NovelToon NovelToon

VANIA (GHOST STORIES)

Episode 1 Kampung Santet

Vania, seorang gadis cantik berusia 23 tahun. Vania merupakan seorang anak indigo dan kemampuannya itu memang sengaja diturunkan oleh Kakek buyutnya. Vania baru saja lulus kuliah, meskipun dia tinggal di kampung tapi dia sangat mementingkan pendidikan.

Vania mempunyai kakak laki-laki yang biasa dipanggil Kang Basir. Ia berusia 30 tahun tapi sampai saat ini Basir belum mempunyai istri. Tidak jauh berbeda dengan Vania, Basir pun mempunyai kemampuan luar biasa tapi tidak ada orang yang tahu kecuali Vania.

Pagi ini, Vania dan Basir sedang menjemur kopi yang kemarin mereka panen. Tiba-tiba, beberapa orang warga menyeret seorang pria paruh baya yang sama sekali tidak mereka kenal. “Kang, itu siapa yang diseret?” tanya Vania.

Basir menoleh sedikit lalu kembali ke aktivitasnya kembali. “Jangan kepo, kamu lanjutkan lagi pekerjaan kamu,” sahut Kang Basir dingin.

Warga yang menyeret pria paruh baya itu banyak sekali, antara 20 sampai 30 orang. Pada saat mereka melewati Vania dan Basir, si pria paruh baya yang diseret itu menatap Vania dengan tajam membuat Vania merinding dan sedikit takut. "Pergi dari kampung ini Nak, bahaya kalau kamu masih hidup di sini," ucap Pria paruh baya itu.

Vania kaget, dia tidak menyangka jika pria paruh baya itu akan mengatakan hal seperti itu. Warga kembali menyeretnya dan membawa pria paruh baya itu ke sebuah bukit. Anehnya Basir tidak terlihat kaget, tidak ada ucapan sama sekali dari mulut Basir.

"Kang, apa maksudnya kakek tadi bicara seperti itu?" tanya Vania bingung.

"Sudah Akang bilang, jangan kepo. Sudah, gak usah dipikirin!" bentak Kang Basir.

Vania mengerutkan keningnya dan menatap kakaknya itu dengan penuh tanya. Merasa ditatap oleh Adiknya, Basir pun terdiam. "Kamu jaga kopi ini, Akang mau ambil kopi mentah dulu di kebun. Ingat, jangan ke mana-mana dan jangan kepo," ucap Kang Basir penuh penekanan.

Vania hanya mengangguk. Akhirnya Basir pun pergi untuk mengambil kopi yang kemarin dia petik dan belum sempat di bawa. Vania, merasa penasaran dengan sosok kakek tadi.

"Aku penasaran siapa kakek itu? kenapa warga menyeret dia? dan yang lebih anehnya lagi, Kang Basir sama sekali tidak kaget dan tidak ikut panik, ada apa ini?" batin Vania penasaran.

Vania dan Basir hanya tinggal berdua, kedua orang tua mereka sudah meninggal. Kedua orang tua mereka meninggal dengan kondisi yang aneh, yaitu keduanya tiba-tiba sakit dan dalam waktu dua hari tubuh kedua orang tua mereka kurus hanya tinggal tulang dan kulit. Vania dan Basir yakin ada sesuatu yang sudah membuat kedua orang tua mereka meninggal tapi karena tidak punya bukti, akhirnya mereka hanya diam dan ikhlas menerima semuanya.

Vania benar-benar penasaran dengan kakek itu, dia pun mengabaikan peringatan kakaknya dan memilih untuk pergi ke atas bukit dan melihat secara langsung apa yang sudah terjadi.

"Biadab kamu Sukmo, kamu sudah membuat warga di sini menderita bahkan sampai kehilangan nyawa akibat ulahmu!" teriak Wawan dengan geramnya.

"Jangan salahkan saya, kalian salahkan saja orang-orang yang meminta bantuan kepada saya. Merekalah yang sudah melakukan kejahatan dan saya hanya melakukan sesuatu atas perintah mereka," sahut Kakek Sukmo dengan senyumannya.

"Meskipun begitu, tetap saja kamu yang salah karena sudah membunuh warga-warga di sini!" teriak Budi.

Sukmo bukan warga di sana tapi dia merupakan warga kampung sebelah. Sukmo terkenal sebagai dukun santet, dan akhir-akhir ini di kampung itu memang banyak terjadi hal-hal aneh bahkan ada beberapa warga yang tiba-tiba meninggal dengan kondisi yang mengenaskan. Warga mulai curiga, setelah salah satu dari mereka ada yang memergoki Sukmo sedang menabur tanah kuburan di sebuah rumah pada malam hari.

"Sudah, kita gantung saja dia," ucap Wawan geram yang disetujui oleh para warga.

Akhirnya dengan bringas, warga menggantung Sukmo di pohon randu. Sebelum benar-benar digantung, Sukmo sempat mengatakan sesuatu.

"Lihat saja, kampung ini akan menjadi kampung terkutuk dan kampung ini akan penuh dengan teror," ucap Kakek Sukmo dengan senyumannya.

"Sudah jangan banyak bicara kamu, lebih baik sekarang kamu berdo'a semoga Allah menerima kamu," seru Wawan.

Semua warga mulai mengangkat tubuh Sukmo dan memasukan tali tambang ke lehernya. Tanpa membutuhkan waktu lama, Sukmo pun tergantung dan tewas dengan kondisi melotot dan lidah terjulur ke luar. Vania yang baru saja sampai, sangat terkejut dengan apa yang dia lihat.

"Astagfirullah," batin Vania sembari menutup mulutnya dengan tangannya.

Vania melihat semua warga tertawa bahagia bahkan ada yang mengucapkan syukur atas kematian Sukmo. "Akhirnya kampung kita aman, tidak akan ada lagi santet," ucap Pak RT.

"Sebenarnya siapa Kakek itu, kenapa warga membunuhnya?" batin Vania.

Vania memang tidak tahu masalah Sukmo karena dia tidak pernah bergaul dan hanya diam di rumah. Dia hanya tahu jika di kampungnya akhir-akhir ini ada yang meninggal dalam kondisi yang mengenaskan. Pada saat Vania sedang kaget dan penuh tanya, tiba-tiba sebuah tangan menarik tangan Vania.

"Akang sudah bilang, jangan ikut campur dan jangan kepo," ucap Kang Basir dingin.

"Akang, tapi mereka sudah membunuh Kakek itu," sahut Vania.

"Sudah ayo pulang, jangan ikut-ikutan," ucap Kang Basir.

Tapi pada saat Vania akan pergi, di samping pohon itu dia melihat arwah Sukmo menatapnya dengan tatapan tajam. "Pergilah dari kampung ini, karena sebentar lagi kampung ini akan menjadi kampung terkutuk," ucap Kakek Sukmo.

Vania yang masih bengong, merasa kaget karena Basir lagi-lagi menarik tangan adiknya itu. "Ayo, pulang malah melamun," ucap Kang Basir.

"Kang Basir pasti melihatnya, karena penglihatan Kang Basir lebih tajam dari penglihatan aku tapi kenapa Kang Basir pura-pura tidak melihat?" batin Vania aneh.

Sesampainya di rumah, Basir pun melepaskan tangan Vania. "Cepat selesaikan pekerjaan kamu, pokoknya sebelum maghrib kamu diam di rumah jangan ke mana-mana. Jika kamu butuh sesuatu, maka cepat-cepat beli sebelum maghrib," ucap Kang Basir.

"Kenapa Kang? ada apa memangnya?" tanya Vania bingung.

"Kamu bawel ya, jangan banyak tanya pokoknya turuti saja ucapan Akang kalau kamu mau selamat," sahut Kang Basir.

Basir pun segera mengeluarkan kopi-kopi yang baru saja dia ambil dari kebun lalu menjemurnya di bawah terik matahari. Sedangkan Vania masih terdiam dan mencerna kata-kata kakaknya itu. Basir memang aneh, entah apa yang saat ini sedang Basir sembunyikan.

"Pasti saat ini Kang Basir sedang merahasiakan sesuatu, dan aku juga yakin jika Kang Basir mengetahui mengenai Kakek itu," batin Vania.

*

*

*

Yuk guys ramaikan lagi, jangan lupa like, komen, dan subscribe.

Episode 2 Teror Part I

Menjelang malam, semua orang mulai masuk ke rumah masing-masing. Jasad Sukmo tidak dikuburkan, melainkan mereka buang ke hutan dan berharap binatang buas akan memakan jasad Sukmo. Menurut warga, Sukmo tidak layak untuk dimakamkan karena dia sudah melakukan hal yang keji dan biadab.

Malam ini Vania dan Basir sedang makan malam bersama. Masakan sederhana itu terasa nikmat untuk mereka. "Kang, aku boleh tanya sesuatu gak?" celetuk Vania.

"Kalau nanyain perihal yang tadi siang, Akang gak bakalan jawab," sahut Kang Basir dingin.

"Kenapa Akang seperti itu? bahkan Akang terlihat biasa-biasa saja melihat kejadian itu?" tanya Vania penasaran.

"Akang sudah bilang jangan kepo, itu bukan urusan kamu," tegas Kang Basir.

Vania langsung diam seribu bahasa. Dia tidak mau bertanya lagi, karena melihat wajah Basir yang sudah tidak bersahabat itu membuat Vania takut. Setelah selesai makan, Vania pun ke dapur mencuci dan membereskan bekas makan mereka berdua.

Basir duduk di kursi sembari mengintip dari balik kaca. "Semoga malam ini tidak terjadi apa-apa," batin Kang Basir.

Sebenarnya Basir sudah tahu dengan apa yang dikatakan oleh arwah Sukmo tapi dia pura-pura tidak melihat karena dia tidak mau adiknya banyak tanya. Basir tahu siapa Sukmo dan dia memilih untuk diam. Waktu sudah menunjukan pukul 23.00 malam, tiba-tiba Vania terbangun karena mendengar sesuatu.

"Suara apa itu?" batin Vania.

Terdengar suara langkah yang diseret. Malam itu sudah sangat sepi makanya suara bisikan pun sepertinya akan terdengar jelas saking sunyi dan sepinya. Vania memang diberi kelebihan bisa melihat dan merasakan kedatangan makhluk tak kasat mata tapi kelebihan itu bukan semata-mata diberikan dari Allah melainkan dari Kakek buyutnya yang dengan sengaja menurunkan ilmu itu.

Perlahan Vania bangkit dari tidurnya dan turun dari ranjang. Dia menuju jendela kaca di dalam kamarnya dan mengintip dari balik gorden. Vania celingukan ke sana ke mari tapi sayang Vania tidak melihat siapa pun.

"Tidak ada siapa-siapa kok," gumam Vania.

Vania pun hendak kembali ke atas ranjangnya, tapi baru saja dua langkah suara langkah diseret kembali terdengar. Malah sekarang terdengar dengan sangat jelas. Vania kembali membalikan tubuhnya dan mengintip lagi dari balik jendela kaca.

Tapi kali ini Vania benar-benar lihat dan Vania sangat terkejut. "Bukanya itu Kakek yang tadi siang digantung oleh warga?" gumam Vania kaget.

Vania melihat tubuh kakek itu baik-baik saja, tapi jalannya terlihat diseret. Kakek itu berjalan pelan menuju rumah warga, entah apa yang akan Kakek itu lakukan. Pada saat Kakek itu berada tepat di depan jendela kamar Vania, dia sempat berhenti dan menoleh ke arah jendela sontak Vania segera menutup gordennya dengan napas ngos-ngosan.

"Kenapa dia kembali lagi? aku yakin kalau itu arwahnya si Kakek bukan manusia," gumam Vania panik.

Wajahnya sudah dipenuhi dengan keringat. Dia yakin jika akan terjadi sesuatu malam itu. "Bagaimana ini? masa aku harus bangunin Kang Basir," batin Vania.

Malam itu, Vania tidak bisa tidur sama sekali bahkan sampai subuh. Mendengar suara adzan, Vania pun bergegas ke air mengambil air wudhu dan melakukan shalat subuh. Sedangkan Basir, seperti biasa dia akan pergi ke mesjid untuk shalat subuh berjama'ah.

Selesai shalat subuh, Basir dan yang lainnya kaget mendengar teriakan seorang wanita. Mereka pun bergegas mencari suara teriakan itu dan ternyata Ida berlari menuju mesjid dengan deraian air mata.

"Tolong, suami saya," ucap Ida dengan tangan bergetar.

"Suami Bi Ida kenapa?" tanya Kang Basir.

Ida tidak bisa menjawab, napasnya tampak ngos-ngosan dan tubuhnya bergetar hebat seperti ketakutan. "Ya, sudah sekarang kita ke rumah Bi Ida sekarang," ucap Kang Basir.

Semua warga pun bergegas ke rumah Ida, Basir masuk ke dalam rumah. Seketika Basir membelalakkan matanya saat melihat suami Ida sudah meninggal dengan posisi menggantung di depan pintu kamarnya sendiri. Kondisi suami Ida melotot dengan lidah yang menjulur.

"Inalillahi," ucap Kang Basir dan diikuti oleh semua warga.

Basir menyuruh Pak RT untuk menghubungi Polisi. Tidak membutuhkan waktu lama, polisi pun datang dan memeriksa beberapa orang yang ada di lokasi. Basir terdiam, dia seperti mengetahui sesuatu.

Polisi pun menurunkan jasad suami Ida dan pagi itu suasana kampung menjadi rusuh bahkan beritanya sudah sampai di telinga Vania. "Ya, Allah Mang Wawan meninggal," gumam Vania.

Vania merasa ada yang ganjil dengan kematian Wawan. Sehingga sekilas dia ingat kejadian kemarin, jika Wawan adalah orang yang paling vokal menghakimi kakek itu. Bahkan dia terlihat memprovokasi masyarakat di sana untuk segera menggantung si kakek.

Vania menyambungkan cerita itu dengan kejadian tadi malam yang melihat arwah si kakek berjalan dengan menyeret kakinya. "Apa ini suatu kebetulan, atau memang ada kesengajaan?" batin Vania.

Vania benar-benar di buat bingung dengan kejadian ini. Bahkan dia semakin yakin kalau arwah si kakek benar-benar membuktikan ucapannya kalau dia akan meneror kampung itu. Tidak la kemudian, Basir pulang mengagetkan Vania yang masih sibuk dengan pikirannya.

"Assalamualaikum."

"Eh, waalaikumsalam," sahut Vania gugup.

"Kamu kenapa, Dek? pagi-pagi sudah melamun?" tanya Kang Basir.

"Enggak apa-apa, Kang Basir baru pulang dari rumah Mang Wawan?" ucap Vania.

"Iya, tapi Akang mau ke sana lagi, mau ikut mengurus jasad Mang Wawan," sahut Kang Basir.

"Kang, apa ini ada hubungannya dengan kematian si kakek kemarin? soalnya tadi malam Vania lihat arwah si kakek berjalan di kampung ini tapi Vania gak tahu dia mau ngapain," ucap Vania.

Seketika Basir menoleh ke arah Vania. "Maksud kamu apa? tadi malam kamu melihat arwah kakek itu?" tanya Kang Basir.

Vania mengangguk. "Vania juga ingat terus dengan ucapan si kakek itu, katanya kita harus segera pindah dari kampung ini," ucap Vania.

Basir terdiam sekejap, lalu dia pun berganti baju dan membawa cangkul karena dia juga mau sekalian bantu menggali makam untuk Wawan. "Tunggu Kang, Vania juga mau takziah ke rumah Bi Ida," ucap Vania.

"Ok."

Akhirnya Vania dan Basir pun pergi ke rumah Ida. Vania mengerutkan keningnya kala masuk ke dalam rumah Ida dan suasana di dalam rumah sangat sesak dan tidak enak. Memang Vania akan merasa sesak dan tidak enak jika akan melihat arwah. "Jangan bilang di sini ada arwah gentayangan," batin Vania.

Sementara itu, Basir sedang memandikan jasad Wawan. Basir bisa melihat dari ujung matanya jika tidak jauh dari tempat pemandian ada sosok arwah si kakek. Basir berusaha tidak memperdulikan arwah itu, dia tidak mau berurusan dengan arwah si kakek.

"Maafkan saya, terima kasih kamu tidak ikut menghakimi saya."

Suara Sukmo mendengung di telinga Basir membuat Basir sedikit memejamkan matanya. Semua Arwah tidak ada yang berani mendekat kepada Basir, karena ada sebuah kekuatan besar yang melindungi Basir. Yang jadi pertanyaannya, kenapa arwah Sukmo meminta maaf kepada Basir.

Episode 3 Teror Part II

Setelah selesai dimandikan, semua orang pun mensholatkan jenazah Wawan. Lalu menjelang sore, jenazah Wawan pun dimakamkan. Vania masih ikut ke pemakaman, dia tidak berani pulang karena saat itu semua orang sedang berada di pemakaman.

Lagi-lagi Vania melihat arwah Sukmo sedang menatapnya dengan tajam. "Cepat pindah dari kampung ini, karena malapetaka akan segera datang," ucap Arwah Sukmo.

Kepala Vania mulai terasa pusing, bahkan pandangannya sudah mulai remang-remang. Hingga beberapa detik kemudian, Vania jatuh pingsan membuat semua orang kaget. Basir segera menolong Vania dan membawa Vania pulang ke rumah.

Basir mengoleskan minyak kayu putih ke hidung Vania dan tidak lama kemudian Vania pun sadar. "Kamu kenapa, Dek?" tanya Kang Basir.

"Tadi ada arwah si kakek lagi, Kang," sahut Vania.

"Akang bilang juga jangan hiraukan dia, anggap saja kamu tidak melihatnya," ucap Kang Basir.

"Tapi dia selalu muncul dan selalu bilang supaya kita cepat-cepat pindah dari kampung ini," sahut Vania.

Basir menghela napas dan menghembuskannya dengan kasar. "Sebenarnya tanpa diberi tahu oleh arwah Sukmo, Akang pun akan membawa kamu pergi dari kampung ini," ucap Kang Basir.

Vania mengerutkan keningnya. "Akang tahu nama kakek itu?" tanya Vania tidak percaya.

Basir duduk di kursi, tatapannya kemudian menerawang ke langit-langit rumah mereka yang sudah sedikit usang. "Kakek Sukmo adalah orang yang sudah membunuh Ayah dan Ibu kita," sahut Kang Basir.

Vania terkejut mendengar jawaban Basir. "Maksud Akang apa? kenapa kakek itu membunuh Ayah dan Ibu?" tanya Vania semakin penasaran.

"Kamu masih ingat gak dengan Ki Duduy?"

"Ki Duduy sahabatnya Uyut kita?" tanya Vania.

"Iya, dia itu sirik sama Uyut karena Uyut yang diberikan ilmu oleh guru mereka sedangkan Ki Duduy, dia sama sekali tidak diberi ilmu apa pun. Ki Duduy sakit hati lalu meminta Kakek Sukmo untuk menyantet Uyut, tapi sayang Uyut tidak bisa disantet hingga akhirnya santet itu justru malah beralih kepada Ayah dan Ibu kita. Makanya Ayah dan Ibu mengalami penyakit yang aneh waktu itu, lalu karena Uyut khawatir dengan keadaan Akang dan kamu, Uyut pun menurunkan ilmunya kepada kita. Setelah ilmu itu diturunkan, Uyut langsung sakit dan akhirnya meninggal," jelas Kang Basir.

Vania sangat terkejut mendengar penjelasan Basir. Dia sama sekali tidak tahu masalah ini karena waktu itu dia masih kecil.

"Ki Duduy masih belum puas karena dia masih dendam kepada Uyut. Dia pun bersumpah akan membuat kampung ini menjadi kampung terkutuk bahkan warga kita yang kemarin-kemarin meninggal dengan cara tidak wajar itu karena ulah Ki Duduy dan si Sukmo karena dia tidak bisa menyantet kita berdua makanya dia menyuruh Sukmo untuk menyantet satu persatu warga di sini," sahut Kang Basir.

"Kok Akang bisa tahu semuanya?" tanya Vania.

"Sebelum meninggal, Uyut memang sempat memberitahu Akang semuanya dan menyuruh Akang untuk membawa kamu pergi dari kampung ini," sahut Kang Basir.

"Tapi, bukanya Ki Duduy juga sudah meninggal?" Vina semakin penasaran.

"Ki Duduy itu penganut ilmu hitam. Dia sedang mencari ilmu, tidak ada yang tahu ke mana dia pergi karena dia menghilang dan warga di sini memang mengira jika Ki Duduy sudah meninggal. Padahal kenyataannya Ki Duduy masih ada dan untuk menyempurnakan ilmunya, dia harus menumbalkan orang makanya dia bekerjasama dengan si Sukmo untuk menyantet warga di sini," jelas Kang Basir kembali.

"Terus, warga di sini sudah tahu siapa kakek itu? makanya mereka ramai-ramai membunuh Kakek Sukmo?"

"Iya, mereka bekerjasama dengan warga kampung sebelah untuk menangkap si Sukmo," sahut Kang Basir.

"Bagaimana dengan Ki Duduy? setelah Kakek Sukmo mati, apa dia akan kembali balas dendam?" Vania sangat khawatir dan takut.

"Iya, karena dia sedang ngincar kamu, Dek," sahut Kang Basir.

"Hah, kok aku yang diincar?" Vania semakin bingung dan tidak mengerti.

"Kamu itu terlahir dengan tulang wangi, dan siapa pun pemilik tulang wangi sangat disukai para iblis apalagi bagi orang penganut ilmu hitam, jika bisa mempersembahkan orang dengan tulang wangi bisa menyempurnakan ilmunya dan akan hidup kekal katanya," sahut Kang Basir.

"Tapi si Kakek Sukmo sudah beberapa kali menyuruh kita untuk pindah dari kampung ini," ucap Vania.

"Kita memang harus pindah, suasana kampung ini sudah sangat kacau. Yang Ki Duduy cari itu kita berdua jadi jangan sampai warga di sini terus-terusan jadi korban," sahut Kang Basir.

Vania terdiam, dia menjadi takut. Basir mengusap kepala Vania dengan senyumannya. "Kamu jangan takut, dia tidak akan bisa menyentuh kamu," ucap Kang Basir.

***

Malam pun tiba....

Semenjak kematian Wawan yang tidak wajar, suasana kampung itu semakin mencekam. Bahkan setelah maghrib, kampung bagaikan kampung mati karena tidak ada satu pun yang berada di luar rumah. Vania seperti biasa tidak bisa tidur memikirkan perkataan kakaknya yang membuat dia takut.

Tiba-tiba, suara langkah diseret kembali terdengar. Kali ini Vania tidak mau melihat karena dia sudah tahu suara langkah siapa itu. "Ya, Allah kenapa dia datang lagi? jangan-jangan dia cari orang yang sudah membunuhnya waktu itu," batin Vania.

Vania punya firasat buruk dan merasa jika malam ini akan terjadi sesuatu lagi. Vania pun mencoba memejamkan matanya, dia tidak mau memikirkan hal-hal yang negatif. Hingga pada akhirnya tanpa sadar Vania pun terlelap.

***

Keesokan harinya.....

Lagi-lagi pagi itu giliran Bi Nia yang teriak-teriak. Anaknya yang bernama Budi itu ditemukan sudah meninggal dengan kondisi yang mengenaskan. Wajahnya penuh dengan luka dan darah berceceran di mana-mana.

Vania ingat, jika waktu itu Budi juga ikut menyeret Sukmo dan dia yang sudah memukul Sukmo beberapa kali. "Tuh 'kan firasat aku benar," batin Vania.

Setelah proses pemakaman, Basir menyuruh Vania untuk berkemas. Besok subuh Basir akan membawa adiknya pergi dari kampung itu karena Basir sudah memastikan jika Ki Duduy akan segera datang. Menjelang malam, Vania dan Basir sedang menonton TV.

Tiba-tiba pintu rumah mereka ada yang mengetuk. Vania bangkit dan hendak membuka pintu tapi Basir menahannya. "Biar Akang yang buka," ucap Kang Basir.

Basir pun bangkit, sebelum dia membuka pintu dia melakukan sesuatu untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Basir pun membuka pintu itu, dari kejauhan terlihat arwah Sukmo. Dia tidak bisa mendekat kepada Basir karena aura Basir membuat arwah Sukmo takut.

"Ada apa kamu datang ke sini?" tanya Kang Basir dingin.

"Saya hanya ingin meminta maaf dan mengucapkan terima kasih karena kamu tidak ikut menghakimi saya. Tolong cepat pergi dari kampung ini, Ki Duduy sudah akan kembali jadi kalian harus pergi," ucap Arwah Sukmo.

Basir mengangguk. "Satu lagi, tolong sampaikan ke warga di kampung ini, jasad saya kuburkan dengan layak atau saya akan terus menebar teror di kampung ini," pinta Arwah Sukmo.

"Ok, besok saya sampaikan kepada warga tapi kamu harus janji pergi dengan tenang jangan mengganggu warga di kampung ini lagi," ucap Kang Basir.

"Iya, saya janji," sahut Arwah Sukmo.

Tidak lama kemudian, tiba-tiba angin berhembus dan sosok Sukmo pun menghilang dengan tiupan angin itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!