NovelToon NovelToon

The Absurd Girl And The Cold Flat Boy

Di Titip Di Pesantren

...BAB 1...

...DI TITIP PESANTREN...

“Jadi kali ini kalian akan ke Jerman untuk pengobatan Nilam?” tanya Kiyai Hasyim.

“Iya Hasyim.. Saya mau mengusahakan kesembuhan Nilam” ucap Ardana melirik sang istri dan menggenggam tangannya.

“Apa putri kalian tau tentang ini?” tanya Uma Salma melirik kedua pasutri di hadapannya.

Ardana dan Nilam saling lirik dan serempak menggeleng, tanda bahwa mereka belum memberitahunya soal penyakit yang diderita Nilam pada putrinya.

“Saya berharap kalau pun Arabella tau, Nilam sudah sembuh total Sal—“ jawab Ardana terpotong.

“Kalau pun Allah lebih sayang aku dan membawaku kembali ke pangkuannya, aku titip Arabella ya Sal, dia sudah dekat sama kamu.” Sendu Nilam memegang tangan sahabatnya dan menatap penuh harap.

“Astagfirullah istigfar Nil, kamu nggak boleh putus semangat, aku yakin kamu akan sembuh, dan untuk Arabella tanpa kamu minta pun aku pasti akan menyayangi dan menjaganya.”

Izzan yang terlihat cuek dan hanya memegang buku, diam-diam mendengar percakapan orang tua yang ada di depannya.

“Salma benar Nilam, jangan patah semangat. Bukannya setiap penyakit selalu ada obatnya, tetap berusaha dan panjatkan doa, insyaallah kamu akan sembuh.” Timpal Hasyim.

TIIIINNNNN... TIIIIIIINNNNNN... TIIINNNNNN...

ilustrasi

“AWAS WOOIIIII... MINGGIIR MINGGIIIIR!!” teriak seorang wanita yang sedang mengendarai motor Kawasaki Ninja 250 FI berwarna pink. Siapa lagi kalau bukan Arabella Thraiya Dominic putri satu-satunya pasangan Ardana Wijaya Dominic dan Nilam Cahyaningrum Wijaya.

“Astagfirulaah...” semua santri yang sedang berlalu lalang mendadak menyingkir ke sisi saat motor Arabella melintas di pekarangan pesantren milik Kiyai Hasyim Mahendra Al-Faruqi .

BRAAAAKK!!!

“Astagfirullah...” seru orang-orang yang menyaksikan kelakuan Arabella yang menabrak tempat sampat yang berada di halaman N’dalem.

Begitu pula dengan orang-orang yang sedang mengobrol di N’dalem pun langsung menghambur keluar.

“Astagfirullah Bella... Daddy kan udah bilang nggak usah bawa si Cupi...” teriak Ardana sambil bertolak pinggang.

Arabella pun hanya cengengesan melihat kearah Ardana sambil membenarkan kerudungnya yang Cuma disampirkan saat dia membuka helmnya, saat ini dia memakai pakaian celana jeans hitam, baju kaos di balut jacket kulit berwarna putih pink.

“Hehehe… Daddy tau sendiri aku sama si Cupi (motor gede berwarna pink alias motor kesayangannya) nggak bisa di pisahin… lagian kenapa sih nyuruh aku kesini? AKu tuh lagi balapan, Dad...”

“Masuk!” tegas Ardana ketika mereka jadi tontonan para santri yang tengah lewat tadi menyaksikan ke bar-baran Arabella.

Arabella pun mengikuti kedua orang tua dan kiyai Hasyim yang terlebih dulu masuk sambil menghentakan kakinya kesal.

Ardana dan Nilam hanya mampu menghela napas pasrah dan menggelengkan kepala mereka melihat tingkah putri kesayangannya. Sedangkan Kiyai Hasyim, Uma Salma, Ning Najwa putri bungsu dan Gus Izzan atau yang lebih sering dipanggil ustad Izzan putra sulung dari Kiyai Hasyim dan Uma Salma hanya terdiam menyaksikan tingkah Arabella dan kekesalan Ardana.

“Bella, ucapkan salam dan salim dulu sama Kiyai Hasyim dan juga Uma Salma.” Ardana menuntun Arabella untuk menyalami Kiyai Hasyim, Uma Salma, Ning Najwa dan Gus Izzan, cuma saat sang Gus Izzan mengatupkan tangannya Arabella menariknya dan mencium tangan sang Gus.

“Astagfirullah..” kaget sang Gus.

“Astagfirullah maaf ya Hasyim anak saya ya... beginilah, entah saya yang gagal mendidiknya entah memang karena pergaulannya, anak perempuan tapi nggak ada anggun-angunnya.” gerutu Ardana tak enak dengan temannya.

“Ya jelas nggak ada anggunnya dong Dad, dari namanya aja Arabella Thraiya Dominic” ceplos Arabella membuat Ning Najwa yang masih berusia 12 tahun itu terkikik.

“Bella ini lucu ya Nil...” ucap Uma pada Nilam.

“Bukan lucu lagi Sal… MasyaAllah pokoknya, aku juga kadang heran dia ini nurun tingkah siapa sih, perasaan aku sama Mas Ardan kalem deh.”

“Dih, kalem apanya Mom, asal Uma tau ya Mommy itu, kalo Daddy pulang telat dia tuh hebohnya kayak tetangga yang ditagih hutang, Daddy kemana ya? Apa daddy mampir dulu ya? Aku tuh sampe pusing denger gerutuannya Uma.” sindir Arabella pada sang Mommy.

Ucapan Arabella membuat Nilam melotot sedangkan Ardana hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum karena memang secerewet itu istrinya tuh.

“Udah Bell, dengerin Daddy, Daddy mau ngomong serius sama kamu, Daddy sama Mommy bakalan ke luar negeri untuk waktu yang lama, jadi Daddy mau menitipkan kamu disini, di pondok pesantren Kiyai Hasyim.”

Arabella yang sedang mengunyah kue yang disediakan pun terhenti dan menatap Daddynya.

“Dad, aku tuh udah 20 tahun, kenapa mesti dititipin segala sih? Aku ikut aja deh ke luar negeri, atau aku ke rumah Kakek di Bandung…” tawar Arabella.

“Nggak bisa sayang Daddy mau kamu fokus kuliah sama belajar ilmu agama di sini, dan Daddy bakalan tenang kalau kamu tinggal di pesantren ini, kamu tau sendiri kan, Kiyai Hasyim ini sudah Daddy anggap sebagai Kakak sendiri, jadi kamu aman di sini.”

“Aku di mansion sendiri juga nggak apa-apa loh Dad... Aslinya!” tolak Arabella halus.

“Kamu yang nggak apa-apa, tapi kita yang khawatir, apalagi kamu suka ikut club-club motor gede itu, Daddy nggak maksa kamu buat keluar dari geng kamu, Daddy cuma minta kurangin bergaul sama mereka.”

Hadeuh… Padahal gue males banget tinggal disini, pasti banyak aturan deh… batin Arabella sambil memakan lagi kue yang ada di depannya.

“Gus, Kak Bella lucu ya, cantik lagi,” bisik Ning Najwa, membuat Gus Izzan hanya menatap dan mengelus kepala sang adik.

“Dad, mereka itu orang baik lagi, cuma penampilannya aja yang urakan, kita kan nggak boleh nilai orang dari penampilannya aja, iya kan Uma?” tanya Arabella menatap Uma Salma meminta dukungan.

“Iya Bella, kamu benar sekali…” jawab Uma Salma.

“Pokonya mulai nanti malam kamu tinggal di asrama santri! soalnya sore ini Daddy sama Mommy harus berangkat.” terang Ardana.

“Tapi Dad… Aku kan belum nyiapin baju…” elak Arabella yang masih ingin tidur di kamar kesayangannya.

“Baju udah Mommy siapin, itu koper baju kamu dan satu koper lagi keperluan kamu termasuk tas dan laptop kuliah kamu” tunjuk Nilam pada 2 koper yang ada di pojokan.

Haah?? Seriusan ini??

Arabella hanya bisa melongo seniat itu loh orang tuanya menitipkan dia di pesantren, sampai baju dan keperluannya saja sudah di siapkan.

“Bella, kalau kamu mau liat-liat pesantren dulu boleh, sekalian nanti ditunjukan kamar buat kamu.”

“Biar sama Najwa aja Uma ya…” Tawar Ning Najwa.

“Iya sayang boleh… ajak ke area putri aja ya Nak.”

“Siap Uma.” ucap Ning Najwa mengajak Arabella kearah area putri.”

Di sepanjang perjalanan banyak santri putri yang saling berbisik melihat Arabella.

“Eh, siapa tuh yang sama Ning Najwa?”

“Cantik ya kayak barbie…”

“Ya, cantik sih, tapi tidak menutup aurat”

“Bajunya teh keren pisan”

“Keren apa sih kamu teh? liat aja atuh bajunya sobek-sobek kitu.”

Arabella yang mendengar celetukan - celetukan para santriwati menghentikan langkahnya, dan celingukan mencari sesuatu, Ning Najwa yang penasaran apa yang sedag di cari pun bertanya.

“Kakak cari apa?” tanya Najwa menatap Arabella

Arabella hanya menempelkan jari telunjuknya pada bibir tanda Najwa tidak boleh bersuara, hingga Arabella melihat sebuah tong sampah berisi dedaunan dan…

Dugh.. Bruuuukkk…

“AAAaaaakkhhh…” Santriwati yang sedang membicarakan Arabella menjerit karena dihujani dedaunan kering.

Arabella menarik tangan Najwa untuk berlari menjauh, karena mendengar jeritan para santriwati seorang ustadzah keluar ruangan.

“Ada apa ini? Astagfirullah kenapa kalian mandi daun?”

“Ini bukan ulah kita ustadzah kita nggak mandi sampah… ini semua ulah–” kata-kata santri putri itu terhenti karena tidak menemukan Arabella dan Ning Najwa.

“Ulah siapa? Jangan menyalahkan orang lain karna kesalahan diri sendiri ya, ingat itu?!”

“Iya Ustadzah…” jawab santri putri itu secara serempak.

“Sekarang bereskan kembali, sudah waktunya istirahat dan sholat berjamaah.”

*****

Lantunan suara merdu adzan di waktu sore, menambah kesyahduan senja yang diciptakan matahari, langkah Arabella tapakan di sepanjang lorong-lorong asrama putri.

“Merdu banget suaranya, itu suara siapa dek?” tanya Arabella sambil ngemut permen loli.

“Oh, itu Bang Izzan…” jawab Najwa. “Yuk Kak, kita ke mesjid, udah waktunya sholat jamaah.” ajak Najwa sambil menarik tangan Arabella.

Saat sampai di depan masjid, bukan hanya santriwati yang menatapnya, ada Ustad, Ustadzah dan santri putra.

“MasyaAllah bidadari…”

“Cantiknya…”

“Siapa dia? apa santriwati baru?”

“Masa santriwati pakaiannya seperti itu?!”

“khhmmmm… ayo segera masuk masjid jangan pada gibah.” tegur Pak Kiyai Hasyim yang datang bersama Uma Salma, Ardana dan Nilam.

“Astagfirullah…” serempak para santri sadar kalau mereka barusan membicarakan orang lain.

Arabella yang sudah menyelesaikan wudhunya duduk di shaf depan bersama Uma Salma, Nilam dan Najwa.

ilustrasi

“MasyaAllah kalo gini kan cantik sayang..”

“Ck… jadi selama ini Bella ganteng gitu? Kan emang Bella cantik iya kan Uma?!”

“Iya…” jawab Uma Salma mengelus surai Arabella, membuat para santiwati dan Ustadzah bertanya-tanya, siapa gadis yang mencuri perhatian seluruh pondok hari ini.

MasyaAllah…. batin Izzan yang tak sengaja melirik Arabella yang sedang tersenyum.

Sholat berjamaah sudah dilaksanakan, dan kini semua orang masih duduk khusu, di shaf masing-masing untuk berdzikir dan mendengarkan ceramah. Arabella yang awalnya mengikuti dzikir sekarang malah tertidur di pangkuan Nilam.

“Sayang, duduk yuk… dengerin ceramahnya ustad Izzan..”

“Aku ngantuk Mom, 5 menit aja ya Mom aku juga ini masih dengerin kok ceramahnya,” ucap Arabella sambil menutup matanya yang berat.

Ya gimana nggak ngantuk pikirnya suara merdu Izzan membaca ayat suci Al Qur’an, dan ademnya suasana masjid membuat mata Arabella serasa tertindih batu besar.

Nilam melihat putrinya yang tertidur lelap di pangkuannya merasa sedih. Dan hampir saja meneteskan air mata jika Uma Salma tidak menepuk pundaknya.

Sayang… Mommy pasti kangen liat kamu tidur lelap kayak gini di pangkuan Mommy, Nak? maafin Mommy ya Bell.. Batin Nilam.

“Nilam..” tepukan Uma Salma menyadarkan Nilam.

“Aku cuma takut nggak bisa melihatnya lagi Sal,” lirih Nilam.

“Aku yakin kamu pasti bisa berjuang, semangat kamu pasti sembuh” ucap Uma Salma menguatkan Nilam sambil memegang tangannya.

Nilam hanya mampu mengangguk tanpa menjawab, semua sudah bergantian keluar masjid. Ardana yang melihat istrinya masih terduduk menghampirinya.

“Mam… oh, Bella ketiduran toh, bangunin aja Mom, kita bentar lagi kan harus berangkat.”

“Iya Dad…”

“Bell, Bella… Sayang bangun yuk, Mommy sama Daddy harus berangkat..”

“5 menit lagi ya Mom, kan Bella kuliahnya siang…” Arabella mengigau.

Ardana hanya menggelengkan kepalanya melihat sang putri, Ardana pun mendekat dan berbisik.

“Bell, ada pertandingan motor hadiahnya 100 M…”

“Hah? Apa? 100 M?” heboh Arabella terbangun dari pangkuan Nilam.

“Ck.. Dasar matre!” ledek Ardana.

“Ihh, Daddy…” Arabella cemberut karena tau dibohongi Daddy nya.

“Liat itu jam berapa? nggak baik tidur di waktu senja gini, bisa menyebabkan kefakiran…” tegur Ardana.

“Daddy sama Mommy mau berangkat ke bandara kamu mau ikut?” tawar Nilam.

“Emang harus sekarang juga Mom? Aku kan masih mau sama kalian…” manja Arabella memeluk Nilam.

“Iya sayang, di tiketnya jam 5 sudah harus lepas landas..”

Arabella hanya mengangguk lesu dan melepas mukenanya, Arabela lupa kalau di masjid masih banyak laki-laki, rambut panjangnya itu terurai dengan indah, menambah kecantikannya santri dan ustad yang sejak tadi mencuri pandang terpesona melihat keindahan itu.

“Bella, hijabnya dipakai ya, Nak…” tegur Uma Salma.

“Iya Uma…” jawab Arabella yang hanya menyampirkan phasminanya.

“Yang bener dong sayang pakainya… sini Mommy benerin…” Nilam menatap lekat sang putri dan tak sadar meneteskan air matanya.

“Loh, Mommy kenapa nangis sih? Aku nyakitin Mommy lagi ya? Maafin aku ya Mom…” ucap Arabella sambil mengusap air mata Nilam.

“Nggak sayang—” ucap Nilam lalu mengecup kening Arabella. “Mommy cuma terharu liat putri Mommy ini ternyata udah gede, udah jadi gadis yang cantik.” jawab Nilam cepat.

Ardana dan Uma Salma tau perasaan Nilam seperti apa sekarang, mereka berharap Nilam bisa sembuh seperti sebelumnya.

“Mommy jangan lama-lama ya di luar negerinya nanti aku kangen pengen dipeluk Mommy…” manja Arabella.

“Iya sayang, doain Mommy ya supaya urusannya disana cepet selesei, dan Mommy sama Daddy pulang dalam keadaan sehat.”

“Ammin.”

Kini keluarga kiyai Hasyim beserta Arabella sudah berangkat ke bandara, mereka akan mengantar Nilam dan Ardana yang akan pergi ke luar negeri.

“Sayang ingat ya pesen Mommy, jadi anak baik. jangan sering keluar malem, jangan kecapean dan tetep inget jaga batasan… hijabnya juga di pake terus ya sayang, kamu cantik kalo pake hijab” peluk erat Nilam pada putrinya.

“Iya Mom, Aku pasti inget kok pesen MOmmy.. lagian kayak yang nggak bakalan lagi ketemu sih Mom...” canda Arabella tapi mampu membuat semua orang dewasa disana terdiam.

“Sayang...” panggil Ardana, dan Arabella pun berpindah memeluk Ardana.

“Inget ya, Jangan nyusahin Kiyai Hasyim sama Uma Salma, inget juga pesen Mommy jangan sering keluar malem, pake terus hijabnya.”

“Iya Dad, tapi aku pake hijabnya kalo ke pesantren aja ya... kalo keluar sama ke kampus nggak pake hijab...”

“Lebih bagus tiap saat pake hijab kamu nak, tau nggak diakhirat nanti Daddy loh yang bakalan dimintai pertanggung jawabanNya, karena anak perempuan Daddy yang udah baligh ini belum pake hijabnya... Kamu nggak mau kan kalo dosa kamu Daddy yang tanggung?!”

“Iya... iya deh, aku usahain...”

“Di coba pelan-pelan ya sayang.” Usa lembut Nilam pada Arabella.

Tak lama, panggilan untuk keberangkatan pun sudah terdengar, Ardana dan Nilam sudah berjalan menuju pesawat yang akan membawa mereka ke Jerman.

“Daddy sama Mommy pamit ya sayang...” ucap Nilam sambil mengecup seluruh wajah Arabella.

“Hm... Jaga kesehatan Daddy sama Mommy juga ya....”

“Iya...”

“Syim, Sal, saya titip Bella ya, kalo dia nakal dan susah diatur jewer aja telinganya...” canda Ardana membuat Arabella cemberut.

“Iya Ar, Nil... Mudah-mudahan kalian selamat sampai tujuan dan kembali dalam keadaan sehat,” ucap Kiyai Hasyim sambil memeluk sahabatnya, Uma Salma juga memeluk Nilam.

“Nak Izzan, boleh Om titip Bella? Anggap aja dia juga adik kamu kayak Najwa, tegur dia kalau dia salah dan jangan sungkan buat ngehukum dia...”

“Iya Om...” jawab Izzan singkat.

Setelah berpamitan kini keluarga Kiyai san Arabella kembali ke pesantren, karena akan masuk waktu magrib dan jadwal Izzan mengajar.

Arabella CS

...BAB 2...

...ARABELLA CS...

“Uma... Abi... Saya pamit ke masjid dulu!” pamit Gus Izzan pada Uma Salma dan Abi Hasyim.

“Uma... Aku boleh pulang ke rumah aja nggak?” tanya Arabella membuat Uma Salma dan Kiyai Hasyim saling pandang.

“Tidak bisa dan tidak dulu ya sayang, soalnya orang tua kamu sudah nitipin kamu sama Uma dan Abi...”

Arabella hanya menggangguk pasrah mendengar jawaban Uma Salma.

“Najwa sayang, anterin Kak Bella ke kamarnya di asrama putri ya...”

“Iya Uma... Ayo Kak Bell, aku bantuin bawain barangnya.”

“Hm... makasih...”

Arabella pun kembali memasuki asrama santri putri, semua sudah siap mereka akan ke masjid untuk sholat berjamaah dan lanjut mengaji.

Tok... Tok... Tok...

“Assalamualaikum...”

“Waalaikum Sallam... eh, Ning Najwa, ada yang bisa kita bantu?” tanya santriwati yang membuka pintu kamar.

“Maaf mengganggu waktunya ya Kakak-kakak... aku Cuma mau mengantar Kak Bella, dia akan tinggal di sini...” terang Najwa.

Ketika menyingkir dari pintu muncul Arabella dengan mengemut permen loli.

“Hallo!” sapa Arabella sambil terseyum.

ilustrasi

Dari dalam kamar para santriwati terdiam melongo melihat wajah cantik yang ada di depan mereka.

“Masya Allah... Barbie hidup..”

“Masya Allah... Cantiknya...”

“Ini teh boneka apa manusia?”

Celetukan-celetukan para penghuni kamar terdengar oleh Arabella membuatnya ingin tertawa terbahak-bahak.

“Kak, Aku pamit dulu ya... mau siap-siap ke masjid...” pamit Najwa di angguki Arabella.

“Hah... So, gue tidurnya dimana?” Arabella nyelonong masuk dan membuka kerudungnya.

“Ning... Kenalan dulu atuh, Saya teh namanya Elis, Ning namanya siapa?”

Arabella yang sedang tiduran di atas ranjang bangkit dan menatap tiga gadis di depannya.

“Halo, nama gue bukan Ning by the way ya... Gue Arabella Thraiya Dominic, biasa dipanggil Bella...” terang Arabella sambil menyodorkan tangannya.

“Aku Sari...”

“Aku Dina...”

“Ning__” panggil Sari lagi.

“Shuutt... panggil gue Bella jangan Ning, Ok?!” jawab Arabella melirik Sari.

Arabella membuka sepatu, Jacket serta mengikat rambutnya tinggi-tinggi. Kulit putih bersih, wajah cantik perpaduan bule indo dengan rambut coklat panjang membuat siapa saja iri jika melihatnya.

“Haaaaahh... Gue mau mandi, kamar mandinya di sebelah mana?”

“Kamar mandi ada di pojok sana Bell, deket kobong satu.”

“Whaaattt??? Jadi kamar mandinya diluar?!” tanya Arabella shock di angguki mereka.

“Iya Bell, yuk biar aku anterin tar keburu magrib.” Ucap Elis yang diangguki Arabella dengan pasrah.

Arabella pun akhirnya membuka kedua kopernya mengambil keperluannya dan bajunya, Arabella melotot melihat isi kopernya.

“Astaga... ini Mommy nggak salah apa? Masa iya isi bajunya kayak gini semua?!” heboh Arabella mengundang ketiga gadis menghampirinya.

“Kenapa Bell?” tanya Elis penasaran.

Arabella hanya menunjuk isi kopernya yang terbuka, menampilkan gamis-gamis dari brand impian para santri di pondok.

“MasyaAllah... gamisnya cantik cantik banget...”

“Iya ih, ini teh brand @UlalaKareem kan... idaman para santri.”

“Aku juga kalo punya uang mau pake gamis ini...” timpal Sari.

“Bismillahirrahmanirrahim...” suara Gus Izzan menghentikan ocehan mereka.

“Duh, udah ngaji lagi, ayo Bell kamu sekalian bawa baju kamu, ganti di toilet aja!”

“Hah, di toilet? Mana bisa gue...” heboh Arabella.

“Bisa, tar aku bantu nyimpen bajunya supaya nggak jatoh...” ujar Elis.

Arabella hanya mengangguk pasrah, dan berjalan menuju toilet tanpa memakai hijab dan memeluk bajunya, sedangkan ember dan alat mandi dibawakan Elis.

“Eh Lis, itu teh siapa yang sama kamu? Kok dia nggak pake hijab?”

“Ini Arabella, kenalin atuh... dia teh sodaranya Ning Najwa dari kota.” Jelas Elis memperkenalkan Arabella. “Nah Bell, itu toiletnya, kamu bisa masuk yang kosong, aku tunggu disini...” tawar Elis menyodorkan embernya pada Arabella.

Sebelum memasuki area toilet dan tempat wudhu seorang Ustadzah menegur Arabella.

“Kamu santri baru ya?” tanya sang Ustadzah.

“Iya Kak,”

“Panggil saya Ustadzah..”

Ceileehh... sombong amat ni orang! Batin Arabella sambil mendelik kearah Ustadzah.

“Iya, Ustadzah.”

“Kamu harus tau peraturan di area santri putri ini, walaupun kita semua disini wanita kamu wajib memakai hijab!” ketus sang Ustadzah.

“Brarti kalo saya mandi harus pake hijab juga ya Ustadazah...” tanya konyol Arabella.

“Bukan itu maksud saya...”

“Lah.. kan Ustadzah tadi bilang area santri putri. Ya itu termasuk toilet juga dong..”

“Hah.. terserah lah...” kesal Ustadzah berlalu pergi meninggalkan Arabella.

Setelah kepergian si Ustadzah Arabella buru-buru masuk ke kamar mandi, setelah masuk Arabella melongo melihat hanya ada keran tanpa ember dan gayung.

“Hah... Set dah.. nasib... nasib... gue pikir pesantren elit itu ada showernya gitu, eh ini malah kagak ada, pantesan aja si Elis minjemin ember sama gayungnya.” Gerutu Arabella meletakkan ember dan gayung di bawah keran. “Ini aman ga ya? Kira-kira ada CCTV nya gak? Atau kamera tersembunyi gitu?” monolog Arabella celingukan.

10 menit berlalu akhirnya Arabella keluar dengan memakai gamis hitam kontras dengan kulit putihnya. Sebagai pengganti hijab Arabella memakai handuknya untuk menutupi kepalanya yang basah.

“Lis, Bell, hayu kita ke masjid..” ajak Sari buru-buru memakai mukenanya.

“Ya elah Sar, baru juga gue nyampe ini.. mana rambut gue masih basah, pinjem hairdryer dong..”

“Hairdryer teh naon Bell, nggak tau aku mah..”

“Itu teh yang buat ngeringin rambut bukan sih?!” tanya Dina memastikan.

“Iya itu... ada yang punya nggak?”

“Oh.. Nggak ada Bell, disini tuh dilarang bawa barang elektronik kayak gitu, sini biar aku bantu keringin rambut kamu..”

Arabella hanya menghela napas lalu mengangguk pasrah sambil duduk di tepi ranjang, Dina membantu Arabella mengeringkan rambutnya dengan handuk, Elis membantu mengipasi dan Sari membantu menyisir sedikit demi sedikit rambut Arabella.

“Hayya bina shollu...” teriak Ustadzah mengelilingi kamar para santriwati.

“Nah, udah mulai kering. Yuk ke masjid... langsung pake mukena aja, jangan lupa bawa buku, nanti ada materi tajwid sama Ustad Izzan..” terang Dina pada Arabella.

“Masya Allah, mukena kamu bagus banget Bell..” heboh Sari kembali.

“Ini tuh hadiah dari Mommy, biar anaknya rajin sholat.” Ucap Arabella memperlihatkan note yang terselip di mukenanya.

Mereka ber 4 akhirnya keluar kamar, dan berjalan ke arah gang kecil yang memisahkan asrama putri dengan halaman masjid. Ternyata sholat akan segera di mulai dan Arabella CS baru saja sampai.

“Duh... sholatnya udah di mulai, ayo cepetan... untung tadi udah wudhu..” heboh Sari.

Arabella CS terpaksa sholat di bagian pojok karena masjid sudah penuh, tapi bagi Arabella pojokan adalah tempat paling nyaman, apalagi buat tidur pikirnya. Sholat, dzikir dan wirid sudah selesai dan kini waktunya pelajaran tajwid.

“Assalamualaikum wr wb..” salam Ustad Izzan.

“Waalaikumsalam wr wb...”

“Baiklah para santri dan santriwati kita akan meneruskan pelajaran tajwid minggu lalu, silahkan yang murid baru boleh melihat buku temannya.” Ucap Izzan sedikit melirik kearah Arabella.

“Saya akan mengulangi pelajaran minggu lalu, hukum nun mati dan tanwin di bagi berapa? Coba sebutkan?” tanya Ustad Izzan.

“Ada 4... Izhar, Idgham, Iqlab dan Ikhfa.”

Tanya jawab pun berlangsung selama 30 menit, dan kini Izzan menjelaskan hukum mim mati dan tanwin bila bertemu huruf hijaiyah, semua mencatat dengan khusus sedangkan Arabella malah meletakan kepalanya di lantai.

“Bella...”

“Hmm..”

“Bella, atuh kamu teh jangan tidur ih, nanti kamu bisa di hukum.” Bisik Elis.

“Gue bukan ‘Teh’ Elis, gue tuh manusia...” lirih Arabella dengan mata tertutup.

Izzan melihat semua santrinya satu-persatu hingga memicingkan matanya, melihat Arabella yang terkantuk-kantuk menahan ngantuk. Ingin tertawa melihat muka menggemaskan Arabella tapi dia juga harus mendisiplinkannya.

“Arabella Thraiya Dominic...” panggil Izzan membuat Arabella terjengkit kaget.

“Siap! Hadir Pak!” latah Arabella langsung berdiri.

Semua santri menahan tawanya melihat wajah bingung Arabella.

“Lah... yang manggil gue tadi siapa? Apa gue mimpi ya?” monolog Arabella menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Ketika akan kembali lagi duduk Arabella kembali mendengar panggilan namanya.

“Arabella coba sebutkan contoh dari ilmu tajwid yang kamu tau, dan contoh bacaannya..”

Semua terdiam, untuk Arabella anak baru apalagi dia yang tidak memperhatikan, pasti tidak tau pikir santriwati yang lain.

“Bell, ini...” Sari menyodorkan bukunya untuk dibaca oleh Arabella. .

“Tidak di perbolehkan membaca buku..” tegas Izzan.

“Lah... Bukanya Ayat suci Al-Qur’an mending di baca ya daripada salah bacaannya?!” jawab Arabella.

“Sebutkan yang kamu tau?!” kekeh Izzan.

Hah... dasar 🤬🤬

Arabella pun terdiam hingga dia mengingat sebuah lagu viral.

“Ummi inna kubawwakkan aiyyam ditammbah sama sammbal sangqhoqh inna kubawwakkan aiyyam ditammbah sama sammbal samangqhoqh samangka”

Suara merdu mengalun indah dari bibir Arabella, membuat semua kagum.

“Saya suruh kamu memberi contoh bacaan malah nyanyi...” ketus Ustad Izzan membuat Arabella memutar bola mata malasnya. Arabella berdecak kesal lalu menghela napas panjang.

“Ummi (gunnah huruf mim bertasyid) Inna (gunnah huruf nun bertasyid) kubawwakkan (idghom bigunnah tanwin bertemu huruf waw) aiyyam (idghom bigunnah nun sukun bertemu huruf ya) ditammbah (ikhfa syafawi huruf mim sukun bertemu huruf ba) sama sammbal (iqlab nun sukun bertemu dengan ba) samangqhoqh (ikhfa tanwin bertemu huruf Qaf) Samangka (ikhfa nun sukun bertemu kaf)

Prok... Prok... Prok...

Semua orang bertepuk tangan semua kagum dengan Arabella yang mencontohkan ilmu tajwid secara singkat. Padahal Arabella sering mendengar temannya memutar toktok lagu itu jadi dia hafal.

“Baik kembali duduk.” Titah Izzan.

Penunggu Pohon Mangga

...BAB 3...

...PENUNGGU POHON MANGGA...

Malam di pesantren terasa lebih sunyi dari biasanya. Di luar, angin berdesir pelan, menyusup lewat jendela yang sedikit terbuka. Cahaya bulan pucat menyorot ke dalam kamar asrama, cetakan-cetakan kasur berderet yang diisi santri yang sudah terlelap. Tapi Arabella masih bertahan duduk di tepi ranjang dengan kebosanan yang memeluk jiwanya.

“Hah... bosen banget deh, biasanya jam segini gue lagi siap-siap ikut nongkrong.” Gumamnya menerawang.

Arabella yang semakin bosan melangkahkan kakinya keuar kamar, sunyi sepi itulah gambaran keadaan luar kamar, di temani angin malam yang berhembus lembut menyapu halaman yang lenggang, Arabella melangkah pelan menuju tempat sekiranya dia bisa mengusir kebosanannya.

Hingga tatapan binar muncul kala melihat pohon mangga besar yang menjulang dihalaman pesantren. Senyum jahil muncul di wajahnya.

Hah... kenapa nggak? Pikirnya.

Dengan gesit, Arabella mengumpulkan lengan bajunya dan mulai melepas sandal yang dia pakai. Arabella sudah biasa melakukan hal ini sejak kecil di rumahnya yang besar. Dia sering naik pagar atau pohon hanya sekedar cari angin atau iseng.

ilustrasi

Dalam waktu singkat, Arabella sudah duduk di salah satu cabang besar, menggoyangkan kakinya dengan santai. Dari atas sini, dia bisa melihat seluruh halaman pesantren.

“Hmmm.. kalo diliat dari sini pesantrennya luas banget ya, hoaaaammmm”

Angin lembut menerpa wajah Arabella, hingga membuatnya mengantuk.

“Ck.. kok gue malah ngantuk sih?!” gumamnya dan mencari posisi nyaman untuk merebahkan dirinya di dahan pohon.

“Tidur disini bentaran boleh kali ya...” monolognya melipat tangan dan meringkuk dengan nyaman di atas pohon.

Dini hari di pesantren selalu terasa berbeda. Udara masih dingin, menyelusup melalui celah jendela, menyentuh kulit dengan lembut namun menusuk hingga ke tulang. Langit gelap bertabur bintang, masih menampakkan keindahannya.

Dari perbincangan, suara ayam pertama mulai berkokok, memecah kesunyian yang sejak tadi begitu khusyuk. Beberapa santri sudah bangun lebih awal, berjalan pelan menuju tempat wudhu dengan mata yang masih setengah terpejam. Di sudut masjid ada yang duduk bersimpuh, berbisik dalam doa yang hanya Tuhan dan dirinya yang tau.

Di asrama, sebagian santri masih terlelap, sesekali bergerak dalam mimpi mereka. Tapi ada juga yang sudah bangun diam-diam, hanya duduk termenung di tepian kasur, memikirkan sesuatu yang mungkin tidak bisa mereka ungkapkan dengan kata-kata.

Dini hari di pesantren bukan sekedar waktu sebelum subuh. Dia adalah peralihan antara mimpi dan kenyataan, antara kesunyian dan doa. Dan di suatu tempat dalam ketenangan itu, selalu ada cerita yang berbeda.

“Loh, Bella kemana ya?” tanya Dina yang memang tidur di sebelah Arabella.

“Mungkin nggak sih teh dia udah bangun?!” jawan Elis sambil mengucek matanya yang masih mengantuk.

“Sari di kamar mandi ada Bella nggak?” tanya Dina yang melihat Sari dari arah kamar mandi.

Sari pun menggeleng kepala pertanda bahwa Arabella tidak ada di kamar mandi.

“Lah, trus kemana itu anak ya, apa dia udah ke masjid duluan?” tebak Sari.

“Ya udah sih, kita susul aja yuk...” ajak Dina.

Mereka semua beranjak menuju masjid, untuk sholat tahajud dan tadarus sambil menunggu adzan subuh.

****

Dari arah santri putra Balwa dan Balwi santri kembar, yang selalu kemana-mana berdua sedang duduk di bawah pohon mangga menunggu teman-temannya untuk pergi bersama ke masjid.

Grooooookkkk...

“Astagfirullah... Wa kamu denger sesuatu nggak?” tanya Balwi celingukan.

Balwa yang sedang membaca tulisan di bukunya berhenti sejenak menatap kembarannya.

“Suara apa?”

Groooooookkkk...

“Nah... denger kan?” heboh Balwi.

“Kayak suara orang yang lagi tidur ngorok..” jawab Balwa saling pandang dengan Balwi.

“Jangan-jangan penunggu pohon ini lagi Wa..” terka Balwi sambil beranjak ingin melirik ke atas pohon.

Balwa sudah menggosok lengannya entah karna dia merasa merinding gara-gara perkataan Balwi, atau karena angin malam yang menerpa kulitnya.

Groooooookkkk...

“Astagfirullah...” kaget Balwi ketika mendongak menatap ke atas pohon melihat kain putih yang tertiup angin.

“Kenapa Wi?” bisik Balwa.

“Ada kain putih melayang..” jawab Balwi berbisik tak kalah lirih.

Mereka saling pandang, rasa takut mengalahkan rasa penasaran mereka, bukannya berlari tapi mereka ingin memastikan makhluk apa yang berada di atas pohon.

Groooooookkkk...

“Makhluk apa kira-kira ya Wi, kalo itu teh ‘Nti pasti ketawa atau nangis kan? Tapi kenapa ini malah ngorok? Apa teh ‘ntinya kecapean terus ketiduran?” cerocos Balwa dengan tebakan absurdnya.

Tuk..

Balwi pun menyentil Balwi.

“Mana ada kuntilanak tidur?! Mungkin kuntilanaknya lagi batuk jadi suaranya serak,” jawab Balwi tak kalah absurd.

Tak lama perbincangan mereka terhenti, karena kemunculan santri lain dari arah asrama putra.

“Balwa.. Balwi... ayok! Kalian kenapa pe;ukan dah? Udah kayak teletubis aja..” ledek Devan menatap Balwa dan Balwi yang berpelukan mesra.

Balwa dan Balwi yang mendengar ledekan Devan, melirik satu sama lain dan melepaskan pelukannya.

“Dev.. Dev sini dulu deh... kalian juga ikut sini..” Balwa menarik tangan Devan ke arah pohon mangga.

“Apaan sih Wa... Jangan maen tarik-tarik gini ihh...” gerutu Devan.

“Nah coba deh kalian liat di atas pohon menurut kalian makhluk apa itu?” tunjuk Balwa.

Groooooookkkk... Groooooookkkk... Groooooookkkk...

Semua melirik kearah yang ditunjuk Balwa dan semua membelalak saat melihat kain putih melambai-lambai terttiup angin.

“Astagfirullah...” teriak mereka kaget sampai mengundang seisi pesantren penasaran.

“Makhluk apa itu?”

Teman-teman Arabella yang melintasi Balwa dan Balwi CS pun ikut penasaran ada kehebohan apa yang terjadi disana.

“Din, ada apa ya? Kenapa mereka ngumpul disana?” tanya Sari kepo.

“Nggak tau juga, kita liat aja yuk?!” ajak Dina.

“Assalamualaikum...” suara lembut Sari membuat para santri pria melirik ke arahnya.

“Waalaikumsalam, eh Neng Sari ada apa ya Neng?” tanya Devan menggoda.

Groooooookkkk...

“Astagfirullah.. suara apa itu?” kaget Elis.

Para pria tidak menjawab hanya menunjuk ke atas pohon, teman Arabella mengikuti arah yang ditunjuk mereka dan seketika melotot karena melihat kain putih melambai-lambai, Elis dan Sari saling berpelukan karena takut, tapi Dina yang penasaran menyelidik makhluk apa yang berada di atas pohon hingga matanya membelalak.

“Astagfirullah! Arabella?! Ngapain kamu di sana?!” teriak Dina membuat semua orang menutup telinganya.

“Hah? Arabella?”

“Arabella...” teriakan heboh Dina mengundang perhatian para Ustad dan Ustadzah serta Ustad Izzan yang akan menuju Masjid.

“Ada apa ini?” suara bariton dengan nada dingin menyapu pendengaran mereka.

“Ustad..”

Mereka menunduk saat melihat Gus Izzan saat menatap mereka.

“Ada apa?” tanyanya kembali.

“Iiii--- Itu Ustad.. teman saya.. ada di atas pohon..” jawab Sari dengan gugup karena takut.

Sedangkan diatas pohon Arabella yang terganggu karena banyak nyamuk akhirnya terbangun.

“Hooaaaaaaammm... Ukhh.. nyenyak banget akhirnya... padahal Cuma tidur bentar..”

Mendengar suara riuh dari bawah pohon membuat Arabella penasaran dan menunduk, Arabella pun kaget kenapa sudah ada banyak orang yang berkumpul.

“Hei... kalian lagi ngapain di bawah pohon? Mau metik mangga? Besok aja deh.. kalo jam segini mah nggak keliatan!” cerocos Arabella membuat semua orang menepuk jidat.

“Harusnya tuh kita yang nanya, kamu ngapain diatas pohon?” teriak Dina membuat semua orang kembali mengusap kupingnya.

“Eeee.. gue Cuma nyobain tidur di sini...” jawab Arabella cengengesan.

“Turun!” suara Ustad Izzan menghentikan tawa Arabella.

“Eh.. Agus... Gus ngapain di situ juga?” tannya Arabella heran.

“Arabella turun ya... kita tahajud dan tadarus dulu sambil nunggu adzan subuh..” Rayu salah satu Ustadzah lembut membuat Arabella mengangguk.

“Iya Bell, ayok turun nanti kalo kamu jatoh gimana?” ucap Elis khawatir.

Sementara Arabella hanya cengengesan.

“Santai aja kali, gue tuh udah biasa naek ginian.”

Tiba-tiba...

KRRRAAAAAKKK

Cabang tempatnya berpijak berbunyi patah. Arabella pun menegang. Beberapa detik kemudian...

BRRRUUKKK!!!

Arabella jatuh dengan sukses, bukan langsung ke tanah, tapi ke semak-semak di bawah pohon. Santri-santri berteriak, beberapa berlari mendekat. Sari yang pertama kali sampai, melihat Arabella yang masih terduduk di semak-semak dengan ekspresi kaget.

...ilustrasi...

“Bell... Kamu nggak apa-apa kan?” tanya Sari panik.

Alih-alih kesakitan, Arabella malah tertawa ngakak. “Tenang Sar, Gue baik-baik aja! Wah seru juga sih!” katanya sambil memegang pantatnya yang ngilu.

Santri-santri lain melongo. Semua menggelengkan kepala, tidak percaya dengan kelakuan gadis absurd ini. Tapi sejak hari itu, pohon mangga di taman pesantren memiliki sejarah baru, tempat pertama dimana Arabella terjatuh.

ilustrasi

“Hahahaha...” tawa Balwa melihat Arabella.

“Katanya udah biasa tapi malah nyungseb!” ledek Balwa yang langsung mendapat tatapan tajam Arabella.

Semua yang mendengar ledekan Balwa menahan tawanya, karena penampilan Arabella yang acak-acakan gegara nyungseb.

“Heh... gue cuman akting ya! Biar ada keseruan aja pas turun..”

“Trus sakitnya juga akting?” ledek Balwi membuat Arabella cemberut.

Dan tanpa mereka sadari dan ketahui Ustad Izzan diam-diam tersenyum kecil melihat Arabella yang cemberut.

Lucu... batinnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!