengan uang? Apa aku harus membayar nya dengan organ tubuh ku?" Bathin Alya.
" Kamu harus membayar nya dengan hidup mu." Sambung bude Lastri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!