NovelToon NovelToon

Mengulang Waktu Untuk Merubah Takdir

BAB 1 KELAHIRAN KEMBALI

"Seret para pengkhianat itu ke tiang pancung!"

Pintu sel penjara besi segera terbuka. Seorang prajurit dengan zirah hitam bergegas memasuki sel dan menyeret seorang pria dan wanita paruh baya keluar dari tempat itu.

Dua orang yang diseret sama sekali tidak bisa meronta. Sebab, tubuh mereka dipenuhi dengan luka sayat dan lebam di mana-mana. Hanya rintihan kecil yang keluar dari mulut berdarah mereka.

Segera, sepasang Ibu dan anak itu hampir mendekat tiang pancung yang berada di tengah alun-alun kota.

Sorakan warga yang berkumpul menggema di seluruh penjuru arah. Mereka mengutuk dan melempari para pengkhianat dengan telur busuk dan batu besar.

"Pengkhianat! Seharusnya kalian mati! Berani-beraninya kalian

menyulut api di tanah yang damai ini!"

"Mati dan membusuklah di neraka! Kalian tidak pantas untuk hidup!"

"Pengkhianat seperti itu tidak seharusnya mati dengan mudah! Siksa mereka! Siksa mereka!"

Max mengerjapkan mata sembari menoleh pelan ke sisi kirinya. Mata warga yang menatap berkobar.

Menunjukkan kebencian dan rasa jijik yang tak dapat dideskripsikan oleh kata. Pria yang sedang diseret oleh prajurit itu hanya bisa mendengkus pendek dan tersenyum kecil ketika

melihat mereka.

Amarah dan dendam menumpuk di dadanya. Jika dia cukup pandai dalam menilai situasi dan keadaan, mungkin dia tidak akan terjebak oleh skenario buruk yang telah diciptakan orang itu untuk menggulingkannya. Namun, semua amarah dan dendam itu tidak akan pernah bisa Max lampiaskan, karena ini adalah hari terakhir dia membuka mata dan menikmati udara

kotor di sekitarnya.

"Penjahat! Kembalikan anakku! Kembalikan!" Seorang pria paruh baya berlari ke arah prajurit yang membawa Max dan mengguncang tubuh pria pengkhianat itu dengan kuat.

"Kau membunuhnya! Kau membunuhnya! Keparat! Kembalikan

anakku!" Pria paruh baya itu meraung dengan air mata berderai di wajah. Max yang diguncang keras hanya bisa menatap kosong, sampai prajurit lain memisahkan pria paruh baya itu

dari tubuhnya.

Kutukan kembali terdengar dari segala arah. Tubuh Max dan ibunya telah tiba di depan tiang pancung dan kepala mereka telah diletakkan pada cekungan tempat jatuhan pisau pada

leher terdakwa.

Semua kutukan yang dilontarkan warga lenyap ketika seorang pria tampan dengan jubah kekaisaran melangkah ke depan tiang pancung dengan membawa gulungan dekrit Kekaisaran. Temperamennya begitu kuat dan auranya sangat mnendominasi. Salah satu sudut bibirnya terangkat, membentuk senyum kecil yang penuh dengan penghinaan.

Suara pria itu perlahan terdengar memecahkan keheningan.

"Maximiliam dan Riana Margarith. Melalui dekrit ini, saya Julius Navelitan Zenos selaku Putra Mahkota Kekaisaran Zenos mewakili Yang Mulia Kaisar, menjatuhkan hukuman mati atas perbuatan tercela yang telah kalian perbuat."

Begitu suara itu jatuh, semua warga yang berkumpul terhenyak dan jatuh dalam ketakutan tiada tara karena aura kuat yang dipancarkan oleh sang Putra Mahkota. Sementara Max, pria itu

diam-diam menggenggam erat tangan sang ibu yang berada di sampingnya.

"Maximiliam sang pengkhianat yang telah menodai Kekaisaran Zenos dengan memimpin pasukan pemberontak, serta melakukan pembunuhan terhadap warga. Tidak hanya itu, Maximiliam juga telah melakukan pemerkosaan terhadap salah satu putri dari keluarga bangsawan Duke Henston.

"Sementara Riana Margarith, selaku ibunya berusaha menutupi

semua perbuatan tercela Maximiliam dan dia juga telah membunuh ketua penyidik yang hendak menangkap anaknya. Dengan ini, saya menyatakan kejahatan yang telah dilakukan

keduanya tidak dapat lagi untuk menerima pengampunan."

Setelah membaca dekrit kekaisaran, Putra Mahkota Julius

Navelitan menutup gulungan dekrit dan berbalik arah menatap warga dengan wajah sendu dan penuh dengan kesedihan.

Dia berkata dengan kepala tertunduk dan wajah muram, “Untuk

seluruh keluarga korban, saya harap kalian bisa tenang sekarang. Karena ketua para penjahat ini akan segera menerima hukuman atas perbuatannya. Mungkin ini tidak dapat mengurangi rasa sedih keluarga korban. Namun, saya harap keluarga korban dapat mengikhlaskan mereka yang telah pergi. Mereka pasti akan bersukacita saat kedua penjahat ini dieksekusi."

Julius mengangkat wajah. Dia masih mempertahankan mimik

menyedihkan di wajah tampannya. Bahkan kedua bola mata tajam itu tampak berkaca-kaca. Seakan, dia ikut merasakan apa yang dirasakan oleh keluarga korban pembunuhan yang

dilakukan oleh para terpidana.

Sementara Max yang mendengar semua ucapan Julius, kembali mengukir senyum pahit di wajahnya. Max bersumpah akan mengutuk seluruh keluarga kekaisaran bahkan ketika dia sudah berada di alam kematian. Max tidak akan pernah memaafkan semua orang yang telah membuatnya dan sang ibu berakhir seperti ini.

"Maximiliam, ini adalah akhir yang indah untuk pengkhianat

sepertimu." Julius yang berdiri tepat di depan Max, berbisik pelan dengan penuh penekanan. Setelah itu, dia melangkah mendekati tali yang terhubung dengan pisau yang berada di

atas tiang pancung. Dengan gerakan elegan dan penuh kharisma, Putra Mahkota yang dikenal dengan kebijaksanaan dan keadilannya itu, perlahan mencabut sebilah pedang dari sarung yang berada di pinggangnya.

"Wahai Rakyat Zenos! Inilah hukuman yang akan kalian terima jka berani menodai tanah yang damai ini." Dalam satu kali ayunan, bilah pedang itu memutus tali yang menahan beban pisau di atas tiang pancung. Pisau persegi panjang itu pun jatuh tepat di leher Max dan ibunya. Dua kepala segera berguling ke depan dengan semburan darah. Tepat ketika sorak sukacita warga menggema, kalung dengan bandul berbentuk tetesan air mata berwarna merah yang terjatuh dari leher Max, perlahan mengeluarkan cahaya kemerahan.

Julius yang peka terhadap energi sihir segera menoleh ke belakang. Namun, terlambat, sebelum dia bergerak, cahaya merah itu secara bertahap semakin terang dan menyebar hingga menutupi seluruh bidang pandangan.

Saat cahaya kemerahan itu merambah ke penjara bawah tanah kekaisaran, seorang wanita dengan gaun putih kusam yang terikat di dinding sel tahanan membuka kedua matanya dengan sedikit senyuman.

"Maximiliam, para dewa tidak pernah meninggalkanmu. Berjuanglah untuk memperbaiki dunia yang telah dirusak oleh tangan-tangan kotor itu. Aku akan menunggumu di sana. Sampai jumpa." Wanita itu bergumam di dalam hati, sembari menutup kedua matanya dengan tenang. Cahaya merah segera menyelimuti seluruh permukaan benua.

***

Seorang pemuda terbangun dari tidur dengan napas terengah. Dia segera memegang leher dengan gerakan cepat. Rasa sakit itu terasa sangat nyata dan semua kenangannya perlahan

memenuhi isi kepala. Keringat dingin membanjiri dahi hingga lehernya. Entah apa yang terjadi. Max yakin dan ingat betul bahwa beberapa saat yang lalu, kepalanya telah terlepas dari

leher. Rasa sakit itu masih dia rasakan hingga wajahnya memerah. Napasnya pun semakin memburu. Max nyaris hilang kesadaran karena memegang leher dengan banyak tenaga.

"Apa yang terjadi?" gumam pemuda itu di sela mengatur deru

pernapasan.

Seharusnya dia sudah mati di tiang pancung. Namun, mengapa dia masih bisa bernapas? Semua pertanyaan aneh dan pemikiran tidak logis segera menghimpit ribuan kenangan yang masih berputar di kepala Max. Dia sama sekali tidak tahu mengenai situasi ini.

Segera napas pemuda itu kembali stabil setelah dia berjuang keras mengontrol pernapasan. Max mengedarkan pandang ke sekitar. Tempat ini terasa tidak asing. Seingat Max, tempat ini adalah kamarnya ketika dia masih tinggal di sebuah rumah tua yang berada di pinggiran desa kecil daerah Kekaisaran Zenos.

Namun, dia ingat, bahwa dia dan ibunya sudah lama pindah dari rumah ini.

Mengapa dia masih berada di rumah ini? Tiba-tiba Max berhenti mengedarkan pandang. Satu pemikiran segera terlintas di benaknya. Memikirkan hal itu, jantungnya segera

berdebar. Dia perlahan turun dari ranjang bambu dan berdiri diam di tengah-tengah kamar.

"Apa aku kembali ke masa lalu?" Suara pemuda itu serak dan ada getaran halus di tiap kata yang dia ucapkan.

Sungguh, Max tidak percaya akan hal ini. Bagaimana mungkin dia bisa kembali ke masa lalu? Atau semua kenangan yang berada di otaknya saat ini hanyalah mimpi buruk belaka? Rasanya tidak. Jika itu mimpi, Max tidak akan mengingatnya begitu jelas dan rinci.

Jika dia kembali ke masa lalu, itu artinya sang ibu masih hidup dan ada di rumah ini. Memikirkan hal itu, Max segera meninggalkan kamarnya dengan langkah tergesa. Dia menuju ke kebun kecil yang berada di belakang rumahnya. Seingat Max, setiap pagi dan sore ibunya akan selalu berada di

kebun itu untuk merawat senmu tanamannya.

Langkah Max terhenti ketika dia menginjakkan kaki di ambang pintu belakang rumah. Tatapannya terfokus pada punggung wanita paruh baya yang sedang berjongkok memetik tomat

merah. Untuk sesaat, napas Max kembali tercekat. Dia tidak pernah merasa seemosional ini. Namun, kali ini matanya memerah ketika melihat punggung sang ibu. Apa yang dia lihat

adalah nyata. Udara segar nan dingin yang dia rasa, juga sangat nyata. Semesta benar-benar mengembalikan dirinya ke masa lalu.

"Ibu." Max memanggil masih dengan suara seraknya. Lingkungan sekitar sangat sunyi, hingga suara kecil Max dapat didengar oleh sang ibu yang berjarak tak jauh darinya. Wanita paruh baya itu menoleh tanpa bangkit dari posisinya. Wajah itu masih terlihat muda dan bersahaja. Itulah pemikiran Max ketika melihat wajah ibunya saat ini. Ketika wanita paruh baya itu tersenyum, kecantikannya masih terlihat dengan nyata.

"Max, ada apa denganmu? Mengapa wajahmu pucat seperti itu?" Sang ibu sedikit cemas ketika melihat wajah Max yang tampak tidak normal. Dia bangkit dan melangkah cepat mendekati sang putra. Sebelumn ibu tiba di depannya, Max menunduk dengan senyum tipis terukir di wajah. Pemuda itu diam-diam menyeka air mata dari kedua sudut matanya.

"Aku kembali. Ya. Aku benar-benar kembali ke masa lalu. Terima kasih semesta. Terima kasih karena telah memberiku kesempatan kedua," gumam pemuda itu di dalam hati

***

BAB 2 LANGKAH AWAL

Beberapa waktu lalu, Riana cemas akan tingkah putra semata wayangnya. Dia merasa aneh ketika Max memeluknya begitu erat sembari menggumamkan kata 'maafkan aku, Ibu' berulang kali. Saat Riana menanyakan apa yang terjadi padanya, Max hanya mengatakan bahwa dia mengalami mimpi yang sangat buruk.

Riana setengah percaya. Namun, dia tidak lagi menanyakannya.

Saat ini, Riana semakin mengerutkan kening saat memperhatikan putranya yang sedang berjongkok di depan ember kayu berisi air. Max tampak fokus memperhatikan sesuatu di permukaan air. Riana ingin kembali bertanya. Namun, dia tidak melakukannya.

"Ibu, berapa umurku sekarang?" Suara Max tiba-tiba memecahkan lamunan sang ibu. Riana terkejut mendengar pertanyaan putranya. Anak itu bertanya bahkan tanpa menoleh ke belakang. Seakan dia dapat merasakan kehadiran dan tatapan sang ibu. Riana merasa aneh akan hal ini.

"Max, jujur pada padaku. Apa kamu jatuh dari tempat tidur, hingga menyebabkan kepalamu kehilangan beberapa ingatan?" Ketika mendengar pertanyaan sang ibu, Max tidak tahu harus menangis atau tertawa. Jelas Max menyadari bahwa sang ibu merasa aneh dengan tingkahnya. Namun, Max tidak menceritakan mengenai perubahan tingkahnya ini. Ini jelas adalah reaksi normal bagi siapa saja yang mendapatkan

kesempatan kedua untuk terlahir kembali di masa lalu. Tak terkecuali Max sendiri. Dia masih berusaha keras mencerna situasi. Setelah menghela napas singkat, Max mengalihkan pandang dari pantulan wajah mudanya di permukaan air.

Dia menoleh ke belakang menatap sang ibu dengan senyuman kecil di sudut bibir.

“Aku hanya bertanya. Apa Ibu tidak bisa menjawabnya? Aku ingin memastikan sesuatu." Riana semakin tidak paham dengan tingkah dan ucapan putranya. Namun, dia tetap menjawab, "Delapan belas tahun. Kamu sudah cukup dewasa

untuk menikah." Max nyaris tersedak mendengar perkataan sang ibu. Di Kekaisaran Zenos, pemuda dan gadis yang telah

melakukan upacara kedewasaan sudah dilegalkan untuk menikah. Jika sudah menginjak usia 20 tahun dan belum

menikah, maka diwajibkan untuk membayar pajak sebanyak 2000 koin perak pada kuil suci. Sedangkan jika tidak membayar pajak, maka akan dipaksa menikah dengan orang yang telah ditentukan oleh kuil suci. Kuil suci memegang peran penting

di Kekaisaran Zenos. Kuil suci menghasilkan ribuan penyihir dan alkemis berbakat tiap tahunnya. Tentu saja penyihir dan alkemis dari kuil suci akan bekerja untuk kekaisaran Zenos.

Selain itu, kuil suci juga bertugas dalam pendataan penduduk. Termasuk juga dalam menikahkan penduduk biasa

dan kaum bangsawan. Tindakan kuil suci yang menerapkan menikah paksa bagi siapa saja yang tidak membayar pajak di usia 20 tahun, bukan tanpa alasan. Mereka menerapkannya untuk mengurangi perzinahan dan kelahiran anak diluar nikah. Jika kedua hal itu terjadi, maka akan mengotori tanah Zenos yang telah diberkahi oleh para dewa sejak ratusan ribu tahun yang lalu. Di kehidupan sebelumnya, Max tidak menikah sampai usia 28 tahun. la terpaksa mengeluarkan banyak perak

untuk membayar pajak hidupnya. Dia tidak bisa menikah tepat waktu karena berbagai alasan. Pertama, dia tidak memiliki seorang yang dicintai. Kedua, masih ada sang Ibu yang harus dinafkahi. Selain itu, pekerjaan Max waktu itu juga sangat berbahaya. Max tidak ingin menikah dan meninggalkan istrinya jika terjadi sesuatu yang buruk padanya ketika sedang bekerja.

Saat ini, sang ibu mengatakan padanya bahwa dia berusia 18 tahun. Max pun dengan cepat menyimpulkan bahwa dia telah terlahir kembali pada masa 10 tahun yang lalu. Itu artinya,

jika dia tidak menikah dalam dua tahun ke depan, dia harus membayar pajak yang sangat besar. Max tiba-tiba memikirkan cara untuk menghindari beban pajak ini. Sebelum itu, sebuah

pemikiran lain terlintas di benaknya. Max tidak akan melupakan

sakitnya kematian yang ia terima. Semesta telah memberikannya kesempatan untuk kembali hidup. Itu artinya, dia masih memiliki peluang untuk mnembalikkan keadaan dengan mengubah semua peristiwa kelam yang akan terjadi di masa depan. Tiba-tiba, sebuah senyum menyeramkan terpatri

di wajah pemuda itu. Dia telah memikirkan beberapa rencana besar untuk mengubah masa depan.

"Max! Kenapa kamu menyeringai seperti itu?!" Sang ibu yang melihat senyum aneh di wajah Max tanpa sadar meninggikan suaranya.

Max segera menarik senyumnya dan berdehem singkat untuk

mengontrol emosi. Kali ini, dia tidak akan menyeret sang ibu ke dalam bahaya. Max akan memikirkan rencananya secara perlahan.

"Setelah pekerjaan terakhirku selesai, apa Ibu mau ikut bersamaku pindah ke wilayah Utara? Di sana wilayah bebas dari rezim kekaisaran. Jika kita menjadi penduduk Utara, alku

tidak perlu membayar pajak karena tidak menikah." Max merangkul bahu sang Ibu, membawa wanita itu masuk ke ruang tengah rumah mereka.

"Kamu tidak ingin menikah? Kenapa? Bukankah Rui menyukaimu?"

Sang ibu menatap Max dengan dahi berkerut samar.

Rui adalah anak dari keluarga bangsawan rendah. Max tidak sengaja menyelamatkan gadis itu ketika hampir diterkam oleh serigala. Sejak saat itu, Rui sering berkunjung ke rumahnya

dan membantu sang ibu mengurus kebun kecil di belakang rumah. Max juga menyadari tatapan memuja gadis itu. Namun, dia sama sekali tidak tertarik padanya. "Aku tidak menyukainya. Selain itu, aku ingin mengajak Ibu ke Utara untuk memperbaiki kehidupan kita. Aku tidak bisa lagi bekerja sebagai

pemburu binatang suci. Itu terlalu berbahaya, Bu. Di Utara banyak pertambangan, setidaknya aku bisa

bekerja di sana tanpa harus takut dimintai pajak karena tidak menikah."

Mengenai pekerjaan, Max sepenuhnya berbohong. Dia kehidupan yang sebelumnya dan kehidupan kali ini, Max menutupi fakta mengenai pekerjaannya dari sang ibu. Di depan

wanita itu, Max hanya mengatakan dia bekerja sebagai pemburu binatang suci, faktanya dia adalah seorang assassin

bayaran dengan keterampilan membunuh yang sangat luar biasa.

"Kamu benar juga. Namun, kenapa harus Utara? Bukan kah di sana banyak daerah sengketa? Ibu takut jika kamu terlibat dengan orang-orang jahat di sana."

Max tidak langsung menjawab. Pemuda itu membantu ibunya untuk duduk di kursi kayu yang ada di ruang tengah. Dia menghela napas sejenak sebelum duduk bersila di depan ibunya. Max duduk di lantai karena hanya ada satu kursi di sana. Max mendongak menatap sang ibu sebelum kembali berkata, "Kita tidak akan tinggal di daerah yang masih sengketa. Aku berencana mengajak Ibu untuk tinggal di ibu kota wilayah

Utara. Tidak perlu memikirkan mengenai uang. Aku sudah banyak mengumpulkan uang untuk membeli sebuah rumah besar di sana." Mendengar nada menyakinkan sang putra, Riana tertegun sejenak.

Max biasanya tidak pernah bersikeras seperti ini. Riana merasakan ada sesuatu yang berbeda dari anaknya. Namun, dia tidak tahu, di mana letak perbedaan itu. Yang paling menonjol adalah Max jadi banyak berbicara panjang lebar padanya setelah bangun tidur. Ini sangat aneh. Max yang

biasanya hanya akan berbicara seperlunya. Itu pun tidak lebih dari empat sampai lima kata.

"Ibu akan mengikuti keputusanmu." Max tersenyum lebar ketika

menerima persetujuan sang ibu. Untungnya beliau tidak banyak bertanya lagi. Max cukup lega. Langkah pertama pemuda itu untuk mengubah masa depan adalah dengan

meninggalkan Kekaisaran Zenos yang telah memfitnah serta membunuhnya dan sang ibu di kehidupan sebelumnya

***

BAB 3 ROZENBALL

Setelah memastikan bahwa hari ini adalah hari ke tiga belas di bulan keempat pada tahun 728, semua ingatan yang pernah terlupakan kembali memenuhi isi kepalanya. Max tidak tahu mengapa daya ingatnya bisa meningkat sejauh ini. Satu-satunya hal yang dapat dia simpulkan adalah kemungkinan besar hal tersebut berkaitan erat dengan kelahiran kembalinya.

Bahkan semua hal kecil Max dapat mengingatnya dengan jelas. Setelah menghela napas singkat, pemuda itu tidak menyia-nyiakan bakat barunya ini. Dia segera kembali ke kamar.

Di kehidupan sebelumnya, Max juga sering berburu binatang liar untuk makanan sehari-hari. Di perburuan kerap kali ia bertemu harimau dan serigala. Di antara kedua hewan buas itu, Max tahu kulit harimau dapat dimanfaatkan dalam berbagai hal.

Salah satunya adalah sebagai media tulis pengganti kertas.

Sejak usia lima tahun, Max telah diajarkan membaca dan menulis oleh seorang kakek tua yang dulunya tinggal di belakang rumah ini. Kakek tersebut adalah seorang sarjana. Namun, kehidupannya hancur setelah orang iri membakar rumah dan keluarganya. Kakek itupun membangun gubuk

bambu di belakang rumah Max. Seiring berjalannya waktu, kakek itu sudah menganggap Max sebagai cucunya. Akan tetapi, beliau meninggal tepat saat Max menginjak usia delapan tahun. Tidak hanya membaca dan menulis, Max juga belajar dasar-dasar seni bela diri dari sosok tua itu. Kenangan tentang kakek memenuhi isi kepala Max untuk beberapa saat.

Pemuda itu lekas mengambil kotak kayu yang dia simpan di bawah rajang bambu tempat tidurnya. Max membuka kota itu dengan hati-hati. Di dalamnya terdapat kulit harimau kering berbentuk persegi menyerupai kertas. Putih dan sangat bersih, bahkan tanpa kerutan. Max mengambil satu lembar dan

meletakkannya di ranjang bambu tempat tidur. Setelah dia mengambil kuas tulis dan batu tinta arang dari atas lemari, pemuda itu langsung duduk bersila di samping ranjang bambu.

Tak membuang banyak waktu, Max mulai menuliskan semua peristiwa besar yang dia ingat dan pernah alami selama 28 tahun dia hidup pada kehidupan sebelumnya. Tak satu pun ia

lewatkan. Segera bagian depan dan belakang kulit harimau kering itu penuh dengan tulisan yang sangat indah. Tak lupa Max membubuhkan waktu dan tempat kejadian pada tiap

peristiwa besar yang dia tulis.

"Jika waktu kembali berjalan sebagaimana mestinya, itu artinya masa depan akan tetap kembali pada semula. Bisakah aku mengubahnya? Tidak, aku pasti bisa mengubahnya."

Pemuda itu bergumam ketika dia selesai menulis semuanya. Seringaian jahat kembali terlihat dari wajah tampan itu.

Max mengalihkan pandang pada jendela yang terbuka. Memperlihatkan langit biru dengan sedikit awan kelabu yang menggantung.

Sampai saat ini Max tidak tahu apa dan bagaimana dia bisa kembali ke masa-masa ini. Namun, dia sangat bersyukur. Max berjanji di dalam hati bahwa dia akan membalas ratusan ribu kali lipat dari rasa sakit yang telah dia terima kepada para

manusia-manusia licik yang telah menjebaknya di kehidupan

sebelumnya.

***

Tepat ketika matahari terbenam, Max sudah menginjakkan kaki ke guild assassin yang terletak di pinggiran desa terpencil wilayah Kekaisaran Zenos. Aroma alkohol menyeruak memenuhi ruangan. Terdengar gelak tawa dan obrolan di setiap sudut ruang. Berbagai jenis orang berkumpul di tempat ini.

Dari yang muda hingga tua. Baik laki-laki maupun perempuan. Tentu saja mereka menutupi identitas dengan menggunakan topeng aneh yang menutupi seluruh wajah, hingga hanya

menyisakan sepasang mata. Begitupula dengan Max, pemuda

itu juga menutupi wajahnya. Namun, hanya dengan kain hitam yang menutupi separuh wajah. Dia melangkah mendekati pimpinan guild yang berdiri di balik meja panjang. Di belakang meja itu terdapat sebuah papan dengan tempelan kertas yang

berisikan quest atau permintaan dari pelanggan beserta bayaran. Ada berbagai macam jenis permintaan di sana. Mulai dari membunuh binatang suci ratusan ribu tahun, hingga

membunuh manusia. Pimpinan guild assassin adalah seorang pria berbadan besar dan tinggi. Besar bukan berarti kelebihan lemak, melainkan kekar yang dipenuhi oleh otot. Pimpinan itu menggunakan topeng kepala banteng yang sangat cocok dengan karakteristik bentuk tubuhnya. Aura gelapnya begitu

mendominasi, hingga siapa saja yang melihatnya akan merasa terintimidasi. Di kehidupan sebelumnya, Max bahkan gemetar ketika berhadapan dengan sosok itu. Namun, tidak dengan

kehidupan kali ini. Saat ini, dia berdiri di depan orang besar itu dengan santai tanpa adanya kontradiksi.

"Rozenball. Berikan aku pekerjaan itu." Max langsung mengatakan permintaannya ketika ditatap oleh pimpinan guild.

Pria kekar itu berbalik menatap papan quest di belakangnya. Setelah memindai cukup lama, dia akhirnya menarik salah satu kertas dari papan tersebut. Dia meletakan kertas itu di depan Max.

"Waktunya terbatas. Sebelum fajar menyingsing, kau harus membawa kepala mereka ke sini." Setelah mengatakan hal itu, pimpinan guild melemparkan sekantong koin emas pada pemuda di depannya. Max dengan sigap menangkap kantong emas, mengambil kertas quest, lalu dia segera berbalik meninggalkan kebisingan yang tercipta di tempat itu. Pimpinan guild memperhatikan pemuda itu hingga menghilang ditelan

oleh jarak yang semakin menjauh setelah dia melewati pintu.

Di kehidupan sebelumnya, Max tidak memilih untuk membunuh

Rombongan Rozenball karena keterampilannya belum memadai.

Waktu itu dia hanya mengambil pekerjaan kecil untuk membunuh keluarga bangsawan kelas rendah atau para penjahat di beberapa desa. Tentu saja dengan bayaran yang cukup kecil. Namun, di kehidupan kali ini, Max mengambil permintaan untuk membunuh Rombongan Rozenball karena dia percaya dengan kemampuannya selama hidup 28 tahun lamanya. Pengalaman di kehidupan sebelumnya tentu saja membuat Max banyak mendapatkan manfaat. Dia akan menggunakan hal-hal itu dengan bijak dan penuh kelicikan di masa depan kelak.

Rombongan Rozenball yang dimaksudkan adalah sekumpulan

pemuda dari keluarga bangsawan Rozenball yang sering membuat keributan di desa-desa kecil. Mereka sering menyalakan petasan di sembarang tempat hingga banyak

rumah warga yang terbakar. Tidak hanya itu, karena status bangsawan mereka termasuk kelas tinggi, mereka sering mengintimidasi orang-orang tidak bersalah. Memeras, kekerasan fisik, sampai melakukan perbuatan asusila.

Tentu saja perbuatan tersebut tidak dapat dilaporkan begitu saja kepada pihak berwajib di bawah naungan istana kekaisaran Zenos. Sebab, pihak yang diintimidasi merupakan rakyat jelata biasa. Mereka tidak mempunyai kekuatan untuk membalas kaum bangsawan itu. Namun, beberapa hari yang lalu, warga di salah satu desa yang baru-baru itu mengalami kerusakan parah akibat kerusuhan pemuda Rozenball, melakukan rencana besar. Warga desa tersebut mengumpul

uang hasil panen untuk mnembuat permintaan membunuh pemuda-pemuda bajingan itu. Max yang mengambil permintaan tersebut jelas menerima untung besar. Sebab, koin

emas yang diterimanya lebih dari 2000 keping. Itu cukup untuk membayar pendaftaran penduduk ketika dia dan sang ibu bermigrasi ke wilayah utara. Dalam sekejap mata, Max sudah

tiba di hutan terdalam. Suara jangkrik dan hewan lainnya memenuhi kesunyian malam. Angin berhembus perlahan. Max duduk di dahan pohon besar. Mata elangnya yang tajam

menyapu pandang ke sebuah rumah kayu bertingkat dua yang tampak terang. Rumah itu tidak jauh dari posisi Max saat ini. Itu merupakan markas pemuda-pemuda keluarga Rozenball

yang sering membuat kerusuhan. Markas mereka sengaja dibangun di hutan paling terdalam. Di sana mereka sering melakukan hal-hal tak terpuji lainnya seperti pesta seks dan

pemakaian obat-obatan terlarang.

Setelah kelahiran kembali, indra pendengaran dan penglihatan Max semakin tajam. Dari jarak ini Max sudah dapat mendengar suara gelak tawa dan suara cabul hentakkan tubuh manusia yang saling berbenturan. Erangan serta isak tangis wanita pun

terdengar semakin jelas dan menjijikkan.

"Para bajingan itu. Di kehidupan sebelumnya, seharunya aku yang membunuh mereka." Max bergumam kecil sembari menurunkan kain hitam yang menutupinya separuh wajahnya.

Di kehidupan sebelumnya, pemuda-pemuda Rozenball itu selamat dari kematian. Pembunuh bayaran yang mengambil quest untuk membunuh mereka malah terbunuh dengan cara mengenaskan. Para pembunuh itu dimakan oleh binatang suci kontrak milik salah satu pemuda Rozenball. Setelah kejadian itu, tidak ada lagi yang berani mengambil permintaan membunuh para pemuda itu.

"Jika aku tidak bisa membunuh mereka, maka sejarah kelam itu pasti akan terulang. Mereka akan menjadi pengikut sekaligus dukungan terkuat bagi Julius. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi." Setelah menggumamkan hal itu, Max menarik ke atas kain hitam penutup wajahnya. Tak membuang banyak waktu, Max segera melemparkan kantong kain hitam tepat di teras rumah itu. Dalam sekejap mata, asap ungu pekat menyeruak dari kantong kain. Asap itu semakin tebal hingga beberapa saat kemudian terdengar jeritan dari dalam rumah.

Jeritan itu dengar sangat kacau. Suara barang pecah juga ikut terdengar. Tak lama setelah jeritan itu berlangsung, berganti dengan suara batuk yang teramat mengerikan. Tak tahu sudah berapa lama waktu berlalu, suara di dalam rumah perlahan menghilang hingga sunyi menyapa. Asap ungu pekat juga ikut memudar, tersapu oleh hembusan angin malam. Max segera melompat dari batang pohon ke depan rumah itu. Saat Max

menendang pintu dan masuk, pemandangan di dalam sana benar-benar mengerikan sekaligus menjijikkan. Aroma sperma dan alkohol bercampur menjadi satu. Mayat-mayat pemuda Rozenball dan wanita pelacur tergelak di lantai tanpa sehelai benang di badan. Baju dan celana berceceran di lantai.

Mata tajam Max memindai jumlah pemuda dan wanita yang berada di dalam ruang itu. Jika dia tidak salah hitung, terdapat lima belas pemuda dan lima wanita. Tampaknya mereka bergiliran menikmati wanita-wanita itu.

“Menjijikan. Hama seperti kalian pantas mendapatkan akhir seperti ini."

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!