"AKU CAPEK, MAS!" Hani membanting teko plastik yang sudah kusam warna nya.
Imran hanya bisa diam saja menunduk karena merasa mungkin memang ini salah dia karena tidak bisa membahagiakan sang istri, jangan kan membuat bahagia seperti suami lain nya, memberi uang yang cukup saja tidak bisa. kerja sebagai buruh di sawah dengan gaji yang pas Pasan, itu pun kalau ada pula yang membutuhkan tenaga nya.
Dalam satu Minggu tidak pasti akan laku terus kerja sebagai buruh, kalau sudah tidak ada yang menanam padi maka mereka sudah pasti tidak akan punya uang untuk makan. mau bertani sendiri mereka juga tidak punya sawah, punya hanya tanah yang di tegaki rumah gubuk reyot ini seperti sudah mau tumbang saja.
Seperti sekarang ini sudah tidak ada kerjaan sehingga Imran hanya jadi pengangguran yang cuma bisa lontang Lantung tidak karuan, uang hasil kemarin juga sudah habis karena cuma tiga ratus ribu saja dan cukup untuk membeli beras, soal sayur masih bisa panen di sebelah rumah karena mereka juga menanam.
Lagi pula selama ini memang tidak pernah makan enak seperti tetangga nya yang lain, kalau tetangga sebelah rumah makan enak maka mereka hanya bisa mencium bau nya saja, untung mereka tidak punya banyak anak. Hani memang tidak mau punya anak banyak, sebab dia merasa suami nya tidak akan mampu untuk memberi makan sebanyak itu.
"Ya sabar lah, Bu." Imran pun tidak punya ucapan lain selain sabar.
Plaaaaak.
"Ibu!" Indri kaget karena Hani sampai menampar Imran karena sudah tidak bisa menahan emosi nya lagi.
"Kau diam! selama ini aku kurang sabar apa, melihat orang lain hidup nya enak dan bisa beli apa saja. sedangkan aku untuk makan saja selalu kurang, sebab suami ku yang miskin!" bentak Hani lantang.
"Bapak kan juga udah usaha to, Bu." Imran mengusap pipi nya yang terasa panas usia di tampar oleh sang istri.
Hani mana peduli karena dia merasa sudah muak akan hidup nya ini, melihat orang lain bisa belanja tapa pikir harga, belanja sayur pun selalu di sertai dengan ikan atau daging ayam. bahkan Leni tetangga nya pun selalu beli daging sapi, masakan rendang bisa di bilang seminggu sekali sudah pasti.
Ini jangan kan beli daging sapi untuk makan, mau beli ayam sepotong pun harus pikir dua kali karena uang nya yang tidak ada. Hani akan makan ayam atau barang enak lain nya ketika sudah ada tetangga yang punya hajatan, maka dia akan makan enak seperti itu setelah mencuci piring sebanyak banyak nya.
"Kau jangan ikut ikutan menyalahkan aku, kau pikir uang untuk membesarkan mu itu dari mana? aku harus banting tulang di hina oleh para tetangga!" Hani berteriak lantang.
"Ibu, jangan berteriak begitu." Indri menangis juga jadi nya.
"Maafkan aku, Han! aku juga ingin sekali membuat kalian bahagia, tapi aku tidak punya apa apa." sesal Imran.
"Bukan cuma setahun dua tahun saja aku hidup begini dengan mu, lebih baik aku pergi saja." Hani bergegas keluar dari rumah untuk menenangkan diri.
"Ibu mau kemana? jangan pergi dari sini, Bu!" Indri menahan tangan Hani yang mau keluar.
"Lepaskan Ibu, bila Ibu terus di sini maka kalian akan sakit hati akan ucapan ku." Hani menyentak tangan nya.
"Ya Allah, Ibu!" Indri menangis karena serba salah juga.
Hani keluar dari rumah untuk menenangkan diri nya yang sedang di landa rasa kesal luar biasa, minyak habis dan semua bahan dapur sudah tidak ada lagi. mana uang yang di pegang juga sudah tidak ada, Imran pun nganggur sama sekali tidak ada kerjaan walau dia sudah berusaha untuk mencari nya.
"Kan Emak sudah bilang kalau Hani itu bukan perempuan yang mau di ajak susah, kau ngeyel kalau orang tua bicara!" Mak Tini mendengar suami nya.
"Jangan menyalahkan Hani, Mak." Imran tidak mau kalau istri nya tambah ruwet nanti.
"Terus saja kau bela dia, Imran! sejak dulu sampai sekarang Emak memang tidak suka pada nya, dia itu wanita yang punya ambisi tinggi." bentak Mak Tini.
"Wanita mana pun ingin hidup nya enak, Mbah! bukan cuma bisa melihat orang lain makan enak, berpakaian bagus dan dia sendiri memakai daster dengan tempel sepuluh!" Indri membela Ibu nya.
"Cucu tidak sopan, ini lah yang Ibu mu ajarkan." sentak Mak Tini tambah marah.
"Kalau Mbah mengajari maka akan mengajari susah saja!" balas Indri segera berlalu pergi karena dia jadi ikut kesal sekarang.
"Indri jangan begitu." Imran menatap putri nya tak suka.
"Lalu aku harus bagai mana? aku harus setuju saat Mbah juga mengatai Ibu! dia itu menambah runyam rumah ini, Pak." sengit Indri kesal.
"INDRI!"
"Apa? Bapak itu selain melarat di tambah juga tidak bisa membela Ibu!" teriak Indri sudah tidak bisa menguasai diri lagi.
Imran tercengang mendengar ucapan putri sulung nya, padahal selama ini Indri terus membela dia saat Hani marah marah ketika sudah tidak punya uang lagi. tapi sekarang Indri berubah haluan, mungkin saja semakin besar maka dia semakin yakin kalau diri nya juga tidak akan sanggup hidup seperti Ibu nya.
"Lihat lah dirimu, karena kita memang miskin maka nya anak pun tidak bisa menghargai." Mak Tini duduk di sebelah anak nya.
"Sudah lah, Emak jangan menambah runyam saja! aku memang tidak berguna karena tidak bisa membahagiakan anak dan istri." Imran pun tidak ingin bicara.
"Istri mu itu bawa sial, lihat lah adik mu itu. walau pun kita awal nya miskin, tapi sekarang dia hidup enak karena istri nya membawa berkah!" sengit Mak Tini lagi.
"Istri yang melarang suami nya memberi uang pada Emak? apa yang mau Emak banggakan dari Ambar itu!" Imran bicara soal adik ipar nya yang kurang ajar.
"Kamu jangan sembarangan." Mak Tini membuang muka.
"Aku bicara fakta, kalau memang Ambar baik maka dia tidak akan masalah kalau Emak tinggal di sana." Imran juga sudah mulai terbawa emosi.
"Emak yang tidak mau di sana." kilah Mak Tini.
"Tentu saja Emak tidak mau karena di sana hanya di jadikan Babu, itu menantu yang selalu Emak banggakan!" bentak Imran.
Pokok nya Imran sudah lepas kendali juga karena dia suka bingung akan harus hidup nya ini, dia menyadari kalau dia memang bukan suami yang sempurna. namun Emak Tini terus menambah runyam, bukan nya terima kasih pada Hani yang mau merawat diri nya, tapi malah terus mengatai Hani.
Bab awal ni guys ayo ramaikan dulu.
Hani termenung sendirian di kebun sebelah rumah mereka yang hanya sepetak itu, jadi lah untuk menenangkan hati karena pikiran nya sudah kacau balau memikirkan hidup yang sangat susah ini. sejak dulu sampai sekarang tidak ada enak nya sedikit pun sehingga yang ada pikiran dia terus runyam tidak karuan, mau cerai pun sudah tidak mungkin.
Walau Imran sangat miskin tapi sekali pun Hani tidak pernah punya pikiran untuk cerai dari suami nya, sebab dia memang sudah memulai dengan suami dan punya anak juga dua orang. jadi kalau mau dengan orang baru terasa sangat susah, ada rasa perih mengingat bagai mana ini semua harus terjadi dalam hidup nya sekarang.
"Hahhhh."
Tarikan nafas wanita ini terdengar begitu berat dan juga sesak, kalau saja bisa maka dia tidak akan mengeluh dan ingin baik baik terus dengan suami dan juga anak anak. ada rasa sesak dan rasa sakit di hati Hani, apa lagi kalau melihat anak anak tetangga sudah bisa beli apa pun.
Bukan cuma masalah iri saja yang dia rasakan saat itu, tapi juga rasa bersalah pada anak nya karena tidak bisa menjadi orang tua yang berkecukupan. Indri juga sudah melamar kerja kemana mana, namun sampai saat ini belum juga di terima sehingga tidak bisa mau membantu orang tua nya hidup serba pas Pasan, di tambah Mak Tini juga ikut mereka.
Sudah lah ikut tinggal numpang malah nanti juga komen dengan segala macam hal yang membuat Hani tambah setres saja, mengatakan kalau Hani hanya lah istri yang kerja nya cuma bisa berpangku tangan tanpa bisa membantu suami yang sedang kesusahan.
"Ya Allah, aku tidak bisa kerja apa apa juga sekarang." gumam Hani dengan air mata berderai.
"Ari juga lagi sakit begitu, mau beli obat pun aku tidak mampu karena memang sudah tidak punya uang sedikit pun." Hani teringat putra bungsu nya yang sedang sakit.
Beban berat seperti ini lah yang bisa jadi membuat wanita gelap mata sehingga nekat melakukan bunuh diri, namun sejauh ini Hani tidak berani melakukan nya karena Ibu Hani sendiri mati karena bunuh diri. desas desus mengatakan orang yang mati bunuh diri tidak akan pernah di terima bumi, sehingga Hani pun tidak berani.
"Loh kok termenung saja kamu di sini, Mbak." Leni mendekati Hani yang sedang memainkan ranting kecil.
"Malah datang pula dia." batin Hani sambil menatap malas.
"Jangan termenung terus begitu, nanti kamu malah dapat iblis pesugihan karena hidup mu selalu melarat!" ujar Leni dengan mulut enteng nya itu.
"Sebaik nya kau jaga lah ucapan mu, Len! walau aku melarat dan kelaparan, tapi aku tidak akan pernah menggadai kan jiwa ku pada iblis." geram Hani sudah emosi.
"Yang benar, nanti kalau tetangga makan daging kamu cuma bisa ngences saja loh!" Leni malah tambah menjadi.
"Tidak usah kau ganggu aku, aku tau kau orang kaya!" Hani segera pergi karena tidak mau tambah sakit hati.
"Aduh pasti itu sekali dengan ku karena bisa beli semua nya, sedangkan kamu pakai daster yang sudah seperti lap gitu." ejek Leni tertawa kencang.
"Ya Allah, begini lah nasib orang miskin dan kau masih di katakan adil pada setiap umat mu? keadilan macam apa!" Hani meneteskan air mata pilu.
"Sana lah ngorek sampah biar dapat makan ayam, jadi lah dapat tulang saja." suruh Leni sambil melangkah masuk dalam rumah nya.
Leni memang sungguh luar biasa mulut nya karena dia adalah istri seorang polisi, jadi dengan orang miskin bersikap sesuka hati nya saja tanpa memikirkan bagai mana sakit hati orang. padahal yang miskin ya sudah biarkan miskin saja, toh mereka tidak ada mengganggu dia sedikit pun walau miskin.
"Kau ciptakan aku hanya untuk menderita seperti ini, padahal aku tidak pernah meninggalkan sholat." isak Hani tambah menjadi saja.
"Han! kamu kenapa?" Linda mendekati Hani yang masih menangis.
"Tidak apa apa kok, Mbak." Hani malu sehingga cepat mengusap air mata nya yang jatuh.
"Aku datang mau minta tolong, nanti malam kan ada hajatan di rumah ku. bisa Ndak kamu kerumah dan cuci piring?" tanya Linda hati hati agar tidak menyinggung hati orang.
"Bisa kok, jam berapa nanti saya kesana?" Hani langsung mau karena sedang butuh duit.
"Selesai acara paling yang jam sembilan lah, kamu datang jam delapan juga boleh sambil duduk menunggu." jawab Linda.
"Iya, alhamdulilah di kasih kerja sama Mbak." Hani senang sekali di buat nya karena kan lumayan juga.
Mencuci piring di rumah orang yang sedang ada hajatan maka bisa dapat sekitar dua sampai tiga ratus kalau banyak cucian nya, kalau di rumah orang yang baik pun masih nanti pulang nya di bekali dengan sesuatu sehingga bisa lah untuk makan sekeluarga karena banyak juga sisa dari acara tersebut.
"Pasti lah Linda mau suruh dia cuci piring, kan biarin saja aturan nya dia kelaparan tidak punya uang!" rutuk Leni.
Entah apa yang sudah bersemayam di hati nya Leni ini, bahkan ketika Linda sudah pergi tidak bicara dengan Hani. Leni segera mengejar untuk bicara, dia harus menghasut agar Linda batal saja menyuruh Hani, maka nya dia datang tergesa gesa.
"Lin, kamu menyuruh Hani cuci piring ya?" Leni langsung bertanya.
"Kok kamu tau?" Linda menatap kembaran nya ini.
"Ngapain sih nyuruh dia, dia itu kalau cuci piring enggak bersih karena di rumah enggak punya piring, mereka kan makan di alas kan kresek atau daun pisang!" sewot Leni.
"Astagfirullah, kau itu jangan sembarangan saja kalau menghina orang!" bentak Linda marah.
Leni memutar bola mata nya malas karena kembaran nya sudah pasti tidak akan mau membatalkan suruhan pada Hani, beda memang sikap dua wanita ini. mereka selalu punya sifat bertentangan satu sama lain, Leni memang lebih judes dan suka sekali menghina orang.
"Ih aku tidak akan mau makan di rumah mu, karena piring itu sudah pasti tidak akan bersih!" Leni bergidik geli.
"Tidak makan ya sudah, aku malah senang karena lauk nya tidak kurang." jawab Linda santai.
"Awas saja besok kalau kau mengeluh barang di rumah mu hilang, orang miskin kok di suruh mencuci di rumah bagus." Leni masih saja mengatai.
Linda tidak mendengarkan nya lagi karena Leni semakin keterlaluan saja, biarkan dia sibuk sendiri akan masalah hati nya, yang penting Linda tidak lah begitu pada orang orang yang ada di sekitar kampung mereka ini. sebuah kampung yang masih sepi, bahkan ada yang menamai nya kampung mati karena sebelum nya memang tidak ada warga yang mau tinggal di sini akibat takut akan kejadian dahulu.
Ayo ramaikan ya guys.
"Aduh gelap sekali malam ini, mana aku harus lewat kuburan pula." keluh Hani saat sudah pulang mencuci piring.
"Tapi alhamdulilah aku dapat uang, bisa untuk beli beras lah." Hani senang juga karena dpat uang untuk belanja.
Bahkan Linda juga membungkus kan Hani makanan serta lauk pauk agar bisa di makan sekeluarga, tidak sia sia dia menerima pekerjaan ini karena sekarang bisa makan enak dengan kenyang. lauk nya ayam semur, itu saja Hani sudah senang bukan main karena kalau beli ayam pun dia tidak akan sanggup karena uang nya tidak ada di tangan sehingga yang di makan hanya lah sayur pucuk singkong.
"Coba saja aku bisa kaya seperti Mbak Laras dulu, masih mending suami Mbak Laras mau ambil pesugihan. lah ini Imran sama sekali tidak ada pergerakan nya!" rutuk Hani sendirian.
Laras memang sangat terkenal karena suami nya memuja siluman yang bisa menghasilkan uang, saat zaman masih ribut nya soal pesugihan itu, Hani masih kecil sekali tapi cerita itu tidak pernah padam sehingga sampai sekarang pun dia tau.
Kisah Laras awal nya memang hampir sama dengan Hani ini, dia kesusahan karena tidak punya apa apa untuk rumah tangga. tapi dulu Laras tidak punya anak dan mertua nya juga tidak ikut dia, sehingga beban kelihatan lebih mudah dan tidak terlalu makan hati lah.
Ini Hani sudah lah miskin tapi masih harus mengurus mertua yang bacot nya bukan main, sengsara Hani memang sangat berlipat ganda tidak karuan. mental habis habisan sekali di hajar oleh keadaan, untung nya kampung ini sepi sehingga tidak begitu banyak lah yang menghujat Hani hanya karena dia miskin.
Padahal miskin bukan lah kemauan nya Hani sendiri, andai kata bisa memilih maka Hani kan memilih jadi orang kaya tanpa kekurangan, namun takdir tidak bisa di pilih sehingga sekarang ya terima saja yang sudah menjadi takdir nya. walau pun buruk dan berat tapi harus di terima, menolak pun tidak bisa.
"Apa itu yang gerak gerak?!" Hani mulai lemas karena melihat sesuatu.
"Astaga bagai mana ini, aku mau lewat mana kalau bukan lewat sini." panik Hani karena itu pas di depan kuburan pula.
"Masa iya kisah nya kafan hitam muncul lagi, apa dia masih ada setan nya?" Hani bergumam tidak jelas sendirian.
Kampung ini dulu nya sangat ramai namun semua warga mati karena di bantai oleh seorang iblis wanita, mereka menyebut nya kafan hitam karena saat menguburkan mereka menggunakan kafan hitam. jadi lah iblis itu keliling untuk membunuh semua orang, habis semua dalam satu malam lalu di sebut sebagai desa mati.
Namun sebagian orang tidak tau kalau kafan hitam sudah insaf dan sekarang menjadi iblis baik baik, tidak pernah lagi membuat masalah atau bahkan dia pun tidak pernah lagi menginjak kan kaki di desa ini walau kuburan nya ada di desa ini.
"Tolong lah Ya Allah, ku mohon jangan sampai ada apa apa." batin Hani tambah mempercepat langkah.
"Coba lah Mas Imran itu tau sedikit saja, aku cari uang pulang malam kan ya enak kalau dia mau menjemput ku." batin Hani mengeluh lagi.
"Ini dia sama sekali tidak mau tau, pulang malam begini hanya karena mau dapat uang." Hani rasa nya ingin menangis juga.
Namun di tahan karena dia masih takut untuk jalan pulang ke rumah, sampai langkah Hani sudah tiba pas di depan kuburan. mata wanita ini mendelik besar karena melihat barang yang sangat mengerikan, walau pun tidak jelas tapi Hani tau bahwa itu adalah ular.
"Ular apa yang sebesar ini, Ya Allah?!" Hani lemas karena ada ular sebesar pohon kelapa tapi tidak kelihatan di mana kepala nya.
"Aku harus lari tanpa suara, kalau sampai dia tau habis aku di makan nya." batin Hani langsung ingin pergi dari depan kuburan seram ini.
Tapi kaki tidak bisa di ajak kerja sama karena sudah lemas duluan, sedangkan ular itu masih terus bergerak perlahan walau Hani memang tidak melihat arah kepala nya ada di mana. sekarang tidak punya pilihan lain, Hani pun berlari kencang meninggalkan kawasan ini walau sesekali masih menoleh juga untuk memastikan ular itu mengejar atau tidak.
"Hem saat ini kau bisa berlari, tapi suatu saat kau akan datang padaku." seringai kepala yang ada di balik kegelapan malam.
"Aroma tubuh nya wangi sekali, aku pasti akan mendapatkan mu." tekad nya dengan sorot mata merah penuh ambisi untuk mendapatkan Hani yang saat ini sudah lari jauh.
...****************...
Hani terengah engah dan sudah sampai di rumah, di ketuk nya pintu agak tergesa gesa karena takut kalau sampai ular tadi mengejar diri nya, membayangkan ular sebesar itu sudah merinding sekujur tubuh karena takut apa bila sampai di belit dan di makan nya habis seperti di film tentu nya.
"Kamu itu loh, Mas! sudah tau aku pulang malam, coba lah jemput aku." Hani langsung merutuk.
"Emak lagi sakit pinggang jadi tidak bisa di tinggal." Imran memberikan alasan.
"Alasan saja kau itu, sakit pinggang tinggal berbaring pun masa iya harus di tungguin." kesal Hani.
"Han sudah lah, aku sudah lelah dan tidak mau debat dengan mu." Imran memang pusing sekali.
"Lelah apa kau? seharian di rumah itu apa yang kau lelah kan!" bentak Hani keras.
"Ibu." Indri terbangun setelah mendengar ada yang ribut.
"Kamu juga, Indri! apa salah nya jemput Ibu, ini semua malah tidur." Hani mengomel sambil pergi menuju dapur.
Imran hanya diam saja karena dia pun pusing sekali, walau pun tidak sadar kalau ini memang salah dia karena tidak tau mau menjemput istri. ya memang wajar lah kalau Hani sampai mengamuk, padahal kan bisa mereka menjemput nya setengah jalan agar dia tidak takut saat lewat kuburan.
"Maafkan aku ya, Bu." Indri mengejar Ibu nya di dapur.
"Sudah lah, aku malas mau ribut lagi." Hani merebahkan diri di ranjang kayu reyot dekat dapur mereka.
"Ibu tidak cuci kaki dulu, habis dari luar cuci lah kaki dan muka." suruh Indri hati hati agar tidak di marahi.
Namun Hani sama sekali tidak ada reaksi, dia meringkuk sambil menatap tembok rumah mereka yang terbuat dari papan. mau dapat uang dari mana kalau terbuat dari batu, uang untuk makan saja pas terus begitu, bahkan bisa di bilang juga kurang karena kadang pun mereka harus menahan lapar hanya makan pucuk singkong untuk mengganjal perut..
Selamat pagi besty, jangan lupa like dan komen nya ya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!