Pagi itu, Duchess Carmila sedang berjalan-jalan sendirian di taman Kediaman Duke Hamilton. Taman itu sendiri dikenal sebagai salah satu dari tiga taman paling indah di seluruh Kekaisaran.
Sebagai nyonya kediaman, Carmila sering mencari ketenangan di taman yang luas dan damai ini.
Namun, saat tengah berjalan, sebuah suara tiba-tiba menarik perhatiannya. Dari dalam taman labirin, terdengar samar suara seorang pria dan wanita yang sangat ia kenal.
Dug! Dada Carmila mendadak sesak. Ia bergegas mendekati sumber suara tersebut.
Saat mencapai bagian labirin yang tersembunyi, Carmila menyaksikan sepasang kekasih sedang bercumbu. Mereka adalah: Seraphina—sahabat Carmila satu-satunya, dan Valerian—suaminya, Duke Hamilton.
"Mhm... Yang Mulia."
"Seraphina. Aku merindukanmu."
"Ah, Yang Mulia, tunggu sebentar...!"
"Tidak akan ada yang melihat."
Carmila melihat suaminya mencumbu sahabatnya. Bibir dan jari-jari mereka saling bertaut erat. Wajah Seraphina memerah dan ia mengerang panjang di bawah sentuhan Valerian.
Menyaksikan dua sosok itu, Carmila segera berbalik dan bergegas meninggalkan taman, mencari tempat sepi untuk menenangkan diri.
......................
Setelah tiba di Ruang Pribadinya, Carmila segera meminta pelayan menyiapkan teh. Ia langsung menjatuhkan diri ke sofa.
'Apa yang baru saja kulihat?'
Semua adegan dan suara yang ia saksikan terus berputar ulang di kepalanya. Rasa sakit, syok, dan pengkhianatan yang ia saksikan begitu nyata, begitu menusuk, hingga membuatnya nyaris kesulitan bernapas.
Ia membiarkan dirinya tenggelam dalam keheningan yang menyakitkan itu, dan mencoba mengumpulkan kembali sisa-sisa kesadarannya yang hilang.
Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka, dan kepala pelayan wanita, Elara, masuk membawa teh.
"Teh yang Anda minta sudah siap, Nyonya. Apakah jalan-jalan Anda menyenangkan?"
"Ya. Cukup menyenangkan."
Kepala pelayan itu mengamati raut wajah Carmila, lalu menggelengkan kepala dengan bingung.
"Apa Nyonya baik-baik saja? Wajah Nyonya terlihat pucat."
"Ya, aku baik-baik saja, Elara. Mungkin aku kurang tidur."
Elara menatap wajah Carmila lama, kekhawatiran masih menyelimutinya.
"Saya tahu Anda sibuk, Nyonya, tetapi jangan memaksakan diri. Kami bergantung pada kesehatan Anda."
"Aku mengerti. Terima kasih sudah mengingatkan, Elara."
"Silakan dinikmati, Nyonya. Saya permisi, dan selamat beristirahat."
Setelah menuangkan teh dan menata meja, Elara menunduk hormat dan meninggalkan ruangan.
Begitu pintu tertutup, Carmila melipat lengannya di dada sambil meraih cangkir teh. Uap hangat mengepul, dan panasnya menjalar ke jemari Carmila.
"Kalian selingkuh." Gumamnya, pikirannya melayang pada dua sosok yang baru saja mengkhianatinya.
Seraphina Clarice, berasal dari keluarga bangsawan yang telah kehilangan kejayaannya, ia juga satu-satunya sahabat yang telah menemaninya selama ini.
Sementara Valerian adalah suaminya, Duke yang menikahinya tiga tahun lalu.
'Carmila, aku berjanji akan mencintaimu seorang, seumur hidupku.'
Janji palsu yang diucapkan tiga tahun lalu itu kini terasa seperti pisau dingin yang menusuk jantungnya. Pengkhianatan ini telah merenggut segalanya dari seorang Duchess Carmila Hamilton.
Ia memejamkan mata, membiarkan ingatannya kembali ke awal kehancuran ini.
Carmila mengingat momen di mana Valerian melamarnya. Saat itu, Valerian menyematkan cincin di jarinya, dan berjanji akan memberikan cinta yang tulus. Sejak momen itulah Carmila benar-benar jatuh cinta dan percaya bahwa Valerian tulus padanya.
Kepercayaan inilah yang mendorongnya menolak berbagai pinangan yang lebih baik. Padahal, ia adalah Nona Muda dari Keluarga Count Belmonte.
Setelah ikatan pernikahan terjalin, Carmila menjalani semuanya dengan penuh kebahagiaan. Ia menikmati setiap momen, mulai dari memilihkan pakaian kerja untuk Valerian setiap pagi, duduk berhadapan dengannya di meja makan, bahkan proses membangun kembali Kediaman Duke yang nyaris tumbang—semua ia lakukan dengan sukarela.
Tiga tahun telah berlalu, dan Carmila menyadari sikap Valerian padanya mulai berubah menjadi acuh tak acuh dan dingin. Meskipun begitu, Carmila berpikir suaminya mungkin hanya terlalu lelah mengurus segala pekerjaan yang begitu banyak.
Jadi, ia menepis semua pikiran buruk dan keraguan itu.
Sayangnya, Carmila di paksa kembali menghadapi kenyataan pahit: suaminya berselingkuh. Semua yang ia yakini tentang kesetiaan Valerian hancur berkeping-keping.
Bagaimana mungkin kedua orang itu tega melakukan hal ini padanya?
Valerian boleh saja jatuh hati pada wanita lain, tetapi seharusnya tidak boleh dengan Seraphina. Seraphina pun sama. Bagaimana mungkin sahabat yang menemaninya seumur hidup bisa berpikir untuk berselingkuh dengan suaminya?
Valerian dan Seraphina adalah orang yang paling banyak menerima bantuan dari Carmila, baik secara pribadi maupun dari Kediaman Hamilton. Andai mereka punya sedikit hati nurani, mereka seharusnya tidak melakukan itu.
Meskipun amarah mulai membakar, Carmila memutuskan untuk menenangkan diri. Ini adalah saatnya untuk berpikir rasional dan tenang.
'Apa yang harus kulakukan sekarang?'
Saat ia sedang berpikir keras tentang cara menghadapi mereka, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu di ruangannya.
Tok tok tok.
Carmila terdiam, menghentikan sejenak rencana-rencana yang mulai tersusun di benaknya. Hanya ada dua orang di Kediaman Duke yang berani membuka pintu tanpa persetujuannya.
Pintu di dorong terbuka bahkan sebelum Carmila sempat bersuara. Dan benar saja, Seraphina Clarice muncul di balik pintu.
Wanita dengan rambut hitam dan mata biru jernih itu menyunggingkan senyum polos yang memuakkan. Seraphina hampir selalu mengenakan gaun putih, seolah menguatkan citranya sebagai sosok yang lugu dan polos.
"Carmila, aku datang."
Senyum lugu dan suara manis Seraphina, yang selalu menjadi penenang bagi Carmila, kini terasa seperti hinaan tajam.
Tentu saja, Carmila tahu seluk beluk kehidupan Seraphina. Kehadiran Seraphina di Kediaman Duke selama ini didasari oleh keterpurukan finansial.
Sejak keluarganya bangkrut, ia terus-menerus dikejar utang, sehingga rentenir sering datang mencarinya.
Utang yang ditinggalkan ayahnya—yang kini entah ke mana itu, harus ditanggung Seraphina hanya karena statusnya sebagai seorang putri.
Melihat penderitaan Seraphina, Carmila merasa kasihan. Karena itu, ia mengizinkan Seraphina tinggal di Kediaman Duke hingga masalahnya selesai.
"Kau tahu, Carmila. Aku ingin memberikan hadiah sebagai rasa terima kasihku pada Duke yang sudah mengizinkan ku tinggal di kediaman. Kira-kira apa yang cocok, ya?"
Sebelumnya, Seraphina pernah meminta saran itu pada hari pertama ia datang ke Kediaman Duke. Ia beralasan, karena Carmila adalah istri Valerian, ia pasti tahu persis selera suaminya, dan ia sangat membutuhkan saran.
Ironisnya, Carmila lah yang sesungguhnya mengatur seluruh Kediaman, bahkan ia juga yang memberikan izin Seraphina menetap di sana.
Namun, Carmila sengaja merahasiakan hal itu darinya. Ia memilih untuk tidak membicarakan urusan internal Kediaman Duke demi menjaga wibawa Valerian di mata sahabatnya.
Meskipun demikian, perilaku Seraphina semakin hari semakin aneh.
Suatu hari, Carmila melihat Seraphina tengah bercanda akrab dengan Valerian.
Di hari lain, Seraphina pernah menggantikan Carmila memilihkan menu sarapan dan pakaian untuk Valerian di pagi hari, dengan alasan Carmila terlihat lelah.
Kadang, saat Carmila mencari Seraphina untuk mengajaknya minum teh, pelayan selalu menjawab Seraphina sudah lebih dulu pergi berjalan-jalan sendirian.
Carmila seharusnya sudah mencurigai sesuatu yang aneh sejak saat itu.
Namun, ia terus membiarkan dan mengabaikan semuanya hanya karena Seraphina adalah sahabatnya. Ia hanya berpegangan pada satu keyakinan: kedua orang itu tak mungkin mengkhianatinya.
Carmila memejamkan mata erat-erat, seolah ingin mengusir bayangan yang baru saja dilihatnya.
“Lho, Carmila. Kenapa kau minum teh sendirian? Kenapa tidak memanggilku?"
“Aku hanya ingin beristirahat sebentar setelah bekerja. Jadi, aku minum di sini dengan tenang,” jawab Carmila.
Meskipun adegan di taman masih terekam jelas di benaknya, jauh di lubuk hati, Carmila masih ingin memberi kesempatan terakhir. Ia mati-matian mencoba menyangkal apa yang telah disaksikannya. Ia ingin meyakinkan dirinya bahwa ia hanya salah lihat, bahwa Seraphina Clarice, sahabat lamanya, tak akan pernah tega mengkhianatinya sekeji ini.
Carmila memaksakan seulas senyum, lalu mencondongkan tubuh ke arah Seraphina. “Ada perlu apa, Seraphina?”
“Carmiilaa,” rengek Seraphina.
Seraphina melirik sekilas, lalu menggoyangkan tubuhnya dengan nada manja. Itu adalah kebiasaan lama yang selalu ia lakukan, jika ada sesuatu yang sangat ia inginkan.
“Aku mau minta tolong.”
“Minta tolong apa?”
Permintaan Seraphina selanjutnya cukup untuk membuat Carmila membeku, dan menghancurkan semua harapan terakhir yang sempat ia bangun.
“Bukan apa-apa, hanya saja, ulang tahun Duke Hamilton akan tiba seminggu lagi, bukan?” Seraphina melanjutkan ucapannya dengan semangat. “Jadi begini... bisakah kau membelikan ku gaun? Kurasa aku juga butuh gaun baru untuk menghadiri pesta ulang tahun Duke.”
Carmila menatap Seraphina dengan ekspresi wajah yang datar.
"Ini adalah pesta ulang tahun Duke, sang pemilik kediaman. Tentu saja, aku harus hadir, bukan?"
"Aku tidak punya gaun yang layak untuk di pakai.... Kau tahu keadaanku, Carmila."
Itu adalah permintaan yang benar-benar tak masuk akal.
Sejak Seraphina tinggal di Kediaman Duke, Carmila sudah memberikannya lebih dari lima gaun baru. Ia melakukan itu agar temannya bisa tetap menjaga kehormatannya di dalam Kediaman.
Tentu saja, semua gaun itu di beli Carmila dengan uang pribadinya, karena ia tidak mungkin menggunakan biaya Kediaman untuk kepentingan pribadi Seraphina.
"Gaun rancangan terbaru dari nyonya Charlotte terlihat sangat indah," ujar Seraphina. Mata wanita itu bersinar penuh harap.
Seraphina jelas yakin Carmila tidak akan menolak keinginannya.
"Maaf, tapi kali ini aku tidak bisa menuruti permintaanmu, Sera."
"Kenapa?" tanya Seraphina, nadanya mulai terdengar menuntut. Ia menatap Carmila tak percaya. Seumur hidup, ini pertama kalinya permintaannya ditolak—terutama oleh Carmila sendiri.
"Aku rasa aku sudah terlalu sering membelikanmu gaun," jawab Carmila, tenang.
"Tapi, gaun-gaun itu selalu yang murah, bukan? Kali ini, aku ingin memakai gaun yang lebih bagus."
"Aku bilang tidak," potong Carmila.
Itu adalah penolakan pertama yang pernah Carmila lakukan kepada Seraphina.
Andai Seraphina terlihat manis seperti dulu, Carmila mungkin akan mengalah dan membelikannya satu gaun lagi. Namun, kini ia tidak ingin melakukannya sama sekali. Lagipula, gaun mahal bukanlah barang yang murah.
Terkejut karena di tolak lagi, Seraphina tampak berusaha menenangkan Carmila. Ia segera melingkarkan lengannya, bersikap akrab seperti biasa.
"Ada apa denganmu, Carmila? Kau tahu betul keadaanku, bukan?" tanya Seraphina dengan nada manja yang di buat-buat.
"Aku juga sedang kesulitan akhir-akhir ini. Keuangan Kediaman Duke sedang tidak baik, dan aku sendiri tidak bisa sembarangan membuat gaun baru."
"Bohong! Aku melihatmu membuat gaun baru beberapa hari yang lalu!"
Seraphina terlihat sangat kesal karena ia menyaksikan sendiri Carmila memanggil penjahit untuk membuat gaun.
"Kau pikir aku tidak tahu, kau baru saja membuat gaun dari nyonya Charlotte beberapa hari lalu?" bantah Seraphina.
"..."
"Benar-benar keterlaluan. Aku juga ingin memakai gaun bagus! Selama ini, kau selalu membelikanku gaun murahan, dan hanya kau yang memakai gaun terbaik! Apa membelikan ku satu gaun lagi begitu sulit untukmu?" tuduhnya tajam.
"Kalau begitu, bagaimana denganmu?" tanya Carmila dingin.
"Hah? Maksudmu apa?"
"Apakah semua hal yang kulakukan untukmu selama ini kau anggap sebagai hal yang wajar?"
"..."
Carmila menatapnya dengan tajam.
Bagi Carmila, membuat gaun baru adalah hal yang wajar—bahkan sebuah keharusan. Karena ia adalah istri Duke dan nyonya Kediaman, ia harus tampil pantas di perayaan ulang tahun suaminya. Ia wajib memastikan gaunnya berkualitas baik, sebab ia tahu sorotan semua tamu akan tertuju padanya.
Namun, bagaimana dengan Seraphina?
Kenapa Seraphina merasa berhak dan wajar untuk menuntut gaun baru?
Sejujurnya, banyak hal lain yang ingin Carmila tanyakan.
Sejak kapan Seraphina mulai menyimpan perasaan pada Valerian? Apakah dia benar-benar bermain gila dengan suami sahabatnya itu? Seraphina pasti tahu bahwa Carmila benar-benar mencintai Valerian.
Meskipun banyak hal yang ingin ia katakan dan tanyakan, Carmila mati-matian menahan semuanya. Ia tidak boleh menunjukkan pada Seraphina bahwa ia sudah mengetahui perselingkuhan mereka.
Seraphina tampaknya menyadari bahwa Carmila bersikap sangat berbeda dari biasanya. Wanita itu terkejut, menarik napas dalam-dalam, dan segera meraih lengan Carmila.
"Carmila, kenapa kau tiba-tiba begini? Kau membuatku takut... Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanyanya panik.
"Lepasin," Carmila menepis tangannya, lalu kembali melanjutkan ucapannya.
"Dan ada satu hal lagi yang ingin ku katakan."
"Apa itu...?" tanya Seraphina hati-hati, kegugupan terlihat jelas di matanya.
Carmila menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. "Sekarang juga... kau harus pergi dari Kediaman Duke."
......................
Sepanjang sore itu, suasana hati Carmila benar-benar buruk. Mustahil ia bisa merasa baik. Dampak dari pemandangan yang ia saksikan di taman mulai memukulnya telak.
Suami satu-satunya, dan sahabat yang ia anggap paling dekat, berselingkuh. Semakin dipikirkan, semakin amarah Carmila membuncah.
'Ini sudah melewati batas. Aku benar-benar tidak bisa menerimanya.'
Poin yang paling membuat Carmila marah adalah kenyataan bahwa kedua orang itu mungkin telah mempermainkannya selama bertahun-tahun.
Sejak kapan hubungan terlarang mereka di mulai? Di sudut-sudut Kediaman ini, seberapa sering mereka bertemu secara diam-diam? Di tempat-tempat yang penuh dengan jejak keberadaan Carmila, seberapa sering mereka saling membisikkan kata cinta?
Memikirkan semua itu, Carmila tidak sanggup lagi melihat Seraphina berkeliaran di Kediaman ini.
Ketika Carmila menyuruhnya pergi tanpa memberinya alasan, Seraphina terus memohon dan merengek padanya, hingga akhirnya wanita itu menangis tersedu-sedu dan terpaksa meninggalkan ruangan.
Dulu, air matanya pasti akan meluluhkan hati Carmila. Namun, kini tidak lagi.
'Air mata palsu itu malah semakin membuatku jijik,' batinnya.
Setelah melihat sikap Seraphina tadi, Carmila semakin yakin. Mungkin, dia memang tidak pernah tulus menganggapnya sebagai sahabat.
Saat Carmila berusaha menenangkan diri dan kembali fokus pada pekerjaannya, Kepala Pelayan Elara menghampirinya dengan raut wajah bersemangat.
"Nyonya, Duke Valerian meminta Anda untuk makan malam bersama."
Kepala pelayan itu mendekat dan berbisik penuh harap. "Lihat, Nyonya, sepertinya Duke akhirnya kembali memperhatikan Anda...!"
Valerian Hamilton.
Suaminya itu memang menjadi sangat dingin dan kaku setelah tiga tahun pernikahan mereka.
Dulu, di awal pernikahan, Valerian adalah pria yang selalu menyempatkan diri makan malam bersamanya, tetapi kini kebiasaan itu telah lama menghilang. Belakangan ini, ia sering membatalkan janji makan malam dengan alasan sibuk atau ada urusan mendadak.
Carmila tahu Kepala Pelayan Elara menyampaikan kabar ini dengan gembira, menyangka Valerian ingin memperbaiki hubungan mereka yang dingin.
Kebetulan sekali, setelah Carmila berkonflik dengan Seraphina siang tadi, Valerian mengajaknya makan malam. Apakah ini benar-benar hanya kebetulan?
Carmila merasa ia tahu persis apa urusan Valerian.
Meskipun demikian, ia memutuskan untuk tetap menghadiri jamuan makan malam itu dengan tenang. Carmila ingin mendengar apa yang akan dikatakan suaminya. Ia akan mendengarkannya, sama seperti ia mendengarkan permintaan Seraphina Clarice siang tadi.
Itu adalah harapan terakhirnya.
Harapan yang sering dimiliki pasangan yang dikhianati: berharap bahwa semua yang di saksikan adalah salah, atau jika pun perselingkuhan itu nyata, setidaknya Valerian akan mengakui kebenarannya di hadapannya.
Ketika Carmila berjalan menuju ruang makan, Valerian yang sudah duduk di meja langsung berdiri.
"Carmila. Kau datang?"
"..."
"Mari, duduk di sini. Aku memanggilmu karena ingin makan malam bersamamu setelah sekian lama."
Tidak seperti biasanya, Valerian bahkan menarik kursi dan mempersilakan Carmila duduk di tempatnya.
Di atas meja sudah tersaji menu-menu yang Valerian pesan secara khusus. Ada sup, salad, dan steak—semuanya hidangan mewah yang tidak biasa mereka santap sehari-hari.
"Ini anggur kesukaanmu. Aku sengaja mencarinya, untuk mengenang masa-masa indah kita saat baru menikah."
Valerian menuangkan anggur yang tampak mahal ke gelas Carmila. Memang benar, itu adalah merek anggur yang sering mereka minum di awal pernikahan.
Valerian juga mengisi penuh gelasnya sendiri, lalu mengangkatnya ke arah Carmila, mengajaknya bersulang.
TING!
Suara benturan gelas anggur itu bergetar, memecah keheningan meja makan.
Saat mereka mulai menyantap hidangan, Valerian memotong steak-nya lalu bertanya, "Bagaimana harimu? Kau pasti sudah bekerja keras hari ini, Istriku."
"..."
Valerian kemudian menyerahkan piring steak yang sudah terpotong rapi itu pada Carmila, lalu mengambil piring Carmila untuknya.
Carmila hanya bisa memandanginya dalam diam.
Sungguh aneh. Valerian adalah pria yang dulu begitu ia cintai. Ada saat-saat di mana ia merasa tidak akan sanggup hidup tanpa suaminya.
Namun, kenapa setiap tindakan Valerian sekarang terasa menjijikkan di matanya? Padahal, semua perilaku penuh perhatian Valerian ini adalah persis sama dengan yang ia lakukan saat mereka berada di puncak cinta.
"Carmila, aku minta maaf karena belakangan ini aku tidak terlalu memperhatikanmu."
"..."
"Meskipun begitu, aku selalu berterima kasih padamu. Jika bukan karena dirimu, Kediaman kita pasti sudah hancur total," lanjutnya.
Kediaman Duke Hamilton dulunya adalah salah satu keluarga terpandang di Kekaisaran. Namun, beberapa tahun terakhir, mereka kehilangan reputasi secara drastis setelah kasus korupsi para pengikut mereka terungkap.
Wajar jika ayah Carmila tidak menyukai Duke Hamilton.
Namun, karena itu adalah satu-satunya pernikahan putri semata wayangnya, ayah Carmila memberikan bantuan finansial yang sangat besar. Kediaman Duke Hamilton berhasil di selamatkan dari ambang kehancuran.
Apa yang di katakan Valerian benar: Jika bukan karena Carmila, Kediaman Duke Hamilton pasti sudah hancur.
'Mungkin saat itu ia hanya membutuhkan bantuanku... jadi ia merayuku,' batin Carmila.
Satu adegan ciuman yang di saksikan Carmila pagi tadi telah menciptakan ribuan keraguan di benaknya.
Hal-hal yang dulu tidak terlihat kini mulai terkuak dengan jelas. Mungkin... Valerian tidak pernah mencintai Carmila sama sekali.
"Carmila. Ngomong-ngomong, ada satu hal yang ingin kutanyakan."
Valerian menyesap anggurnya, lalu dengan ragu ia mengakhiri keheningan itu, sambil mencuri pandang dan mengamati reaksi Carmila.
"Ini tentang Seraphina."
"..."
"Kenapa tiba-tiba kau ingin mengusirnya dari Kediaman ini?"
Carmila hanya bisa memandanginya dalam diam. Ia sudah menduga ada maksud tersembunyi di balik ajakan makan malam Valerian yang tiba-tiba ini.
'Ternyata dugaanku benar. Alasannya benar-benar karena Seraphina Clarice.
Mendengar nama Seraphina keluar dari mulut Valerian, hati Carmila terasa hancur. Usahanya untuk berpikir positif kini benar-benar musnah. Semua keraguan di benaknya perlahan berubah menjadi kepastian yang menyakitkan.
"Apa Seraphina mendatangimu dan memintamu menyelesaikan masalah ini?" tanya Carmila dengan nada dingin.
"Iya. Dia tiba-tiba datang menemuiku dan mengatakan semuanya," jawab Valerian.
Valerian sempat terdiam sebelum akhirnya bertanya lagi dengan hati-hati, “Carmila, aku hanya ingin tahu… kenapa keputusanmu tiba-tiba berubah? Bukankah dulu kamu sendiri yang mengizinkan Nona Seraphina masuk ke kediaman ini?”
Carmila menatap lurus ke arah suaminya.
'Kau tahu, Valerian. Dulu, aku selalu berpikir kau akan berada di sisiku. Aku berpegangan pada setiap kata manis yang kau ucapkan, setiap janji untuk selalu mendampingiku. Kini, dihadapkan pada pertanyaanmu yang polos tentang sahabatku, semua janji itu terasa seperti debu.' Batinnya.
Carmila selalu berpikir janji-janji itu akan abadi. Namun, pada akhirnya cinta memang bisa berubah. Atau mungkin, manusianya yang berubah.
Dadanya terasa sesak. Ia baru saja tersadar akan kenyataan yang begitu menyakitkan.
Carmila memaksakan seulas senyum ke arah Valerian. "Aku tidak punya alasan khusus. Memangnya tidak boleh jika aku tiba-tiba berubah pikiran?" tanya Carmila.
"Apa?" Valerian terkejut.
"Ah, tidak. Aku punya alasan," koreksi Carmila.
TAK.
Carmila menusuk salad dengan garpu dan mengangkatnya.
"Meskipun Seraphina adalah sahabatku, membiarkannya tinggal terlalu lama di Kediaman akan memicu gosip di antara para pelayan," jelas Carmila dengan tenang.
"..."
"Aku hanya berpikir, sudah saatnya ia di keluarkan. Itu saja," ucap Carmila, tatapannya tajam.
Carmila melahap habis salad yang disajikan sebagai hidangan pembuka.
"Tapi Carmila, urusan Seraphina dengan rentenir belum selesai."
"..."
"Itu kan alasanmu pertama kali mengizinkannya tinggal di sini. Kau berjanji akan melindunginya sampai masalahnya selesai. Jika kau mengusirnya sekarang, bukankah itu sama saja dengan melemparkannya kembali ke sarang rentenir?"
Carmila meletakkan garpunya di piring, lalu menatap Valerian.
"Kamu, akhir-akhir ini terlalu membela Seraphina. Jangan-jangan… kamu punya hubungan dengannya?"
Valerian langsung menegang, wajahnya memucat mendengar tuduhan itu.
"Ti-tidak! Bukan seperti itu!" ia buru-buru membela diri. "Aku hanya merasa aneh saja… kamu sendiri yang dulu mengizinkan Nona Seraphina masuk ke kediaman ini, tapi sekarang malah ingin mengusirnya sebelum semua jelas. Itu yang membuatku bingung."
"Maaf, tapi keputusanku tidak berubah, Valerian," tegas Carmila dingin. "Dan sampaikan padanya agar ia keluar dari Kediaman ini sebelum pesta ulang tahunmu. Jika aku yang melihatnya, ia pasti akan datang lagi dan memohon sambil menangis."
Melihat suaminya membela sahabatnya, selera makan Carmila benar-benar hilang. Rasa pahit menyelimutinya. Ia tidak ingin berlama-lama berada di dekat Valerian.
Carmila mengambil serbet, mengelap bibirnya, lalu bangkit dari kursi.
"Kalau begitu, aku permisi. Silakan nikmati hidanganmu."
Setelah mengucapkan kata-kata itu, Carmila tersenyum tipis, berbalik, dan melangkah menjauh.
Valerian hanya bisa terpaku, menatap punggung Carmila yang perlahan menghilang.
......................
Setelah meninggalkan ruang makan, Carmila tidak bisa menahan kekesalannya lebih lama lagi.
Ia diam-diam menyelinap keluar, dan hanya meninggalkan secarik catatan.Tentu saja, ia beralasan bahwa ia akan mengunjungi Kediaman Count Belmonte (ayahnya).
Tempat sebenarnya yang ingin ia kunjungi adalah sebuah bar rahasia di pusat Ibu Kota, bernama 'Le Voile.'
Bar ini adalah satu-satunya tempat di mana pengunjung harus masuk dengan mengenakan topeng. Inilah satu dari sedikit tempat yang memungkinkan Carmila minum tanpa takut identitasnya terbongkar, dan ini adalah alasan ia rela menempuh perjalanan dua jam dari wilayah Duke ke Ibu Kota.
"Nyonya Mila? Astaga, lama tidak bertemu," sapa seorang bartender yang masuk ke bar saat melihat Carmila.
"Ya... Halo," balas Carmila.
Tempat ini adalah bar yang sering ia kunjungi secara diam-diam saat ia masih menjadi Nona Muda dari Keluarga Count Belmonte, sebelum menikah. Ayahnya mendorong Carmila untuk berinteraksi dengan dunia luar, memberinya kebebasan lebih dari gadis bangsawan lainnya. Karena itulah, ia terkadang mengunjungi bar seperti ini untuk melepaskan tekanan hidupnya.
Sejak menjadi Duchess, Carmila tidak pernah lagi mengunjungi tempat ini demi menjaga kehormatan. Bagaimanapun juga, karena pernah menjadi pelanggan setia, staf lama di sana sering kali langsung mengenali topeng kelincinya.
"Ngomong-ngomong, sepertinya hari ini Nyonya Mila sedang dalam suasana hati yang buruk," ujar bartender itu.
"Ya. Hari ini ada hal yang sangat tidak menyenangkan terjadi," jawab Carmila.
"Hmm." Bartender itu menatap gelas-gelas minuman di depan Carmila, lalu berkata, "Bagaimana kalau saya tebak apa yang terjadi pada Nyonya?"
"..."
"Menurut saya... Suami Anda berselingkuh! Benar, bukan?"
Carmila terperanjat, ia langsung mengangkat kepalanya karena terkejut.
Melihat reaksi Carmila, bartender itu tersenyum tipis.
"Kebanyakan pelanggan kami, terutama para nyonya bangsawan yang setia, akan berhenti mengunjungi Bar ini setelah menikah. Lalu, suatu hari, mereka tiba-tiba muncul dan langsung menenggak minuman berulang kali? Aku tahu betul apa alasannya, suami mereka pasti sedang membuat masalah. Dan sebagian besar masalah itu adalah perselingkuhan."
Singkatnya, Carmila adalah wanita yang diselingkuhi suaminya, seperti yang dikatakan Bartender itu.
Carmila merasa dirinya mendadak terlihat menyedihkan, tetapi ia tidak bisa membantah, karena semua perkataan Bartender itu benar. Perselingkuhan Seraphina dan Valerian sudah terjadi.
"Kalau begitu, berikan aku satu gelas lagi. Kau tahu whiskey kesukaanku, kan?"
"Baik. Gelas whiskey ini akan saya berikan gratis."
Bartender itu meletakkan es batu di gelas tersebut, lalu menuangkan whiskey ke dalamnya.
Saat Carmila sedang menikmati whiskey dinginnya, Bartender itu kembali membuka suaranya, "Nyonya Mila, maukah saya ceritakan satu fakta yang menarik?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!