“Jika kau tidak bisa dimiliki, lebih baik kau tiada," bisik pria itu di telinga Eyliana. Penglihatan Eyliana mulai kabur, ia hanya bisa melihat senyum lelaki itu. Ia tidak bisa berteriak karena rasa takut dan sakit yang luar biasa. Ambulans datang terlalu lama, membuat Eyliana kehilangan nyawanya. Tapi itu bukan akhir dari segalanya, melainkan awal lembaran cerita bagi Eyliana.
Flashback
Malam Hari di Suatu Keluarga
"DASAR KAU ISTRI TIDAK BERGUNA!! KAU HANYA BERSANTAI DI RUMAH. SEDANGKAN AKU HARUS BEKERJA KERAS" teriak seorang pria paruh baya sambil menampar istrinya dengan sangat keras.
Suasana tegang di rumah yang dihuni orang tua dan seorang anak ini sering terjadi. Ayah yang pulang dengan keadaan mabuk berat dan tercium aroma alkohol di seluruh tubuhnya adalah hal yang tidak asing lagi. Ibu yang sering menjadi samsak tinju ketika ayah tersulut amarah sedikit saja. Entah apa yang mereka ributkan setiap harinya. Mungkin karena tidak ada makanan di meja makan, tumpukan piring kotor, atau mungkin karena melihat wajah istri yang menurutnya kurang menarik. Entahlah, semua bisa menjadi alasan pertengkaran.
Sementara itu, anak perempuan mereka satu-satunya sedang duduk membaca komik di dalam kamar. Ia mendengar pertengkaran kedua orang tuanya, tetapi tetap tersenyum. Seolah-olah kamarnya kedap suara, atau telinganya sudah terbiasa. Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka lebar dengan suara keras. 'BRAKK!'
"EYLIANA! ANAK INI! SUDAH KU KATAKAN CEPAT TIDUR! KENAPA KAU BELUM JUGA TIDUR?!" seru ibunya, memasang wajah kesal karena anaknya membaca komik dengan wajah bahagia.
Ibu itu merasa kesal karena hanya dialah yang menderita di kehidupan ini. Eyliana menatap ibunya dengan wajah datar. Jika dia masih berumur lima tahun, ia akan takut, menangis, dan gemetar hebat melihat wajah ibunya yang marah. Tetapi tidak untuk Eyliana yang sudah berusia 16 tahun. Kebiasaan ini menuntut Eyliana menjadi anak yang kuat, mati rasa, dan lupa cara menangis. Eyliana hanya menatap ibunya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Ibu itu mendekati Eyliana dengan langkah berat dan merebut komik di tangannya dengan paksa. "BACA KOMIK?! TIDAK ADA GUNANYA! LAKUKAN LAH YANG BERGUNA. KAU PIKIR JIKA MEMBACA KOMIK DAPAT MENGHASILKAN UANG HAH?" katanya sambil merobek setiap halaman buku Eyliana, seolah-olah amarahnya tersalurkan di setiap sobekan.
Ia lalu melemparkan robekan kertas itu ke wajah Eyliana dengan kasar. Wajah Eyliana tidak bisa menyembunyikan kebencian yang sudah terpendam selama 16 tahun. Ibu yang melihat wajah itu tak segan-segan meninju anak kandungnya sendiri. 'BUKGG!'
Eyliana hanya merintih kesakitan sambil memegang pipi kanannya. Rahang bawahnya terasa seperti ingin lepas, dan ia bisa merasakan darah keluar dari sudut bibirnya.
"Sial. Aku belum selesai baca bukunya dan itu buku baru yang aku beli," gumam Eyliana pelan, hanya mengkhawatirkan komiknya.
Ibunya yang mendengar samar-samar, mempertanyakan perkataan Eyliana. "APA KAU BILANG?! BAGAIMANA BISA KAU MENGATAKAN ITU! DASAR ANAK YANG TIDAK DI UNTUNG" tanyanya sambil mengepalkan kedua tangannya dengan kuat.
Eyliana menatap ibunya, lalu menggelengkan kepalanya. "Apa Ibu sudah puas memukul saya hanya sekali?" tanyanya dengan wajah datar.
Seolah-olah ini adalah hal biasa baginya, setelah ibu dimarahi ayah, ia akan melampiaskan amarahnya pada anak kandungnya. Ibu Eyliana sangat kesal mendengar perkataan itu dan tidak bisa menahan diri. Ia memukulinya secara brutal. Ditampar, ditinju, ditendang, dan rambutnya ditarik, seolah-olah Eyliana adalah boneka pelampiasan amarah. Jangan tanya seberapa sakit fisiknya. Berulang kali ia merintih, tetapi air matanya tidak menetes lagi. Eyliana hanya menahan rasa sakit itu sambil merapatkan giginya.
Ibu dan ayah Eyliana selalu mengatakan bahwa Eyliana tidak berguna. Anak yang tidak bisa diatur. Tidak bisa dibanggakan. Anak yang membawa sial. Eyliana sendiri tidak pernah tahu alasan kedua orang tuanya sangat membenci dirinya.
"TIDAK SEHARUSNYA KALIAN MELAHIRKANKU!! SAYA TIDAK PERNAH MENGHARAPKAN INI SEMUA" adalah kata yang sering terucap oleh Eyliana saat ia kesal pada orang tuanya.
Meskipun Eyliana tidak diurus oleh orang tuanya, beberapa tetangga bersimpati padanya. Ada yang memberinya uang jajan dan makanan. Terkadang, Eyliana juga diizinkan tidur di rumah mereka jika kondisi rumahnya sedang tidak baik.
"Kau anak yang cantik, tapi kau tidak beruntung memiliki keluarga seperti itu," kata salah satu tetangganya sambil mengelus kepalanya.
Eyliana tersenyum mendengar ucapan bibi tetangga itu. "Ehei, aku orang yang beruntung karena bisa bertemu Bibi yang baik hati, walaupun mendapat orang tua seperti itu," kata Eyliana dengan ceria. Mendengar pujian Eyliana membuat Bibi itu tersenyum malu. “Apakah aku harus mengangkatmu jadi anak?” Kata Bibi itu mencubit pipi Eyliana yang tertawa. “Sayang sekali anak Bibi semua perempuan, Jika ada lelaki, akan aku jodohkan kalian” Kata salah satu Bibi lain yang sedang bersamanya. Mereka tertawa begitu juga Eyliana. Tapi hati Eyliana sedikit kesal walaupun dia harus memasang wajah ceriannya. ‘Aku bukan barang yang dimiliki sesukanya’ Pikir Eyliana di pelukan salah satu Bibi tetangganya.
Bibi itu hanya mengelus kepala Eyliana. Anak itu berjuang hidup dengan kasih sayang dari orang lain. Eyliana tidak masalah harus berakting lucu, baik, manis, dan sopan di depan para tetangga untuk mendapatkan simpati, meskipun ia tidak menginginkan belas kasihan. Itu karena pada dasarnya orang tuanya tidak mengurusnya dengan benar.
Satu tahun kemudian, waktu terasa cepat berlalu, tetapi tidak bagi Eyliana yang merasakan lambatnya setiap hari. Eyliana kini sudah berusia 17 tahun. Dia berjalan memasuki ruangan yang sudah dipenuhi orang-orang berpakaian hitam. Setiap langkah Eyliana, membuat orang di ruangan itu terdiam dan memperhatikannya. Kini dia berdiri di depan foto orang tuanya yang baru saja meninggal dunia karena kecelakaan. Ruang duka itu penuh dengan dupa dan bunga putih. Beberapa kerabat berdiri di belakang pintu, khawatir dengan keadaan Eyliana setelah ditinggalkan kedua orang tuanya. Ruangan itu beraroma menyengat dan menyesakkan bagi Eyliana hingga beberapa kali menahan nafasnnya.
Namun, "Teryata butuh tujuh belas tahun. Akhirnya hari ini datang juga," gumam Eyliana pelan sambil tersenyum tipis.
Ia menaruh sekuntum bunga mawar hitam yang ia cat sendiri menggunakan tinta hitam di depan foto itu. ‘Bukankah itu bagus untuk kalian?’ Pikir Eyliana melihat tinta hitam pada bunga mawar masih menetes di peti orang tuanya. Mawar hitam lebih pantas daripada warna merah untuk kedua orang tuanya. Itulah di benak gadis yang sudah berumur tujuh belas tahun ketika menatap peti ayah ibunya.
"Aku harap neraka akan menyambut kalian dengan pintu terbuka sangaaaat lebar," gumamnya.
Ia menutup mulut, pundaknya mulai bergetar. Ia menahan tawa karena bahagia dengan apa yang telah terjadi. Ia merasa 17 tahun hidupnya seperti drama komedi yang berakhir tragis untuk antagonis, sementara peran utama bahagia karena antagonis mati. Ia berjalan keluar ruang duka dan menepuk pundak salah satu bibinya.
"Terserah mereka mau ditaruh mana. Saya sudah tidak peduli," bisiknya pelan pada bibi yang merupakan adik ibunya. Bibi itu sedikit terkejut dengan ucapan Eyliana yang mengatakan ‘ditaruh mana’ seolah orang tua kandungnya adalah barang bekas.
Hatinya sudah mati, dan ia tidak percaya lagi dengan kalimat 'keluarga'. Menurut Eyliana, keluarga adalah kata yang paling menyeramkan, menyesakkan, menyakitkan, dan Sampah. Ya! Sampah, pikirnya. Untungnya ia sudah menginjak usia dewasa sehingga tidak memerlukan wali lagi.
Bersambung….
Sembilan tahun kemudian. Eyliana, 26 tahun.
"Terus, Ey, pose seperti itu! Bagus! Kamu sangat cantik, Eyliana," kata seorang fotografer.
Eyliana berpose dalam berbagai gaya untuk iklan merek pakaian ternama di negara itu. Parasnya yang cantik dan tubuhnya yang ideal membuatnya cocok mengenakan pakaian apa pun. Bahkan pakaian murahan pun akan terlihat menawan jika Eyliana yang menjadi modelnya. Kini, ia sudah menjadi sosok terkenal sebagai model sekaligus aktris.
Setelah orang tuanya meninggal, ia menjual semua peninggalan mereka, termasuk perhiasan milik ibunya, sebagai modal hidup. Dengan modal seadanya, wajah cantik, tubuh ideal, dan bakat akting, ia berhasil memutar otak untuk menarik perhatian beberapa agensi. Ia memang ahli dalam berakting, sebab itu adalah kebiasaan lamanya untuk mendapatkan perhatian tetangga. Tak disangka, beberapa agensi tertarik padanya. Ia lantas berakting seolah dirinya sangat berharga, mengadu domba agensi-agensi tersebut agar berlomba-lomba merekrutnya dengan bayaran tinggi.
"Oke, Eyliana, kamu bisa istirahat. Sesi hari ini sudah selesai," kata fotografer sambil mengacungkan jempol. Seketika, tepuk tangan beberapa kru terdengar sebagai apresiasi.
Tak lama kemudian, dua wanita dan satu lelaki mendekati Eyliana. Salah satu wanita itu adalah penata rias pribadinya, dan yang lainnya adalah asisten pribadinya. Sementara itu, lelaki tersebut adalah manajer pribadinya.
"Kegiatan Anda hari ini sudah selesai. Selanjutnya, Anda bisa istirahat di apartemen. Jangan lupa memakai masker wajah sebelum tidur karena besok ada syuting jam 7 pagi. Jadwal besok lebih padat daripada hari ini. Jangan tidur larut malam, Eyliana. Kalau Anda tidur malam lagi, ruang baca komik Anda akan saya bakar," kata manajernya dengan nada tegas.
"Baiklah, baiklah. Kamu tidak perlu mengancamku, Raka," sahut Eyliana sambil menahan tawa. Ia yakin Raka tidak akan pernah berani membakar koleksi komiknya.
"Kak Ey, pakaian ganti dan sopir sudah siap," kata asisten pribadinya.
"Terima kasih, Raraku," jawab Eyliana sambil mengelus kepala asistennya yang imut.
Rara tersenyum senang karena memiliki atasan yang baik hati dan ramah seperti Eyliana. Awalnya, Eyliana hanya berakting baik kepada mereka. Namun, seiring berjalannya waktu, Eyliana merasa nyaman dengan ketulusan Raka dan Rara.
Eyliana duduk di kursi belakang mobil bersama manajernya, Raka, sementara Rara duduk di depan bersama sopir. Selama perjalanan, Eyliana fokus membaca komik. Suasana hatinya berubah-ubah mengikuti alur cerita yang dibaca. "Huhuhu," tiba-tiba Eyliana menangis sambil menutup bukunya. Raka dan Rara tidak terkejut melihat Eyliana yang tiba-tiba menangis atau tertawa saat membaca buku.
"Ceritanya menyedihkan, tapi syukurlah akhirnya bahagia sampai aku terharu," kata Eyliana sambil menyeka air matanya dengan tisu yang diberikan oleh Raka.
"Aku tidak pernah melihatmu menangis, kecuali saat membaca buku," kata Raka. Eyliana tertawa keras mendengar perkataan Raka. Perubahan suasana hati yang cukup ekstrem membuat Raka sedikit khawatir.
"Bagaimana bisa aku menangis dengan kehidupanku yang lucu ini? Lihatlah sekarang. Aku kaya raya, terkenal, dan cantik. Bahkan aku bisa pensiun dini jika mau. Jadi, apa yang harus kutangisi? Jika suatu saat aku menangis, aku akan mengelap ingus dan air mata dengan selembar uang," kata Eyliana dengan bangga sambil menatap Raka.
Tak lama kemudian, Rara menimpali, "Itu benar! Saat ini tidak ada yang perlu ditangisi. Tapi kalau Kak Ey menangis, aku akan menjadi bahu pertama untuk bersandar." Rara tertawa, diikuti oleh Eyliana. Raka yang mendengar percakapan mereka hanya menggelengkan kepala, seolah menyerah dengan obrolan tersebut.
"Ngomong-ngomong, Kak Ey, aku punya beberapa rekomendasi buku roman yang baru saja aku baca. Mau tidak? Besok aku akan membawakannya," kata Rara sambil menoleh ke belakang, mencoba menatap wajah Eyliana.
"Benarkah? Boleh bawakan malam ini? Jika ceritanya menarik, aku akan beli sendiri untuk koleksiku," jawab Eyliana penuh semangat. Rara mengangguk senang.
"Repot sekali. Komik 'kan sekarang bisa baca di internet," timpal Raka tiba-tiba.
"Eits, kalau begitu tidak seru. Sebagai kolektor komik, memiliki bentuk fisik adalah hal yang menyenangkan. Memiliki perpustakaan sendiri dengan jutaan komik adalah impianku sejak kecil. Lagipula, kalau aku mudah mengakses bacaan itu, pasti aku lupa dengan pekerjaanku sekarang. Hmm... Tapi itu ide bagus juga, sih. Mungkin sudah saatnya aku pensiun. Soalnya aku sudah kaya raya. Uangnya cukuplah untuk masa tuaku," kata Eyliana, menggoda Raka. Wajah manajernya terlihat sedikit panik mendengar perkataan itu.
"Jangan bercanda! Anda masih terlalu muda untuk pensiun," kata Raka.
Kata-kata itu disambut tawa Eyliana dan Rara karena melihat wajah Raka yang panik. Mereka berdua tahu bahwa Raka adalah orang yang gila kerja. Jika Eyliana pensiun, Raka juga harus mencari pekerjaan baru. Eyliana tahu Raka sangat menghormati dan menghargainya. Setiap kali berbicara dengan Eyliana, Raka selalu menggunakan bahasa formal. Walaupun Eyliana pernah melarangnya, Raka tetap tidak mengacuhkannya.
Syuting Hari Berikutnya
Keesokan harinya, di lokasi syuting.
"Dan... CUT! Bagus sekali, Eyliana. Kita tidak perlu banyak mengulang adegan karena aktingmu sangat bagus," puji sutradara sambil tersenyum cerah. Ia merasa Eyliana adalah aktris yang mudah diarahkan. Dengan begitu, sang sutradara merasa puas karena tidak banyak membuang waktu.
Eyliana tertawa mendengar pujian tersebut. "Hahaha, terima kasih atas pujiannya. Ini juga berkat lawan mainku yang hebat," katanya, sambil memuji pemeran pendukung.
Sebenarnya, kata-kata itu sudah menjadi kebiasaan Eyliana untuk membangun citra baik di mata orang lain. Tidak hanya di depan penggemar, tetapi juga di hadapan semua kru di balik layar. Usahanya berhasil. Semua kru menatap Eyliana dengan kagum.
"Sifat Eyliana dan parasnya sungguh luar biasa, ya. Dia tidak serakah karena pujian. Bahkan ia juga memuji pemain pendukungnya," kata salah satu kru kepada kru lainnya.
Eyliana berjalan menuju kursi khusus miliknya di pinggir lokasi. Minuman dan makanan sudah tersedia di samping meja dekat kursinya. Di dekatnya, ada manajer, asisten, dan penata rias pribadinya.
"Rara, coba bawakan komik yang kamu berikan tadi pagi. Aku akan melanjutkan membacanya," kata Eyliana sambil merasakan sentuhan kuas rias di pipinya. Rara mengambil buku komik dari tasnya, lalu memberikannya kepada Eyliana.
"Bagaimana? Bagus, 'kan, ceritanya?" tanya Rara penuh keyakinan.
Eyliana menerima buku dari tangan Rara. "Hmm... Dari judulnya saja sudah aneh. 'To Be Queen'? Lalu konfliknya tidak banyak. Seperti kaisar yang terjangkit penyakit, konflik pertemanan masa kecil. Lalu? Entahlah. Dari ceritanya, aku sudah bisa menebak tokoh utama akan bersama Pangeran Ketiga karena dia selalu muncul. Hahaha, mudah sekali ditebak," jelas Eyliana dengan wajah datar kepada Rara.
"Eh, Kak Ey baru selesai membaca dua dari empat seri. Tapi, penggambaran Pangeran Ketiga memang tampan, 'kan? Selain tampan, dia juga pintar. Tidak salah kalau tokoh utamanya akan berakhir dengannya," kata Rara dengan penuh semangat.
Eyliana hanya tertawa melihat selera Rara yang membaca komik hanya karena gambar tokoh utama pria yang bagus. Namun, sepertinya Rara tidak menyadari bahwa ia sudah melakukan spoiler.
Di sisi lain, kehidupan dalam komik 'To Be Queen' bukanlah selera Eyliana. Dalam cerita, tokoh utama wanita memiliki keluarga yang bahagia dan tenteram, dengan sifat anggun dan pintar, ditambah tiga pangeran sebagai kandidat calon suaminya. Komik ini benar-benar seperti mimpi atau harapan hidup penulisnya. 'Mana ada hidup berjalan semulus itu,' pikir Eyliana.
"Hei, Rara, cerita akan lebih menarik jika ada hal-hal menegangkan. Seperti munculnya monster, pembunuhan raja untuk naik takhta, atau reinkarnasi yang menghindari tokoh jahat. Tapi ini hanya roman dengan wanita yang sempurna dan pangeran tampan saja. Kehidupan tidak semulus ini. Ini benar-benar mustahil. Tapi jika aku menjadi ratu di kekaisaran tersebut, aku mungkin akan mengamuk karena raja punya dua selir. Hahaha, tapi aneh, kenapa mereka terlihat damai dengan adanya pasangan lain? Padahal itu bisa menjadi konflik yang bagus," kata Eyliana sambil membuka halaman terakhir yang dia baca.
"Selir, ya? Hmm... Benar juga. Tapi mungkin Kak Ey belum sampai puncak konfliknya. Nanti rajanya meninggal karena sakit hingga tidak bisa melihat tokoh utama wanita menikah pada usia 20 tahun. Lalu ada tokoh antagonis wanita, terus nanti ada lelaki... Ups, kenapa aku spoiler terlalu banyak," kata Rara sambil menutup mulutnya karena sadar ia sudah menceritakan inti komik.
"Menikah di umur 20 tahun?! Gila! Coba lanjutkan ceritamu," kata Eyliana sambil menutup kembali buku komiknya.
"Kak Ey! Jangan begitu! Kakak harus membacanya sampai selesai!" kata Rara, menatap Eyliana dengan sedikit kesal.
"Haha, baiklah, baiklah. Aku akan membacanya nanti karena sutradara memanggilku," kata Eyliana, melihat sutradara film sudah mengangkat tangannya, memberi isyarat kepadanya untuk datang.
Malam Hari di Apartemen EylianaDi apartemen Eyliana, pukul 22.30, Eyliana sedang menggunakan masker wajah dibantu Rara. Mereka hanya berdua di unit apartemen. Tiba-tiba, bel pintu berbunyi, lalu terdengar suara orang yang menekan kata sandi pintu, tetapi sandinya salah. Eyliana berdiri dari sofa dan menatap Rara dengan bingung. Orang di balik pintu apartemen itu kembali menekan kata sandi berkali-kali, seolah mencoba masuk secara paksa.
Eyliana berjalan dan menekan tombol kamera di balik pintu. Terlihat seorang pria tinggi berdiri dengan gelisah di depan pintu. Pria itu memakai tudung hitam. Tangan Eyliana gemetar melihat orang tersebut.
"Sepertinya dia kembali lagi," kata Rara pelan. Rupanya, ia juga takut saat menatap Eyliana.
"Aku harus telepon Raka," kata Eyliana sambil mengambil ponsel di meja ruang tengah. Ia menekan beberapa tombol sebelum menempelkan ponsel itu ke telinga.
"Ha-Halo? Raka? Tolong. Fans fanatik itu datang lagi," jelas Eyliana dengan suara sedikit bergetar.
Hidup menjadi artis dan model terkenal di negara ini memang tidak mudah. Selain mendapatkan banyak penggemar karena Eyliana cantik dan ramah, ia juga memiliki fans fanatik, haters, dan fans dari artis lain yang membencinya. Beberapa artis tidak menerima kehadiran Eyliana yang tiba-tiba melambung tinggi, mengalahkan artis senior.
Beberapa kali Eyliana kesulitan dalam kehidupan sehari-harinya karena fans fanatik semakin parah menguntit dirinya. Sudah tiga kali ia pindah tempat tinggal, tetapi tetap saja selalu ada yang mengetahuinya. Ia juga sempat kesulitan bergaul dengan artis lain. Eyliana merasa dikucilkan, meskipun ada beberapa artis lain yang bersikap baik padanya. Ia merasa bahwa kebaikan itu tidak tulus, melainkan hanya butuh popularitas atau social climbing.
Eyliana pun terbiasa dengan kondisi sosial tersebut. Dengan keadaan sekarang, Eyliana semakin tidak percaya pada sebuah ikatan khusus, baik itu dalam arti keluarga maupun teman. Bahkan, ia juga sulit memiliki pasangan. Ia tidak pernah berciuman, kecuali saat berakting.
Kini, ia hanya percaya pada asistennya, Rara, dan manajernya, Raka. Rara menggenggam tangan Eyliana yang masih gemetar karena fans fanatiknya sempat ingin masuk ke apartemen. Beberapa saat kemudian, Raka kembali menelepon Eyliana untuk memberi kabar. Eyliana mengangkat telepon Raka, lalu mengeraskan suaranya agar Rara juga bisa mendengar.
"Sial. Fans itu berhasil kabur. Tapi tenang saja, Eyliana. Saya dan Rara akan tinggal sementara di sana. Anda istirahat saja. Biar saya yang mengurus. Besok Anda ada jadwal padat hingga malam karena ada acara awards. Rara, bisakah kamu menginap dan menemani Eyliana di sana? Saya akan segera menyusul setelah mengurus ini di kantor polisi," jelas Raka, mencoba menenangkan Eyliana.
"Tenang saja. Aku tidak akan ke mana-mana malam ini. Kamu hati-hati, Raka," kata Rara yang mengangguk mengerti. Ia langsung menggandeng Eyliana ke kamar tidurnya setelah mematikan telepon dari Raka. Sepertinya Eyliana masih khawatir karena fans fanatiknya tidak tertangkap. Namun, ia sedikit tenang karena Rara dan Raka akan tinggal bersamanya untuk sementara waktu.
Bersambung...
"Oh\, ya ampun\, Kak Ey. Wajahmu pucat sekali. Semalam begadang lagi\, ya\, baca komik? Kakak harus menguranginya. Hari ini\, kan\, acara ***awards.***Jangan pasang wajah seperti itu\," kata penata rias pribadi Eyliana.
"Hah, bukan. Kali ini karena fans fanatik yang mencoba masuk ke apartemenku. Dia tidak berhasil tertangkap, itu yang membuatku sedikit kepikiran," keluh Eyliana sambil menatap dirinya di depan kaca rias.
"APA?! Dia muncul lagi? Gila! Tapi jangan khawatir, Kak Ey. Aku tetap bisa membuat Kakak cantik dan segar kembali dengan keahlianku," kata penata rias itu sambil mengacungkan kuas rias ke wajah Eyliana.
"Terima kasih. Mohon bantuannya, ya," kata Eyliana sambil tersenyum.
Di Acara Penghargaan
Di acara awards, Eyliana berjalan perlahan di karpet merah. Ia terlihat sangat anggun dengan gaun biru muda model slip dress yang menonjolkan tulang selangka dan punggungnya. Kalung tiga lapis menghiasi lehernya, serasi dengan tas tangan yang ia tenteng. Banyak kamera mengabadikan kecantikan Eyliana. Suasana acara sangat ramai. Banyak artis, penyanyi, bahkan influencer media sosial pun turut hadir. Beberapa penggemar menyapa Eyliana di depan pintu masuk.
Setelah menyapa penggemar dan berfoto di depan kamera wartawan, Eyliana melangkah masuk ke dalam Hall. Ia melihat ke kanan dan kiri, banyak wajah yang ia kenal tapi tidak akrab dengannya. Eyliana berjalan menuju stan minuman untuk menenangkan diri. Bagaimanapun, ini adalah acara besar. Seterkenal apa pun dirinya, ia akan tetap merasa gugup jika datang ke acara seperti ini.
"Wah, wah, si cantik Eyliana. Sudah lama tidak bertemu," sapa Erik. Dia adalah aktor senior tampan yang pernah beradu akting dengan Eyliana.
"Hai, Erik. Kau tampak bersemangat hari ini," jawab Eyliana sambil tersenyum dan meneguk minumannya.
"Tentu saja. Aku tidak sabar mengoleksi plakat baru di lemari kacaku," kata Erik dengan percaya diri. Eyliana hanya menahan tawa mendengar perkataan Erik.
"Sepertinya panitia harus memberiku tempat duduk paling depan, agar aku tidak kesulitan berdiri untuk menerima plakat penghargaan milikku," kata Eyliana yang tak mau kalah menyombongkan diri.
"Hahaha, kamu bercanda, kan?" Erik tertawa dengan sedikit terpaksa.
"Eh, kita lihat saja nanti siapa yang paling banyak," jawab Eyliana sambil memberikan gelas kosong ke Erik, lalu berjalan meninggalkannya. Erik terdiam menatap punggung Eyliana yang mulai menghilang ditelan kerumunan.
Kini Eyliana berjalan menuruni tangga menuju dekat panggung. Banyak artis sudah duduk di tempat masing-masing. Area dekat panggung sengaja dibuat sedikit gelap agar panggung terlihat paling bersinar. Suasananya bisa dibayangkan seperti teater opera atau bioskop yang gelap.
Tiba-tiba, seseorang menyenggol bahu Eyliana. "Akh… Maaf..." Kalimatnya terhenti saat melihat pria yang berdiri di depannya. Pria tinggi dan formal itu tersenyum senang. Eyliana mematung dan merasakan sakit luar biasa di perutnya. Matanya kini beralih melihat perutnya yang sudah tertancap sebuah pisau dari pria tersebut.
Karena keadaan di dekat panggung gelap dan orang-orang sibuk mengobrol, tidak ada yang menyadari kejadian itu. "Jika kau tidak bisa dimiliki, lebih baik kau tiada," bisik pria itu di telinga Eyliana. Tangan Eyliana gemetar ketakutan mendengar perkataan pria tersebut. Eyliana menatap mata pria itu lekat-lekat. Ia menyadari, itu adalah salah satu fans fanatiknya.
"Bagaimana bi...sa… kau..." Kalimat Eyliana terhenti sambil menahan rasa sakit dari tusukan itu.
"Sstss... Lebih baik kau segera tidur," kata pria itu sambil memutar pisaunya yang masih menancap di perut Eyliana hingga darah keluar dari mulutnya.
"Ukh..." rintih Eyliana. Pria itu perlahan mencabut pisau, lalu menancapkannya kembali sambil tersenyum melihat pujaan hatinya.
Penglihatan Eyliana mulai kabur, ia hanya bisa melihat senyum lelaki itu. Ia tidak bisa berteriak karena rasa takut dan sakit yang luar biasa. Pisau yang sengaja diputar oleh pria itu sangatlah menyakitkan. Akhirnya, beberapa orang menyadari kejadian yang menimpa Eyliana. Mereka segera menarik pria itu secara paksa. Gaun biru muda Eyliana berubah sebagian menjadi merah. Beberapa orang menahan Eyliana dan berusaha menangkap pria yang menusuknya. Beberapa orang mengeluarkan handphone mereka dan merekam kejadian itu layaknya kejadian langka.
"Hahahaha, tidak ada yang bisa memilikimu!" kata fans fanatik itu kepada Eyliana yang mulai kehilangan kesadaran.
Beberapa orang mencoba mengembalikan kesadaran Eyliana dengan menepuk pelan pipinya, menjentikkan jari, dan memanggil namanya. Namun, tidak ada respons. Ambulans datang terlalu lama, membuat Eyliana kehilangan nyawanya.
"AAAAARRRKKKH!" teriak seorang gadis sambil bangun terduduk dari tempat tidurnya. Napas gadis itu terengah-engah karena ia mendapatkan mimpi yang sangat buruk. Jantungnya berdetak kencang, dan tangannya bergetar hebat sambil memegang perutnya yang masih terasa bekas sakit. Salah satu tangannya langsung menutup mulut karena mengingat mimpi itu membuatnya mual. Tiba-tiba, ia menyadari ada yang aneh.
"Hah? Aku hanya mimpi? Aku masih hidup!" kata gadis itu senang sambil meraba perutnya yang tidak ada bekas luka tusukan. Bahkan, darah pun tidak ada.
"Syukurlah hanya mimpi," gumam gadis itu. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka lebar dengan keras.
"ERIKA?! Ada apa? Kamu kenapa?" kata seorang pria tampan yang tiba-tiba masuk ke kamar, lalu memegang kedua pipi gadis yang bernama Erika itu.
Gadis itu menatap wajah pria itu dengan terkejut sekaligus kagum. Matanya membulat melihat lelaki dengan rambut perak dan mata biru seperti lautan. 'Mungkin ini lelaki tertampan yang pernah aku lihat, melebihi Erik,' pikirnya.
"Tampannya..." bisik gadis itu pelan, membuat lelaki itu bingung.
"Jangan mengalihkan pembicaraan dari kakak. Kamu kenapa, Erika, tiba-tiba berteriak?" tanya pria itu dengan sedikit cemas, lalu duduk di kasur sambil memegang tangan gadis tersebut.
Senyum cerah Erika kini berubah datar. Ia berpikir sejenak apa yang terjadi. "Tunggu, tunggu. Sejak kapan aku punya kakak? Kamu siapa?! Kenapa kau ada di kamarku..." tanya gadis itu dengan curiga, yang membuat pria itu terkejut.
Gadis itu terlihat ketakutan melihat lelaki itu. Ia berpikir ada seseorang yang mencurigakan masuk ke kamarnya. ‘Apakah dia juga fans fanatik lainnya?’ Pikir gadis itu bergetar ketakutan. Gadis itu melirik orang-orang di belakang pria itu. Ada dua wanita yang terlihat cemas dan terkejut mendengar perkataan majikannya barusan.
"Kalian siapa?! Tunggu, tadi kamu panggil siapa? Erika? Aku 'kan..." Kalimat gadis itu terhenti.
Dia baru menyadari keadaannya sekarang. Ia melihat sekeliling kamarnya yang tampak berbeda dari kamar apartemennya. Kamar itu luas, berkonsep klasik, seolah-olah berada di sebuah kerajaan. Ada tempat tidur king size, ruang tamu, balkon luas, dan meja rias. Kamar ini sebesar satu unit apartemen miliknya. Ia melihat tangannya sendiri yang terlihat kurus, mulus, dan putih bersih. Pakaian tidurnya berwarna putih, dan rambutnya panjang, bergelombang, berwarna perak, hingga ke pinggang.
Gadis itu memegang rambutnya sendiri, memperhatikannya dengan tidak percaya. Ia beranjak dari kasur dan berlari ke kaca yang berdiri di dekat meja riasnya. Matanya terkejut melihat penampilannya yang berbeda. Matanya berubah menjadi biru safir. Ia terduduk lemas, membuat kakaknya datang memegang bahunya.
"Erika?! Erika?! Kamu kenapa? Apa kamu merasa sakit? Wajahmu pucat," kata pria itu dengan panik. Gadis itu menatap pria itu sambil bergumam pelan.
"Ini tidak mungkin. Aku yakin ini bukan softlens ataupun cat rambut..." Gadis itu sepertinya sudah menyadari bahwa ia masuk ke dunia yang berbeda. Karena nama aslinya adalah Eyliana, bukan Erika.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!