NovelToon NovelToon

Jangan Salahkan Aku Mencintainya

Pertemuan Dewi Dan Hans

Pagi itu Hans buru-buru ke kantor, dia tidak menyentuh makanan yang telah disiapkan oleh istrinya, Lily.

Lily: "Makanlah dulu, mas." pintanya.

Hans: "Aku sudah telat, sayang. Pagi ini aku ada rapat di kantor." ucapnya. Hans mencium kening Lily, lalu melangkah dengan terburu-buru masuk ke dalam mobilnya. Mertua Lily, yaitu tante Meti keluar dari kamarnya.

Tante Meti: "Hans tidak sarapan, ya?" tanyanya.

Lily: "Mas Hans buru-buru, bu. Katanya ada rapat di kantornya." ucapnya sambil tersenyum kecil. Mawar berjalan pelan menghampiri Lily dan ibunya yang sedang berbincang.

Mawar: "Apakah mas Hans sudah pergi, mbak?" tanyanya dengan rasa ingin tahu. Lily hanya tersenyum hangat menatap Mawar sambil menganggukkan kepalanya.

Lily: "Kamu ingin diantar mas Hans, kan?" tanyanya dengan pelan.

Mawar: "Iya, mbak, tapi mas Hans sudah pergi." ucapnya dengan wajah cemberut.

Tante Meti: "Naik ojek aja, Mawar. Banyak ojek mangkal di depan." ucapnya.

Mawar: "Iya, bu." ucapnya dengan sedikit kesal. Mawar mencium tangan ibunya dan kakak iparnya, lalu melangkahkan kedua kakinya untuk mencari ojek yang sering mangkal tak jauh dari rumahnya. Hans dan Lily belum dikaruniai anak, namun mereka hidup bahagia dan saling mencintai. Hans memiliki kulit yang putih dan bersih, dan berwajah tampan. Tante meti yang merupakan mertua Lily, tergolong mertua yang baik dan pengertian. Tante Meti tidak pernah mempermasalahkan tentang kesuburan Lily sebagai seorang wanita. Usia Lily juga masih tergolong masih muda yaitu, 30 tahun dan Hans berusia 33 tahun. Lily juga seorang wanita karier yang pintar dan lihai, dia mempunyai toko perhiasan logam mulia atau emas. Ayahnya yang telah mewariskan toko perhiasan emas itu kepadanya dan Lily mengelolanya dengan baik. Toko itu berkembang, Lily mempunyai karyawan sekitar 7 orang. Lily keturunan cina, ibunya telah meninggal. Ayahnya telah mempunyai istri dan menetap di Finlandia. Lily mempunyai asisten rumah tangga sebanyak 3 orang yaitu, bu Sita sebagai tukang masak dan membersihkan dapur, seorang tukang kebun bernama pak Anto dan seorang satpam rumah mereka bernama pak Benti. Rumah itu milik Lily, warisan dari ayahnya yang bernama koh Along.

Lily: "Aku berangkat ke toko dulu, ma." ucapnya sambil bergegas mengambil tasnya di atas kursi.

Tante Meti: "Iya Lily. Hati-hati, nak." ucapnya sambil tersenyum hangat menatap menantunya itu. Begitulah kegiatan Lily dan suaminya setiap hari. Sedangkan Mawar yang merupakan adik dari Hans mempunyai jadwal kuliah yang cukup padat di kampusnya. Mawar gadis yang sangat pintar, karena kepintarannya dia mendapat bea siswa. Mawar mempunyai sahabat yang bernama Dewi, mereka satu kampus. Dewi tidak sepandai Mawar, dia selalu meminta tolong pada Mawar untuk mengerjakan tugas dari dosen mereka. Untungnya kedua orang tua Dewi kaya raya. Siang itu Dewi curhat pada Mawar tentang keadaan kedua orang tuanya yang sering bertengkar.

Dewi: "Aku cukup stres, Mawar. Hampir setiap hari papa dan mamaku bertengkar." ucapnya dengan kesal. Mawar menghela nafas pendek, dia mendesah.

Mawar: "Sabar aja, Wi." hiburnya memanggil nama belakang Dewi.

Dewi: "Aku ingin kos dulu, Mawar. Aku tidak mau ikut stres dengan papa dan mama." ucapnya.

Mawar: "Jangan dulu, Wi. Pertengkaran dalam rumah tangga itu hal yang biasa, kok." ucapnya dengan enteng.

Dewi: "Kamu tuh, kayak udah pernah berumah tangga saja." ejeknya.

Mawar: "Bukan gitu, Wi. Aku biasa melihat mas Hans dan mbak Lily bertengkar." ucapnya dengan penuh keyakinan. "Setelah bertengkar, mereka baikkan lagi, kok." ucapnya lagi. Dewi menghela nafas pendek, dia mencoba memahami perkataan sahabatnya itu.

Dewi: "Iya, deh. Semoga saja papa dan mama baikkan lagi." ucapnya dengan penuh harap. Begitulah, Dewi terkadang curhat ke Mawar tentang semua masalahnya, hidupnya, bahkan keadaan kedua orang tuanya. Mawar selalu mencoba memahami sikap Dewi yang sedikit manja, dan selalu menginginkan hal yang instan.

Mawar: "Aku pulang dulu, Wi. Mata kuliahku sudah selesai." ucapnya. Dewi melirik jam tangannya dan menunjukkan jam 2 siang.

Dewi: "Untuk apa sih pulang cepat?" tanyanya dengan kesal. "Ini masih siang, Mawar." ucapnya. "Kita ke kafe dulu, yuk." ajaknya. Mawar merasa tidak enak menolak ajakan sahabatnya, Mawar juga merasa jenuh jika pulang cepat ke rumah. Akhirnya Mawar dan Dewi sepakat untuk ke kafe. Seorang pria yang bernama Dave menghampiri Mawar dan Dewi saat hendak pergi. Dave adalah pria yang menyukai Mawar sejak pertama kali masuk kuliah. Mawar belum membuka hatinya untuk Dave karena Mawar belum menginginkan mempunyai kekasih.

Dave: "Kalian mau ke mana?" tanyanya dengan rasa ingin tahu. Dave melirik ke arah Mawar yang berdiri di samping Dewi.

Dewi: "Kepo, deh." candanya.

Dave: "Ikut, dong." pintanya dengan suara memelas. Dewi melirik ke arah Mawar, dia tahu jika Mawar akan merasa terganggu dengan kehadiran Dave.

Dewi: "Boleh atau tidak dia ikut kita?" tanyanya sambil berbisik di telinga Mawar.

Mawar: "Terserah kami, Wi. Kamu yang traktir, kan?" sahutnya membalas bisikan sahabatnya.

Dave: "Kenapa berbisik-bisik, sih? Apa yang kalian bisikkan?" tanyanya dengan rasa penasaran. Dewi menatap Dave sambil tersenyum hangat.

Dewi: "Kata Mawar kamu boleh ikut, Dave." ucapnya sambil melirik ke arah Mawar.

Dave: "Gitu, dong." ucapnya sambil tersenyum lebar. "Kalian jalan duluan, yah. Aku akan menyusul dari belakang." ucapnya. Dewi menggunakan mobil untuk ke kampus, begitupun dengan Dave. Akhirnya mereka bertiga sepakat untuk ke kafe. Mawar ikut di mobilnya Dewi, sedangkan Dave hanya seorang diri dengan mobil pribadinya. Dewi menyetir secara perlahan, sedangkan Dave mengikuti mereka dari arah belakang. Sekitar 20 menit, akhirnya mereka tiba di depan sebuah kafe yang cukup mewah dan ternama. Mawar dan Dewi keluar dari dalam mobil, disusul oleh Dave. Saat hendak masuk ke dalam kafe, Mawar berpapasan dengan kakaknya yaitu, Hans. Kakaknya hendak keluar bersama rekan kerjanya, sedangkan Mawar hendak masuk ke dalam kafe itu.

Mawar: "Hai, mas." sapanya dengan lembut. "Sedang apa di kafe ini, mas?" tanyanya dengan rasa penasaran.

Hans: "Aku habis rapat dan akan kembali ke kantor." ucapnya. "Kenapa kamu di sini?" tanyanya dengan rasa ingin tahu. "Apakah kamu tidak kuliah?" tanyanya lagi dengan rasa curiga.

Mawar: "Aku sudah selesai, mas. Temanku mengajakku ke sini." ucapnya sambil melirik ke arah Dewi. "Kenalkan, mas. Dia teman dekatku, namanya Dewi." ucapnya. Dewi maju selangkah, menyodorkan tangannya ke arah Hans sambil tersenyum ramah.

Dewi: "Hai, mas. Aku Dewi." ucapnya sambil menatap dalam pada Hans.

Hans: "Iya, Dewi. Aku Hans." ucapnya. Hans menatap Dewi dengan tatapan dalam, dalam hatinya dia mengagumi kecantikan Dewi.

***

Kabar Duka Buat Lily

Hans kembali ke kantornya setelah bertemu dengan adiknya yaitu, Mawar dan teman-temannya. Malam harinya, keluarga Hans kembali berkumpul di ruang keluarga saat selesai makan malam bersama. Semuanya bercanda dan bergurau, kecuali Lily. Wajah Lily sedang sedih, dia sedang tidak bersemangat untuk bercanda dengan keluarga Hans malam itu. Hans memperhatikan perubahan istrinya.

Hans: "Kenapa kamu diam saja, sayang? Apakah kamu sedang sakit?" tanyanya dengan rasa penasaran. Lily hanya menggelengkan kepalanya sambil menatap Hans dengan tatapan dingin.

Lily: "Aku ke kamar dulu, ya ,mas. Aku ingin istirahat." ucapnya sambil beranjak dari duduknya. Mawar dan ibunya yaitu tante Meti menatap Lily dengan penuh keheranan. Biasanya Lily selalu bersemangat dan ceria.

Hans: "Aku susul Lily dulu, bu." ucapnya sambil beranjak dari duduknya dan melangkah dengan cepat menyusul Lily masuk ke dalam kamar mereka. Hans masuk ke dalam kamar, dia melihat Lily sedang duduk di tepi ranjangnya dengan wajah sedih. Hans menghampiri Lily dan ikut duduk di samping Lily.

Hans: "Ada apa, sayang?" tanyanya dengan rasa penasaran. "Mengapa wajahmu sedih?" tanyanya lagi.

Lily: "Tidak ada apa-apa, mas. Aku hanya merindukan papaku." ucapnya. Lily dan papanya yaitu, ko Along memang sudah lama tidak bertemu. Sejak ko Along menikah dan menetap di Finlandia, Lily tidak pernah melihat papanya lagi. Hubungan Lily dan ko Along tergolong cukup dekat, karena Lily anak tunggal.

Hans: "Jangan sedih, sayang. Kamu bisa mengunjungi papa di Finlandia." ucapnya mencoba menghibur istrinya. "Kita bisa pergi berdua ke sana." ucapnya sambil memegang tangan istrinya dengan lembut.

Lily: "Tidak usah, mas. Nanti aku akan cari waktu." ucapnya sambil tersenyum kecil menatap suaminya.

Hans: "Istirahatlah, sayang." pintanya dengan lembut. Setelah menceritakan tentang kerinduannya pada ko Along terhadap suaminya, hati Lily sedikit tenang. Lily mencoba tidur malam itu, sesekali dia membalikkan tubuhnya di atas kasurnya yang empuk. Lily mencoba memejamkan kedua matanya, namun tetap saja dia tidak bisa tidur. Dalam kegelisahan hatinya yang sedang merindukan papanya, tiba-tiba ponsel Lily berdering. Lily menatap layar ponselnya, dia melihat nama papanya tertera di layar ponselnya. Dengan cepat Lily menjawab panggilan telpon papanya.

Lily: "Halo, pa." sapanya dengan gembira. Namun, Lily terkejut karena yang menjawab ponselnya bukan papanya, melainkan ibu tirinya yang bernama tante Tiara.

Tante Tiara: "Ini aku, tante Tiara." ucapnya dengan jelas.

Lily: "Iya, tante." ucapnya. "Ada apa? Ke mana papa?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.

Tante Tiara: "Hiks... Hiks." terdengar isak tangis kecil dari suara tante Tiara. "Papamu telah tiada, Lily." ucapnya dengan penuh kesedihan. Tangan Lily gemetar, dia tidak sanggup untuk berkata-kata, seluruh tubuhnya lemas. Inilah pertanda kegelisahan hatinya, dalam sekejap ternyata Lily mendapat kabar yang kurang menyenangkan. Hans yang memperhatikan Lily, bertanya-tanya dalam hatinya. Perlahan-lahan, Hans mendekatkan tubuhnya ke arah Lily, sedangkan suara tante Tiara masih terdengar memanggil nama Lily di ponsel itu. Melihat Lily hanya menangis, Hans mengambil ponsel Lily dari tangannya dan mulai bicara dengan tante Tiara.

Hans: "Hallo." sahutnya dengan suara yang pelan.

Tante Tiara: "Hallo." sahutnya dengan suara yang pelan.

Tante Tiara: "Papa telah tiada, Hans. Tante menantikan kedatangan kalian." ucapnya sambil mematikan ponselnya. Hans melirik ke arah Lily, dia melihat istrinya sedang menangis tersedu-sedu.

Hans: "Malam ini juga aku akan memesan tiket lewat aplikasi, sayang." ucapnya. Hans mencoba menenangkan hati istrinya yang sedang berduka. Hans memeluk Lily dengan erat, dia menghapus air mata Lily yang berderai di kedua pipinya.

Hans: "Sabar, ya, sayang. Aku akan tetap ada untukmu." ucapnya dengan lembut.

Lily: "Apakah kamu akan ikut denganku, mas?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.

Hans: "Tentu saja, sayang. Aku akan ikut denganmu." ucapnya dengan penuh keyakinan.

Lily: "Bagaimana dengan pekerjaanmu, mas?" tanyanya dengan ragu-ragu.

Hans: "Aku akan cuti, sayang. Jangan khawatir." ucapnya. Setelah menenangkan hati istrinya, Hans mulai memesan tiket lewat aplikasi malam itu juga. Hans memesan 2 tiket dan jadwal keberangkatan mereka adalah sore hari. Setelah memesan tiket, Hans dan Lily melanjutkan tidur mereka. Keesokan paginya, Hans sibuk menelpon para staf kantor untuk mengambil cuti dadakannya, sedangkan Lily menelpon salah satu asistennya untuk menjaga toko selama dia berada di Finlandia. Setelah selesai menelpon, keduanya sibuk mengemasi barang-barang mereka masing-masing. Tante Meti mengetuk pintu kamar mereka, tante Meti belum mengetahui tentang kematian ko Along.

"Tok... Tok." terdengar suara ketukan pintu yang cukup keras.

Tante Meti: "Hans, Lily. Sudah jam 9 pagi, loh." teriaknya dari depan pintu kamar Hans dan Lily. Tante Meti mengetuk pintu kamar itu beberapa kali, hingga akhirnya Hans membukakan pintu untuk ibunya.

Hans: "Masuklah, bu." pintanya. Tante Meti menatap Hans dengan tatapan tajam.

Tante Meti: "Kalian tidak kerja? Ada apa?" tanyanya dengan rasa penasaran dan penuh keheranan. Tante Meti melihat koper Hans dan Lily yang sudah tertutup rapat.

Tante Meti: "Kalian mau ke mana?" tanyanya lagi dengan rasa penasaran.

Hans: "Papanya Lily meninggal, ma." ucapnya dengan wajah yang sedih. Tante Meti terkejut, dia berjalan pelan menghampiri menantunya yang duduk di dekat meja rias.

Tante Meti: "Ibu turut berduka cita, ya, Lily." ucapnya dengan suara yang pelan.

Lily: "Iya, ma. Terima kasih." ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Tante Meti: "Kapan kalian akan berangkat?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.

Lily: "Sore ini, ma. Aku titip rumah ini, ya, ma." ucapnya. Rumah yang mereka tempati adalah milik Lily.

Tante Meti: "Iya, nak. Kamu jangan cemas." ucapnya. "Kalian sarapan dulu, ya." ucapnya lagi.

Lily: "Iya, ma. Kami mandi dulu, ya." ucapnya sambil tersenyum dingin menatap tante Meti. Tante Meti melangkah keluar dari kamar Hans dan Lily, sedangkan Lily bersiap untuk mandi.

Lily: "Kamu makan duluan saja, mas." ucapnya.

Hans: "Iya, sayang. Kamu mandi saja dulu." ucapnya dengan lembut. Hans melangkah keluar dari kamarnya, lalu duduk bersama dengan ibunya dan adiknya di ruang makan.

Mawar: "Mana mbak Lily, mas? Kok, tidak ikut sarapan?" tanyanya dengan rasa penasaran.

Hans: "Mbakmu mandi dulu." ucapnya.

Mawar: "Kasihan mbak Lily. Dia pasti sedih, mas." ucapnya dengan rasa iba.

Hans: "Doakan saja perjalanan kami lancar, ya." ucapnya dengan penuh harap.

Mawar: "Amin, mas." ucapnya dengan penuh ketulusan. Lily keluar dari kamarnya, dia melangkah dengan pelan menghampiri Hans, Mawar, dan tante Meti yang lebih awal berkumpul di meja makan. Lily duduk di samping suaminya, wajahnya tenang, tanpa banyak bicara Lily mengambil piring.

***

Bab 3

Hans dan Lily akhirnya berangkat ke Finlandia setelah mendengar kabar dari tante Tiara, mama tiri Lily. Mereka menempuh perjalanan sekitar 23 jam dan melewati beberapa transit. Hans baru pertama kalinya ke Finlandia, berbeda dengan Lily yang lahir di Finlandia karena mama Lily keturunan Finlandia. Sekitar pukul 8.15 waktu malam di Finlandia Hans dan Lily tiba di rumah ko Along dan tante Tiara. Peti ko Along masih terbuka, karena menunggu kedatangan Lily dan Hans. Dengan tubuh gemetar, Lily mendekat ke peti jenazah papanya, dia menatap wajah papanya yang pucat. Air mata kembali membasahi wajah Lily yang putih, sedangkan Hans tetap setia berdiri di samping Lily. Adik tiri Lily yang bernama Alan dan berusia 18 tahun memeluk Lily dengan wajah yang sedih. Alan adalah anak ko Along dan tante Tiara, hubungan Lily dan Alan cukup akrab dan saling menyayangi. Tante Tiara yang merupakan mama tiri Lily juga orang yang baik dan lembut, tante Tiara juga sangat menyayangi Lily seperti anak kandungnya sendiri. Saat Lily berusia 6 tahun, mama Lily meninggal karena suatu penyakit. Hingga Lily berusia 10 tahun, ko Along menikahi tante Tiara dan saat Lily berusia 12 tahun tante Tiara hamil dan lahirlah Alan.

Alan: "Papa selalu menyebut namamu, kak." ucapnya dengan isak tangis. Lily memeluk Alang dan mencium keningnya dengan penuh kasih sayang.

Lily: "Sabar, ya, dek. Ikhlaskan saja papa." ucapnya menghibur adiknya. Hans menghampiri Alan, lalu memeluknya dan mengusap kepalanya dengan lembut.

Hans: "Jangan cengeng, ya. Anak laki-laki harus kuat." ucapnya dengan tegas.

Alan: "Iya, mas." sahutnya dengan rasa mengerti. Lily memeluk tante Tiara dengan penuh kasih sayang, wajah tante Tiara kelihatan pucat, kedua matanya sembab dan agak bengkak akibat sering menangis.

Lily: "Ikhlaskan, ya, tante. Papa sudah tenang, kok." ucapnya dengan lembut. Tante Tiara menatap wajah Lily, dia tersenyum hangat, lalu mengangguk pelan seakan tahu dan memahami perkataan anak tirinya itu. Hubungan Lily dan tante Tiara tergolong cukup dekat dan ramah. Para kenalan ko Along mulai berdatangan untuk sekedar memberikan penghormatan terakhir, begitupun kenalan tante Tiara dan teman-teman kuliah Alan. Mereka berkumpul dan berdoa untuk jenazah ko Along. Waktu berjalan dengan cepat, keesokan harinya jenazah ko Along siap untuk di bawa ke pemakaman umum yang berlokasi di Finlandia. Pukul 11.25 siang waktu Finlandia, akhirnya jenazah ko Along telah selesai dimakamkan.

Lily: "Selamat beristirahat, pa. Namamu akan selalu berada dalam hatiku." ucapnya lirih sambil memegang batu nisan papanya. Hans tetap berada di samping Lily, memeluk dan menghibur hati istrinya.

Hans: "Aku akan selalu menjaga Lily, pa. Lily adalah cinta pertamaku dan terakhirku." ucapnya dengan penuh perasaan di depan makam mertuanya. Setelah proses pemakaman dan doa selesai, mereka kembali ke rumah. Alan sangat senang dengan kehadiran kakak tirinya, dia tidak akan kesepian untuk sementara waktu. Sesampainya di rumah, Lily mulai berbincang dengan Alan dan tante Tiara, sedangkan Hans sedang beristirahat di dalam kamar.

Tante Tiara: "Bagaimana dengan toko mu, sayang?" tanyanya dengan lembut.

Lily: "Berkembang dengan baik, tante. Karyawan juga bertambah banyak." ucapnya dengan penuh kepuasan.

Tante Tiara: "Syukurlah, sayang." sahutnya sambil tersenyum hangat. Lily menoleh ke arah Alan, dia tahu jika Alan juga sangat kehilangan papanya. Alan tergolong cukup akrab dengan ko Along.

Lily: "Bagaimana kuliahmu, Alan? Kamu mengambil jurusan apa?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.

Alan: "Kuliahku baik, kak. Aku mengambil jurusan psikiater." ucapnya.

Lily: "Bagus itu, Alan." pujinya dengan mata berbinar. "Belajarlah yang giat, ya." pintanya.

Alan: "Iya, kak." ucapnya dengan singkat. Lily, Alan, dan tante Tiara berbincang dengan hangat di ruang keluarga. Mereka membahas banyak hal, mulai dari kehidupan mereka masing-masing, kuliah Alan, pekerjaan Lily sampai bisnis ko Along yang telah dijual oleh ko Along saat dia masih hidup.

Tante Tiara: "Tante merindukan Indonesia, Lily." ucapnya sambil menatap Lily dengan tatapan penuh harap.

Lily: "Pulanglah dulu, tante." pintanya. "Tante pasti merindukan keluarga tante." ucapnya lagi.

Tante Tiara: "Keluargaku satu-satunya tinggal nenek saja, Lily. Dia telah meninggal tahun lalu." ucapnya dengan wajah sedih. Alan menyela pembicaraan Lily dan tante Tiara.

Alan: "Untuk apa mama pulang ke Indonesia? Bukankah mama sudah tidak punya keluarga lagi di sana?" tanyanya dengan penuh keheranan.

Tante Tiara: "Mama hanya merindukan kampung halaman mama, Alan." ucapnya.

Alan: "Apakah mama punya rumah di kampung halaman mama?" tanyanya dengan rasa penasaran. Tante Tiara menganggukkan kepalanya sembari tersenyum kecil ke arah Alan. Tante Tiara memang wanita desa, dia bertemu dengan ko Along yang merupakan papa dari Lily saat ko Along berjalan-jalan ke kampung tante Tiara. Kampung tante Tiara terletak di Jogja, yang bernama desa Tembi.

Tante Tiara: "Saat mama menikah dengan papamu, mama telah menjualnya." ucapnya dengan wajah tenang.

Alan: "Hehe." dia tertawa kecil.

Tante Tiara: "Kenapa tertawa, Alan?" tanyanya dengan rasa penasaran.

Alan: "Mama lucu, sih." ucapnya.

Tante Tiara: "Apanya yang lucu, sih?" tanyanya lagi dengan rasa penasaran.

Alan: "Itu artinya mama tidak punya rumah lagi. Mama telah lama menjualnya." ucapnya lagi. Lily hanya tersenyum kecil melihat tingkah laku dan mendengar percakapan mama dan adik tirinya itu.

Lily: "Aku ke kamar dulu, ya, tante." ucapnya sambil beranjak dari duduknya dan melangkah dengan pelan ke kamar. Waktu terus berlalu, telah seminggu lamanya Lily dan Hans di Finlandia. Siang itu Hans mengatakan pada Lily tentang niatnya untuk kembali ke Indonesia. Hans merasa sudah terlalu lama dia meninggalkan kantor, Lily setuju dan akan pulang bersama Hans.

Lily: "Aku juga tidak bisa meninggalkan toko lama-lama, Hans." ucapnya.

Hans: "Iya, sayang. Siang ini juga aku akan pesan tiket, ya." ucapnya dengan penuh keyakinan. Lily tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Tanpa menunda waktu, Hans memesan tiket ke Indonesia melalui aplikasi lagi. Sedangkan Lily menemui tante Tiara dan Alan untuk sekedar memberitahukan kepada mereka tentang kepulangannya kembali.

Alan: "Aku akan kesepian lagi, dong." ucapnya dengan wajah cemberut.

Lily: "Kamu tidak sendiri, kok. Ada mama yang menemanimu, Alan." ucapnya.

Alan: "Iya, kak. Tidak apa-apa, kok." ucapnya dengan penuh pengertian.

Lily: "Datanglah ke Indonesia, ya." pintanya. "Jika kamu libur semester nanti." ucapnya lagi.

Alan: "Iya, kak. Tunggu aku dan mama, ya." ucapnya sambil tersenyum lebar. Lily lega setelah memberi pengertian kepada Alan.

Tante Tiara: "Kapan kalian akan berangkat?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.

Lily: "Besok pagi, tante." ucapnya dengan penuh keyakinan.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!