NovelToon NovelToon

Bangkitnya Wanita Yang Diremehkan

Dijatuhkan talak

Bugh!

"Aaarrrkkkhhhh, ampun Mas!" Arsy jatuh tersungkur, tongkat yang ia gunakan untuk membantunya berjalan telah patah.

Begitu teganya dan tanpa ada belas kasih, Zaki menghempaskan tubuh istrinya ke atas lantai, sehingga membuat Arsy mengalami luka di bagian dengkul dan juga siku. Pada malam itu, keduanya kembali bertengkar namun pertengkaran kali ini, adalah yang paling parah.

"Mas, kenapa kau tega mengkhianati ku? Apa salahku padamu?" ucapnya sampai menangis tersedu.

" Cih, aku sudah bosan dan juga muak hidup dengan wanita cacat sepertimu, bahkan kau sudah tak mampu melayaniku di atas ranjang!" balasnya tanpa memperdulikan perasaan Arsy yang masih berstatus sebagai istri sah nya.

"Mas, kau bisa bilang padaku apa kekuranganku, tidak usah kau berselingkuh seperti ini, aku akan memperbaiki semua kesalahanku, dan aku pun sebenarnya tidak mau hidup dalam kondisi cacat seperti ini, tapi semua ini sudah menjadi suratan takdir!" Arsy tiada hentinya menangis, berharap Suaminya bisa meredakan emosinya dan tidak bertindak gegabah. Semenjak Arsy mengalami kecelakaan saat dirinya berboncengan sepeda motor dengan suaminya, tiba-tiba motor yang di kendarai oleh Zaki oleng, dan terjadilah peristiwa kecelakaan dimana motor tersebut di tabrak oleh mobil jenis mini bus dan menyeret tubuhnya sampai sejauh sepuluh meter, ditambah kendaraan roda dua yang melintas dari arah yang berlawanan telah melindas kaki kirinya.

Sampai akhirnya kaki sebelah kirinya tak bisa berfungsi lagi karena mengalami patah tulang. Beruntungnya kaki kirinya tidak sampai di amputasi.

Dari situ Zaki mulai bersikap berbeda dengan Arsy, ia mudah sekali marah dan tersinggung

"Alah, sudahlah... Kau tidak usah membujukku lagi, mulai malam ini, aku Zaki Hermawan menjatuhkan talak dua kepada istriku yakni Arsy Latifah. "

Deg!

Arsy terdiam seketika. Dunia seperti berhenti berputar saat kata-kata itu terucap. Matanya membelalak, tak mampu mencerna apa yang baru saja ia dengar. Rahangnya terasa seperti akan jatuh, dan kedua kakinya tak bisa bergerak. Kenyataan ini terlalu berat untuknya. Arsy hanya bisa menangis meratapi nasibnya yang kini telah berubah status menjadi janda.

Tak lama Adnan, putra satu-satunya Arsy dan juga Zaky telah pulang dari mesjid karena baru saja selesai mengaji di sana.

Adnan terkejut saat melihat ibunya berada di atas lantai dengan kondisi yang sangat menyedihkan.

"Bunda... Bunda kenapa duduk dilantai?" tanyanya seraya membantu ibunya untuk bangkit.

Namun sayangnya, seluruh tenaganya telah habis terkuras, Adnan mencari tongkat yang biasa ibunya gunakan untuk membantunya berjalan, dan Adnan telah menemukan tongkat tersebut dalam kondisi patah menjadi dua bagian.

Adnan mendekat dan bertanya kepada Ayahnya, soal ibunya.

"Ayah, kenapa dengan Bunda? Apa yang sebenarnya telah terjadi?" Adnan sampai menatap heran Ayahnya.

Kemudian Zaki menggenggam kuat kedua bahu putranya yang masih berusia tujuh tahun.

"Adnan, sekarang Ayah dan Bunda sudah resmi bercerai, Adnan tinggal pilih, mau tinggal sama Ayah atau sama Bunda?"

Adnan terkejut tak percaya atas apa yang telah ia dengar saat ini.

"Ayah, kenapa Ayah dan Bunda bisa bercerai? Adnan tidak mau berpisah dengan Bunda dan juga Ayah!" seketika air matanya hampir saja tumpah, Adnan berusaha untuk membendungnya.

" Adnan, maafkan Bunda! Bunda tidak bisa membuat Adnan bahagia, Hiks.. Hiks... Bunda adalah ibu yang tidak berguna untukmu, Nak!" Arsy hanya bisa menangis dan menyalahkan dirinya sendiri.

"Tidak Bun, Bunda samasekali tidak salah, Adnan akan selalu ada bersama Bunda, maaf Ayah, sepertinya Adnan memilih untuk tinggal bersama Bunda!" Adnan duduk di samping ibunya, kemudian ia memeluknya.

Mendengar putranya lebih memilih mantan istrinya ketimbang dirinya, ia pun menjadi naik pitan

"ok, baik kalau begitu kau jangan pernah kembali lagi ke rumah ini, Ayah tidak akan pernah menganggap kamu sebagai putranya Ayah, ingat itu baik-baik!" ancamnya tak main-main, dan memang inilah yang Zaki inginkan, ia bisa dengan mudahnya menikahi sang pujaan hatinya tanpa harus dibuntuti oleh seorang anak.

Adnan yang mendengar Ayahnya berkata seperti itu, air matanya jatuh, tangisnya pecah tak bisa ia bendung lagi, sakit, itu sudah pasti.

"Ayo Bun, kita pergi dari sini! Adnan juga tidak tega melihat Bunda setiap hari selalu bertengkar dengan Ayah!" Ajaknya sembari membantu ibunya untuk bangkit.

"Putraku, apakah kau yakin ingin ikut bersama dengan Bunda? Bunda tidak punya apa-apa Nak, Bunda hidup sebatang kara, cuma Adnan yang saat ini Bunda miliki di dunia ini! " Arsy sampai mengusap dengan lembut jejak air mata putranya.

"Bunda, percaya adanya Tuhan kan? Setiap manusia hidup di dunia ini pasti sudah diberikan rezeki oleh sang maha pencipta, selagi kita mau berusaha InsyaAllah Adnan yakin kita bisa menjalani hidup tanpa Ayah! "

Mendengar putranya berkata seperti itu, Arsy turut bangga karena ia merasa tidak gagal mendidiknya menjadi anak yang soleh dan berbakti.

"Benar apa yang dikatakan olehmu putraku, kita masih punya Allah yang akan selalu melindungi kita dimanapun kita berada, Bunda tidak akan takut menjalani hidup denganmu meskipun kondisi Bunda seperti ini!" jawabnya mantap.

Zaki yang mendengarnya, ia malah sangat muak dan berharap mantan istri dan anaknya segera pergi dari rumahnya.

.

.

Jam sembilan malam, Arsy dan putranya sudah berada di terminal Bus, Arsy berencana untuk pergi ke Kota, karena banyak warga Desa yang telah merantau kesana, ada yang pernah bilang padanya kalau di Kota itu paling mudah untuk mencari Rezeki, dan Arsy tergiur, meskipun kondisinya yang seperti ini, ia tidak akan mudah untuk menyerah begitu saja, ia harus bangkit dari keterpurukannya selama ini.

Sekitar pukul dua belas malam dini hari, suasana di kota metropolitan ini memang tak pernah sepi oleh hiruk pikuk kegiatan manusia yang tak mengenal waktu.

Adnan bertanya kepada ibunya sambil memperhatikan keadaan sekitar. "Bun, setelah ini kita akan tinggal di mana? Apakah Bunda punya seorang kerabat yang Bunda kenal di sini?"

Arsy menggeleng cepat, karena pada kenyataannya memang dia tak kenal siapapun di kota besar ini, dan kedatangannya ke Kota ini hanya modal nekat semata, Arsy berani mengambil resiko seperti ini karena ia memiliki sedikit tabungan untuk menyambung hidupnya selama tinggal di kota.

"Bismillah Adnan, InshaAllah jika kita selalu berada di jalannya Allah, pasti kita akan dipermudah dalam segala urusan apapun!"

Adnan pun percaya atas perkataan dari ibunya, dan mereka berdua mulai berjalan kaki ke tempat yang tak tentu arah.

"Bun, sebaiknya kita cari mesjid terdekat saja di sini, siapa tahu kita bertemu orang baik yang bisa memberikan beberapa informasi kepada kita!" usulnya yang di angguki oleh Bundanya.

"Ide yang bagus Adnan, kau memang anaknya Bunda yang paling cerdas." Arsy mengusap dengan lembut kepala putranya.

Akhirnya Arsy dan Adnan memutuskan untuk mencari mesjid ataupun mushola yang bisa mereka jangkau hanya dengan berjalan kaki.

Hampir tiga puluh menit lamanya, pada akhirnya Mereka menemukan apa yang sedari tadi mereka cari.

"Alhamdulillah, akhirnya, sampai juga di mesjid!" ujarnya sambil mengucap kata syukur.

Beruntungnya di dalam mesjid cukup ramai oleh para jemaah, rupanya mesjid ini baru saja selesai melaksanakan acara peringatan Maulid nabi.

Bersambung...

🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Bertemu orang baik

Selesai melaksanakan solat malam di Masjid, Seorang marbot datang menghampiri.

"Assalamualaikum, bu! Kalau boleh tahu Ibu dan Adek ini berasal dari mana? Saya perhatikan Ibu dan Adek ini baru saya lihat berada di mesjid ini!" tegur seorang pria yang usianya sekitar empat puluh tahunan dan sudah hampir sepuluh tahun lamanya menjadi marbot di mesjid ini.

Akhirnya Arsy menjawab pertanyaan dari seorang Marbot tersebut, ia cukup merasakan gugup.

"Waalaikumsalam, maaf Pak, saya dan anak saya memang bukan warga sini, kami dari Desa dan tidak tahu mau kemana lagi setelah ini!"

Sang Marbot tampak keheranan atas jawaban dari Arsy.

"Apakah Ibu tidak punya kerabat atau sanak saudara di sini?"

Arsy menggeleng pelan, wajahnya terlihat kebingungan.

Sang Marbot sampai menghela napasnya, dan ia kembali menanyakan sesuatu padanya.

"Bu, kota Jakarta itu bukanlah tempat yang mudah untuk ibu tempati, Ibu kota lebih kejam dari ibu tiri, apalagi di kota metropolitan ini sangat rawan akan tindakan kriminal terhadap pendatang baru seperti ibu ini, saya sarankan sebaiknya ibu kembali saja ke kampung halamannya ibu, hidup di kampung itu jauh lebih nyaman ketimbang di kota! " imbuhnya seraya memberikan nasehat.

Namun sepertinya Arsy sudah tak ada pilihan lain, ia tetap pada keputusannya yang awal.

"Maaf pak, saya hanyalah wanita sebatang kara, di kampung pun saya sudah tidak memiliki siapapun!" Arsy tak bisa menyembunyikan kesedihannya, karena itulah yang saat ini ia rasakan.

Mendengar penjelasan dari Arsy, sang Marbot beranggapan bahwa wanita di hadapannya adalah seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya, otomatis Adnan merupakan seorang anak yatim.

"Baiklah kalau itu sudah menjadi keputusanmu, saya tidak bisa berkata apapun lagi, emmhhhhh... Kebetulan di sekitar mesjid Darusalam ini ada kontrakan yang masih kosong, bila berkenan, untuk sementara waktu, ibu bisa tinggal disana, bagaimana Bu?" usul sang Marbot.

Seketika wajah Arsy dan putranya terlihat sumringah, kedua bola matanya sampai berbinar

"Alhamdulillah, terimakasih banyak pak...!" Arsy menghentikan ucapannya karena iya tidak tahu nama pria tersebut.

"Panggil saya Sanusi Bu, orang-orang sekitar sini kenal dengan saya, kebetulan dekat kontrakan yang saya sebutkan barusan, istriku berjualan disana, nanti saya kenalkan ibu dengan istriku, bagaimana?"

Arsy dan Adnan semakin senang mendengarnya, ia tak menyangka akan di pertemukan dengan orang baik. Allah pasti akan membalas setiap kebaikan kita dengan beribu kebaikan, itulah yang selalu Arsy tanamkan kepada putranya untuk selalu berbuat baik kepada siapapun.

.

.

Pada akhirnya Arsy dan Adnan sudah berada di dalam kontrakan yang letaknya tidak begitu jauh dari mesjid Darrusalam.

Pak Sanusi sempat memperhatikan cara berjalan Arsy yang tidak seperti manusia normal pada umumnya, ia pun semakin kasihan melihat keadaannya.

"Baiklah, dengan ibu siapa? Maaf saya lupa menanyakan nama ibu?" ucap Pak Sanusi merasa malu.

"nama saya Arsy, Pak, dan ini Adnan, putraku satu-satunya! " jawabnya sembari membungkuk.

" Baiklah kalau begitu, Bu Arsy dan dek Adnan beristirahat saja dulu, pasti kalian sangat lelah, dan kebetulan tadi ada sisa nasi box dan juga kue sisa acara Maulid, dimakan ya?" pak Sanusi menyodorkan kantong plastik berwarna putih dengan ukuran sedang.

Kali ini Arsy tak bisa untuk menolaknya karena perutnya sudah sangat lapar, begitupun dengan Adnan.

Arsy dan Adnan mengucapkan banyak terimakasih atas kebaikan Pak Sanusi.

.

.

Keesokan harinya.

Adnan yang masih tertidur pulas di atas lantai beralaskan tikar, membuat Arsy terus saja menatapnya.

Sambil mengusap lembut rambutnya, tanpa terasa air matanya jatuh di pipi.

"Adnan, maafkan Bunda karena belum bisa membahagiakan mu, tapi Bunda janji akan terus berusaha untuk bisa membahagiakan mu, Nak! Doakan selalu Bunda, agar secepatnya Bunda mendapatkan pekerjaan!"

sambil menunggu putranya terbangun dari tidur lelapnya, Arsy pergi ke luar kontrakan untuk mencari sarapan pagi sembari menanyakan pekerjaan kepada warga sekitar, dengan uang yang masih tersisa di dalam dompet kecil miliknya, Arsy hanya membeli sebungkus nasi uduk untuk putranya, beruntungnya yang berjualan nasi uduk adalah istri dari Pak Sanusi, pria yang semalam telah menolongnya.

"Kenapa pesan nasi uduknya cuma sebungkus?" tegur Bu Sanusi sambil melipat kertas nasi yang di dalamnya sudah terdapat nasi uduk.

"Tidak apa-apa Bu, yang penting anak saya bisa sarapan!" jawabnya sampai tertunduk malu.

Bu Sanusi merasa iba dan juga kasihan terhadap Arsy, ditambah kondisi kakinya yang tak bisa berjalan seperti layaknya manusia normal.

apalagi setelah suaminya semalam bercerita mengenai wanita dan seorang anak kecil yang ia tolong, ia semakin tidak tega saja mendengarnya.

Kemudian Bu Sanusi membuat satu bungkus lagi untuk ia berikan kepada Arsy.

"Ambilah, dua bungkus nasi ini, kamu tidak usah membayarnya, doakan saja semoga dagangan ku hari ini laris manis!" Bu Sanusi sampai menatap nanar Arsy.

Begitupun dengan Arsy, ia terharu dan tak menyangka bahwa masih ada orang baik dan peduli padanya.

"Tapi Bu, saya menjadi tidak enak!"

"Sudahlah, kamu tidak usah merasa tidak enak, kalau butuh apa-apa, kamu tinggal bilang saja, tapi maaf, kalau ibu hanya bisa membantu seadanya!"

" Masha Allah Bu, segini saja sudah lebih dari cukup, semoga kebaikan ibu di balas oleh Allah, kalau begitu saya permisi Bu, nanti saya juga ingin bertanya sesuatu pada ibu, tapi setelah saya mengantarkan nasi uduk ini untuk putraku, takutnya dia sudah bangun!" imbuhnya.

"Yasudah, sana gih kamu pulang dulu saja, nanti biar Ibu saja yang datang ke kontrakan!"

mendengar Bu Sanusi berkata demikian, Arsy merasa sangat senang, dan ia bergegas kembali ke kontrakan.

Sekitar jam sepuluh siang, benar saja kalau Bu Sanusi datang ke kontrakan, dan Arsy serta Adnan menyambutnya dengan suka cita.

"Kalian sudah makan siang belum? Kebetulan tadi ibu masak sayur lodeh sama tempe goreng, nanti Adnan bawa ya, tadi ibu kelupaan, padahal sudah ibu taruh di dalam ompreng!" ujarnya.

Arsy duduk mendekat, ia merasa tidak enak terhadap bu Sanusi yang ia anggap terlalu baik.

"Sudahlah Nak Arsy, kamu tidak usah memikirkan apapun, lagian ini juga atas permintaan dari suamiku, pokoknya jangan pernah merasa tidak enak, oh iya katanya tadi Nak Arsy mau menanyakan sesuatu sama ibu, kalau boleh tahu apa yang ingin Nak Arsy tanyakan?" Bu Sanusi menatap serius Arsy.

Sedangkan Adnan, ia hanya memperhatikan Keduanya yang sedang mengobrol serius.

"Jadi begini Bu, saya tidak mungkin selamanya hidup menyusahkan ibu, barang kali ibu mempunyai info soal lowongan pekerjaan!" ujarnya sampai merasa gugup.

Bu Sanusi malah menghela napasnya, dan menjawab pertanyaan dari Arsy.

Kalau untuk saat ini, Ibu belum memiliki info apapun soal pekerjaan, apakah kamu bisa memasak, Arsy? " tanyanya ragu.

Arsy mengangguk cepat, karena sewaktu di kampung, ia selalu diajak ibu-ibu PKK untuk memasak kerap kali ada acara di kelurahan.

"Bisa Bu, meskipun kondisi kakiku seperti ini, tak menghalangi kemampuanku untuk memasak, jadi ibu tidak perlu khawatir!"

Bu Sanusi sampai mengusap dada, ia merasa sangat bersyukur.

"Kebetulan besok ada acara Car free day di alun-alun, biasanya Ibu suka buka lapak disana, dan pelanggan ibu juga sudah banyak, bahkan sampai mengantri untuk membeli dagangan ibu, karena ibu selalu keteteran, bisa kah Nak Arsy membantu ibu?" Bu Sanusi merasa sungkan, ia adalah type wanita yang serba tidak enakan.

"Ibu tidak perlu khawatir, jika ibu memerlukan bantuan, saya pasti akan siap membantu, jadi ibu tinggal bilang saja!" Arsy sampai menggenggam tangan Bu Sanusi sebagai ungkapan rasa terima kasihnya.

'Alhamdulilah Ya Rabb, akhirnya engkau memberikan jalan untukku untuk terus melangkah mengais rezeki di kota ini.'

Arsy bergumam sembari menaikan kedua tangannya di atas dada.

Bersambung...

Berjualan di area Car free day

Sore itu, Arsy memiliki ide untuk membuat sesuatu yang mungkin bisa ia jual untuk besok, sebelumnya ia meminta izin kepada Bu Sanusi, apakah boleh jika dirinya membuat sesuatu untuk ia jual esok hari dan jawabannya tentu saja boleh, Bu Sanusi begitu antusiasnya untuk mempersiapkan peralatan yang di butuhkan oleh Arsy, tak lupa Adnan ikut membantu ibunya, karena selama ini Adnan lah yang selalu bisa ia andalkan, ketimbang mantan suaminya yang bisanya hanya tiduran sambil bermain game, meskipun mantan suaminya memiliki kontrakan beberapa pintu, hasil dari kerja kerasnya saat dulunya ia bekerja sebagai seorang Pelayaran di Negara Taiwan, Arsy tetap membantu kebutuhan perekonomian keluarganya dengan cara apa saja, yang terpenting pendapatan yang ia dapat adalah halal

"Kira-kira apa yang akan kamu buat untuk berjualan besok, Nak Arsy?"tanyanya penasaran

" Makanan yang akan aku buat adalah Kue Mochi, Bu. Kebetulan sekarang ini lagi musim mangga, jadi aku ingin membuat isiannya dari buah tersebut!" Arsy tampak yakin dan percaya diri, ia merasa Tuhan begitu mudahnya memberikan jalan untuknya.

Menjelang malam, Arsy yang dibantu oleh Adnan, memulai untuk membuat kue Mochi, dimana pada saat itu Adnan baru saja pulang dari mesjid setelah selesai mengaji dan melaksanakan solat isya berjamaah bersama dengan Pak Sanusi, beliau ini telah menganggap Adnan sudah seperti cucunya sendiri, karena melihat Adnan, Pak Sanusi jadi teringat akan cucunya yang tinggal di kampung.

.

.

Keesokan harinya

Setelah melaksanakan solat subuh Arsy dan juga Adnan membawa dagangan mereka, berbarengan dengan dagangan milik Bu Sanusi menuju area Car free Day yang letaknya tidak begitu jauh dan hanya berjarak ratusan meter. Dan tadi sekitar jam tiga pagi sebelum azan subuh, Arsy membantu Bu Sanusi membuat campuran untuk nasi uduk, yakni orek tempe, bihun goreng dan juga telur balado. Bu Sanusi tak menyangka jika masakan Arsy begitu enak dan juga lezat

"Wah, kalau rasa masakannya seperti ini sih, dagangan ibu bisa laris manis, apalagi saat ibu mencicipi kue mochi buatanmu, rasanya sudah seperti makan makanan yang bermerek, apa ya namanya? Ehhh.. yang bakery itu loh!" Bu Sanusi mencoba mengingat nama toko kue tersebut, sedangkan Arsy samasekali tidak tahu, karena di kampung jarang sekali ada toko terkenal dan mewah yang berjualan di sana.

"Aha, ibu baru ingat, nama tokonya Holland bakery!" imbuhnya.

Arsy yang tidak tahu seperti apa toko yang baru saja Bu Sanusi sebutkan, ia hanya bisa diam tanpa berkomentar apapun, karena Arsy terlihat kebingungan.

Sekitar jam enam pagi, seluruh dagangan milik Bu Sanusi dan juga kue mochi milik Arsy sudah tertata rapih di atas meja lipat, tidak lupa Pak Sanusi membawa terpal berwarna biru yang ia sulap menjadi sebuah tenda agar dagangan terlindungi dari panasnya sinar matahari jika sudah dinatas jam sembilan pagi.

"Baiklah Bu, kalau begitu bapak pamit pulang dulu ya, nanti jam sepuluh Bapak kesini lagi untuk jemput!" ujar pak Sanusi sembari melirik ke arah Arsy dan juga Adnan.

Arsy membungkuk sebagai tanda hormat begitu pun dengan Adnan.

Setelah kepergian Pak Sanusi, Arsy memberikan sesuatu kepada putranya.

"Loh, ini kan untuk di jual Bun? Kenapa Bunda kasih sama Adnan?"

" Ini ada lebihnya, Adnan, Ibu tahu kalau kamu sangat menyukai kue mochi mangga buatan Bunda, kamu makan ya!" ujarnya sembari memberikan dua buah kue mochi yang ia taruh di dalam wadah plastik berukuran mini berwarna putih beralaskan kertas nasi.

Tak lama para pembeli mulai berdatangan, ada dari mereka yang memesan nasi uduk dengan cara di bungkus dan di bawa pulang, namun ada juga yang makan di tempat.

Bu Sanusi sudah menyiapkan banner berukuran dua meter untuk dijadikan alas duduk, serta terdapat meja kecil dari kayu yang diatasnya ia taruh berupa sambal dan juga kerupuk, tidak lupa di atas meja tersebut di taruh satu box kue mochi milik Arsy.

Beberapa pembeli mulai tergiur melihat kue mochi yang berada di dalam box berwarna bening, apalagi saat tutup box di buka, aroma khas dari buah mangga begitu menggugah selera.

"Wah, kue Mochi nya enak Bude! Bude yang buat ya? coba Bude buat dari kemarin-kemarin, pasti aku pesan yang banyak untuk acara ibu-ibu pengajian!" ujar Laela, yakni pelanggan setia Bu Sanusi dari Kampung sebelah.

"Ini bukan Bude yang buat, tapi nih, sodaranya bude yang membuat kue mochi ini, kebetulan baru datang dari kampung!" ujarnya sembari merangkulnya.

Arsy sendiri merasa tersanjung atas pengakuan Bu Sanusi yang menganggap dirinya seperti saudaranya sendiri.

Laila mengedarkan pandangannya ke arah Arsy, ia melemparkan senyum ke arahnya.

"Wah, sodaranya Bude cantik ya, mana kulitnya bening bener, mba suka perawatan ke salon ya? " tanyanya sampai tak berkedip.

Arsy menjadi tersipu dibuatnya." bukan Mba, saya tidak pernah melakukan perawatan apapun, ini sudah bawaan dari orok! " jawabnya sembari melempar candaan.

Seketika mereka bertiga menjadi tertawa terbahak-bahak, Adnan yang memperhatikan ibunya sudah terlihat ceria lagi, ia turut bahagia.

'Semoga Bunda selamanya bahagia, tidak ada lagi penderitaan di dalam hidupnya!' Adnan bergumam dalam hati.

.

.

"Ayo kek cepet! Kakek ini jalannya sudah kaya siput!" kelakar Aluna, sengaja mengejek kakeknya yang sudah tak sanggup berjalan kaki lebih dari lima ratus meter.

"kakekmu ini sudah tua dan ringkih, masa iya harus jalan cepat seperti mu!" keluh sang kakek sampai mengusap keningnya dengan handuk kecil karena keringat sudah bercucuran di atas sana.

Lalu Aluna mendekat dan menatap wajah kakeknya.

"Iya kek, aku lupa kalau kakek itu sudah sepuh dan ringkih!" ujarnya sembari tertawa cekikikan.

Kakek sampai menggelengkan kepalanya atas sikap usil cucu satu-satunya tersebut.

"Yasudah kita istirahat dulu di sini, kalau sampai jantungnya kakek kumat, bisa diomelin nanti sama Oma!"sindir Aluna dengan sengaja.

Sang kakek tak menghiraukan perkataan dari cucunya yang suka usil padanya.

Kemudian Aluna mengedarkan pandangannya ke arah lain, ia melihat kerumunan orang-orang di salah satu warung tenda berwarna biru, karena penasaran, akhirnya Aluna pergi menghampiri tempat tersebut.

"Aluna kau mau kemana?" panggil sang kakek masih dengan napasnya yang tersengal.

"Sebentar Kek, aku mau ke sana dulu, sepertinya ada yang jualan makanan enak, apa kakek mau aku belikan sesuatu?" Aluna menoleh sejenak ke arah kakeknya yang duduk di kursi besi taman kota.

"Terserah Aluna saja, tapi kamu hati-hati, jangan pergi terlalu jauh!" ujar sang kakek khawatir.

"Kakek tenang saja, tuh tempatnya gak jauh kok, cuma sepuluh meter doang dari sini!" ucapnya sembari menunjukkan tempat yang ingin ia tuju dengan jari telunjuknya.

Merasa tempat yang akan di kunjungi oleh cucunya tidak begitu jauh, akhirnya sang kakek mengizinkan Aluna untuk pergi, dan dari kejauhan, sang Kakek terus memperhatikan.

.

.

Kediaman Handoko

"Mom, Aluna dan Papah pergi kemana?" Gala bertanya kepada ibunya sembari mengedarkan pandangannya ke arah sekitar taman.

Sambil menghela napasnya, Nyonya Maria menjawab pertanyaan dari Putranya.

"Seperti biasanya Gala, putrimu yang sudah seperti anak dewasa itu mengajak Papahmu pergi untuk jogging, semenjak Papahmu mengidap sakit jantung, Aluna begitu perhatian akan kesehatan kakeknya, tapi justru dia begitu cuek dengan Papahnya sendiri, ck... Dasar bocah itu ada-ada saja! " Nyonya Maria sampai menggeleng kala mengingat kelakuan cucunya yang selalu menggemaskan itu.

"Dia mirip sekali dengan mendiang ibunya, yasudah biarkan saja Luna melakukan apa yang ia mau, selagi dia tak melanggar peraturan rumah ini, dan aku tidak ingin sampai putriku jajan sembarangan di luaran sana, Mom tau sendirilah kalau pencernaan dia itu sangat sensitif!" ujarnya tampak khawatir akan kondisi putri semata wayangnya.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!