NovelToon NovelToon

The Big Families 2

BABAK BARU

DUA TAHUN BERLALU

Zaa menatap dirinya di cermin. Sudah satu minggu ia resmi jadi murid SD. Seragam putih merah itu kini pas di tubuhnya yang tak lagi montok, pipinya perlahan tirus, dan tubuhnya bertambah tinggi.

Hal yang sama juga terjadi pada bayi-bayi lain. Dirgantara, Rauf, Bagas, dan Fikar sudah mulai merambat. Keempatnya baru saja disapih karena genap berusia dua tahun.

“Onty!” sapa Faza, yang kini sudah resmi jadi murid TK.

Sabila, Nabila, Ryo, dan Horizon pun tak mau kalah. Mereka sudah rapi, wangi, dan menenteng ransel mungil di pundak.

Sementara itu, Umar, Khadijah, Ali, Vendra , Zora, Hamzah, Jamila, Yusuf, dan Mala masih harus bersabar. Usia mereka belum genap lima tahun, jadi sekolah masih harus menunggu. Apalagi Arjuna, Issa, Naka, Aquila, Dirga, Bagas, Rauf, dan Fikar—mereka masih balita aktif yang justru bikin rumah lebih ramai daripada sekolah itu sendiri.

“Basa tamih peulum pisa seutolah?!” omel Mala yang baru berulang tahun ketiga minggu lalu. Nada kesalnya bikin semua orang tertawa.

“Fitan udha peulum!” sahut Fikar, bangga dengan statusnya sebagai anak yang baru saja lepas sapih.

“Saa wawu seutolah seme’a!” Issa menimpali dengan penuh semangat.

“Sekolah apa, Baby?” tanya Exel sambil jongkok sejajar dengan anak itu.

“Seme’a!” seru Issa mantap.

“SMA, Baby, bukan seme’a!” Handayani buru-buru meluruskan.

“Batsutna ipu!” jawab Issa, tetap percaya diri.

“Memang mau SMA jurusan apa?” tanya Sinta sambil menahan tawa.

“Lulusan Wawulan!” jawab Issa lantang.

“Wawulan? Bawu Wawulan mama spasa?” Jamila heran.

“Mama nanat seutolah walin.lah!” Issa menjawab jumawa.

“Ohh, tawuran maksudnya!” seru Exel, baru ngeh.

“Masa sekolah berantem! Sekolah itu cari ilmu, Baby…” Indah yang tengah berbadan dua langsung menegur lembut.

Sebenarnya, keinginan anak-anak kecil untuk “sekolah” itu menular dari suasana rumah yang makin penuh generasi baru. Selain Indah yang hamil, Daniyah—istri Ken—juga sedang mengandung, begitu pula Azizah—istri Rion—yang sudah memasuki usia kandungan enam bulan.

Bart duduk di kursi malas pemberian Terra, tampak tenang membaca koran. Si kakek berusia seratus lima tahun itu masih sehat bugar, seolah riuhnya rumah justru memperpanjang umurnya.

Hunian Terra memang kini didominasi bayi-bayi aktif. Aquila, contohnya, sudah berhasil memanjat bufet.

“Baby, turun nak!” pinta Sanih, ibunya.

“Dada isat Amah!” jawab Aquila sambil menunjuk cicak di dinding.

“Jangan, sayang. Cicaknya ada keluarga. Kalau ditangkap, nanti anak-anak cicak nangis loh,” ujar Sanih menasihati.

Aquila sempat menatap ibunya, lalu tiba-tiba menangis kencang.

“Huwwaaa… Amah… Lila atut!”

Sista buru-buru mengambil bangku, naik, dan meraih Aquila turun dari atas bufet.

“Masih mau manjat, Baby?” tanyanya gemas.

“Dat… dat wawun adhih! Tapot!” jawab Aquila sambil memeluk erat leher Sista.

Sista hanya menggeleng sambil tersenyum. Dalam hati ia yakin, tak sampai lima menit lagi, Aquila pasti sudah mencoba menaklukkan lemari yang lain.

Sementara itu, Zaa dan lainnya sudah sampai sekolah. Mereka turun dan bergandengan tangan Zaa, Nisa, Aarav dan Chira jadi murid paling spesial. Hal itu karena iris biru keempatnya.

Mereka masuk kelas satu A, duduk di bangku paling depan. Tak lama seorang guru laki-laki datang.

"Selamat pagi Anak-anak!" serunya menyapa.

"Selamat pagi Pak gulu!' seru anak-anak yang ternyata masih cadel.

'Ayo Nanda Zaa pimpin doanya!' suruh pak guru.

Zaa pun memimpin doa, ia jadi ketua kelas dari hasil voting. Mengalahkan dua murid laki-laki termasuk Aarav, adik sepupunya sendiri.

"Beldoa selesai!" ujar Zaa.

"Baik, buka bukunya. Kita belajar. mengeja ya!" suruh Pak Guru lalu maju ke depan kelas menghadap papan tulis.

Sementara itu, di tempat lain, Sky, Arfhan Bomesh dan Darma duduk di kelas satu SMA. Keempatnya menempuh dua tahun saja untuk menyelesaikan SMP. Sedangkan Martha kelas tiga SMA.

"Wah ... Kita udah pakai putih abu-abu!" seru Darma tak percaya.

"Dar ... Kita udah sekolah seminggu!" sahut Bomesh memutar mata malas.

'Ya nggak nyangka aja. Ternyata, aku bisa menyelesaikan kelas akselerasi bersama kalian!" sahut Darma.

"Ya kan, karena memang kamu mau berusaha!" sahut Sky.

Percobaan Sky, Bomesh Arfhan dan Darma juga Martha yang mau kabur dari pengawalan. Mereka dikawal dua puluh bodyguard.

Rupanya Virgou sangat menjaga anak-anaknya dengan ketat.

Dering bel berbunyi, Martha keluar membawa bekal dan langsung mencari adik-adiknya.

'Babies!" Keempatnya menoleh.

"Kakak!" Seru Darma dan Martha duduk di sisinya di kursi taman sekolah.

'Eh ... Itu Papa Clayton ya?" tanya Arfhan sambil menunjuk sosok tinggi di luar pagar sekolah.

Semua menoleh, lalu mengangguk.

'Iya!" Jawab semuanya mengeluh.

Seorang ibu berdaster mewah berdiri sambil menenteng tas branded.

“Anak saya jadi ketakutan, Pak! Tiap pagi lihat bodyguard bersenjata, dikira lagi syuting film gangster!”

Guru BP geleng kepala.

“Loh, kan bagus Bu. Anak ibu tuh sering kedapatan bolos, kabur lewat pagar belakang yang dirusak sampai bolong kayak kandang kambing. Jadi kalau ada pengawalan ketat, sekalian anak ibu nggak bisa kabur.”

Si ibu langsung sewot.

“Eh, itu bukan anak saya yang rusakin pagar, ya! Itu angin malam!”

Orang tua lain ikut nimbrung.

“Angin malam bisa bikin gembok copot?! Bisa gali tanah sampe lubang?! Astaghfirullah, Bu…”

Pak Kepala Sekolah akhirnya menengahi dengan suara berat.

“Baik, baik… kita duduk dulu di ruang rapat. Nanti akan kami bahas bersama. Lagian… yang punya bodyguard juga bukan sembarang orang, lho. Kalau bukan mereka, sekolah ini bisa kayak pasar malam.”

Semua wali murid langsung saling melirik, ada yang kesal, ada juga yang justru merasa aman karena anak mereka “auto VIP” ikut diawasi.

Protes beberapa orang tua terhadap pengawalan ditolak oleh pihak sekolah.

"Kita nggak bisa kabur!" keluh Bomesh.

"Ya, mau diapain lagi. Papa dan Tinti ngelilingi sekolah. Sampai anak-anak bandel juga ketangkap sama mereka!' sahut Martha.

Kembali ke rumah Terra, aroma masakan tercium, menggugah selera. Empat bayi ada di atas meja dengan tubuh penuh dengan tepung. Putih, dari rambut hingga menutupi pakaian mereka.

Jamila nampak mengadon tepung dengan tangannya. Khadijah sibuk memeti sisa sayuran, Aquila tengah meratakan tepung ke seluruh meja dan Zora mengikuti mereka.

"Subhanallah!' seru Maria menatap empat anak yang putih keseluruhan.

Maria menepuk jidat sambil menahan tawa.

“Astaghfirullah… ini dapur apa salju turun?”

Indah yang lagi jalan pelan dengan perut besarnya ikut melongok.

“Aduh… Baby-Baby ini bukan bikin kue, tapi bikin salon spa tepung!”

"Yoya ladhi pantuwin puwat tuwe Mama!" sahut Zora.

"Lila pantuwin pepelez!" sahut Aquila yang malah menambah kotor meja.

Indah mengusap perutnya yang membuncit. Lalu menatap putranya yang sedang melempar sandali milik Exel ke kolam renang.

"Baby!" teriak Exel.

Bersambung.

Yah ... Selamat datang di keseruan para bayi.

Next?

KESERUAN

Semua sudah pergi ke sekolah, ngampus dan kerja. Hari ini adalah hari pertama Bastian masuk dunia kerja. Setelah lulus dengan cumlaude. Pemuda itu kini berada di perusahaan konstruksi baja milik Virgou.

Sebagai sarjana. teknik industri, Bastian belajar lagi bagaimana sistem kerja pabrik baja. Ia menjadi kepala mesin, padahal Virgou menyuruhnya menjadi CEO perusahaan itu.

"Mau jadi karyawan saja Daddy. Bas belum punya kapasitas mumpuni sebagai CEO!" tolaknya.

"Baiklah sayang, tapi kamu bisa kapan saja jadi pemimpin perusahaan itu. Daddy sudah sedikit cape!" ujar Virgou.

"Kakak! Abang Haji Baby Arsh traktir pas gajian ya!" seru Arsh yang sudah kelas dua SD.

"Siap Baby!" ujar Bastian tak masalah.

"Aku juga kak!" seru Billy yang sudah kuliah semester tiga

"Jangan lupa kami!" sahut Kean sambil menaik-turunkan alisnya.

"Habis gajinya diminta traktir!' sengit Gabe.

"Kalau kurang. Daddy bisa bantu Baby!" sahut Virgou santai.

Gabe hanya manyun, ia memang tak akan bisa berdebat dengan Virgou.

"Addy Dabe dat peulnah telatin pita?" tanya Vendra.

"Nggak pernah!" jawab Virgou.

"Pernah!" sengit Gabe.membantah.

Dan saling ledek pun terjadi antara mereka. Semua hening setelah Herman menegur semuanya.

'Kalian ini!"

Seketika semua terdiam, wajah mereka menahan tawa. Arsh menyembunyikan mulutnya dengan tangan mungilnya, Billy berpura-pura sibuk memainkan ponsel, sementara Gabe melotot tak rela dimarahi.

“Kalau cape, kalian jangan bikin tambah ribut. Kalian ini rumah apa pasar?” tegur Herman lagi, kali ini dengan nada lebih lembut.

Bart menatap seluruh keturunannya malas. Ia lanjut menghabiskan sarapannya lalu berjalan menuju kursi malasnya.

"Gina ... Mana kopi ku!" serunya.

Gina datang membawa secangkir kopi jahe. Bart membauinya sebentar.

"Ah ... Enak sekali!"

Akhirnya drama keluarga pun selesai, mereka semua pergi. Virgou duduk di teras belakang. Menikmati pensiun dengan santai, Leon, Frans, Bram dan Herman pun duduk sambil menikmati kopi mereka.

"Andoro dan Dominic mana?" tanya Bart.

"Entahlah. Katanya kemarin Baby Rasyid mendapat satu bukti transaksi yang bukan milik perusahaan. Andoro langsung ingin tau siapa yang berani-beraninya memakai identitas perusahaan," jawab Leon.

"Kalau Dominic, Baby Calvin mengakuisisi sebuah perusahaan pabrik kertas di Banten. Pemiliknya kabur bawa uang triliunan. Perusahaan dilelang untuk menutupi kerugian negara. Calvin beli itu dan menyelamatkan satu juta pekerja perusahaan itu!" lanjutnya lagi.

"Oh ... Baiklah!" angguk Bart lalu menyeruput kopinya.

Sementara para bayi sedang sibuk bermain di lantai. Seluruh mainan berjejer. Mobilan, boneka dan robot.

'Nanat-nanat!" seru Vendra yang jadi guru.

Mestinya Vendra dan Zora bersekolah, namun usia mereka kurang lima bulan untuk masuk sekolah'.

"Tau kemarin dimajukan saja umurnya!' keluh Luisa.

'Iya Baby Faza dan Baby lainnya kan usianya dimajukan!' sahut Seruni.

Tiba-tiba, Faza, Sabila, Nabila, Ryo dan Horizon dipulangkan. Lima balita itu sudah berantakan. Rambut Nabila yang dikuncir rapi sudah awut-awutan, seragamnya dikeluarkan layaknya jagoan. Hal terjadi sama dengan Ryo dan Horizon. Malah beberapa kancing Horizon lepas dan nyaris copot.

"Astaghfirullah, ada apa Ken?" tanya Maria menatap lima balita yang kondisinya berantakan.

"Berkelahi Nyonya!" lapor Ken.

"Apa. Kenapa bisa terjadi?" seru Maria.

Terra, Khasya dan lainnya bergegas ke arah ruang tamu. Lalu melihat cucu mereka sudah habis tawuran.

"Subhanallah!" geleng Terra tak percaya.

"Babies ... Bisa jelaskan ini?" tanya Maria sambil melipat tangan di dada.

"Lada sowot dandutin Pila Netnet Bayiya!" lapor Sabila dengan mata tergenang.

Ken kembali ke sekolah, karena masih ada anak lainnya di sana. Maria membawa semua anak ke dalam. Terra membuka semua baju anak-anak dan memeriksa apa ada yang memar.

Tidak ada luka berarti hanya lecet di buku tangan dan lutut di lutut Ryo dan Horizon.

"Sekarang bilang sama Nenek. Bagaimana cerita sesungguhnya. Jangan ada yang berbohong!" suruh Terra sekaligus memberi peringatan.

"Sadhi beudini Netnet ...."

"Baby, Faza kan sudah tidak bicara bayi Kenapa masih bicara bayi?" potong Terra.

"Nah dala-dala itu Pila.didandutin!" sembur Horizon masih kesal.

"Wiya .... Eh Iya ... dadahal tan pita noblol sesama pita ya! Tot Joni malah!" sahut Nabila mengangguk setuju.

Terra menatap satu per satu cucunya dengan wajah serius, meski dalam hati nyaris tak bisa menahan tawa.

“Jadi, siapa yang duluan mulai?” tanya Maria tegas.

"Joni!" jawab kelimanya kompak.

"Diya solet-solet daduna Pila!" ujar Sabila dengan mata tergenang. Rupanya ia masih tak terima dagunya dicolek anak laki-laki.

"Wiya ... pusdah ipu Pila bawu pisiyum!" angguk Nabila lalu mengelus punggung kakak kembarnya.

"Saban ya Ta'!" sambungnya.

"Apa?" seru semua ibu terkejut.

"Wiya ... Peubeulum ipu teulsadhi, Zozon putun Joni pampay zatuh!" sahut Horizon jumawa.

"Eh. .. Temen-temennya nggak telima Net! Sadhi wawu eh mawu teloyotan. Ya sudah, pita bazu memuwana!" sahut Faza santai.

Terra menghela nafas panjang, ia tak bisa menghukum cucu-cucunya. Ia akan cari tau melalui Daniyah, istri Ken nanti.

Semuanya mengerubungi Faza dan lainnya.

"Ata', badhaypana Ata' mutun nanat ipu?" tanya Ali pada Ryo.

"Tonzot mutana ... Diduna lansun beuldalah!" jawab Ryo sok jagoan.

Bart dan lainnya menatap semua keturunannya. Bram menatap Virgou, biasanya pria yang masih menguarkan aura sejuta pesonanya itu. Akan bertindak cepat.

"Boy, tumben kamu nggak bergerak?" tanyanya.

"Belum perlu Pa," jawab Virgou santai.

Akhirnya sebelum makan siang semua anak yang sekolah pulang. Keributan yang dibuat Faza, Sabila, Nabila, Ryo dan Horizon jadi buah bibir di sekolah.

"Kalian belantem?" tanya Zaa pada lima keponakan kecill nya.

"Wiya Onty!" angguk Faza dan semuanya kompak.

"Sabila dat papa tan?" tanya Chira khawatir.

Sabila menggeleng kuat, walau wajahnya masih sedih. Zaa memeluk Sabila dan pecahlah tangisan Sabila.

"Oh. .. Baby, Papa akan hancurkan anak itu!" sungut Gio marah.

"Gio!" tegur Bram.

"Tuan!" Bram menggeleng sambil melirik Virgou.

Gio pun diam, ia tau jika itu bukan masalah serius. Terlebih anak-anak nya telah menyelesaikan masalahnya sendiri.

Akhirnya semua tidur siang, Daniyah pulang bersama Ken. Masalah Faza dan lainnya membuat keluarga Joni tak terima. Tentu saja Daniyah membela Faza dan lainnya, karena anak-anak itu benar.

"Katakan apa benar kata Baby sayang. Kalau Baby Sabila mau dicium?" tanya Khasya.

"Benar Bunda. Tepat di depan mata Niyah!" jawab Daniyah.

"Kami sempat merampas ponsel Joni dan isinya ....," Daniyah tak sanggup melanjutkan kata-katanya.

"Apa Nak?" tanya Herman gusar.

"Isinya video porno semua ...."

Jawaban Daniyah menyentak semua orang.

"Gara-gara itu. Saya dilaporkan karena menyita barang pribadi dan membuka hal privasi!' sambung Daniyah lagi.

"Kurang ajar!"

Semua orang terdiam mendengar penuturan Daniyah. Bahkan Bart yang biasanya cuek, mendongakkan kepala.

“Anak seumur itu sudah berani begitu?” gumam Terra dengan suara tercekat.

“Betul Nyonya," Daniyah mengangguk pelan.

“Baby Sabila berontak, Faza, Nabila, Ryo, dan Horizon langsung membela. Jadi sebenarnya tawuran itu bukan tanpa alasan.”

“Ya Allah…” Maria menutup mulutnya, wajahnya pucat.

Suasana hening, begitu juga dua balita yang menguping di balik sofa.

bersambung.

Wah ... Seru nih.

Oh ya ... Ini undang-undang yang melarang guru memeriksa atau merebut ponsel muridnya iya.

UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Mengatur pemrosesan data pribadi; data anak dianggap “data spesifik” yang memerlukan perlindungan ekstra. Pemrosesan data anak harus dengan persetujuan orang tua atau wali. Sekolah / guru harus memperoleh izin sebelum mengakses data pribadi di HP siswa.

UU ITE (“UU No. 19 Tahun 2016” – revisi UU 11/2008) Pasal 26 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan data pribadi.
Pasal 30 ayat (1) melarang seseorang “dengan sengaja dan tanpa hak” mengakses sistem elektronik milik orang lain. Jika guru membuka isi HP siswa tanpa izin → bisa digolongkan sebagai mengakses sistem elektronik milik orang lain tanpa hak → melanggar Pasal 30 UU ITE.

next?

GERAKAN CEPAT

Pelaporan pada Deniyah, tentu langsung ditanggapi polisi. Wanita yang tengah berbadan dua itu harus memberi keterangan terhadap penyitaan ponsel murid. Jelas-jelas tindakan itu melanggar sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

"Kami merasa putra kami dizolimi!" ujar Firda, ibu Joni.

"Semua data anak kami ada di sana! Kami tak terima!" ujar Parkoso tak terima.

Virgou menatap layar lebar di depannya. Tangannya mengepal erat, sungguh. Ia ingin membakar institusi itu karena hanya tebang pilih.

"Polisi hanya menjalankan tugas Pak Virgou. Kami adalah pengayom masyarakat ...."

Virgou ingin sekali mengumpat kasar. Sungguh ingin ia paparkan jika kinerja polisi tidak sebaik dulu. Walau ia tau, jika memang ada hukum yang diganggu di kasus ini.

Daniyah menjawab tenang ketika di konfrontir seratus pertanyaan.Ken ada di sisi istrinya. Kasus melibatkan keluarga pebisnis dan kaya raya. Tentu banyak mata melihat dan menaikan pamor bagi yang melakukan pencitraan.

"Tenang, Boy. Banyak yang ingin menjatuhkan kita. Jangan gegabah!" ujar Bram menenangkan Virgou.

Gio pun hanya berharap pada ketuanya. Seroja datang ke hunian Terra. Gadis berusia dua puluh enam tahun itu tau apa masalah keluarga.

"Papa, Daddy!'

"Baby, ucapin salam!" tegur Maria.

"Assalamualaikum Mommy!" kekeh Seroja memeluk dan mencium Maria.

"Waalaikumsalam sayang, kamu sudah ditunggu," ujar Maria.

Seroja pun masuk ke ruang tengah. Ia mencium tangan semua pria di sana.

'Roja udah denger apa yang terjadi," ujarnya pelan.

"Bagaimana sayang, sungguh kami buntu! Orang itu pandai mendulang di air keruh!" sahut Bart memelas.

Seroja diam, ia berpikir cukup lama.

"Hape anak itu di mana?" tanya Seroja.

"Ada di kantor polisi sebagai barang bukti!" jawab Leon.

"Daddy, Daddy kan bisa mengakses ponsel anak itu. BraveSmart ponsel punya kekuasaan untuk merajah ponsel siapapun bahkan aparatur negara. Kita bisa pakai itu untuk melawan balik!" seru Seroja.

"Sedang aku laksanakan!" ujar Virgou yang tengah mengetik di BraveSmart ponsel.

Sesekali kepalanya menggeleng, matanya terbelalak lalu tersenyum sinis, setelah melihat isi ponsel itu.

"Hubungi orang tuanya. Apa masih mau dilanjutkan, sebelum semua data mesum keduanya aku bongkar!" suruhnya kemudian.

Seroja mengangkat kepala setelah menatap layar ponsel Virgou beberapa saat. Wajahnya datar. Di matanya ada ketenangan hakim, bukan emosi keluarga.

“Kita jangan panik dan jangan ugal-ugalan,” katanya pelan, sekali bicara memerintah suasana lebih tenang dari badai.

“Ada dua hal yang harus kita jaga: anak-anak kita dan bukti hukum!”

Leon mengangguk, Bram menunduk, Virgou masih menggenggam ponsel, siap menekan tombol apa saja. Seroja meraih tangan Virgou lalu menatap tajam.

“Daddy, jangan ancam terbuka. Kalau main buka saja semua dan menyebarkannya, kita sendiri bisa bermasalah—termasuk soal privasi dan pasal lain. Biarkan aku yang atur dengan rapi!"

Virgou menghela nafas, melepaskan jarinya dari layar.

“Baiklah kalau begitu, Daddy serahkan padamu, Baby!" ujarnya menurut.

“Pertama: kita minta salinan forensik ponsel itu dari kepolisian. Kedua: semua komunikasi yang terkait harus disegel—tidak untuk konsumsi publik. Ketiga: kita laporkan ke unit perlindungan anak dan minta pemeriksaan terhadap siapa yang merekam, menyebarkan, atau memperlihatkan konten itu. Keempat: saya akan ajukan permintaan mediasi dulu ke orang tua Joni—tapi bukan untuk nego tutup mulut. Saya mau mereka bertanggung jawab secara hukum dan sosial atas kelalaian itu!" ucap Seroja seraya berdiri dan merapikan gamisnya.

Gadis berkerudung lebar dan panjang itu membetulkan kacamatanya. Wajahnya yang bulat, putih. Bibirnya yang merah muda alami. Tubuhnya yang mungil, sungguh tak ada yang mengira di balik sosoknya yang kecil. Seroja punya keberanian layaknya singa di gurun pasir. Ia mampu membongkar segala praktek korupsi.

Maria dan ibu-ibu lainnya berharap pada Seroja. Terra memeluk adik angkat yang ia urus dari bayi merah bersama Khasya.

"Mama percaya kamu pasti punya cara. Kasihan Mama Niyah sayang, beliau sedang mengandung!" ujarnya sendu.

"Mama dan lainnya tenang ya. Biar Roja yang urus semuanya. Roja hanya minta doa dan dukungan kalian semua!" ucap Seroja tulus.

Seroja pun pergi setelah mendapat mandat dan persetujuan forensik. Sementara di teras belakang, tampak terjadi diskusi yang menegangkan.

Ali, Hamzah, Khadijah, Jamila, Umar, Yusuf, Zora,.Vendra, Mala dan Arjuna tampak.tengah berdiskusi. Sementara bayi-bayi seperti Naka, Issa, Aquila, Dirga, Bima, Rauf dan Fikar menggangu fokus para pengawal.

"Zadhi Putlet teusinJijah deunen muwa-muwana?" tanya Ali dengan mata bulat.

Ali adalah anak Nai, sementara Khadijah adalah anak dari Arimbi. Nai merupakan keponakan Arimbi. Walau mereka seumuran, tapi langkah Khadijah lebih tinggi dibanding Ali.

"Wiya! Talaw dat peulsaya, panya laja mama Yoya!' Zora mengangguk membenarkan.

"Tatana lada nanat yan pawu siyum Ata' Pila!" lanjutnya dengan mata besar.

"Pa'a? Tot peulani-peulanina nanat ipu!" dengkus Hamzah marah.

"Wiya, dithu piputun mama Ata' Yiyo, Coni lansun nayis ... Huuu ... Huuu ... dithu!" imbuh Khadijah.

"Walu Pa'a tata Onty Aypi?" tanya Vendra.

"Pita halus pantuwin Amah Niyah!" jawab Ali.

"Tayat dhibana?" tanya Hamzah.

"Pita teu seutolah Ata' Pila!" jawab Ali.

"Salana, tabun dithu?" tanya Hamzah lagi.

"Benan seutali!" sahut Ali serius.

"Ipu sanat pidat muntin!" geleng Vendra tak yakin.

"Pidat muntin dhibanana?" tanya Hamzah lagi.

"Pita basih teusin. Teulus banat Papa podidal yan zada mumah. Pita bawu tabun pijibana?" lanjutnya tak yakin berhasil.

"Days ... Atuh lada binfolmasi!" seru Arjuna tiba-tiba.

"Aypi, tamuh ipu dali padhi dutdut pi sipu, binfolmasi dali.bana?" tanya Khadijah.

'Tatana lada bintu lahasiya!' jawab Arjuna.

"Aypi! Banana bintu lahasiya. Peulalti bintuna pidat pisa deunan budah pita temutan!" sengit Khadijah sambil menghela nafas panjang.

"Woh piyal.Una yan peumutan bintu ipu!' seru Arjuna menawarkan diri.

Sementara di kantor kepolisian, Daniyah baru selesai dikonfrontir oleh polisi. Banyak jalur damai ditawarkan, yang paling keras ada nominal uang lima ratus juta.

'Saya punya wewenang untuk memeriksa ponsel terduga korban!" seru Seroja memberikan surat kuasa dari keluarga dan surat khusus periksa barang bukti.

Keluarga terduga korban keberatan, tapi surat yang disodorkan Seroja sangat kuat akan hukum. Terlebih, Seroja membukanya di depan aparat penegak hukum.

Sebuah video terpampang, Seroja menemukan banyak sekali video vulgar dan lainya. Ia punya bukti kuat untuk menuntut balik pada keluarga Joni.

'Saya selaku kuasa hukum keluarga, menuntut balik Keluarga Joni atas pengabaian pola asuh anak!" serunya lalu menyerahkan bukti itu langsung ke polisi.

Kepala polisi sampai terbelalak melihat betapa banyaknya video vulgar itu.

"Anak kecil mana ngerti!' kilah Parkoso santai.

"Justru itu yang buat anak bapak hancur!" teriak Seroja kesal.

Kembali ke rumah, Arjuna menemukan pintu rahasia. Ia berlari ke saudaranya yang banyak itu.

"Days .. Una memu bintuna!'

Semua bayi menoleh, berikut para pengawal. Naka dan lainnya heboh, mereka ikut serta ke ruang cuci di mana pintu itu berada. Tentu saja diikuti para bodyguard, hanya saja mereka melihat dari jarak yang cukup.

"Imih padhaibana putana?" tanya Naka menatap pintu besar terbuat dari besi.

Tentu saja pintu itu tak bisa dibuka, karena Virgou telah mematikan kuncinya.

Hingga ....

"Babies ... Pizzanya udah jadi!" seru Sanih dari dapur.

"Ah ... Pita teulpatsa beununda tabun pita!" ujar Naka lalu mereka semua menuju dapur menagih pizza pada Sanih.

Bersambung.

kaburnya nggak jadi gara-gara pizza.

good Seroja.

Next?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!