...***...
Pagi yang cerah Chao Changming sedang meracik beberapa ramuan obat. Senyumannya mengembang ketika merasakan obat itu sebentar lagi akan selesai ia buat. Namun saat itu Yan Xicai istrinya datang, membanting semua peralatan yang ada di dapur.
"Hei! Apa yang kau lakukan?!." Chao Changming berusaha menghentikan tindakan istrinya itu. "Kenapa kau malah membanting semua peralatanku?!." Amarahnya keluar begitu saja.
"Lepaskan aku! Jangan sentuh aku!." Yan Xicai menepis kuat tangan suaminya, yang merasa jijik pada suaminya.
"Apa yang kau lakukan? Kenapa kok malah marah-marah?." Chao Changming mengeraskan suaranya. "Apa masalahmu pagi ini?!."
"Masalahku adalah! Aku menikah dengan seorang laki-laki yang tidak berguna seperti kau!." Ucapnya sambil menekan kuat kening suaminya. "Tidak pernah memberikan apapun padaku!." Teriaknya penuh amarah.
"Aiyak?! Apakah kau sedang bercanda?." Chao Changming terlihat bingung, amarah yang ia keluarkan tadi mendadak hilang entah ke mana.
"Aku tidak bercanda sama sekali!." Matanya melotot tajam. "Memangnya Apa yang telah kau berikan padaku?! Hah?!." Bentaknya dengan suara yang keras.
"Rumah, uang, dan-." Chao Changming memikirkan satu persatu apa saja yang telah ia berikan kepada istrinya. Akan tetapi ketika ia hendak menjelaskan, Yan Xicai malah memotong ucapannya.
"Rumah ini jelek sekali! Tidak layak untuk dihuni!." Ia semakin marah. "Aku ini berasal dari keluarga saudagar kaya di desa ini! Tapi kenapa malah berakhir seperti ini?!." Hatinya terasa sakit. "5 tahun pernikahan kita, kau bahkan tidak bisa memberikan anak padaku! Apalagi harta yang aku inginkan! Juga kedudukan yang membuat aku dihormati oleh semua orang di desa ini!." Ia telah mengeluarkan semua yang ia rasakan selama ini. "Kau sama sekali tidak bisa memberikan itu semua kepadaku!."
"Lantas? Kau mau apa sekarang?." Chao Changming sangat tenang tidak terlihat panik sama sekali.
"Aku mau kita cerai!." Ucapkan sambil mengeluarkan selembaran kertas. "Cepat tanda tangan surat ini, aku tidak ingin tinggal bersamamu di dalam rumah penderitaan ini!." Ia menatap benci pada suaminya itu.
"Kau yakin ingin cerai dariku?." Chao Changming kali ini terlihat lebih serius dari yang sebelumnya. "Harap pikir terlebih dahulu sebelum bertindak." Ia mencoba membujuk istrinya agar tidak bertindak gegabah.
"Tentu saja aku sangat yakin!." Ucapnya dengan suasana hati yang diselimuti oleh amarah. "Kau tidak usah banyak protes lagi! Cepat tanda tangani surat cerai! Aku sudah muak berada di sampingmu sebagai orang yang miskin!." Ia menatap merendah pada suaminya.
"Baik, akan aku kabulkan keinginanmu." Chao Changming mengambil surat itu, membacakan dengan baik tulisan yang ada di kertas itu. "Terlalu serakah dan gelap mata." Dalam hati Chao Changming mendengus kesal melihat isi surat cerai itu. "Akan aku buat kau menyesal nantinya." Tanpa pikir panjang Chao Changming langsung menandatangani surat itu.
"Kalau setuju begitu saja?." Yan Xicai menatap curiga. "Apakah kau tidak marah padaku?."
"Aiyak?! Bukankah kau yang tidak ingin bersamaku lagi?." Chao Changming seperti ingin menangis. "Untuk apa aku menahan seseorang yang tidak ingin bersamaku? Memangnya kau mau bertahan dengan aku?." Tatapannya seperti seorang anak yang memohon dibelikan permen oleh ibunya.
"Maaf saja, aku sudah tidak ingin bersamamu lagi." Ia memperhatikan dengan seksama tanda tangan itu. "Mulai hari ini kita resmi bercerai, kau jangan pernah cari aku jika dalam kesulitan!." Ia benar-benar memandang rendah pada mantan suaminya. "Jangan salahkan aku, salahkan takdir yang terlalu kejam padamu." Ia tersenyum dengan lembut. "Kau simpan saja surat cerai ini, jika kau rindu padaku? Kau boleh mengunjungi aku kapanpun yang kau inginkan." Namun ucapan dan raut wajahnya sangat berbeda sekali. "Aku pergi dulu."
Yan Xicai benar-benar pergi meninggalkan rumah itu, ia merasa bebas setelah suaminya menandatangani surat cerai itu.
"Heh! Benar-benar wanita yang serakah." Chao Changming merasa kesal. "Lagi pula kau yang tidak memberikan apapun padaku." Hatinya benar-benar jengkel. "Kaulah yang tidak menginginkan anak dariku, karena kau merasa malu jika memiliki anak dariku." Jika ia ingat ucapan itu?. Ingin rasanya ia membunuh wanita yang telah menemaninya selama 5 tahun. "Kita lihat saja permainan berikutnya." Raut wajahnya kali ini sangat berbeda dari yang sebelumnya. "Siapa yang akan tertawa di akhir cerita?."
...***...
Yan Xicai berlari masuk ke dalam rumah kedua orang tuanya.
"Ayah! Ibu!." Teriaknya dengan semangatnya.
Suara teriakannya membuat kediaman Yan Pei mendadak heboh.
"Ada apa anakku? Kenapa kamu manggil kami seperti itu?." Tuan Yan Pei merasa heran dengan sikap anaknya. "Apa yang membuatmu ke sini?."
"Ada kabar gembira ayah, ibu." Ucapnya dengan raut wajah yang sangat menggembirakan.
"Katakan, kabar gembira apa yang kau bawa?. Tuan Yan Pei terlihat lebih bersemangat.
"Kami pasti akan mendengarnya." Nyonya Yan Xi Jing juga terlihat tidak kesabaran sama sekali.
"Aku sudah cerai dari suamiku yang miskin itu." Ia menatap wajah kedua orang tuanya. "Aku benar-benar merasa sial saat menikah dengannya."
"Anak nakal." Tuan Yan Pei menjentikkan jarinya ke kening anaknya itu. "Kau yang bersikeras ingin menikah dengannya saat itu, apakah kau lupa?." Hatinya terasa jengkel jika ingat kejadian itu.
"Ayolah ayah, aku telah melakukan kesalahan di masa lalu." Ia merengek manja. "Namun kali ini aku tidak akan melakukannya lagi."
Hahaha!.
Tuan Yan Pei dan nyonya Yan Xi Jing tertawa mendengarkan respon anaknya yang seakan-akan sedang menderita.
"Kalau begitu masuklah, kau pasti kelaparan saat ini." Nyonya Yan Xi Jing menatap lembut anaknya.
"Ibu sangat memahami perasaanku." Yan Xicai menangis sedih, ia merasa si paling tersakiti di dunia ini.
"Lupakan saja masa lalu." Ucap Tuan Yan Pei dengan helaan nafas pelan. "Kau masih muda, masih bisa memiliki kesempatan untuk menikah dengan sarjanawan yang ada di istana."
"Apakah itu benar ayah?." Yan Xicai terlihat bersemangat.
"Tentu saja benar." Responnya. "Jangan sampai kau menjanda di usia muda seperti ini." Ia mencolek hidung anaknya. "Ayah memiliki kenalan, kalau kau merasa tertarik? Besok akan ayah kenalkan kau dengannya."
"Apakah dia gagah? Dan memiliki harta yang sangat banyak?." Suasana hatinya menggebu-gebu, merasa tidak sabaran sama sekali untuk menunggu hari esok.
"Kalau masalah itu kau tidak usah cemas." Tuan Yan Pei terlihat sangat percaya diri. "Selain hartanya yang banyak? Ia juga memiliki ketampanan yang mampu memikat hati siapa saja yang memandangnya."
"Kalau begitu kenalkan aku dengannya ayah." Yan Xicai semakin bersemangat dengan apa yang hendak ia raih di masa depan. "Aku tidak ingin menjanda."
"Kalau begitu kau harus bersiap-siap." Respon tuan Yan Pei Dengan semangatnya.
"Baik ayah." Begitu juga dengan Yan Xicai yang semakin bersemangat jika dijodohkan dengan orang yang selalu ia idam-idamkan di dalam hidupnya.
Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Simak dengan baik kisahnya.
...***...
...***...
Chao Changming sedang mengobati seseorang.
"Terima kasih tuan tabib." Ucapnya sambil memberi hormat.
"Jangan terlalu banyak minum arak, lambung mu bisa pecah kalau kau memaksa minum setelah ini." Ia merasa lelah memberi nasihat pada tuan Lu Xin.
"Saya akan mendengarkan ucapan tuan tabib." Tuan Lu Xin merengek kesakitan.
"Bagus kalau begitu." Chao Changming menepuk pelan pundak Tuan Lu Xin. "Jika masih sayang nyawa? Sebaiknya dicegah, dari pada mengobati." Ucapnya sambil memberi kode pengeluaran uang.
"Hahaha! Tuan tabib bisa saja." Ia memberikan 10 koin perak. "Saya kapok, saya akan mendengarkan ucapan tuan tabib."
"
Kalau begitu saya pamit dulu." Chao Changming mengemasi barangnya.
"Terima kasih tuan tabib, hati-hati di jalan." Ucapnya dengan senyuman ramah.
Chao Changming meninggalkan kediaman Tuan Lu Xin, ia ingin pergi ke suatu tempat. Namun ketika ia hendak pergi, ia malah berpas-pasan dengan Yan Xicai dan tuan muda Gen Guang.
"Yho? Bukankah kau mantan suami xicai?." Ia memandang rendah pada Chao Changming. "Kenapa kau ada di sini?." Ia memperhatikan rumah kediaman Tuan Lu Xin yang lumayan besar dan mewah. "Apakah kau sedang bekerja?." Ia memperhatikan barang bawaan Chao Changming.
"Siapa kau? Kenapa kau bisa bersamanya?." Chao Changming heran, dan merasa aneh dengan penampilan Gen Guang.
"Terserah aku mau bersama siapa? Kau tidak berhak mengaturnya." Yan Xicai menanggapinya dengan jutek. "Harusnya kau tidak lupa, bahwa kau dan aku sudah cerai." Sorot matanya dipenuhi kebencian pada mantan suaminya.
"Mungkin saja dia belum siap, makanya dia terus berkeliaran di dekatmu." Gen Guang berani berkata seperti itu. "Benar-benar tidak tahu malu, hidup hanya menumpang saja." Ia semakin merendahkan harga diri Chao Changming.
"Dia itu sangat ahli bersandiwara, dia hanya pura-pura lupa saja." Yan Xicai malah menambah bumbu tak sedap untuk pandangan hidup Chao Changming.
"Aiya?! Mana mungkin aku lupa." Chao Changming terlihat cemberut. "Mau dengan siapapun? Itu bukan urusan ku lagi." Ucapnya dengan perasaaan masa bodoh.
"Kalau kau cemburu? Katakan saja dengan benar." Yan Xicai ingin menahan tawanya. "Tidak usah banyak bersandiwara seperti itu."
"Wanita serakah seperti kau tidak layak membuat aku cemburu." Kali ini raut wajahnya lebih serius dari yang tadi.
Deg!.
Yan Xicai dan Gen Guang terkejut melihat wibawa yang ditunjukkan oleh Chao Changming.
"Hatiku pun menolaknya dengan keras!." Ucapnya dengan penuh penekanan.
Chao Changming tidak mau berlama-lama di sana, ia segera pergi meninggalkan tempat.
"Berhenti!." Yan Xicai merasa tidak terima dengan ucapan itu.
"Sudahlah! Aku tidak peduli kau mau berdampingan dengan siapa?." Chao Changming menatap tajam. "Pekerjaan ku lebih penting dari pada mengurus orang serakah seperti kalian."
Setelah itu Chao Changming benar-benar meninggalkan tempat, masih ada yang harus ia lakukan dari pada berdebat dengan seseorang yang telah memutuskan untuk pergi dari sisinya.
"Kurang ajar! Berani sekali dia berkata seperti itu padaku?!." Yan Xicai mengumpat kasar.
"Kau tenang saja, aku pasti akan membuatnya menderita." Gen Guang membujuk Yan Xicai agar tidak marah.
"Terima kasih tuan muda." Responnya dengan senyuman lembut. "Aku tidak akan mengecewakan tuan muda."
"Oh iya, sebentar lagi aku akan ke istana." Ucapnya dengan penuh kebanggaan. "Menerima gelar sarjana, dan kau? Tunggu aku di sini." Ia begitu bersemangat. "Jika telah berhasil? Maka aku akan membawamu ke kota, kita bisa tinggal bersama di sana."
"Benarkah?." Responnya, hatinya terasa lebih baik.
"Apakah kau ragu padaku?." Keningnya mengkerut heran.
"Tidak mungkin." Balasnya cepat. "Hidupku akan jauh lebih baik bersamamu, dibandingkan dengan tabib miskin itu." Ungkapnya dengan sangat yakin.
"Hahaha! Kau baru nyadar sekarang?." Gen Guang tertawa keras melihat bagaimana reaksi Yan Xicai.
"Ayolah, jangan singgung lagi masalahnya." Yan Xicai merengek manja, ia terlihat takut kehilangan kesempatan emas seperti itu.
"Baik, baik, aku mengerti." Gen Guang benar-benar merasa puas, hatinya sangat senang.
"Kalau begitu mari kita pulang." Yan Xicai menempel manja di lengan Gen Guang.
"Mari."
Keduanya pergi begitu saja, karena ada hal penting yang harus mereka persiapkan.
...***...
Chao Changming baru saja sampai di rumahnya, ia tidak menduga jika Xinyi telah menunggu kedatangannya.
"Pangeran pertama." Ia memberi hormat.
"Apa yang membuat kau ke sini?." Ia duduk dengan tenang di kursi tamu.
"Kaisar telah tiada, saat ini istana kosong." Jawabnya sambil menuangkan segelas air, dan memberikannya pada Chao Changming. "Gusti Permaisuri meminta anda kembali."
"Bukankah masih ada adikku? Juga pangeran lainnya?." Chao Changming mengambil air itu, meminumnya dengan pelan. "Kenapa ibunda Permaisuri meminta aku untuk kembali?." Ia merasa aneh dengan apa yang diperintahkan ibundanya.
"Gusti Permaisuri ingin melihat kehebatan anda, karena darah anda sangat kental pada kaisar." Xinyi kembali memberi hormat.
"Aiya?! Apakah benar?." Chao Changming langsung bersemangat. "Ibunda yang berkata seperti itu?." Mengedipkan mataya beberapa kali, memastikan ucapan itu tidak bohong.
"Jika pangeran pertama masih ragu dengan ucapan hamba? Maka pangeran pertama bisa memastikannya, dengan kembali ke istana." Xinyi tampak murung karena diragukan majikannya.
"Baik! Kalau kita kembali, aku ingin tahta yang lebih tinggi!." Chao Changming berdiri, menunjukkan semangat yang ia miliki. "Aku ingin menginjak semut yang telah berani menggigit kakiku." Hatinya terbakar amarah membara.
"Hahaha! Ambisi pangeran pertama luar biasa sekali." Xinyi merasa salut, bahkan memberikan jempolnya saking kagumnya dengan semangat yang dimiliki oleh majikannya.
"Aku lelah mendengarkan hinaan mereka, sudah saatnya aku mengambil punyaku." Chao Changming telah bertekad di dalam hatinya. "Aku pasti akan kembali ke istana, menduduki tahta tertinggi, menjadi penguasa yang ditakuti." Pikirannya telah membayangkan itu semua.
"Kalau begitu hamba akan menyiapkan kereta kuda." Xinyi memberi hormat. "Pangeran pertama bisa kembali dengan aman."
"Lakukan." Balasnya.
Xinyi pergi meninggalkan tempat, ia akan melakukan yang terbaik untuk melindungi keselamatan Chao Changming.
"Lima tahun tidak kembali, semoga aja ibunda permaisuri tidak marah padaku." Dalam hatinya merasa sedih. "Zihao, semoga kau tidak marah padaku, karena aku malas belajar di istana, makanya aku keluar." Ia masih ingat dengan sosok adiknya yang selalu baik dan penurut pada siapapun. "Semoga saja tidak ada yang menindas kau."
Perasaan rindu yang membuncah di dalam hatinya, juga ingatan pernikahannya yang sangat buruk.
"Aku harus memperbaiki itu di masa depan." Dalam hatinya telah bertekad akan melangkah dengan baik. "Lihat saja, kalian yang telah memandang remeh aku? Kalian akan menekan akibatnya." Ia ingin mengubah masa depannya ke arah yang berwarna.
Apakah Chao Changming bisa melakukannya?. Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Simak dengan baik kisahnya.
...*** ...
...***...
Pangeran Chao Changming menatap kereta kereta kuda yang telah siap digunakan, ia akan berangkat hari ini juga. Namun ketika hendak menaiki kereta kuda ia dihadang oleh Yan Xicai dan Gen Guang.
"Yho! Bukankah kau si beban? Mau ke mana kau menggunakan kereta kuda?." Gen Guang memandang rendah pada pangeran Chao Changming. "Apakah kau telah menemukan seseorang yang bersedia menampungmu secara gratis?."
"Aku mau ke mana? Itu bukan urusanmu!." Tegas pangeran Chao Changming. "Sebaiknya kau jaga saja kesehatan mu, tampaknya kau tidak tahan dengan cuaca panas." Ucapnya sambil memperhatikan keadaan tubuh Gen Guang.
Deg!.
Gen Guang tampak terkejut. "Bagaimana bisa dia mengetahui jika aku tidak tahan dengan cuaca panas?." Dalam hatinya terasa bingung.
"Xu ning?! Kau bicara apa?!." Respon Yan Xicai dengan marahnya. "Apakah kau sedang mengutuk tuan muda gen guang? Hah?!."
"Sudahlah!." Balas Pangeran Chao Changming dengan kesalnya. "Aku sedang malas berdebat dengan kalian, minggir!." Ia dorong paksa kedua orang aneh menurutnya.
"Hei!." Yan Xicai mengeraskan suaranya. "Apakah seperti itu sikapmu padaku? Di mana rasa hormatmu padaku?!."
Pangeran Chao Changming menghentikan langkahnya, membalikkan badannya. "Kita sudah cerai, memangnya aku harus menghormati kau?." Pangeran Chao Changming tampak kesal, berusaha menahan amarahnya yang hampir meledak.
"Kau itu hanyalah orang miskin!." Yan Xicai menunjuk kasar pada Pangeran Chao Changming. "Di mana rasa hormat mu pada kami?! Pada para bangsawan yang memiliki harga diri yang lebih mulia dibandingkan kau!."
"Haiya! Tidak ada alasan bagiku untuk menghormatinya." Respon Pangeran Chao Changming dengan aneh. "Aku rasa kau sudah mulia gila!." Ia kibaskan lengan bajunya yang panjang itu sebagai ungkapan perasaan kesal di hatinya.
Tanpa menunggu respon dari mereka, pangeran Chao Changming langsung meninggalkan tempat, segera menaiki kereta kudanya.
"Xiao li? Jalankan kereta kudanya." Perintah pangeran Chao Changming.
"Baik!." Respon Xiao Li, ia langsung menepuk pelan kuda itu supaya berjalan.
"Hei! Berhenti kau!." Yan Xicai benar-benar kesal, tapi Pangeran Chao Changming sudah tidak mendengarkan ucapannya.
"Gusti pangeran, apakah tidak apa-apa membiarkan mereka bersikap seperti itu pada anda?." Xiao Li tampak kesal.
"Abaikan saja." Respon Pangeran Chao Changming. "Lagipula aku tidak akan bertemu lagi dengan mereka."
"Baiklah, hamba mengerti." Xiao Li hanya nurut saja.
...***...
Kediaman Selir Jing Xiao.
Saat itu ia sedang berbincang-bincang dengan kedua anaknya.
"Ayahanda kalian telah tiada, pemilihan calon Kaisar sangat ketat sekali." Selir pangeran Jing Xiao menatap anaknya dengan lembut. "Kalian tidak boleh kalah dari yang lain."
"Tentu saja ibunda." Respon Pangeran Jing Guo dengan penuh percaya diri. "Saya pasti bisa menjadi Kaisar terbaik di negeri ini."
"Saya percaya jika kakak pertama pasti bisa menjadi Kaisar." Pangeran Jing Xue menyemangati saudaranya. "Tapi, kabarnya saya dapatkan chao changming akan segera kembali ke istana ini."
"Kalau masalah itu kalian tenang saja." Respon Selir Jing Xiao dengan senyuman lebar. "Aku telah memerintahkan pendekar pembunuh bayaran untuk membunuhnya." Ia semakin tampak percaya diri. "Jika ia kembali ke istana ini? Maka kita akan menyambutnya dengan air mata duka."
"Ternyata ibunda telah bergerak dengan cepat? Sangat hebat sekali Ibunda." Pangeran Jing Guo merasa kagum pada ibundanya.
"Aku pasti akan menyingkirkan mereka semua." Tatapan matanya dipenuhi oleh ambisi yang membara. "Hanya kau saja yang boleh menjadi kandidat Kaisar terbaik nantinya." Selir Jing Xiao menatap anaknya dengan penuh kebanggaan.
"Tentu saja ibunda, saya memang yang terbaik." Ucapnya dengan senyuman menawan.
...***...
Kediaman Permaisuri Chao Xin.
Pagi yang damai untuk kehidupan permaisuri, apalagi ditemani oleh putranya yang sedang latihan ilmu beladiri.
"Istirahatlah sebentar, makanannya hampir dingin." Permaisuri Chao Xin menatap jengkel pada anaknya. "Apakah kau tidak ingin memakan masakanku lagi?."
Pangeran Chao Zi Hao menghentikan aktivitasnya, ia segera mendekati ibundanya agar tidak semakin merajuk nantinya.
"Cepat sarapan, kalau tidak ada tenaga? Bagaimana bisa bertarung nantinya? Kau bisa kalah!." Permaisuri Chao Xin semakin jengkel.
"Baik, baik, baik." Respon Pangeran Chao Zi Hao dengan pasrahnya. "Saya mengaku salah." Ia menatap ibundanya dengan tatapan memohon.
"Cepat makan sebelum dingin." Kali ini permaisuri Chao Xin tersenyum dengan lembut.
"Terima kasih ibunda permaisuri." Pangeran Chao Zi Hao tersenyum kecil, setelah itu ia mulai memakan sarapan yang telah disiapkan oleh ibunda tercintanya.
"Sebentar lagi kakakmu akan pulang, ibunda akan menyiapkan sebuah kamar untuknya." Permaisuri Chao Xin mengeluarkan sebuah surat dari saku ajaibnya, dan menyerahkannya pada anaknya.
"Hoho? Akhirnya kakak Pangeran mau kembali? Apakah karena ayahanda meninggal? Ia bergegas untuk kembali?." Pangeran Chao Zi Hao menebak alasannya.
"Sebaiknya baca saja." Permaisuri Chao Xin tertawa geli melihat reaksi anak keduanya itu.
Pangeran Chao Zi Hao membuka lipatan surat itu, dan membacanya.
"Adik pentakilan, aku akan kembali ke istana. Jangan sampai kau membuat jebakan untukku." Pangeran Chao Zi Hao mengkerut keningnya dengan aneh. "Jika ketahuan olehku? Hukuman berat akan menanti dirimu yang lemah lembut itu." Ia merasa kesal dengan kalimat yang dituliskan oleh kakaknya. "Surat macam apa ini?!." Ia banting kertas itu yang perasaan jengkel.
"Hahaha!." Permaisuri Chao Xin tertawa keras mendengarnya. "Memangnya mau kau apakan kakakmu itu? Sehingga ia menyadari trik kecil yang akan kau berikan kepadanya?." Ia mencolek pipi anaknya yang mengembang lucu.
"Hanya kenakalan kecil saja ibunda, hehehe! Bukan bermaksud mencari musuh dengan kakak pertama." Pangeran Chao Zi Hao malah cengengesan menahan perasaan yang ada di hatinya.
"Hm! Terserah kalian saja." Respon Permaisuri Chao Xin dengan lelahnya.
"Ya, ya, ya, saya mengerti." Pangeran Chao Zi Hao melanjutkan makannya. "Hanya kakak pertama yang paling mengerti ibunda permaisuri." Ia juga ikutan pasrah.
...***...
Perjalanan Pangeran Chao Changming menuju istana.
Saat itu kereta kuda telah melewati hutan, dan hampir menuju perbatasan sebuah desa. Namun tiba-tiba saja ada 10 orang pendekar pembunuh bayaran melompat di atas kereta kuda, mereka telah siap untuk menyerang pangeran Chao Changming.
"Main keroyokan? Sungguh tidak tahu malu!." Pangean Chao Changming tentunya menyadari hawa yang tidak biasa mendekati kereta kudanya. Hatinya terasa jengkel, setelah itu ia keluar dari kereta kuda dengan menggunakan jurus meringankan tubuh.
Deg!.
Xiao Li terkejut ketika merasakan terpaan angin yang sangat kencang melewati tubuhnya.
"Huwa!." Xiao Li merinding merasakan kekuatan tenaga dalam yang tidak biasa.
Srakh!.
Pangeran Chao Changming mengeluarkan pedang Pesona Bunga Dewa Langit miliknya, dan menebasnya ke arah 10 orang pendekar membunuh bayaran yang hendak menghancurkan kereta kudanya dengan menggunakan kekuatan tenaga dalam.
"Eagkh!."
Terdengar suara teriakan keras dari mereka, sabetan pedang Pesona Bunga Dewa Langit telah melukai tubuh mereka, dan bahkan menghempaskan tubuh mereka tanpa ampun.
"Gusti pangeran!." Xiao Li menghentikan laju kereta kuda, ia segera bergerak menghalangi serangan anak panah yang hendak menghujani tubuh majikannya.
Saat itu juga ada lima pendekar bersenjata melompat di udara, mereka hendak menyerang pangeran Chao Changming. Pertarungan tidak bisa dihindari, mereka benar-benar saling bertarung satu sama lain. Suasana lembah Tulang Agung terasa menyeramkan, karena di banjir oleh darah manusia.
Srakh!.
Pangeran Chao Changming telah berhasil membereskan mereka semua, ia simpan kembali pedang Pesona Bunga Dewa Langit dalam tubuhnya.
"Aiyak! Hmmm!." Pangeran Chao Changming merasa kesal, ia seka darah yang menempel di wajahnya. "Xiao li!."
"Hamba pangeran." Xiao Li langsung merespon, mendekati pangeran Chao Changming yang tampak manyun. "Ada apa pangeran? Apakah ada yang bisa hamba bantu?." Ia memberi hormat.
"Pakaianku kotor sekali." Jawab Pangeran Chao Changming sambil memperhatikan pakaiannya. "Segera belikan aku pakaian baru, tidak mungkin rasanya aku kembali ke istana dengan pakaian seperti ini." Ia menyeka darah menempel di pakaiannya. "Dan darah ini sangat bau sekali, aku sangat tidak suka." Ia melempari Xiao Li dengan sekantong uang yang banyak.
"Baik pangeran." Respon Xiao Li sambil memberi hormat. "Hamba akan segera kembali." Setelah itu ia langsung bergegas meninggalkan pangeran Chao Changming untuk melakukan tugasnya dengan baik.
"Sialan! Darah mereka benar-benar busuk dan kotor sekali." Pangeran Chao Changming mengomel kesal. "Apakah kepulanganku ingin mengganggu ketenangan mereka? Sehingga mengirimkan aku pendekar pembunuh?." Ia melangkah menuju kereta kudanya. "Mereka akan membayar mahal untuk masalah ini nantinya." Hatinya sangat tidak terima dengan apa yang telah terjadi padanya. "Jika kalian ingin bermain nyawa denganku? Maka akan aku ladani kalian dengan sepenuh hati." Pangeran Chao Changming menyeringai lebar. Ada perasaan aneh di hatinya, gejolak yang tidak biasa membakar pikirannya untuk melakukan hal yang lebih ekstrem. "Tunggu saja tanggal mainnya."
Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Simak dengan baik kisahnya.
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!