Sepasang suami istri dan anak mereka tengah berencana untuk liburan bersama. Namun ketika mereka menuju ke tempat dimana mereka akan menyenangkan hati putri mereka yang masih berumur 6 tahun itu. Mereka dikejutkan dengan sebuah kecelakaan yang terjadi di depan mereka.
"Sayang, kamu jaga Caca. Aku akan lihat apa yang terjadi!" kata pria itu.
Sang istri patuh, mengangguk dan memeluk anaknya yang duduk di jok belakang.
"Ibu, ayah mau kemana?" tanya gadis kecil bergaun hijau muda itu.
"Ayah akan menyelamatkan orang. Bukankah ayah Caca hebat? ayah Caca selalu menyelamatkan oran!" jawab wanita itu.
Wanita itu bernama Vania, dan suaminya Keanu. Keduanya adalah dokter yang bertemu dan jatuh cinta karena bekerja di sebuah rumah sakit yang sama. Keduanya sudah menikah selama 10 tahun. Dan memiliki seorang putri cantik berusia 6 tahun.
Gadis itu tersenyum senang. Dia juga bangga sekali pada ayahnya, yang memang sering menyelamatkan orang.
Namun tidak berselang lama. Keanu kembali dengan terburu-buru ke mobil.
"Vania, panggil ambulans Kecelakaannya parah!" ujar Keanu cepat dan segera berlari lagi untuk melihat bagaimana korban kecelakaan itu.
Vania yang memang sudah mengerti apa yang harus dia lakukan. Segera mengeluarkan ponselnya dan menghubungi ambulans. Namun di dalam mobil, sinyalnya tidak bagus.
"Sayang, jangan kemana-mana ya. Sinyal ibu tidak bagus di dalam mobil. Ibu akan segera kembali!" kata Vania pada putrinya.
Vania keluar dari dalam mobil, dan mencoba untuk menghubungi ambulans.
Sementara itu dari dalam mobil, gadis kecil yang memegang boneka panda itu melihat ke arah belakang mobil. Kaki mungilnya berlutut di jok belakang. Dia melihat kerumunan orang banyak. Juga kepulan asap.
Tapi daripada itu, sebuah pemandangan membuatnya terpaku. Seorang anak kecil, mungkin seumuran dengannya. Dengan pakaian yang tidak bagus, sedang menangis sendirian sambil berjongkok di dekat dinding pagar sebuah bangunan.
Air matanya berderai, mungkin dari dalam mobil tidak terdengar suaranya. Tapi Camelia merasa, pasti anak kecil itu sedang menangis sambil menjerit. Terlihat dari bagaimana dia membuka mulutnya, dan tatapannya yang bingung, juga matanya yang terus mengalir tanpa henti.
Rasa penasaran membaut gadis kecil itu keluar dari dalam mobilnya. Dan berlari ke arah anak kecil itu.
"Kakak, kakak kenapa?" tanyanya dengan polos.
Namun anak kecil di depannya sama sekali tidak menjawab pertanyaan Camelia. Anak itu bahkan terus menangis semakin kencang dan semakin kencang.
Tangan mungil Camelia, bergerak ke arah wajah anak kecil perempuan itu. Menyeka air matanya dengan tangan mungilnya.
"Jangan menangis kakak!" katanya polos.
Camelia kecil, sama sekali tidak tahu. Kalau ternyata anak perempuan di depannya itu baru saja kehilangan ayah dan ibunya. Mereka meninggal di tempat kejadian. Di tabrak oleh mobil yang kehilangan kendalinya, saat sedang sama-sama memulung.
Sementara Camelia tidak mengerti kenapa anak itu menangis sampai seperti itu. Vania yang sudah berhasil menghubungi ambulans segera kembali ke mobil.
"Sayang, ibu..." ucapan Vania terjeda. Dia tidak melihat putrinya itu di dalam mobil.
Vania langsung panik.
"Camelia, sayang! Camelia!" panggil Vania dengan kedua telapak tangan berada di kanan dan kiri mulutnya.
Mendengar suara ibunya berteriak memanggil namanya. Camelia menoleh ke arah ibunya. Gadis kecil yang tadinya berjongkok dan terus menyeka air mata anak perempuan malang di depannya itu. Segera berdiri dan melambaikan tangannya pada ibunya.
"Ibu, aku disini!" teriak gadis kecil menggemaskan itu.
Vania yang mendengar suara putrinya, dan melihat putrinya baik-baik saja. Memegang dadanya, tadi jantungnya sungguh nyaris berhenti. Ketika tidak mendapati anak semata wayangnya itu di dalam mobil.
Vania dengan cepat menghampiri Camelia.
"Sayang, apa yang kamu lakukan di..." ucapan Vania terjeda, ketika pandangannya tertuju pada anak perempuan yang tengah terduduk tak berdaya sambil menangis itu.
"Ibu, kakak ini terus menangis!" jelas Camelia yang matanya bahkan sudah berkaca-kaca.
Sepertinya melihat anak perempuan itu menangis. Camelia kecil juga merasa begitu sedih.
Vania kemudian berjongkok, mengusap dengan lembut kepala anak perempuan itu.
Tapi matanya melebar, melihat siku dan lutut anak perempuan itu berdarahh.
"Kamu kenapa nak? kamu..."
"Nyonya, dia anak dua pemulung yang mati mengenaskan itu. Mereka sering memulung di tempat ini. Mungkin apesnya mereka. Mobil itu katanya rem nya blong. Untung anak ini tadi langsung di angkat di lempar sama ayahnya dari gerobak. Kalau gak, mungkin anak ini juga gak selamat!" kata salah satu penjual pinggir jalan yang sepertinya mengenal anak itu.
Vania memandang anak itu dengan kasihan.
"Siapa nama anak ini ya Bu?" tanya Vania pada ibu penjual minuman pinggir jalan itu.
"Kalau yang saya pernah dengar, ayah sama ibunya panggil dia Raisa. Rumah aja gak punya mereka nyonya. Mereka tinggal di kolong jembatan. Baju anaknya ini aja, kemarin dapat pengasihan orang! gimana nasib anak ini sekarang. Apa bisa di bawa ke panti asuhan aja Nyonya! kasihan!" kata ibu itu lagi.
Vania kembali menatap ke arah anak yang bernama Raisa itu.
Dengan lembut, tanpa rasa jijik sama sekali. Vania mengusap lembut wajah Raisa.
"Kasihan sekali kamu nak!" lirihnya sedih.
"Bu, boleh tidak. Kalau kakak ini kita ajak pulang. Jadi kakak Caca?" tanya Camelia kecil dengan sangat polos pada ibunya.
Ibu pemilik warung pinggir jalan itu sampai tertegun mendengar ucapan Camelia kecil.
"Baek bener hati kamu nak. Semoga kamu mendapatkan apapun yang kamu inginkan ya!" kata ibu penjual itu sebelum pergi, karena dia sudah cukup lama meninggalkan warungnya.
Vania tersenyum pada Camelia.
"Mungkin kita juga berjodoh dengan Raisa, nak. Makanya dari sekian banyak hari ayah dan ibu cuti. Kita pergi hari ini. Camelia mau Raisa jadi kakakmu?" tanya Vania.
Dan gadis kecil itu mengangguk dengan cepat.
"Iya mau, Bu!"
"Baiklah, setelah ayah mengurus semuanya. Kita akan ajak Raisa pulang ke rumah kita. Jadi kakak Caca"
Camelia kecil bersorak senang. Dia segera memeluk Raisa yang masih menangis ketakutan itu.
"Sekarang kita ajak kakak Raisa ke mobil. Kita obati lukanya!"
"Hem!" angguk Camelia kecil dengan sangat patuh.
Tanpa mereka sadari, sebenarnya membawa Raisa ke kehidupan mereka. Adalah kesalahan paling besar yang telah mereka lakukan.
***
Bersambung...
Setelah membawa Raisa ke rumah dan di rawat selama beberapa hari. Keanu dan Vania mengurus tes kesehatan untuk Raisa. Setelah semua itu, mereka juga mengurus surat adopsi. Namun kabar itu terdengar sampai telinga ibunya Keanu. Vivian tampak sangat tidak senang. Dengan keputusan anak dan menantunya itu.
"Kalian ini, kalian sudah punya Camelia kan? dia sangat sehat, sangat pintar. Kenapa juga kalian harus adopsi anak lain. Anak pemulung pula!" kesal Vivian.
Sebenarnya bukan Vivian membenci pekerjaan itu. Tapi dia lebih takut latar belakang lain di pekerjaan orang tua Raisa yanga telah meninggal itu.
"Ibu, Raisa sebarang kara..." Keanu baru mau menjelaskan, tapi Vivian kembali menyela putranya itu.
"Memangnya kenapa kalau sebatang kara? memangnya kamu pikir kenapa ada panti asuhan? kenapa ada day care? kenapa ada ratusan yayasan yang berdiri di negara ini dengan donatur seperti keluarga kita? tentu saja untuk mengatasi masalah seperti ini! tinggal bawa dia ke salah satu panti asuhan dimana kita menjadi donatur Keanu! bukan mengadopsi seperti ini!" Vivian masih sangat tidak suka.
"Bu, Camelia yang pertama kali melihatnya. Anak itu juga baik, dia bersih. Kami sudah melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh ke rumah sakit!" jelas Vania.
Vivian menghela nafas panjang.
"Menantu, makanya kamu dan Keanu itu jangan sibuk kerja saja. Pada akhirnya Camelia kesepian kan? kalau dia memang butuh teman, atau saudara, kalian kan bisa memberikannya adik lagi..." Vivian menjeda ucapannya.
Untuk sesaat dia lupa, kalau menantunya itu memang sangat tidak disarankan untuk hamil lagi. Karena saat melahirkan Camelia, terjadi komplikasi akibat dia yang hampir keguguran karena saat dia hamil besar, kota ini terkena wabah yang cukup parah saat itu.
Menyadari dia telah salah bicara, Vivian segera mengusap lengan menantunya.
"Menantu, maafkan ibu. Ibu tidak bermaksud..."
Vania segera membalas uluran tangan ibu mertuanya itu.
"Tidak apa-apa Bu" kata Vania yang langsung tertunduk diam.
Sebenarnya dia juga sangat ingin punya anak lagi. Berpikir jika dewasa nanti, atau jika terjadi sesuatu pada dirinya dan suaminya. Dia juga memikirkan Camelia. Anaknya itu akan sendirian. Dia juga tidak ingin Camelia jadi anak tunggal.
Namun, suaminya yang tidak mau punya anak lagi. Ya, karena Keanu sangat mencintai istrinya. Dia tidak mau sampai terjadi sesuatu pada istrinya saat hamil atau saat melahirkan. Dia seorang dokter, tentu saja dia paham betul apa resiko yang harus istrinya tanggung nanti jika kehamilannya bermasalah.
Oleh karena itu, Keanu yang selalu menolak saat Vania mengungkapkan keinginannya untuk punya anak lagi.
Vivian tadi sedikit emosi, dari pertama dia melihat anak yang di adopsi oleh Keanu dan Vania itu. Dia sudah tidak simpatik sama sekali. Rasanya ada pandangan yang aneh di mata anak itu. Dia tidak menganggap anak itu nakal atau bawa siall. Namun sebagai seorang yang sudah hidup sangat lama, yang sudah sering bertemu dengan orang, dan banyak memandang mata orang. Vivian merasa pandangan anak itu berbeda.
Seseorang yang mungkin saja tidak bisa menilai apa yang baik dan tidak. Dari caranya menatap Keanu dan Vania, tak seperti cara Camelia menatap kedua orang tuanya itu.
Namun rasa bersalah, karena tadi dia sudah mengungkit masalah anak. Membuat Vivian tidak bisa berkata-kata lagi.
"Terserah kalian saja. Tapi jangan samakan apa yang kalian berikan pada Camelia dengan apa yang kalian berikan pada anak itu. Bagaimana pun, Camelia kan anak kandung kalian. Cucu kandung ibu, paham!"
Mendengar apa yang dikatakan Vivian, Keanu dan Vania tersenyum senang. Mereka saling pandang, dan langsung setuju dengan apa yang dikatakan oleh Vivian.
"Iya Bu" jawab keduanya bersamaan.
Sementara Camelia dan Raisa yang duduk di pagar pembatas lantai dua melihat dan mendengarkan percakapan dari ketiga orang dewasa itu.
"Kamu dengar itu kakak, mulai sekarang aku akan panggil kamu kakak. Kamu adalah kakakku!" kata Camelia meraih tangan Raisa dan menggenggamnya.
Sementara Raisa, dia masih melihat ke arah tiga orang di bawah itu. Usianya lebih dewasa dari Camelia. Dia paham tadi apa yang dikatakan oleh Vivian.
Yang dia tangkap dari pembicaraan ketiga orang di bawah itu bukan seperti Camelia yang menangkap kalau orang tuanya telah berhasil membujuk neneknya untuk setuju dengan keinginan Camelia dan kedua orang tuanya untuk mengadopsi Raisa.
Tapi, yang gadis berusia 8 tahun itu tangkap adalah. Ketiga orang di bawah sana itu. Tidak akan pernah memberikan hal yang sama padanya, seperti apa yang akan mereka berikan pada Camelia.
Raisa menoleh ke arah Camelia.
"Nanti, kalau aku minta barang darimu. Kamu akan berikan padaku kan?" tanya Raisa.
Camelia yang sama sekali tidak merasa harus menolak apa yang dikatakan oleh Raisa itu pun mengangguk dengan cepat.
"Tentu saja, kakak bisa minta apapun dariku! tapi pasti apa yang diberikan padaku oleh ayah dan ibu, ayah dan ibu akan berikan juga pada kakak!" jelas Camelia kecil yang sangat polos dan baik hati.
"Iya, misalkan yang diberikan padamu nanti lebih bagus. Jika aku minta, kamu mau tukar kan?" tanya Raisa lagi.
Camelia pikir itu sama sekali tidak masalah. Maka gadis kecil itu pun kembali mengangguk dengan cepat.
"Iya" jawabnya polos.
Barulah setelah mendengar jawaban itu dari Camelia. Raisa tersenyum.
"Bagus, kalau begitu aku mau jadi kakakmu. Apa kamu punya makanan enak? aku lapar!" kata Raisa memegang perutnya.
"Makanan enak?" tanya Camelia yang memang tidak pernah menyimpan makanan di kamarnya.
Camelia tidak pegang di ijinkan oleh orang tuanya jajan sembarangan.
"Kalau kakak lapar, kita ke dapur saja. Minta buatkan makanan pada bibi Minah"
"Kamu tidak punya permen?" tanya Raisa dan Camelia langsung menggelengkan kepalanya.
Raisa menghela nafas.
"Kalau coklat?" tanya Raisa lagi.
Dan lagi-lagi Camelia menggeleng kepalanya.
"Kamu benar-benar payah. Seharusnya kamu gunakan uang jajanmu untuk membeli semua itu!" gerutu Raisa yang merasa tidak senang.
Karena menurutnya percuma saja Camelia itu jadi anak orang kaya, tapi bahkan permen dan coklat saja tidak ada di kamarnya.
"Kakak, apa aku harus punya semua itu? kata ibu permen dan coklat tidak baik untuk anak kecil. Gigi kita bisa berlubang, aku pernah ikut ibu ke klinik paman Salam, dia dokter gigi dan ada gambar gigi berlubang yang menyeramkan..."
"Kamu sudah di bohongi oleh mereka. Kalau memang berbahaya, kenapa masih ada yang menjual semua makanan itu?" tanya Raisa mempengaruhi Camelia.
Camelia terdiam. Sebenarnya apa yang dikatakan Raisa benar juga. Tapi, dia menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Kakak, ibu tidak pernah berbohong!" tegas Camelia.
"Terserah! cepat antar aku ke dapur. Aku lapar!" kata Raisa mengajak Camelia berdiri.
"Baiklah"
***
Bersambung...
Hari terus berganti, Vania yang memang sudah menganggap Raisa itu anaknya sendiri, memperlakukannya dengan sangat baik. Apapun yang dia berikan untuk Camelia, dia juga akan membelikannya satu untuk Raisa. Bedanya hanyalah, setiap dua barang untuk Camelia. Akan Vania belikan satu yang sama untuk Raisa.
Di depan Vania dan Keanu, Raisa memang menunjukkan sikap yang sangat tenang dan senang. Dia selalu excited kalau di berikan sesuatu oleh Vania dan Keanu. Meski pada akhirnya, dia tetap akan menyeleksi apa yang dia suka dan tidak di kamarnya. Yang tidak dia suka, dia akan tukar dengan Camelia.
"Caca, aku tidak suka boneka beruang ini. Tukar dengan boneka panda yang kemarin kamu dapat dari nenekmu!" kata Raisa yang langsung menyodorkan boneka beruang di depan wajah Camelia yang sedang mewarnai buku gambarnya.
Camelia kecil mendongak, melihat ke arah Raisa yang berdiri di depan meja belajarnya.
"Kakak, tapi itu dari nenek. Kata nenek, jangan berikan pada siapapun" jawab Camelia yang memang hanya menuruti apa yang neneknya katakan padanya.
Raisa langsung terdiam, tapi bukan karena dia perduli pada apa yang dikatakan Camelia. Raisa sama sekali tidak perduli, mau itu kata nenek, kata ayahnya itu atau ibunya. Dia terdiam karena sedang memikirkan sebuah acara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan di tangan Camelia itu.
'Em, dia kan memang sangat mendengarkan neneknya. Aku tahu..'
"Caca, kalau begitu aku pinjam ya?" tanya Raisa.
Entah kenapa, di usianya yang baru 8 tahun itu. Si kecil Raisa bisa memikirkan hal seperti itu. Jika, dia tidak bisa menggunakan satu cara maka dia akan menggunakan cara lainnya yang tak kalah menguntungkan.
Dan, pikirannya tidak terbatas itu saja. Maksudnya, Raisa tidak sedih memikirkan hanya meminjam boneka itu saja. Akan tetapi, dia masih berusaha untuk memilikinya. Bahkan cara selanjutnya sudah dipikirkan di kepalanya dan itu membuatnya tersenyum menyeringai. Senyuman seperti itu, dampak di wajah gadis kecil berusia 6 tahun. Itu lumayan mengerikan sebenarnya untuk di lihat.
Camelia kecil, masih melihat boneka pandanya itu. Boneka yang merupakan oleh-oleh dari nenek yang baru saja pergi ke luar negeri belakangan ini.
Camelia ingat betul, saat neneknya memberikan boneka itu. Neneknya berbisik padanya, jangan biarkan Raisa memegang boneka itu apapun alasannya. Camelia sangat menurut pada neneknya. Karena neneknya bilang, kalau Camelia menurut pada neneknya, neneknya itu akan sangat sayang padanya.
"Kakak, tapi nenek bilang. Boneka ini hanya dibuat satu di tempat asalnya. Aku tidak boleh..."
Raisa kecil sepertinya kehabisan kesabarannya. Gadis kecil itu bahkan tak segan berkacak pinggang dan melebarkan matanya. Mencoba untuk menunjukkan tatapan mengintimidasi pada Camelia.
"Aku kan kakakmu, ibu bilang apa hayo? saudara itu harus saling berbagi. Aku kan tidak minta juga padamu. Tadi aku mau tukar, karena kamu bilang nenek tidak boleh menukarnya, maka aku hanya ingin pinjam saja. Sejak kapan kamu jadi pelit dan perhitungan begini. Bagaimana kalau ibu sampai tahu? bagaimana kalau ayah juga tahu, kamu anak mereka yang katanya sangat manis dan sangat baik hati mendadak menjadi pelit seperti ini. Bahkan pada saudara sendiri? kamu bisa bayangkan tidak betapa kecewanya ayah dan ibu nanti kepadamu?" tanya Raisa.
Gadis kecil, yang baru memiliki usia 8 tahun sudah pandai menyusun kata-kata seperti itu. Kata-kata yang langsung membuat Camelia kecil merasa bersalah. Merasa kalau apa yang dilakukan olehnya itu tidak benar. Tidak seharusnya dia bilang tidak bisa meminjamkan boneka itu pada Raisa. Yang sekarang menjadi kakaknya.
Tapi, Camelia juga bingung. Kan neneknya sudah bilang padanya begitu. Camelia malah jadi diam, dia sedang memikirkan apa yang harus dilakukan sekarang. Namun, Raisa yang melihat Camelia kecil sedang berpikir, sama sekali tidak memberikan jeda pada gadis kecil yang usianya terpaut dua tahun di bawahnya itu.
"Caca, kamu benar-benar ingin membuat ayah dan ibu kecewa. Coba aku panggil ibu ya, aku akan katakan pada ibu. Kalau kamu tidak mau pinjamkan barangmu padaku. Kita lihat apa reaksi ibu. Ibu pasti akan sangat kecewa padamu. Ibu selalu berkata, kalau kita punya makanan dua buah, kita harus membaginya satu sama. Tapi kalau hanya satu, kita bahkan harus membaginya separuh dan separuh. Sekarang aku akan pergi ke ibu, lihat apa yang akan dia katakan padamu kalau kamu pelit begini" desak Raisa.
Raisa sungguh tidak memberikan Camelia kesempatan untuk bisa berpikir.
"Aku pergi ya!" gertak Raisa lagi.
Camelia sungguh terlihat bingung. Gadis sekecil itu, di beri sebuah pengibaratan yang sebenarnya cukup jauh perbedaannya. Kalau untuk orang dewasa mungkin akan bisa berpikir, antara makanan dan benda yang memang tidak bisa dibagi, mereka harus bersikap bagaimana.
Tapi untuk ukuran anak sekecil itu, dia benar-benar dibuat bingung dan merasa tidak enak. Camelia selalu ingin menjadi kesayangan dan kebanggaan untuk kedua orang tuanya. Dia benar-benar tidak mau dimarahi.
"Kakak, apa ibu akan marah kalau aku tidak meminjamkan boneka ini pada kakak?" hanya Camelia.
Gadis kecil yang cantik itu benar-benar punya pikiran yang sangat polos. Dia bahkan masih bertanya pada Raisa. Orang yang jelas-jelas ingin mengelabuinya.
Raisa yang melihat wajah Camelia mulai panik. Segera menganggukkan kepalanya dengan cepat. Sangat cepat.
"Iya, ibu akan kecewa. Dan kamu tahu apa? orang yang kecewa itu, biasanya akan melampiaskan perasaannya itu dengan marah. Memangnya kamu mau ibu marah padamu?" tanya Raisa yang menakuti Camelia dengan ekspresi seperti sedang marah.
Sambil memeluk boneka panda pemberian neneknya. Camelia menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Tidak kakak. Caca tidak mau ibu marah" katanya dengan suara yang pelan.
Benar-benar seperti seseorang yang sudah terpengaruh dalam ucapan Raisa itu.
"Makanya berikan padaku, aku pinjam sebentar. Satu jam saja! setelah itu aku akan kembalikan! cepat berikan!" seru Raisa sambil mengulurkan kedua tangannya kearah Camelia.
Karena memang ukuran boneka panda yang bulunya terlihat sangat lembut itu, cukup besar. Ukuran hampir seperti anak usia tiga tahunan.
Mendengar Raisa bilang akan mengembalikannya dalam waktu satu jam. Camelia memberikan boneka itu padanya.
"Ini, tapi hanya satu jam ya kakak!"
"Iya iya, bawel sekali anak kecil. Anak kecil kayak kamu itu gak boleh bawel, apalagi pelit. Kamu mau kuburann kamu sempit? hahh mau?"
Cara bicara Raisa, memang seperti dimana dia berasal.
Camelia yang tidak pernah mendengar kata itu hanya terdiam melihat Raisa yang keluar dari kamar Camelia sambil memeluk boneka panda miliknya itu.
'Miao-Miao, tidak apa-apa. Hanya sebentar, kamu akan kembali padaku. Kakak juga memperlakukanmu dengan baik. Dia memelukmu. Tidak apa-apa!' batin gadis kecil polos itu.
Camelia memang memperlakukan semua bonekanya seperti teman. Bahkan dia memberi nama semua bonekanya. Dia memang sangat suka boneka, terutama bentuk panda.
Namun ketika Raisa keluar dan menutup pintu. Dia yang tadinya memeluk boneka panda Camelia itu. Langsung melemparkannya ke lantai.
"Tidak ada satu pun yang jika aku inginkan. Tidak akan jadi milikku!" ucapnya tak seperti ucapan seorang anak berusia delapan tahun.
***
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!