Gadis itu bernama Alleandra. Dulu, ia dikenal sebagai gadis cantik paripurna dengan wajah menawan, gaya elegan, body goals dan pesona yang selalu menjadi pusat perhatian di mana pun ia berada. Namun semua itu justru menjadi beban ketika hubungannya dengan Carlos, bos sekaligus kekasih yang dulu ia percaya sepenuh hati, hancur berantakan. Hubungan mereka kandas dengan luka yang terlalu dalam, sampai-sampai ia tak sanggup lagi berada di kota yang menyimpan terlalu banyak kenangan.
Alleandra pun membuat keputusan besar. Ia meninggalkan rumah paman dan bibinya, satu-satunya keluarga yang merawatnya sejak kecil. Tanpa banyak penjelasan, hanya sepucuk surat singkat ia tinggalkan di meja makan, berisi permintaan maaf dan harapan agar mereka mengerti.
Di kota baru yang sepi, jauh dari hiruk-pikuk, Alleandra merombak dirinya habis-habisan. Rambut panjangnya yang dulu menjadi mahkota kini dipotong pendek, ia bahkan mewarnainya dengan warna gelap yang membuat wajahnya terlihat berbeda. Riasan sederhana menggantikan make-up glamour yang biasanya melekat. Pakaian mewah yang dulu jadi ciri khasnya diganti dengan busana kasual sederhana.
Semua itu demi satu hal, tak ingin ditemukan Carlos.
Ia ingin menghilang, tenggelam dalam keramaian kecil kota asing itu, menjadi seseorang yang sama sekali berbeda.
Namun, meski tampilan luarnya berubah total, luka di dalam dirinya tak serta merta sembuh. Setiap kali malam datang, bayangan masa lalu masih menghantui. Ia mencoba peruntungan di kota itu dengan bekerja serabutan, membuka lembaran baru dengan identitas yang seakan terlahir kembali.
Tapi, di balik tekadnya untuk mengasingkan diri, takdir punya cara sendiri. Perlahan, ia mulai bertemu orang-orang baru yang memberi warna lain dalam hidupnya, meski ketakutan terbesarnya tetap satu: bagaimana jika Carlos berhasil menemukannya?
.
Setelah menempuh perjalanan panjang dan mengasingkan diri dari kota asalnya, Alleandra akhirnya tiba di sebuah kota kecil yang tenang. Ia berkeliling mencari tempat tinggal sederhana yang bisa ia sewa untuk memulai hidup baru. Tak ada lagi gaun elegan, tak ada lagi sepatu berhak tinggi, kini penampilannya berubah total. Rambut panjangnya ia potong pendek dengan gaya maskulin, wajah cantiknya yang dulu selalu dihias kini lebih natural, dan busana yang ia kenakan bergaya kasual tomboy.
Semua itu membuat satu hal mengejutkan, orang-orang yang baru ia temui mengira dirinya seorang pemuda tampan.
Ketika akhirnya ia menemukan sebuah kontrakan sederhana yang terdiri dari beberapa kamar yang dihuni siswi SMA dan mahasiswi, Alleandra tanpa sadar mencuri perhatian. Gadis-gadis itu sempat berbisik-bisik, menoleh diam-diam, bahkan tersipu saat berpapasan dengannya.
“Cowok baru, ya?” bisik salah satu siswi SMA sambil tertawa kecil dengan temannya.
“Cakep banget, kayak idol drama Korea,” timpal yang lain.
Alleandra hanya tersenyum tipis, menunduk, menahan gelisah di dadanya. Ia tak menyangka penyamaran yang ia buat agar terhindar dari Ravin justru membuat dirinya dipandang berbeda. Bukan sebagai gadis cantik yang dulu dikenal banyak orang, tapi sebagai pemuda misterius yang menawan.
Kontrakan itu terasa hidup dengan tawa para penghuni mudanya. Namun di balik keceriaan itu, Alleandra masih membawa luka lama yang belum sembuh. Ia hanya ingin tenang, tapi kini ia harus beradaptasi dengan lingkungan baru yang penuh tatapan kagum dan salah paham.
Dalam hati kecilnya, Alleandra mulai bertanya-tanya,
Apakah ia bisa benar-benar melarikan diri dari masa lalu, atau justru penyamaran ini akan membawanya pada cerita tak terduga, entah romansa, entah masalah baru?
YuKa/ 230925
Bab 2.
Hari itu, Tante Anjani, sang pemilik kontrakan, mengetuk pintu kamar Alleandra. Wanita berusia empat puluh tujuh tahun itu dikenal para penghuni kost sebagai janda cantik yang modis dan penuh pesona. Tubuhnya terawat, tutur katanya manis, dan sering kali gerak-geriknya dianggap terlalu menggoda.
“Allen, boleh tante masuk? Tante bawain gorden baru buat kamar kamu. Biar nggak monoton, ya. Lagian yang lama terlalu terkesan feminin. Gak cocok sama kamu yang ganteng ini.” ujarnya sambil tersenyum menggoda.
Alleandra, yang masih belum terbiasa dengan penyamarannya, hanya mengangguk kikuk.
“Iya, Tan… silakan.” sahut Alleandra pelan, tipe suaranya yang memang medium level di antara suara perempuan dan laki-laki membuat daya tarik tersendiri. Tegas namun lembut.
Tante Anjani lalu melangkah masuk, membawa kain gorden berwarna biru gelap. Saat mulai memasangnya di jendela, ia meminta bantuan Alleandra untuk memegang tangkai besi di atas. Suasana kamar yang sempit membuat jarak mereka semakin dekat. Setiap gerakan Tante Anjani terasa penuh kesengajaan, menyentuh lengan Alleandra, menoleh dengan tatapan lembut, bahkan sengaja membiarkan parfum manisnya menguar begitu dekat.
“Wah… ternyata kamu tinggi juga ya. Cocok banget gantiin bapak-bapak tukang kalau soal beginian,” ucap Tante Anjani sambil tertawa kecil, matanya seakan menyapu wajah Alleandra.
Alleandra hanya tersenyum kaku, mencoba fokus agar tak menimbulkan kecurigaan. Namun dari luar kamar, beberapa anak kost cewek yang penasaran sudah mengintip lewat celah pintu yang tak tertutup rapat.
“Eh, liat deh… Tante Jani sama cowok baru itu…” bisik salah satu siswi SMA, matanya berbinar.
“Ih, gila… deket banget. Jangan-jangan Tante Jani naksir cowok ganteng itu?” celetuk yang lain sambil menahan tawa.
Bisik-bisik itu berubah jadi cekikikan kecil, hingga terdengar jelas oleh Alleandra. Wajahnya memanas, sementara Tante Anjani malah tersenyum penuh arti, seakan sengaja membiarkan kehebohan itu terjadi.
Akhirnya, salah satu mahasiswi yang paling jahil nyeletuk keras-keras, “Tante Jani, jangan rebutan dong! Biar kita aja yang deket sama Mas Allen!”
Serentak tawa pecah di koridor kost, membuat Alleandra benar-benar salah tingkah. Tante Anjani hanya terkekeh, mendekat pada Alleandra lalu berbisik pelan, “Kayaknya kamu bakal jadi rebutan di sini deh…”
Alleandra terdiam. Yang awalnya ingin hidup tenang dengan identitas barunya, kini justru terjebak dalam lingkaran godaan dan kehebohan di rumah kost penuh gadis muda itu.
.
Sore itu, setelah suasana kembali tenang pasca keributan kecil bersama Tante Anjani, seorang siswi SMA penghuni kost terdahulu bernama Reikha mengetuk pintu kamar Alleandra. Gadis itu terkenal cerewet, periang, dan selalu ingin tahu.
“Mas Allen! Boleh aku bantuin beres-beres kamarmu gak? Soalnya aku lihat kamu kayaknya belum rapi-rapi sejak pindahan kemarin,” katanya penuh semangat, tanpa menunggu jawaban langsung masuk.
Alleandra yang di kost memang dikenal dengan panggilan “Allen” karena penampilannya yang tomboy, sempat bingung tapi akhirnya mengangguk pasrah.
“Hmm… kalo mau, silakan. Tapi jangan kaget kalo agak berantakan, ya.”
Reikha mulai mengutak-atik barang-barang di meja, melipat pakaian, lalu membuka lemari kecil. Tapi ketika ia menemukan sehelai pakaian dalam perempuan, matanya langsung membesar.
“Eh? Ini… punya siapa Mas Allen?” tanyanya dengan nada setengah teriak, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu.
Alleandra langsung panik, wajahnya memanas. “Itu… bukan… maksudku—”
Namun Reikha sudah terlanjur tertawa geli, lalu menatap Alleandra dengan tatapan menggoda.
“Ih, Mas Allen ternyata... Ehem. Cowok tapi kok nyimpen yang ginian. Apa jangan-jangan… punya pacarnya Mas Allen ya?” bisiknya, mendekat sambil menahan senyum nakal.
Alleandra gugup, berusaha menahan ekspresi agar tidak terbongkar.
“Jangan macam-macam, Reikha. Itu… cuma salah beli,” ucapnya cepat, mencari-cari alasan.
Namun Reikha justru semakin penasaran. Ia bersandar di meja, menyipitkan mata, lalu berkata pelan,
“Hmm… aku jadi curiga. Tapi tenang aja, aku nggak bakal cerita ke anak-anak lain. Rahasiamu aman di aku…”
Suasana kamar jadi tegang sekaligus kocak. Reikha terlihat menikmati perannya menggoda, sementara Alleandra hanya bisa gelagapan, takut identitas aslinya terbongkar.
Di luar kamar, beberapa penghuni lain sudah menempelkan telinga di pintu, cekikikan, karena mengira Reikha sedang menggoda cowok baru itu dengan serius.
.
Malam itu, kamar kontrakan terasa sunyi. Hanya suara jangkrik dan deru motor sesekali yang terdengar dari luar. Allen duduk di tepi ranjang, menatap kosong ke arah jendela yang baru saja dipasangi gorden oleh Tante Anjani siang tadi. Wajahnya tampak murung, jauh berbeda dari ekspresi kikuknya ketika menghadapi kehebohan anak-anak kost.
Ia memejamkan mata, dan seketika kenangan lama kembali menyeruak, kenangan yang sebenarnya ingin ia kubur dalam-dalam.
Dalam bayangannya, ia kembali melihat sosok pria itu, Carlos, bos besar di perusahaan yang selama ini menjadi dunianya. Pria mapan, karismatik, dan selama satu tahun terakhir menjadi tunangannya. Cinta yang ia kira kokoh, nyatanya rapuh.
Hari itu, hanya beberapa hari sebelum tanggal pernikahan mereka, Alleandra membuka pintu rumah Carlos tanpa mengetuk. Ia ingin memberi kejutan kecil, membawa kue kesukaan pria itu. Tapi justru ia yang mendapat kejutan paling pahit dalam hidupnya.
Matanya langsung membeku ketika melihat Carlos bercinta dengan wanita lain di kamar tidur utama. Tawa lirih, desah, dan pelukan mesra yang seharusnya menjadi miliknya, justru ia saksikan diberikan pada orang lain.
“Kamu…” suaranya tercekat kala itu, kue di tangannya terjatuh.
Carlos yang panik hanya bisa terbata-bata, tapi semua sudah jelas. Tak ada alasan yang bisa memulihkan luka itu.
Hati Alleandra hancur berkeping-keping. Semua rencana, gaun pengantin yang sudah tergantung di lemari, bahkan undangan yang sudah tersebar, lenyap tak berarti.
Air mata menetes di pipinya malam itu di kamar kost yang baru. Ia menutup wajah dengan kedua tangan, tubuhnya bergetar.
Betapa sakitnya dikhianati oleh orang yang selama ini ia percaya sepenuh hati.
Kini, meski penampilannya sudah berubah dan orang-orang mengira dirinya seorang pria tampan bernama Allen, luka itu tetap hidup di dalam dada. Luka yang membuatnya ingin menghilang dari dunia lamanya.
Namun dalam kesunyian itu, Alleandra berbisik pada dirinya sendiri,
“Kalo pun aku harus mulai dari nol, aku ingin jadi seseorang yang berbeda. Bukan Alleandra yang dulu… bukan tunangan yang ditinggalkan.” tekadnya.
Meski ia tahu, Carlos akan terus mencari keberadaannya dan takkan membuat hidupnya tenang.
.
YuKa/ 250925
Sementara Allen masih berjuang menata hati dan menyembunyikan identitasnya di kota kecil itu, jauh di kota asal, Carlos duduk di balik meja kerjanya dengan wajah penuh obsesi.
Ia menatap foto Alleandra di layar ponselnya, wanita anggun cantik paripurna dengan senyum menawan, sosok yang dulu selalu mendampinginya sebagai sekretaris andal. Wanita yang hampir ia nikahi, namun kini menghilang begitu saja.
“Alleandra gak mungkin benar-benar pergi begitu aja,” gumamnya sambil mengepalkan tangan. “Dia terlalu pintar… terlalu berharga untuk dilepaskan.”
Carlos lalu memanggil asisten pribadinya.
“Kirim orang-orang kita ke kota-kota sekitar sini. Fokus pada perusahaan-perusahaan menengah dan start-up. Dia pasti akan bekerja di tempat seperti itu. Aku tahu betul cara dia berpikir.”
Sang asisten sempat ragu.
“Tapi, Pak… bukankah ia meninggalkan Anda menjelang pernikahan? Apa tidak sebaiknya... ”
Belum sempat ia menyelesaikan kalimat, Carlos menatap tajam.
“Dia milikku. Tidak ada yang boleh merebutnya. Tidak ada yang boleh memilikinya. Sekalipun ia membenciku, ia tetap akan kembali.”
Dengan itu, jaringan orang-orang bayaran mulai bergerak. Mereka menyebar, mengumpulkan informasi, menelusuri daftar pegawai baru di berbagai perusahaan kecil. Nama “Alleandra” belum terdengar, tapi Carlos yakin, cepat atau lambat, jejak itu akan muncul.
Yang tidak ia ketahui adalah, Alleandra kini menyamar begitu total hingga semua orang mengira dirinya seorang pemuda tampan penghuni kontrakan. Dan justru penyamaran itulah yang membuatnya lebih sulit ditemukan.
Namun, bayangan Carlos yang terus memburunya menjadi ancaman tak terlihat. Alleandra merasa seolah ada tatapan yang selalu mengintai dari balik punggung, meski ia mencoba menenangkan diri.
.
Aktor itu bernama Aldric Hugo Bramantara, Meski usianya sudah melewati kepala empat, penampilannya sama sekali tak menunjukkan tanda penuaan. Hingga ia dijuluki 'the vampire' oleh para penggemarnya. Ia justru tampak seakan masih berusia dua puluhan tahun, persis ketika pertama kali muncul di layar kaca dan membuat publik jatuh hati.
Wajahnya tampan dengan garis rahang tegas, hidung mancung, serta senyum tipis yang selalu berhasil memikat penggemarnya. Sorot matanya tajam, penuh wibawa, seolah bisa menembus siapa saja yang berani menatap terlalu lama. Ada aura misterius sekaligus memikat yang membuat orang di sekitarnya merasa kecil, namun sekaligus tak bisa lepas pandang.
Tubuh Aldrich terjaga dengan sangat baik. Atletis, tegap, dan berotot, hasil latihan rutin yang tak pernah ia lewatkan meski jadwal syuting padat. Saat mengenakan setelan jas mewah, ia terlihat bagai tokoh karismatik dengan pesona dewasa, namun dalam balutan kaus sederhana pun, garis otot lengannya tetap mencuri perhatian.
Rambutnya hitam pekat hingga menambah kesan maskulin dan berkelas. Suaranya berat, dalam, dan berwibawa, tiap kali berbicara, orang-orang cenderung mendengarkan dengan penuh perhatian.
Kini, meski sudah terbilang senior dari segi usia, namun
ia masih menjadi idola lintas generasi. Fans muda maupun tua sama-sama mengaguminya. Namun di balik pesona itu, Aldrich sedang dilanda masalah besar, asisten pribadinya yang dulu paling setia tiba-tiba mengundurkan diri. Sebuah kejadian yang membuatnya pusing, karena ia membutuhkan sosok yang bisa mengimbangi ritme hidupnya yang intens, menjaga jadwalnya tetap rapi, dan sekaligus bisa menjadi “teman bayangan” yang setia mendampingi.
.
Aldrich Hugo Bramantara, bintang besar berdarah campuran Jerman-Jawa yang sudah lama menjadi idola lintas generasi. Jadwalnya makin padat karena film terbarunya sedang masuk tahap produksi besar-besaran, sehingga kepergian asisten pribadinya mendadak membuat semua jadi kacau.
Di belakang Aldrich, ada sosok Manajer Liang, pria keturunan Tionghoa yang terkenal teliti, disiplin, dan sangat protektif terhadap artisnya. Dialah orang yang memastikan Aldrich selalu berada di jalur aman, baik dalam karier maupun kehidupan pribadi.
“Gak bisa dibiarin terlalu lama,” desis Liang sambil merapikan catatan jadwal di tangannya. “Besok syuting dari pagi sampai malam. Minggu depan sudah ada tur promosi. Kita butuh pengganti asisten sekarang juga.”
Ia segera menghubungi relasi-relasinya, mengandalkan jaringan luas yang selama ini mendukung Aldrich. Salah satu nama yang ia telepon adalah Anjani, seorang wanita yang sudah lama ia kenal sebagai pemilik beberapa rumah kost di berbagai kota. Anjani terkenal punya banyak kenalan, dan kerap merekomendasikan orang-orang yang bisa dipercaya untuk bekerja di lingkaran orang penting.
“Ni hao, ci Anjani,” sapa Liang dengan sopan ketika sambungan terhubung.
“Ah, Liang! Lama sekali kamu gak menghubungi. Ada apa tumben?” sahut Anjani dengan suara ramah namun penuh wibawa.
Liang menjelaskan singkat tentang kondisi Aldrich yang terjepit tanpa asisten.
“Kami butuh seseorang yang cekatan, bisa dipercaya, dan tahan menghadapi tekanan. Gak perlu pengalaman panjang, asal punya kemauan belajar dan yang pasti harus cowok. Ci, apakah ada rekomendasi?”
Anjani terdiam sejenak. Ingatannya langsung melayang pada salah satu penghuni barunya di kost, Allen, pemuda tampan yang baru masuk dan sudah bikin heboh anak-anak kost karena kharisma misteriusnya.
“Hmm… kebetulan ada seseorang di kost saya. Masih muda, rajin, dan… sepertinya tipe yang tahan banting. Wajahnya juga… ya, karismatik,” ucap Anjani, senyum samar terbentuk di bibirnya.
Liang mengangkat alis. “Benarkah? Kalo cici yang bilang begitu, aku percaya. Bisa atur pertemuan cepat?”
“Besok pagi aku temui orangnya dulu, soalnya dia emang lagi cari kerjaan . Saya pastikan dia ada di sini,” jawab Anjani mantap.
Tanpa menyadari bahwa “Allen” sejatinya adalah Alleandra dalam penyamaran, Anjani baru saja membuka jalan bagi pertemuan yang akan mengubah hidup banyak orang, seorang aktor kharismatik yang mencari pendamping setia, dan seorang wanita yang tengah melarikan diri dari luka masa lalu.
.
Pagi menjelang, suasana di rumah kost masih riuh oleh aktivitas para penghuni. Namun, di ruang tamu, Tante Anjani sudah menunggu Allen dengan wajah serius. Ia memanggil pemuda tampan itu setelah sarapan bersama anak-anak kost lain.
“Allen, duduk sebentar. Tante ada yang mau dibicarakan,” ujarnya sambil menegakkan duduknya.
Allen menoleh, agak heran. Biasanya Tante Anjani jarang terlihat seserius itu.
“Iya, Tante… ada apa?”
Anjani menatap Allen penuh pertimbangan sebelum membuka suara.
“Tante dapat telepon dari seorang relasi lama, manajer artis besar. Mereka sedang butuh asisten pribadi segera. Orang yang bisa mengatur jadwal, cekatan, dan tahan banting. Tante pikir… kamu mungkin cocok.”
Mata Allen melebar, tak percaya.
“Asisten pribadi artis?” tanyanya memastikan.
“Iya. Bukan artis sembarangan, Allen. Ini aktor papan atas, karismatik, disiplin, dan terkenal perfeksionis. Aldrich Hugo. Tante yakin ini kesempatan emas buat kamu.”
"Oh, Aldrich. Gila tan, beruntung banget aku kalo bisa keterima jadi asistennya."
Semangat langsung menyala dalam diri Allen. Pikirannya melayang pada masa lalu, betapa dulu ia begitu lihai membantu mantan tunangannya, Carlos, dalam pekerjaan kantor. Ia tahu kemampuannya ada, bahkan lebih dari cukup. Kesempatan ini bisa jadi pintu baru untuk benar-benar bangkit.
“Wah, Tante… aku… aky mau! Aku siap kerja keras,” jawab Allen penuh semangat, matanya berbinar.
Tante Anjani tersenyum puas, seolah keputusannya tepat. “Bagus. Besok kamu bakal ketemu manajernya. Buktiin kalo kamu emang pantas.”
Namun, ketika Allen kembali ke kamarnya, senyum itu perlahan pudar. Ia menatap cermin kecil di meja, melihat sosok dirinya yang sudah disulap jadi “pemuda tampan.”
Hatinya mulai dihantui rasa takut.
Bagaimana kalau mereka tahu aku sebenarnya Alleandra? Bagaimana kalau identitasku terbongkar di tengah jalan?
Ia duduk di tepi ranjang, memeluk dirinya sendiri, mencoba menenangkan pikiran. Di satu sisi, ini adalah peluang emas. Di sisi lain, resikonya sangat besar.
Allen menghela napas panjang.
“Kalo aku menolak, aku akan terjebak di sini selamanya. Tapi kalo aku menerima… aku bisa aja ditemukan. Apa aku siap menghadapi itu?”
Suara tawa anak-anak kost dari luar kamar membuatnya sedikit terhibur. Namun keputusan itu jelas bukan hal sepele. Antara peluang baru dan ketakutan lama, Allen tahu hidupnya akan berubah drastis.
.
YuKa/ 270925
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!