Hai Readers...
Masih ingat novel Cinta Bintara Remaja? Di novel ini, cerita cinta yang akan aku angkat adalah kisah cinta anak dari Reno dan Kanaya. Yap, Xavier Barrack Dwipangga dipanggil Zac.
Yuk ikuti kisahnya...
...Sinopsis...
Hai, namaku Xavier Barrack Dwipangga. Papa dan mama memanggilku Zac. Tapi di sekolah aku dijuluki Bonyok, karena mukaku rusak setelah mengalami kecelakaan di jalan tol bersama kakek dan nenekku. Kalau readers pernah membaca novel Cinta Bintara Remaja karya author, readers pasti tahu siapa Kakek dan Nenekku.
Kecelakaan itu merenggut nyawa dua orang yang sangat aku cintai dan sayangi, dan aku ada dalam mobil saat kejadian. Demi menyelamatkan aku dan nenek, kakek Sandi akhirnya menghembuskan napas terakhirnya.
Aku selamat.
Namun wajahku mengalami luka bakar serius. Seringkali mama membujukku untuk menjalani prosedur plastic surgery. Tapi aku terus menolak. Bagiku, luka di wajahku ini adalah bukti cinta dan pengorbanan kakekku tercinta.
Bagi teman satu tongkrongan, luka ini seperti profil yang membingkai wajahku, motifnya seperti batik. Yeah... Anggap saja aku pecinta seni tinggi (tersenyum dengan menampilkan deretan gigi).
Sejak kakek dan nenek meninggal, aku terpaksa mengikuti dimana papa dan mamaku tinggal. Mereka seringkali berpindah tempat karena tugas yang mengharuskan mereka berpindah dari satu pulau ke pulau lain. Tapi saat mereka akan pindah ke Sorong, aku menolak ikut. Aku memilih tinggal bersama mbok Darmi, asisten rumah tangga mamaku.
Mbok Darmi memiliki putra yang biasa aku panggil mas Jo. Dia bekerja sebagai supir dan Asisten pribadi Tuan Sebastian seorang konglomerat. Aku sering diajak ke tempatnya bekerja dan dikenalkan dengan anak majikannya yang bernama Samudra, Shaka dan Senja. Mereka anak yang terlahir dengan sendok emas. Tidak mengenal apa itu bunyi token listrik yang kehabisan daya, makan nasi padang lebih nikmat memakai tangan atau... Kegembiraan saat menemukan uang hadiah dalam bungkus snack yang harganya tidak seberapa.
Di sekolah tidak ada yang tahu jika aku adalah anak dari seorang pilot pesawat tempur dan dokter spesial anak yang terkenal. Aku menikmati ketidaktahuan mereka. Karena tanpa embel-embel kesuksesan orangtuaku, aku tahu kualitas manusia memperlakukan sesamanya.
Pertemuan dengan Senja adalah awal aku merasakan ketertarikan pada lawan jenis. Tubuhnya gemuk dan sintal, di mataku ia adalah sebuah keindahan yang tidak bisa ku gambarkan dengan kata-kata. Aku selalu bangga saat bersamanya, tenang, damai sekaligus bergairah saat di dekatnya.
Karena Senja juga, aku akhirnya memutuskan mengikuti keinginan kedua orangtuaku untuk melakukan plastic surgery di negeri ginseng. Aku ingin setara dengannya, berjalan bergandengan tangan tanpa mendengar orang lain mengomentari kami.
Senja, tunggulah aku kembali menjadi pribadi yang lebih baik dan bisa kamu banggakan.
...~~~~...
Aluna Senja Prawiranegara
Namaku Aluna Senja Prawiranegara. Anak ketiga dari konglomerat terkenal yang bisnisnya sudah mendunia. Aku memiliki dua orang kakak lelaki yang sangat tampan, keduanya sangat terkenal sebagai pewaris keluarga. Ketampanan mereka sudah banyak dibicarakan di media sosial maupun pertemanan kalangan atas. Mereka adalah incaran gadis-gadis dari kalangan atas sampai kalangan bawah.
Berbeda denganku, tidak ada yang mengenaliku sebagai anak dari papa dan mama. Aku selalu menolak ikut acara kalangan atas dan acara bisnis kecuali acara keluarga inti dari papa mama. Aku menjaga diriku dari kata-kata toxic yang orang lain ucapkan tentang tubuhku yang gemoy dan seksi ini.
Aku memiliki sahabat yang bernama Deswita. Ia adalah anak dari bu Mira, ART senior di rumah kami. Sejak bayi Deswita tinggal di rumah kami, karena ayah Deswita meninggal saat dia baru saja dilahirkan.
Orang di luar lebih mengenal Deswita sebagai anak papa dan mama, daripada aku, anak kandungnya sendiri. Karena Deswita selalu bersedia menggantikan peranku saat acara-acara pertemuan yang mengundang keluarga kami. Aku sangat menyayangi Deswita. Namun, pada akhirnya perasaanku harus terluka oleh sahabatku sendiri. Dia mencintai dan dicintai oleh pria yang aku kagumi, Gavin.
'Tidak ada senyum manis membawa kebahagiaan, jika senyuman itu menyimpan belati di belakang.'
Itulah kata-kata yang tepat untuk Deswita. Setiap ia bicara ada saja yang hilang, yaitu kejujuran.
Ada seseorang yang selalu bersedia menjadi pendengar saat aku berkeluh kesah dan membicarakan tentang Deswita, dia adalah Zac. Pria itu selalu bisa aku andalkan dan menjadi pelindungku dimana pun aku berada.
Namun sayang, persahabatanku dengannya hanya sebentar. Kami harus berpisah dalam jangka waktu yang lama karena ia harus mengikuti pendidikan pemain sepak bola internasional U-19 di Inggris.
Semenjak hari itu, aku lebih tertutup pada dunia luar kecuali pada papa dan mamaku.
Zac, aku akan terus mencarimu.
Deswita
Samudra
Shaka
Gavin
Pintu pagar yang sudah berkarat itu terbuka lebar, bunyi decitan memekakkan telinga saat pintu dibuka dengan paksa. Suara kecipak kaki menginjak genangan air terdengar riuh, seolah sepasang kaki besar sengaja memainkan air genangan dengan begitu riang.
"Nja, jangan lari... jalanan samping becek dan licin!" teriak mas Joko
"Ahiihihiiii... " suara tawa riang menjawab rasa khawatir mas Joko
Street... Gubbraakkk!
"Nah kan! Apa mas Jo bilang, jangan lari-lari. Jalanan di samping becek dan licin karena batunya sudah berlumut."
"Huaaaa... marshmallow ku terhempas... Huaaaa..." jerit Senja mengeluarkan tangisan pilu.
Di sebuah jendela, seorang remaja berusia enam belas tahun memperhatikan tingkah konyol gadis gemuk berseragam putih biru di halaman rumah mas Joko dan mbok Darmi. Ia tertawa saat gadis kecil bertubuh besar itu kehilangan keseimbangan saat kakinya melompat di sebuah konblok berlumut.
Bajunya putih birunya kotor oleh tanah dan lumut yang ia robek dari permukaan konblok.
"Rasain!" makinya diiringi derai tawa
Mas Jo mengangkat tubuhnya dengan susah payah, karena berat badan gadis itu lebih berat dari tubuh mas Jo sendiri. Ia membopong Senja hingga masuk ke dalam.
"Aduuh sakit mas Jo... " rengeknya dengan manja.
Suaranya riuh dan menuntut perhatian orang yang ada di sekelilingnya. Tangisannya memenuhi ruang hening yang sejak tadi sedang dinikmati oleh Zac. Tatapan Zac tidak bisa lepas dari sosok gadis putih berpakaian ketat itu, matanya bulat menawan, pipinya kembung seperti squishy, bibirnya merah dan basah, rambutnya cokelat sedikit bergelombang.
Ada daging putih bersinar yang menyembul sedikit dari sela kancing bajunya yang terbuka, terlihat begitu kenyal dan enak dipandang. Tenggorokan Zac terasa kering sehingga kesulitan menelan salivanya sendiri.
Suara kaki berlari tergopoh dari arah dapur menambah keriuhan suasana.
"Aduuhh anak kesayangan mbok kenapa, Nja' jatuh ya nduk," suara itu terdengar panik dan cemas.
"Sakiitt mbok, marshmallow aku sakit... Huhuhu" gadis itu menungging minta pantatnya di puk-puk sama mbok Darmi
"Ututu... Yang ini sakit yaa... " mbok Darmi mengusap lembut pantat gadis yang dipanggil Nja.
Zac mendengus kesal, mbok Darmi bukan pelayan di rumah gadis itu, tapi gadis itu berhasil menarik kasih sayang mbok Darmi darinya. Zac tidak terima! Ia menjatuhkan gelas kaleng dengan sengaja.
Klontraaang!
"Mbok! Aku juga sakit, kenapa dia yang mbok perhatiin."
Suara kecemburuan Zac menghentikan tangisan dan kemanjaan Senja. Sesaat. Setelah itu tangisannya kembali membahana dan semakin dibuat keras. Zac menutup kedua telinganya dengan telapak tangannya yang masih diperban.
Zac juga sakit, ia baru saja mengalami kecelakaan tunggal di jalan raya. Papanya baru saja membelikan motor sport hadiah ulang tahunnya yang ke enam belas. Kakinya masih di gip, tangannya yang sobek tersentuh aspal jalanan masih diperban. Ia tidak terima jika mbok Darmi lebih memperhatikan orang lain. Karena mbok Darmi adalah asisten rumah tangga di rumah Zac, sejak pemuda itu masih bayi. Setelah kakek dan neneknya meninggal, mbok Darmi dan mas Joko adalah keluarga terdekatnya.
"Mbok aku mau bobo," ucap gadis itu manja.
"Bobo di kamar mbok ya, di ruangan ini sudah ada mas Zac. Dia nggak suka suara rame, mas Zac butuh istirahat di ruangan ini."
"Kenapa nggak dia aja yang pindah ke kamar mbok. Nja maunya di sini. Nja mau makan sambil nonton TV," ucapnya menambah kekesalan Zac.
"Zac, kursinya kan lebar. Kamu bergeser ya biar Nja ikut duduk di situ sambil nonton TV," tegur mas Joko
"Dia berisik mas Jo, aku ngga suka!" tolak Zac
Mbok Darmi dan mas Jo kewalahan dengan kemanjaan dua anak majikan mereka.
Zac memang tinggal di rumah mbok Darmi, karena rumahnya yang besar terlalu sunyi bagi Zac. Mama papanya selalu sibuk dan seringkali berpindah tugas dari suatu kota ke kota lain. Rumah mbok Darmi adalah hadiah pemberian dari kakek dan neneknya. Jadi Zac bebas bisa kapan saja tinggal di sana.
Sementara Senja, datang hanya sesekali ke rumah mbok Darmi jika gadis itu ingin menikmati kentang goreng mustapa dan cireng buatan mbok Darmi.
"Geser!" perintah gadis itu
"Ngga mau! Ini tempatku."
"Geser ngga, kalau nggak mau geser aku duduki nih kakinya!" ancamnya.
Zac bergeming, dia memasang headset ke telinganya dan mendengarkan musik rock and roll. Tanpa ijin lagi, Senja duduk di samping Zac.
Blesss!
Suara benturan bokong besar melesak dan menekan busa sofa yang sudah menipis. Tangan Zac yang sedang diletakkan di sofa ikut tertindih 'marsmallow' miliknya.
Wajah Zac seketika merah padam, tangannya yang sedang sakit terasa semakin berdenyut. Tapi bukan itu yang membuat wajahnya memerah. Telapak tangannya terasa hangat dan merasakan kelembutan marshmallow milik Senja.
Zac menoleh, gadis itu pun menoleh ke arahnya dengan senyuman manis yang dibuat-buat. Bibirnya yang basah mengerucut dan bergerak-gerak karena mulutnya sudah penuh oleh makanan.
"Tanganku sakit tertindih bokong mu," ucap Zac dengan suara tercekat
"Ya tarik aja, gitu aja kok repot!" ucapnya dengan acuh tak acuh
"Beraaatt!" ucap Zac mendramatisir
"Ck! Lemah!" cela Senja sambil memiringkan dan mengangkat bokongnya ke arah kiri.
Zac menatap layar TV dengan tatapan kosong. Batinnya bergumam, mimpi apa dia semalam, hari ini harus bertemu gadis manja dan aneh ini. Tapi suatu hal yang Zac rasakan sangat berbeda, jantungnya berdegup dengan kencang saat gadis itu berada di sisinya. Aroma vanila yang samar keluar dari tubuh gadis itu. Dada putih bersinar miliknya masih mengintip, seakan sapaan lembut berbisik dalam dadanya, 'lihat aku'.
"Itu sakit ya?" suara merdu itu tiba-tiba saja masuk ke telinga Zac.
Ternyata senja menarik headset di sebelah kiri dan dia berbisik di telinga Zac. Lelaki remaja itu panik bukan main, tubuh Senja sudah menempel tepat di bahunya. Tubuhnya hangat, senyumnya merekah dari bibirnya yang indah dan penuh, tatapannya lembut dan memancarkan perhatian yang menenangkan.
Wajah mereka terlalu dekat. Hingga Zac menahan napas saat napas lembut beraroma strawberry itu membelai kulitnya. Senja memasukan keripik kentang ke mulut Zac yang sedikit terbuka. Zac menurut, ia mengunyah kripik itu. Gerakan rahangnya seakan seirama dengan gerakan bibir Senja yang juga sedang mengunyah.
Zac memejamkan mata saat dada Senja menempel dengan kulit lengannya. Jantungnya berdebar-debar, keringat tipis memenuhi keningnya. Udara ruangan dan udara luar rumah masih kompak menyalurkan udara dingin yang menusuk. Tapi saat tubuh Senja menempel padanya, hawa dingin itu berubah hangat dan berkeringat, seakan kedekatan mereka memercikkan api dari dalam tubuh Zac.
Di sekolah, banyak gadis cantik yang sering bermain dengannya, terkadang dari mereka dengan sengaja memeluk Zac karena alasan teman dan keakraban. Tapi Zac tidak pernah merasakan hal aneh seperti yang ia rasakan saat berdekatan dengan Senja.
Seperti sebuah kerinduan lama yang menunggu untuk disentuh.
"Apa ini awal hadirnya masa puberku?" gumam Zac
Basah
Bibirnya yang kenyal dan basah menempel pada luka bakar di wajah Zac. Gerakannya lembut seperti usapan angin yang berhembus. Terasa basah dan dingin di permukaan kulitnya, gerakannya membuat bulu halus Zac meremang sekujur tubuh.
'Seperti inikah rasanya?' gumam Zac terbata, napasnya memburu disertai detak jantungnya yang bekerja lebih cepat.
Zac berusaha menyentuh wajah gadis itu, bulu halus di wajahnya terasa lembut seperti permadani yang hangat. Tangan Zac seakan terhipnotis dengan kelembutannya. Kini mereka berdua menari di tepian danau dengan pemandangan yang indah, kelopak bunga teratai berlapis, kupu-kupu menari dan riak air danau bergoyang lembut mengikuti arah angin.
Sreekkk!
Zac jatuh di tanah basah dan berlumpur, gadis itu tertawa renyah, pipinya yang putih dan gembul sampai memerah karena tertawa geli. Ia gemas melihat pipi itu, cubitan gemas mendarat di pipi Senja.
"Zac, celanamu basah!" teriaknya di sela tawanya.
"Meong!" suara Kimi seperti tengah terusik sesuatu dan kukunya yang tajam dengan cepat menggores lengan Zac.
"Adduuh!!" pekik Zac merasakan tubuhnya terhempas dari ketinggian.
Zac terbangun dan bangkit dari posisi tidurnya. Ia meraba lengannya yang tergores dan berdarah. Kimi, kucing kesayangannya menatapnya penuh waspada.
"Aku mimpi?!" kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan. Kamarnya kosong, hanya ada dirinya, kimi dan keheningan dini hari. Suara detak jarum jam terdengar mendominasi seisi ruangan.
Ia meraba pipinya yang tadi terasa dicium oleh Senja. Pipinya basah, Zac langsung menatap Kimi yang sedang menatap waspada ke arahnya.
"Ini pasti ulahmu? Iya kan?!" tuduh Zac
"Meong!" jawab Kimi sewot.
Jam digital yang terletak di atas meja samping kasurnya menunjukkan pukul 03.15 WIB. Ia beneran mimpi, tidak mungkin Senja masih di rumah mbok Darmi jam tiga pagi, tapi ini mimpi yang sangat aneh. Zac meraba pangkal pahanya yang terasa lembab dan basah. Matanya terbelalak, celana boxer-nya basah dan terasa lengket. Ia kembali menatap Kimi, kali ini tatapannya penuh selidik.
"Kau apain celanaku? Kamu buang air kecil di atas celanaku?!" tuduhnya lagi.
Mata kucing itu berkilat marah, "meong!!" jerit Kimi kali ini disertai cakaran.
Ia tidak terima dituduh sembarangan. Harga dirinya sebagai kucing merasa direndahkan, dituduh tanpa perasaan. Ia kucing yang disiplin dan sopan, tidak pernah buang air sembarangan. Sebagai 'majikan' ia memastikan sang babu (Zac) membersihkan toiletnya secara rutin dan berkala. Medianya selalu diganti setiap hari. Jika tidak, maka ia akan tantrum dengan mencakar permukaan sofa, karpet dan kaki meja.
"Arrggkk... Kok galakan kamu sih, Kim! Udah ngaku aja!" tuduh Zac
Kimi melengos, ia melangkah anggun ke arah tempat tidurnya di sudut kamar.
"Eehh... Malah kabur!" tunjuk Zac dengan wajah kesal.
Ia segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengganti celana boxer nya.
Pagi hari...
Suara irama khas pagi hari, denting sendok beradu dengan gelas keramik cangkir kopi mas Jo dan benturan alat masak, meramaikan suasana pagi di dapur mungil milik Mbok Darmi. Aroma nasi goreng kampung berisi ikan teri plus petai, menyeruak memenuhi ruang makan yang menyatu dengan ruang nonton TV. Zac keluar kamar sambil menenteng tas sekolah, seragamnya putih bersih dan licin. Zac selalu mengurus pakaiannya sendiri tanpa bantuan mbok Darmi.
"Mbok, celana boxer ku yang di ember hitam kemana?" tanyanya dengan nada panik dari area laundry.
"Udah mbok cuci, Zac," jawab mbok sambil tersenyum dengan tatapan seakan ingin mengatakan sesuatu.
"Kok dicuci sih, itu kena kotoran Kimi mau aku buang mbok."
"Kimi disalahin," sanggah mas Jo
"Lho, emang? Aku bangun tidur tau-tau pipi dan celanaku basah. Siapa lagi kalau pelakunya bukan... dia!" Zac menunjuk Kimi, kucing Persia itu langsung memasang wajah jutek.
Mas Jo terkekeh sambil menyendok nasi goreng dan ia letakkan di atas piring Zac. "Ini Zac, cepat makan sarapan mu. Mas Jo harus berangkat pagi-pagi karena den Sam dan Shaka minta diantar ke Senayan," katanya.
Mbok Darmi menghampiri sambil membawa sepiring telur dadar. "Zac, mbok rasa kejadian semalam itu kamu mimpi basah. Itu normal untuk remaja seusia kamu. Itu bukan aib, jadi nggak usah malu sama mbok," ucapnya sambil menepuk bahu Zac dengan lembut.
"Maksudnya, mbok? Aku nggak ngerti." wajah Zac mengernyit
"Kamu 'ngompol' Zac" mas Jo memberi tanda petik di atas kepala dengan kedua tangannya.
"Itu namanya masa pubertas, Zac. Perubahan dari masa anak-anak menanjak usia remaja. Kalau dulu mas Jo ngalami pubertas itu usia 12 tahun. Suara mulai pecah, perubahan tinggi badan dan mulai naksir cewe. Cewek pertama yang mas Jo taksir namanya Mirna, cuantikke puol Zac."
Zac masih mengernyit, pikirannya belum nyambung dengan obrolan dua orang dewasa di depannya.
"Yowes, searching deh. Ketik mimpi basah, biar si mbah menjelaskan secara medisnya. Kalau mas Jo nggak ngerti bahasa medisnya apa."
Zac membuka layar handphone, lalu ia searching apa yang mas Jo dan mbok Darmi katakan. Tatapannya serius menatap layar ponsel, ia baca dengan teliti lalu matanya sedikit terbuka lebar. Ia mengangguk seakan paham. Lalu bibirnya tersenyum tipis.
"Artinya aku boleh pacaran dong!" jawab Zac santai sambil mengunyah nasi goreng ternikmat buatan mbok Darmi.
"Naksir boleh, pacaran jangan dulu Zac. Nanti papa mama marah sama mbok."
"Mbok jangan bilang sama mama, beres urusannya."
"Memangnya sudah ada cewe yang kamu taksir?" tanya Jo
Zac mengedikkan bahunya pelan, tapi pikirannya mengarah pada satu wajah, gadis itu. Gadis gemoy yang ada dalam mimpinya semalam.
...***...
Kesempatan
"Zac, pulang sekolah jangan kemana-mana. Mas Jo jemput di tepat biasa," teriak Jo setelah menurunkan Zac di gerbang sekolahnya.
"Baik mas Jo!" sahut Zac
Zac berjalan melewati koridor sekolah dengan santai, tas besar menggantung di bahunya berayun seiring gerak langkahnya. Beberapa pasang mata para gadis menatap jijik pada wajah Zac, alasannya hanya satu, luka bakar di wajahnya begitu kentara dan mengerikan. Zac tidak peduli dengan tatapan aneh mereka. Ia terus melangkah dengan semangat setiap harinya.
Ia duduk di baris kedua, membuka buku, tangannya menuliskan sesuatu. Tapi pikirannya tidak berada pada apa yang sedang ia tulis. Di benaknya hanya ada ...
Senja. Si gadis gemoy yang menawan.
"Bonyok, lo dipanggil pak Bimo!" teriak Ervan
Zac bangun dari duduk termenungnya. Kaki panjangnya melangkah menuju ruang Wakepsek. Di sana sudah ada Kepala sekolah, wakilnya dan guru olahraganya, pak Bimo.
"Selamat siang pak," sapanya saat sampai di ambang pintu.
"Duduk sini, Zac!"
Ia pun duduk dengan perasaan bingung dan bertanya-tanya. Pak Bimo tersenyum ramah dan menepuk bahu Zac dengan lembut.
"Bapak baru saja mendapat surat dari kementerian pemuda dan olahraga untuk mengirimkan siswa berbakat di bidang sepak bola untuk mengikuti seleksi masuk PSSI U-17. Bapak tahu kamu memiliki prestasi gemilang sejak kecil di tempat tinggalmu yang lama. Bagaimana, apa kamu ingin mengambil tantangan ini?" tanya kepala sekolah.
"Ini kesempatan emas, Zac," ujar pak Bimo, mantan striker Timnas era 2000. Zac biasa panggil om Bimo saat tidak berada di lingkungan sekolah, karena Bimo teman kecil papanya.
Zac menegakkan punggungnya, kedua telapak tangannya mengusap pahanya dengan gerakan cepat. Senyuman terbit di bibir Zac, "baik pak, saya terima tawaran ini."
Setelah mengurus beberapa administrasi dan mengisi formulir, akhirnya Zac keluar dari ruang kepala sekolah.
Di halaman belakang sekolah, om Bimo membawa Zac untuk bicara empat mata.
"Om, tawaran ini... Apa ada intervensi dari papa?" tanya Zac
"Tentu saja tidak. Kamu tahu papamu sangat disiplin akan hal itu. Dia juga tahu kamu memiliki prinsip seperti kakekmu, tidak ingin memanfaatkan orang lain untuk kepentingan pribadi. Tapi Zac... " ujarnya menggantung kalimat.
Wajah Zac menegang. Telapak tangannya yang ia simpan di dalam saku kini mengepal.
"Om Bimo ingin kamu menuruti permintaan papamu untuk melanjutkan sekolah di Manchester united. Kamu berbakat, kamu bisa. Jangan menyerah sebelum berjuang," sarannya, tatapan Bimo penuh harap.
"Om, kegagalan pertama bikin aku hilang semangat. Aku takut gagal untuk kedua kalinya."
"Om janji akan membina kamu sampai titik darah penghabisan. Formulir sudah sampai di kantor Om kemarin sore. Isi dan tanda tangani, sisanya biar menjadi urusan om dan papa kamu." Bimo menyerahkan map plastik berlogo Manchester united di hadapan Zac.
Di ruang kelas yang sepi, Zac mengelus lembut map yang baru saja ia terima. Jantungnya berdegup kencang, sebuah luka yang masih basah dan harapan yang setipis kabut menjadi satu di dada Zac.
Ia pernah mencobanya tahun kemarin dengan keyakinan penuh dan tingginya harapan. Namun, semua harapannya terbakar hanya dengan satu jawaban. Failed.
Zac mengusap wajahnya sebentar, lalu berusaha untuk fokus pada map yang baru saja diberikan pak Bimo. Ia membacanya sebentar, tidak berapa lama tangannya secara otomatis menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang jumlahnya ratusan dalam bahasa inggris.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!