NovelToon NovelToon

Cinta Sang Mafia

bab 1 pertemuan yang tak disengaja..

Di sebuah perusahaan garmen di pinggiran kota....

Malam itu hujan turun dengan derasnya, sejak pukul 08.00 Viola sudah pulang dari shift malamnya hanya saja ia tidak bisa menerobos hujan yang kian deras. Akhirnya bersama beberapa orang rekan kerjanya Ia pun berusaha untuk bersabar menunggu sampai hujan benar-benar reda, hanya saja masalahnya ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi karena saat itu sudah menunjukkan hampir pukul 11.00 malam, sementara jalan yang ia lalui tidaklah mudah, harus menerobos jalanan yang sepi dan ia sangat khawatir jika terjadi sesuatu bilamana jalanan sudah lengang dan tidak ada lagi yang melintas.

"Lama, sekali sih berhenti nya...!!"terdengar suara yang tidak sabar dari setiap mulut yang menunggu.

"sepertinya aku harus pulang duluan deh, lagi pula juga nggak tahu sampai kapan hujan akan berhenti."katakan Viola lalu membuka jok motornya dan mengambil mantel plastik berwarna pink.

"yakin mau menerobos hujan Vio, kamu lihat kilat yang menyambar di angkasa itu sangat berbahaya loh lebih baik tunggu sebentar lagi."kata rekan kerjanya yang bernama Rara.

"Tapi Ra aku khawatir jalanan yang aku lewati akan semakin sepi dan aku tidak bisa melakukan apa-apa jika sesuatu hal yang buruk terjadi terhadapku.."

"kamu ini terlalu paranoid Vio, nggak usah mikirin yang nggak-nggak, entar beneran terjadi lho .."katakan Rara seolah menakut-nakuti teman baiknya itu.

"udah ah aku duluan ya bye.."katakan Viola selalu berlalu dengan mengendarai motor matic nya...

Akhirnya ia benar-benar berpamitan kepada rekan kerjanya dan dengan mengendarai sebuah motor matic berwarna putih Ia pun melaju dalam derasnya hujan yang hanya menggunakan mantel plastik.

Kepulangannya malam itu tak pernah Viola bayangkan jika malam itu menjadi titik balik—dua dunia yang sangat berbeda dipertemukan oleh keadaan.

saat melintasi jalanan sepi, Ia sempat melihat beberapa orang berlarian entah apa yang mereka cari, namun ia segera melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi karena ia khawatir orang-orang tersebut memiliki niat jahat terhadapnya.

sampai di persimpangan jalan menuju kediamannya, tanpa sengaja ia mendengar samar suara seseorang meminta tolong.

seorang pria tergeletak di pinggir jalan

dia adalah Jovan Adiwangsa, pria yang terluka berdarah akibat tembakan di punggungnya, dan terlihat cukup parah.

"Tolong aku ..!!"suara Jovan lemah namun masih bisa terdengar oleh Viola

Melihat seseorang yang terbaring setengah tak sadarkan diri, awalnya Viola merasa takut karena khawatir kalau itu adalah modus orang-orang yang berniat jahat, dari sambaran kilat yang sesekali memperlihatkan baju putih pria itu bersimbah darah ia yang memiliki hati nurani yang lembut tidak bisa membiarkan Jovan tergeletak begitu saja.

Ia pun segera mendekati.

"Apa yang terjadi,,? Ya Tuhan kamu terluka..!"ucapkan Viola dengan suara bergetar.

Tanpa di komando gadis yang berusia 23 tahun itu pun membantu dan meminta Jovan naik di atas motornya.

"Ayolah, aku akan membantumu, dan mengobati lukamu..!"katakan Viola kepada pria asing tersebut.

Sesampai di rumah sederhana, saat itu cukup sunyi karena hampir tengah malam tak seorangpun yang mengetahui jika ia memasukkan seorang pria asing di kediamannya.

Viola segera membuka pintu lalu dengan susah payah memapah pria itu masuk ke kediamannya, dengan tetapan yang waspada Ia pun segera mengunci pintu kembali agar tidak diketahui oleh orang-orang di sekitarnya bahwasanya ia telah memasukkan pria asing di kediamannya.

setelah, mendudukkan Jovan di sebuah kursi di ruang tamu, Ia pun segera mengambil baskom yang berisikan air hangat.

Entah dari mana ia mengetahui metode dan pengobatan, namun saat itu terlihat dengan lincah tangannya mengeluarkan sebuah peluru dari punggung sang pria.

Awalnya Jovan sempat ragu, namun saat itu ia tidak memiliki pilihan selain mempercayai gadis sederhana itu.

Dan mulai hari itu Jovan yang masih bersembunyi mulai mengenal Viola lebih dekat, dan merasa berhutang budi kepada sang wanita.

Diam-diam Jovan terpikat oleh kesederhanaan dan ketulusan gadis itu.

Melihat pakaian pria itu yang basah, Viola segera masuk ke dalam kamarnya dan mengambil sehelai baju kaos oblong berwarna hitam.

"Maaf, aku harus membuka bajumu, biar kamu tidak kedinginan ."katakan Viola

dengan perlahan membuka pakaian sang pria dan diganti dengan sehelai kaos lusuh berukuran besar miliknya, bagian bawahnya Ia hanya meminjamkan celana pendek miliknya seukuran lutut, meskipun terlihat sedikit pendek namun cukup muat dikenakan oleh Jovan.

Jovan hanya menatap tak percaya gadis itu berani menyentuh tubuhnya tanpa ragu-ragu, karena keadaannya yang payah,Jovan pun hanya menggangguk.

Seorang gadis polos yang sederhana sungguh,sesuatu yang jarang ia temukan di lingkaran dunianya yang penuh kepura-puraan.

Sementara Viola, meski awalnya canggung dan enggan, karena ia tidak mengenal siapa pria itu sebenarnya, Ia pun hanya berniat untuk membantu dan setelah pria itu sembuh ia akan memintanya untuk pergi, karena ia tidak ingin menimbulkan masalah di lingkungan tempat tinggalnya...

"Siapa gerangan pria itu, sepertinya ia orang kaya, tapi Apa kesalahannya sehingga ia dikejar dan ingin dibunuh,? Atau mungkin ia korban bengal...?!"racau batin Viola

Viola tak bisa menyangkal jika pria itu memiliki tubuh yang sempurna, jujur sebagai seorang wanita yang normal, ia tak bisa menolak pesona Jovan, tubuh yang sixpack sempurna, kulit halus yang bersih meskipun saat itu wajahnya terlihat pucat.

Setelah mengeluarkan timah panas yang bersarang di punggungnya, dan mengganti pakaian Jovan Ia pun meminta pria itu untuk beristirahat, karena ia pun sudah sangat lelah dan ingin segera beristirahat.

Malam itu Jovan tidur di kamar tamu, sementara ia sendiri kembali menuju kamarnya.

Setelah membersihkan diri Ia pun segera beristirahat...

namun dalam benaknya terus bertanya-tanya siapa gerangan pria itu, dan Bahkan ia sendiri lupa untuk menanyakan namanya.

"ah sudahlah biar besok saja aku tanyakan siapa namanya..!"katanya sambil perlahan memejamkan matanya...

Keesokan hari....

Matahari pagi berwarna keemasan menyilaukan matanya menembus dari balik gorden di celah-celah jendela kaca.

Seketika ia teringat seorang pria yang tadi malam Ia tolong, pelan dan sangat perlahan dia melangkah membuka pintu kamar tamu dan memastikan pria itu masih berada di sana.

Setelah melihat pria itu masih berbaring dan memejamkan mata ia pun kembali ke dapur untuk membuat sarapan.

Dengan lincah tangannya menyiapkan bubur untuk sarapan pagi, dan tidak perlu waktu lama Ia pun membawa semangkuk bubur menuju kamar tamu dan meminta pria itu untuk sarapan.

"Selamat pagi..!"katakan Viola sambil tersenyum.

Jovan hanya tersenyum samar melihat gadis itu mengenakan piyama berwarna krem dengan bunga lili yang menghiasi dengan motif yang sangat indah.

Viola meletakkan bubur di atas meja lalu duduk di sebuah kursi yang tak jauh dari tempat tidur.

"Oh ya spa boleh aku tahu, apa kamu bukan orang sini, dan apa beberapa orang yang semalam itu mengejar kamu..? Maaf jika aku lancang bertanya, tapi kalau kamu tidak ingin menjawabnya juga nggak apa-apa, nggak perlu dijawab.,Namaku Viola, dan aku tinggal seorang diri, jadi aku mohon, jika kamu sudah sembuh sebaiknya segera pergi dari sini atau kalau kamu memiliki keluarga biar aku hubungi mereka untuk menjemputmu.!"katakan Viola.

Suaranya lembut namun terdengar tegas.

Jovan yang mendengar ucapan Viola hanya terdiam.

"Hmmph... Panggil aku Tama boleh aku menginap untuk beberapa hari disini,setelah itu aku janji akan pergi dan tidak akan menimbulkan kekacauan di tempat ini.!"katakan Jovan yang tak ingin menyebutkan nama aslinya, meskipun nama panjangnya Jovan pratama Adiwangsa.

"Tapi,hari ini aku harus kerja, tidak ada yang menemanimu dan merawat kamu, Aku khawatir saat kamu memerlukan sesuatu aku tidak bisa membantu.!"katakan Viola beralasan.

"Kamu jangan khawatir aku hanya luka tembak kaki dan tanganku masih berfungsi dengan baik.!"katakan

Jovan dengan tatapan memohon.

bab 2 tetap diam dan bersembunyi

Masih di kontrakan sederhana, kediaman Viola....

Viola terdiam beberapa saat namun sesaat kemudian ialah pun berkata kembali.

"Tapi lingkungan tempat tinggal ku ini, tidak semudah yang kamu bayangkan, mereka tidak akan menutup mulut dan mata saat mengetahui aku memasukkan pria asing di kediamanku dan itu akan membuat hidupku menjadi sulit..!"

"Hmph..!"Jovan menarik nafas perlahan ia mengerti bukan berarti Viola tidak ingin keberadaannya di sana hanya saja ia tidak ingin menimbulkan prasangka dan nada-nada sumbang yang nantinya akan menghancurkan reputasi dan nama baiknya di lingkungan tempat tinggalnya.

Diam-diam Jovan merasa Viola seorang wanita yang sangat menjaga diri dan ia pun menganggukkan kepalanya dan menyetujui akan segera pergi dari kediaman Viola.

Pagi itu, setelah menyiapkan sarapan seadanya, Viola bersiap-siap untuk berangkat kerja ke pabrik garmen. Ia menoleh sebentar ke arah Jovan yang masih duduk di kursi di dalam kamar tamu, wajahnya tampak tegas namun menyimpan gelisah.

 "Jovan, tolong ya… jangan keluar dulu. Tetangga di sini gampang sekali curiga kalau lihat orang asing, apalagi…-" Viola melirik sebentar ke arah jendela, dimana para ibu -ibu di komplek itu.

"Saya nggak mau jadi bahan omongan..."

Jovan mengangguk pelan, seolah setuju. "Baik, aku akan diam di sini. Kamu tenang saja."

Viola tersenyum lega, lalu berangkat kerja dengan langkah cepat.

Namun, begitu pintu rumah tertutup, wajah Jovan berubah muram. Ia menatap jam tangan mahal di pergelangan tangannya, lalu menarik napas panjang.

"Aku nggak bisa terus berdiam di sini. Mereka pasti masih mencari. Kalau aku terlalu lama, justru Viola yang akan kena masalah."

Ia meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Datang sekarang. Bawa mobil cadangan. Aku harus segera pergi dari sini," ucapnya singkat, suaranya penuh wibawa.

Tak lama kemudian, sebuah mobil hitam mewah berhenti tak jauh dari kontrakan Viola.

 Jovan keluar diam-diam, hanya membawa langkahnya.

Ia menoleh sebentar ke arah rumah sederhana itu. Ada rasa berat di hatinya.

"Maaf, Viola… aku tidak sempat pamit. Semoga kita bisa bertemu lagi."

Lalu ia pun melangkah masuk ke mobil dan pergi meninggalkan gang sempit itu.

Sementara itu, para tetangga yang sejak pagi memperhatikan rumah Viola mulai berbisik-bisik.

"Eh, tadi itu siapa ya? Ada mobil gede nongkrong di depan rumah Viola."

"Iya, aku lihat juga. Kayaknya orang kaya. Jangan-jangan dia punya simpanan?"

"Hush, jangan ngomong sembarangan. Tapi memang aneh, soalnya Viola kan kerja di garmen, gajinya mana cukup buat beli mobil begituan."

Bisik-bisik semakin ramai, membuat suasana jadi penuh spekulasi. Ada yang sinis, ada pula yang penasaran.

Di sisi lain, saat jam istirahat kerja, Viola duduk di kantin pabrik. Ia merasa gelisah. Pikirannya terus melayang pada sosok Jovan.

"Tadi pagi dia janji nunggu… tapi kalau dia bener-bener pergi tanpa bilang, gimana aku bisa nemuin dia lagi? Bahkan kami belum sempat tukeran nomor…"racau batinnya

Hatinya digelayuti rasa bingung dan kecewa. Sementara ia belum tahu, gosip di sekitar rumahnya sudah mulai tersebar.

Hari itu, Viola merasa tidak tenang sepanjang bekerja. Berkali-kali ia mencuri pandang ke jam dinding pabrik, hatinya dipenuhi rasa cemas. "Bagaimana kalau pria itu butuh sesuatu? Bagaimana kalau ada tetangga yang curiga dan melapor?"

Akhirnya, dengan alasan tidak enak badan, ia meminta izin pulang lebih awal. Langkahnya tergesa, menembus gang sempit menuju kontrakan.

Namun begitu tiba di depan rumah, hatinya langsung tercekat.

Pintu rumahnya , hanya tertutup, tanpa terkunci, Viola membuka pintu dan memeriksa kamar satu persatu dengan panik, memanggil pelan, Jo... Jovan…kamu di mana…?"

Sunyi.

Ruang tamu kosong, hanya meninggalkan gelas yang tadi pagi ia gunakan untuk menyuguhkan air putih. Tak ada jejak keberadaan Jovan. Viola masuk ke kamar, ke dapur,bahkan ke halaman belakang semua hening.

Ia menjatuhkan diri di kursi kayu, matanya berkaca-kaca.

"Kenapa… kenapa ia pergi begitu saja tanpa bilang apa-apa? Bahkan… nomor pun kita belum sempat tukar…" bisiknya lirih.

Dari luar, samar terdengar suara bisik-bisik tetangga.

"Itu lho, Vio pulang lebih cepat. Pasti mau ketemu sama pria yang tadi pagi.'

"Eh, tapi kok orangnya nggak ada ya?"

"Mungkin sudah kabur. Jangan-jangan beneran bukan orang baik-baik."

Viola menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Ya Allah… apa yang harus aku lakukan?" Ia merasa dihantam dua rasa sekaligus.

kecewa karena Jovan menghilang, dan cemas karena tetangganya mulai berspekulasi.

Di lubuk hatinya, Viola masih yakin pria itu bukan sembarangan orang. Ada sesuatu yang besar disembunyikan Jovan. Tapi sekarang yang tersisa hanya tanda tanya dan kerinduan yang menggantung.

"Kalau memang kita ditakdirkan bertemu lagi, pasti ada jalan…," bisiknya, berusaha menenangkan diri meski hatinya perih.

Sementara di tempat yang berbeda...

Di sebuah rumah mewah yang disediakan oleh orang kepercayaannya, Jovan terbaring di sofa empuk. Lampu temaram menyinari wajahnya yang masih pucat, bekas luka di lengannya belum sepenuhnya pulih. Bau obat dan perban masih menyelimuti ruangan.

Namun, pikirannya justru melayang jauh… bukan pada luka, bukan pada musuh-musuhnya… melainkan pada Viola.

"Kenapa wajahnya terus muncul di benakku?" gumamnya pelan, menatap langit-langit.

Bayangan senyum sederhana Viola, caranya menunduk penuh sopan, bahkan sorot matanya yang tulus saat menolongnya malam itu semua itu membuat dada Jovan terasa sesak.

Ia menggenggam kepalanya.

"Tidak mungkin… aku ini siapa..? Hidupku penuh bahaya. Sedangkan dia… gadis biasa, pekerja keras, polos… seharusnya aku menjauh, bukan memikirkan."ujar Jovan bermonolog.

Namun semakin ia mencoba menepis, semakin kuat rasa itu menekan hatinya. Ada sesuatu dari Viola yang berbeda bukan sekadar belas kasihan karena ia ditolong, melainkan ketulusan yang jarang ia temui di lingkaran hidupnya yang keras.

Diam-diam, Jovan tersenyum tipis.

"Mungkinkah… aku jatuh cinta pada gadis sederhana itu?" bisiknya, nyaris tak percaya pada dirinya sendiri.

Tapi hatinya kembali berat saat ia menatap ke luar jendela, memastikan pintu rumah aman itu terkunci rapat. Ia tahu musuh-musuhnya masih mencarinya, dan kembali ke rumah orang tuanya hanya akan membahayakan semuanya.

Namun satu hal pasti, sejak pertemuan itu, Viola sudah mengisi ruang yang tak pernah ia biarkan orang lain memasukinya.

Dan entah bagaimana, kisah selanjutnya,ia tidak pernah tahu bahwa cepat atau lambat, mungkinkah takdir akan membawanya kembali pada gadis itu.?

Sementara di di sisi yang lainnya di rumah kontrakan sederhana milik Viola.ia duduk di tepi ranjang kecilnya malam itu. Tubuhnya lelah selepas bekerja, tapi matanya enggan terpejam. Sesekali ia menatap jendela yang dibiarkan terbuka, langit malam berhiaskan bulan sabit.

"Kenapa aku malah mengingat dia?"bisiknya lirih.

Ia menggeleng, berusaha menepis bayangan wajah "pria misterius" yang sempat ia tolong. Awalnya ia yakin, setelah pria itu pergi tanpa jejak, semuanya akan berlalu begitu saja. Namun justru sebaliknya—ada kerinduan yang diam-diam tumbuh, kerinduan yang tak masuk akal.

bab 3 Dia telah pergi

Sementara itu, di tempat lain…

Jovan duduk di kursi kerja dalam ruangan yang cukup gelap, ditemani dua orang kepercayaannya. Wajahnya serius, matanya tajam menatap peta kecil yang terbentang di meja. Namun pikirannya tak sepenuhnya pada strategi.

"Pastikan gadis itu aman," ujarnya datar.

"Gadis itu, Tuan?"tanya salah satu anak buahnya ragu.

Jovan mengangguk, wajahnya tak terbaca.

"Ya, Viola. Jangan sampai ada yang mengganggunya. Dan laporkan semua yang terjadi padanya… langsung padaku."

Anak buahnya saling pandang, agak heran. Mereka tahu, Jovan jarang sekali memperhatikan orang lain, lebih lebih lagi seorang wanita, selain keluarganya atau urusan bisnis. Tapi kali ini berbeda—perintahnya tegas, bahkan nada suaranya mengandung sesuatu yang belum pernah mereka dengar sebelumnya,"kekhawatiran."

Setiap malam, laporan demi laporan masuk. Tentang Viola yang berangkat pagi-pagi, pulang larut, tentang senyumnya pada tetangga, tentang tangannya yang kasar karena bekerja keras. Dan setiap kali mendengarnya, Jovan tak kuasa menahan rasa hangat yang tumbuh di hatinya.

"Dia sungguh hidup sederhana… tapi kenapa aku merasa tenang hanya dengan tahu dia baik-baik saja?' gumamnya dalam hati.

Sementara Viola sendiri, tanpa sadar sering berdiri di depan rumah menatap jalanan. Seolah menunggu sesuatu—atau seseorang. Meski akal sehatnya berkata pria itu hanyalah persinggahan, hatinya mulai merindukan kemungkinan bahwa ia akan kembali.

Malam harinya .....

Malam itu udara terasa lebih dingin dari biasanya. Viola baru saja keluar dari pabrik garmen tempatnya bekerja. Lampu jalan sebagian redup, hanya beberapa yang menyala. Dengan tubuh lelah, ia menyalakan motor matic kesayangannya, lalu melaju perlahan melewati jalanan sepi.

Namun, dari kaca spion kecilnya, Viola menangkap bayangan,sebuah motor lain, yang sejak tadi tak pernah menyalip, hanya mengikuti di belakang. Jaraknya tak dekat, tapi cukup untuk membuat bulu kuduknya berdiri.

"Siapa itu? Kenapa dari tadi terus membuntuti ku?" bisiknya gelisah.

Jantungnya berdegup lebih cepat. Viola mencoba mempercepat laju motor, namun motor itu tetap mengikutinya dengan kecepatan yang sama. Saat ia memperlambat, motor itu pun ikut melambat.

Ketika hampir tiba di jalan kecil menuju kontrakannya, Viola sengaja memutar arah lebih jauh,sekadar untuk memastikan. Dan benar saja, motor itu tetap berada di belakangnya.

Rasa takut mulai menguasainya. Viola menelan ludah, tangannya gemetar saat memegang setang motor. Ia hampir ingin berhenti dan berteriak minta tolong, tapi lingkungan sepi, tak ada siapa-siapa.

Akhirnya, ia nekat menyalakan gas penuh hingga sampai di depan kontrakannya. Begitu ia memarkir motor dengan terburu-buru, Viola cepat-cepat masuk ke dalam rumah, mengunci pintu rapat-rapat.

Di balik tirai jendela, ia mengintip. Dari kejauhan, motor itu berhenti sejenak, lampunya redup, lalu kembali berbalik arah.

Viola menutup mulutnya dengan tangan, tubuhnya gemetar hebat.

"Ya Tuhan… siapa orang itu? Kenapa mengikutiku?"

Yang tidak ia ketahui adalah… motor itu milik salah satu orang suruhan Jovan.

 Mereka sengaja menjaga jarak, memastikan Viola aman dalam perjalanan malam. Namun karena ia tak pernah tahu, jadi bagi Viola semuanya terasa seperti ancaman.

Dan malam itu, untuk pertama kalinya Viola sulit tidur. Bayangan motor misterius itu terus terlintas dalam pikirannya. Sementara, di persembunyiannya, Jovan menerima laporan dengan tenang.

"Dia terlihat takut, Tuan,!" ujar salah seorang anak buahnya.

Jovan terdiam lama, wajahnya penuh penyesalan.

"Mungkin cara ku salah… tapi aku hanya ingin memastikan dia tidak terluka."

Keesokan harinya, wajah Viola tampak pucat saat ia tiba di pabrik garmen. Matanya sembab karena semalam hampir tidak bisa tidur. Di sela jam istirahat, ia duduk bersama sahabat dekatnya, Rara, yang langsung menyadari keganjilan pada raut wajah Viola.

"Vio, kamu kenapa? Dari tadi aku lihat kamu murung sekali. Ada masalah di rumah?" tanya Rara sambil menyodorkan botol minum.

Viola menunduk, menggenggam kedua tangannya erat. Ia ragu, namun akhirnya tak sanggup lagi memendam rasa takutnya.

"Ra… semalam aku merasa diikuti seseorang saat pulang kerja. Dari pabrik sampai ke rumahku. Dia terus membuntuti ku dengan motor, tapi nggak pernah menyalip… seolah hanya mengawasi ku.!"

Rara terbelalak, menutup mulutnya.

"Apa?! Astaga, Vio! Terus kamu gimana?"

"Aku langsung kabur pulang, buru-buru masuk rumah. Aku lihat dari jendela, motornya berhenti sebentar lalu pergi. Tapi, Ra… aku benar-benar takut. Seandainya orang itu berniat jahat, aku sendirian, nggak ada yang bisa nolongin…" suara Viola mulai bergetar, matanya berkaca-kaca.

Rara spontan menggenggam tangan Viola erat-erat.

"Viola, kamu nggak boleh diam saja. Kamu harus hati-hati. Kalau perlu, aku temani kamu pulang malam ini. Atau kita lapor sama satpam komplek. Siapa tahu itu orang berniat buruk."

Viola hanya mengangguk pelan. Hatinya masih diliputi rasa takut. Namun, tanpa ia sadari, beberapa rekan kerjanya yang duduk tak jauh dari meja mereka mendengar percakapan itu.

Bisikan-bisikan pelan mulai terdengar.

"Katanya Viola diikuti orang… jangan-jangan ada pria yang naksir dia diam-diam."

"Hmm… kemarin kan memang ada cowok misterius di rumahnya, bener nggak? Jangan-jangan itu orangnya."

"Ih, jangan-jangan… Vio itu sembunyi-sembunyi punya pacar kaya raya, makanya ada mobil mewah sempat berhenti di depan rumahnya."

Viola tidak menyadari bahwa ceritanya pada sahabatnya justru menjadi bahan gosip baru. Rara yang sempat mendengar bisikan-bisikan itu hanya bisa menghela napas panjang, berusaha menenangkan Viola yang sudah cukup tertekan.

"Udah, Vio. Nggak usah peduliin omongan orang. Fokus aja jaga diri kamu. Kalau perlu, aku minta kakakku buat jemput kamu nanti malam. Kamu nggak boleh pulang sendirian dulu."

Viola mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Untuk pertama kalinya, ia merasa benar-benar kecil, rapuh, dan sendirian menghadapi ketakutan itu. Namun jauh di tempat lain, Jovan justru terus menerima kabar perkembangan tentang dirinya.

"Dia mulai curiga, Tuan,' lapor anak buahnya.

Jovan menatap jauh, wajahnya muram.

"Semua ini malah membuatnya takut… tapi aku tak bisa berhenti mengawasinya. Aku hanya ingin dia aman."katakan Jovan.

Seperti yang di janjikan oleh Rara

Malam itu, sesuai janjinya, Rara menunggu Viola di depan pabrik. Mereka berdua pulang bersama menggunakan motor matic milik Viola. Rara duduk di belakang sambil melingkarkan tangan ke pinggang sahabatnya.

"Tenang aja, Vio. Kalau ada yang aneh, aku ada di belakang kamu," ujar Rara mencoba menenangkan.

Viola hanya mengangguk, tapi matanya terus melirik ke spion. Ia masih dihantui kejadian semalam. Jalanan menuju rumahnya cukup sepi, hanya sesekali dilewati truk atau motor lain.

Namun benar saja… tak lama setelah melewati perempatan lampu merah,sebuah motor hitam kembali muncul dari belakang. Lampunya sengaja dibiarkan redup, jaraknya tak pernah terlalu dekat, tapi juga tak pernah jauh.

"Degg… !!"

jantung Viola langsung berdegup kencang. Tangannya bergetar saat menggenggam setang.

"Ra… dia lagi. Dia ada di belakang kita,"bisiknya dengan suara panik.

Rara segera menoleh sedikit, lalu wajahnya langsung tegang.

"Kamu bener, Vio. Itu motor dari tadi ngikutin. Astaga… apa yang dia mau?!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!