NovelToon NovelToon

Antara Luka Dan Cinta (Pernikahan Yang Terluka)

1. Foto di media sosial.

Seorang wanita paruh baya, terlihat sedang memandang sebuah foto ditangannya. beberapa menit yang lalu, dirinya melihat seorang Selebriti media sosial. (Selebriti media sosial) memanjang foto bersama anaknya Gus Kais Al-mahri.

"Duh Gusti. susah sekali mengatur anak ini." Nampaknya Bu Nyai Salimah begitu uring uringan, saat melihat Gus Kais berfoto dengan seorang Selebriti cantik bernama Ayunda itu begitu mesra.

Bahkan tangannya begitu enteng, melingkarkan di pundak wanita itu tampa batasan, padahal sudah beberapa kali Uminya melerai agar Gus Kais tidak terlalu dekat dengan lawan jenis yang bukan Muhrimnya.

"Kenapa Umi?" Kiyai Syarif yang baru saja selesai rapat diniah nampak heran melihat wajah istrinya di tekuk kesal.

"ini loh Abah, liat anak kita ini liat." Umi Salimah begitu berapi api. sambil menyodorkan ponselnya menunjukan foto anaknya dan seorang Selebgram muda.

"Astagfirullah." Abahnya saja sampai geleng-geleng melihat kelakuan anak semata wayangnya itu di media sosial.

"Sudah berapa lama mereka pacaran Mi? ini kok Caption-nya go public." Abah Syarif menatap Umi Salimah bingung.

"Umi juga ndak tahu Abah. karena Kais kan memang orangnya tidak terbuka, bahkan niatnya Umi mau menjodohkan dia dengan salah satu Santri kita." karena Umi Salimah begitu yakin dengan gadis pilihan nya itu.

"Siapa Umi?" Abah Syarif juga begitu heran, karena ini baru saja niat Umi Salimah, dan Abah sendiri juga belum tahu siapa calonnya itu.

Di depan rumah megah bernuansa putih itu, nampak sebuah Motor terparkir di dekat pohon gelagah yang terawat rapih, hinga memunculkan bunga-bunga indah disana.

Laki-Laki berpakaian rapih, menggunakan celana jeans, dan kemeja yang lengannya di lipat, berjalan santai menuju rumah itu.

Ia adalah Kais Al-mahri. Gus sekali gus, anak pemilik pesantren, yang nama pesantren nya cukup di kenal luas oleh kalangan masyarakat luar maupun dalam.

Tapi siapa sangka, anak dari pemilik pesantren itu nampaknya tidak mau turut serta hidup di dalam lingkungan pesantren, ia lebih sering menghabiskan waktu di luar lingkungan pesantren.

Membangun Caffe di sebuah pingiran kota, dan juga bisnis peternakan ikan di dua tempat yang jaraknya lumayan dekat dengan pesantren.

Siapa sangka wajah tampan dan lembut itu jarang sekali memakai sarung seperti layaknya santri pada umum nya, Gus panggilan yang di terapkan untuk anak kiyai, agar kelak nantinya menjadi penerus dan mengurus pondok pesantren Abah nya kiyai Syarif, namun angan angan itu nampak nya begitu jauh, karena Gus Kais. sama sekali tidak mau melanjutkan itu,

"Darimana saja kamu?" Bu Nyai Salimah nampak beranjak dari duduk nya saat melihat Gus Kais baru saja pulang.

"Habis nemuin pembeli ikan Nila Mi, mau di jual lagi ke pasar kebetulan tadi ada beberapa orang yang datang, belum lagi hari ini Caffe juga harus di renovasi Mi..." ucap Gus Kais nampak menunduk, sambil erat memegangi tas di pundak nya.

"Kami mau bicara Le," Kiyai Syarif meminta Gus Kais masuk kedalam ruangan pribadi, karena tidak enak jika bercakap di ruang tamu, takut jika ada kang santri atau mba ndalem yang lalu lalang dan mendengar percakapan mereka.

"Baik Abah, Umi." Gus Kais langsung masuk kedalam ruangan mengikuti langkah kedua orang tuanya.

Di dalam ruangan itu, suasana nya nampak begitu tegang. Umi Salimah tidak basa basi ia langsung menunjukan sebuah foto pada Gus Kais.

"Siapa ini Le? ... foto ini baru saja di unggah beberapa jam yang lalu, kenapa kamu malah berbohong mengatakan kalau nemuin Customer tadi siang!." Umi Salimah menunjukan foto pada Gus Kais. disana terpanjang jelas foto dirinya dan Ayunda aslinya itu foto minggu lalau, tapi karena hari ini mereka ribut Ayunda nekat memajang foto mereka berdua di media sosial.

Ayunda dan Gus Kais sudah menjalin hubungan dua tahun lamanya, setelah Gus Kais baru saja pulang dari Cairo menempuh pendidikan S2 nya.

Wajah Gus Kais langsung pucat pasi. "Duh Gusti. kenapa malah ia nekat majang foto sih," batin Gus Kais malu, saat melihat foto itu.

"Umi dapat dari mana foto ini?" ucap Gus Kais berusaha tetap tenang, meskipun jatung nya berpacu dengan kencang.

"Kamu ngak perlu tahu Umi dapatkan foto ini dari mana. yang harus nya kamu tahu, kamu itu seorang Gus yang bakal nerusin membesarkan pesantren kita. lah kamu sendiri kenapa malah berani beraninya foto sama perempuan yang bukan Muhrim. terus sedekat itu, merusak reputasi mu sendiri saja." Umi nampak merasa kesal, namun ia tidak bisa marah dengan Gus Kais, karena Gus Kais adalah anak satu-satu nya.

"Siapa sebenarnya dia Le?" Abah Syarif kembali menginterogasi Gus Kais.

Kedua orang tuanya nampak menatap Gus Kais dalam, putranya itu nampak sedang menunduk malu sekaligus takut.

"Pacar mu?" Abah Syarif kembali bertanya.

Dengan satu kali tarikan nafas berat Gus Kais menjawab dengan lantang.

"Iya Umi, Abah. saya dan Ayunda sudah pacaran selama dua tahun," ucap Gus Kais penuh dengan keyakinan. "Jika Umi dan Abah berkenan Izinkan Kais melamar Ayunda minggu depan." Gus Kais kembali menunduk, tidak berani menatap kedua wajah orang tuanya.

Umi Salimah berdecak dan langsung mengusap dadanya, karena tadi sebelum Gus Kais pulang Umi sudah Mengkepoi akun Ayunda Pramita itu, ia adalah seorang Selebgram yang selalu aktif di Media Sosial Instagram, setiap Postingan nya ia selalu membagikan konten dirinya berjoget velocity yang sedang tren, di Tok-Tok. bahkan kehidupan nya terlihat begitu glamor

"Masa calon ibu jengkelitan kaya ulat bulu." Umi hampir menangis membayangkan jika Ayunda akan menjadi menantunya.

"Umi kenapa Mi?" Abah Syarif sedikit menangkap suara kegelisahan istrinya.

"Ngak papa Abah, Umi mendadak pusing." Umi Salimah memijat pelipisnya.

"Bagimana Abah sama Umi setuju kan?" Gus Kais membulatkan matanya, berharap kedua orang tuanya merestui hubungan mereka berdua.

Umi Salimah sebenarnya merasa tidak tega jika harus memisahkan orang yang sama sama mencintai, namun apakah mungkin Ayunda itu benar benar mencintai Gus Kais, karena Postingannya saja ia begitu bebas, bahkan berteman dengan bayak laki laki manapun.

"Yah sudah besok coba kamu ajak Ayunda kesini." Umi Salimah nampak pasrah, ia menarik nafas dalam meskipun fikiran nya begitu rued.

"Sungguh Umi? Hah... Terimakasih." wajah Gus Kais langsung berbinar merasa aman orang tuanya memberikan lampu hijau.

Selepas nya Gus Kais pergi Umi Salimah langsung menjatuhkan diri ke Sofa. "Dus Gusti kenapa jadi begini." Umi Salimah mengucek mata nya berkali-kali.

"Minum dulu Umi. Umi yang sabar," Abah Syarif memberikan segelas air putih untuk istrinya.

"Ngomong ngomong kenapa Umi malah setuju pacarnya Kais di ajak kesini, tadi Umi bilang Kais mau di jodohkan kenapa Umi malah biarkan Kais membawa wanita itu kesini?" Abah Syarif juga nampak heran dengan keputusan sang istri.

"Kita lihat saja besok lah Abah. kepala Umi rasanya mau meledak, biarkan saja kita lihat besok gimana aslinya Ayunda. lagi pula kita juga belum tahu langsung gimana aslinya sifatnya dan karakternya si Ayunda itu." Umi Salimah meminta agar tidak membicarakan wanita itu lagi, karena kepalanya begitu pening.

2. Kedatangan Ayunda.

Biarpun Umi Salimah sebenarnya tidak suka dengan Ayunda. tapi ia sudah memasakan beberapa menu makanan untuk menyambut kedatangan Ayunda. berharap wanita yang di cintai anaknya itu benar-benar aslinya baik, dan setidaknya sopan santun di depannya.

"Kais. bagiamana, apakah Ayunda jadi datang?" Umi Salimah memanggil Gus Kais yang sedang duduk di ruang tengah dekat meja makan.

"Jadi Umi, baru saja ia memberikan kabar kalau sebentara lagi sampai." Gus Kais nampak mengulum senyum manis berharap semua nantinya akan baik baik saja.

Karena ia lebih faham sifat Ayunda. bahkan sebelum datang Gus Kais sudah memberitahukan pada Ayunda agar nanti tidak ketingalan tatak rama dan sopan santu nya.

"Aduh panas banget udara disini." Ayunda memasang kacamata nya, saat sudah memasuki halaman gerbang pesantren.

Beberapa Santri putra langsung menundukan pandangan saat berpapasan dengan Ayunda.

"Astagfirullah. Mba jaga aurat Atuh ini di pesantren bukan mau nonton konser! kenapa mba malah pakai baju yang kurang bahan gini." tegur Melani saat berpapasan dengan Ayunda di gedung putri.

"Hello. memangnya kenapa kalau aku pakai pakaian gini masalah buat loh?" Ayunda mengintip dari balik kaca matanya. memandang Melani sewot karena berani menegur nya.

"Idih dasar aneh, berpenampilan yang sesuai tempat mba." Melani meladeni tidak kalah sengit.

"Dasar yah kamu Norak, kampungan ngak tahu model kah!" Ayunda mengangkat sebelah bibirnya.

Melani mengedikan bahunya kesal berhadapan dengan wanita satu ini. "Mba mau cari siapa sih? datang datang malah ngajakin ribut, udah berpakaian ngak sesuai tempat malah sok kecantikan kau mba!" Melani memutar bola matanya malas.

"Emang nya kamu ngak tahu siapa aku-hah?" Ayunda nampak begitu angkuh dan sombong.

Melani hanya menggerakan bahasa tubuhnya. pertanda ia nampak bodo amat dan ngak mau tahu betul siapa wanita aneh yang ada di hadapannya.

"Aku itu Ayunda Selebgram cantik muda dan tentunya terkenal." Ayunda nampak semakin sombong saja. "Dan kedatangan aku kesini itu. mau kerumahnya Gus Kais. dia itu pacar aku, dan kita pacaran sudah dua tahun jadi kamu ngak usah sok asik gitu sama aku!" Ayunda melipat tangan.

Melani yang mendengar itu tentu saja terkejut, tidak percaya anak kiyai nya memilik pacar yang aneh bahkan sangat tidak pantas kemana mana. "yang bener aja mahluk asing dari planet ini mau jadi istrinya Gus Kais ngaca dulu atuh ah, mendingan." Melani terlihat menertawakan Ayunda.

"Hihhhh ... dasar bocah tengik. awas aja nanti kalau aku udah jadi istrinya Gus Kais. kamu adalah orang pertama yang akan aku hajar" terlihat Ayunda mengancam Melani. sebelum ia pergi, wajahnya nampak begitu merah saat Melani meledek nya Make-up nya seperti badut.

"Dasar wanita sinting." gerutu Melani saat Ayunda sudah pergi, ia sampai lupa kalau tadinya keluar mau ngangkat jemuran malah sibuk meladeni Ayunda.

"Kenapa wajah mu di tekuk begitu?" Zakia Amrita. langsung menutup bukunya, saat melihat teman kamarnya Melani nampak cemberut.

"Sarung mu hilang lagi?" fikir Zakia sarung Melani hilang, karena nampak wajahnya begitu kesal.

"Ngak, kesel aja tadi di depan ada wanita gila." Nada Suaranya begitu kentara marah.

Zakia menggulung senyum tipis. "Memang nya ada orang gila masuk pesantren Lani?" ucap Zakia terkekeh, mendengarkan ucapan Melani.

"Sungguh Kia, ia sudah mirip orang yang tidak waras, masuk kedalam lingkungan pesantren malah pakai baju pendek yang udelnya kelihatan, kan ngak sopan yah. udah gitu ngakunya pacarnya Gus Kais lagi." Melani geleng-geleng.

"Mungkin memang benar ia pacarnya Gus Kais kan secara ngak langsung kehidupan Gus Kais memang ngak mau di lingkungan pesantren Lani. jadi biarkan saja kita tidak perlu ikut campur" ujar Zakia sembari membereskan buku-buku nya karena sebentar lagi kelas Diniah akan dimulai.

"Iya juga sih yah! memang bukan rahasia umum lagi, lagi pula untuk apa juga aku memikirkan hal yang tidak penting." Melani juga langsung ikut membereskan buku. tidak jadi ia melipat bajunya.

"Ayolah kita masuk kelas sebentar lagi Ustadz idaman kita tampil ini." Melani mengedipkan sebelah matanya sambil terkekeh, karena jika Ustadz Hisyam yang mengajar kelas Diniah para ciwi ciwi begitu semangat.

Sudah tampan Ustadz Hisyam juga sangat lemah lembut bahkan murah senyum, semua santri wati tidak ada yang tidak kagum. mereka semua sangat kagum dengan Ustadz Hisyam. bahkan diam-diam Melani dan Zakia juga mengagumi Ustadz Hisyam.

Pelajaran Nahwu dan Shorof yang menerangkan kata bahasa arab. karena Melani dan Zakia baru saja menginjak satu tahun ini mondok.

"Aku lupa bawa kitab Matan Alfiyah, sama kitab Nahwu Wadhih." Melani lupa membawa dua kitab itu, karena barusan saja ia terburu buru.

"Ya Allah. kenapa bisa lupa?" Zakia menoleh ke arah Melani karena mereka duduk berdua.

"Gara-Gara badut itu sih ... aku jadi lupa!" gerutu Melani Sambil memanyunkan bibirnya.

Sementara di dalam rumah Kiyai Syarif. Ayunda sudah datang dan benar saja ia sama sekali tidak punya tatak rama dan sopan santun nya.

"Hai sayang..." tampa ragu di hadapan Umi dan Abah. Ayunda malah memeluk Gus Kais. tentu saja Gus Kais sedikit menepis karena dia merasa canggung akan hal itu.

"Maaf Ayunda jangan seperti ini, disana ada Abah sama Umi." Gus Kais langsung membuka dekapan erat tangan Ayunda yang melingkar di lehernya.

Ayunda langsung menoleh ke belakang, terlihat Abah dan Umi menatapnya sedikit ragu karena ternyata Ayunda sama persis dengan di media sosial nya.

"Oh ... iya Umi, Abah, kenalin aku Ayunda." Ayunda menyalami Umi dan Abah, meskipun begitu Abah sedikit risih melihat Ayunda karena mengunakan baju anak usia lima tahun. yang udelnya kemana mana, bahkan ia memakai celana pendek memamerkan paha yang kulitnya juga eksotis.

"Ayo- Ayunda silahkan Duduk." Umi Salimah mempersilakan Ayunda duduk, meskipun ekspresi wajah nya nampak sungkan.

Sementara Abah tidak ikut menghadapi Ayunda. Abah langsung pamit kembali ke kantor Diniah karena hari ini kembali akan ada rapat kenaikan gajih para Ustadz

"Kamu yakin Umi mu bakalan suka sama dia?" bisik Abah Syarif pada Gus Kais sebelum pergi ke kantor Diniah.

Gus Kais menarik nafas berat "Bismilah saja Abah." lirih Gus Kais. langsung ikut duduk di tempat makan.

Sesekali Umi Salimah hanya melirik pandang, bibirnya juga sekali kali ia manyunkan saat Ayunda tidak melihatnya.

Rungan makan itu begitu hening, karena Ayunda benar benar tidak sopan, bahkan ia memainkan ponselnya mengambil Video untuk di Update di media sosial nya.

"Sayang udah dong kita mau makan, masa kamu ambil gambar terus." Gus Kais menahan tangan Ayunda agar ia tidak terus menerus mengunakan ponselnya.

"Aduh bentara dulu dong sayang. bawel banget deh kamu kebiasaan." Ayunda nampak protes yah memang ia sangat tidak bisa di atur

"Ekhmmm..." Umi Salimah sampai berdehem sambil geleng geleng melihat kelakuan Ayunda.

"Yah sudah Umi pamit udahan makanya yah, soalnya mau ada kajian di aula." Umi Salimah mengusap ujung bibirnya dengan angun, dan meningalkan mereka berdua di meja makan.

Gus Kais mengganguk sementara Ayunda nampak acuh masih sibuk dengan ponselnya.

"Awasi mereka berdua yah Nadia, Salma. jangan sampai mereka berdua berbuat aneh aneh." Umi Salimah meminta Nadia dan Salma mengawasi Gus Kais dan Ayunda.

"Siap Umi, Umi tenang saja." Salma dan Nadia adalah mbak ndalem mereka berdua sudah bekerja lama di rumah Bu Nyai Salimah dan Pak Kiyai Syarif

3. Ketemu calon mantu.

Memang sudah jadi kebiasan Umi Salimah wajahnya memang sedikit judes, namu hatinya baik, tutur katanya juga sebenarnya lemah lembut jika di beberapa orang yang menurut dirinya serek saja.

Setelah selesai pelajaran Zakia dan Melani keluar dari ruangan madrasah Diniah, kebetulan mereka berpapasan denga Bu nyai mereka, Nyai Salimah.

"Bu Nyai..." Melani dan Zakia menyalami Umi Salimah.

"Kalian baru saja selesai pelajaran?" ujar Umi Salimah sembari tersenyum tipis.

"Iya ... Umi." Suara lembut Zakia membuat Umi Salimah nampak kagum, sorot matanya nampak ranum, menunduk penuh sopan santun saat berhadapan dengan Bu Nyai mereka.

"yah sudah kami masuk dulu yah Umi, mari Umi." Ujar Zakia berpamitan pada Umi Salimah. karena mereka mau masuk ke gedung kamarnya.

"Iyah monggo silahkan ..." Umi Salimah terseyum tipis, niatnya kali ini benar benar matang akan menjodohkan Zakia dan Gus Kais.

"Pokoknya Zakia harus jadi mantu ku." Umi Salimah tersenyum tipis.

Sementara itu di rungan rapat Kantor Diniah, Kiyai Syarif nampaknya sedang memimpin rapat tersebut.

"Bagimana apakah kalian setuju gajih di naikan tapi jam pelajaran kalian mengajar di perpanjang dari dua jam menjadi tiga jam?" Kiya Syarif menatap para Ustadz di ruangan itu.

"Kenapa harus di perpanjang Kiyai?" Ucap Samsudin nampaknya merasa tidak bisa jika harus tambah jam kerja meskipun gajih mereka di tambahkan.

"Karena kita kekurangan Ustadz Samsudin. Hanya ada lima Ustadz disini, sedangkan ada delapan kelas jadi maksud saya yang satu jam itu di bagi menjadi kelas sore, jadi ada yang memasuki kelas sehabis Ashar ada juga yang masuk kelas habis Dzuhur"

Para Ustadz tentunya saling bertukar pendapat, karena yang seharusnya tambah dua atau satu Ustadz lagi malah harus menambah jam mengajar

"Kenapa tidak putra Kiyai saja yang turut andil mengajar di pesantren ini, lagi pula Gus Kais kan lulusan Cairo jadi para murid nantinya akan mendapatkan mata pelajaran baru." Usul Samsudin karena nampak nya ia yang paling keberatan, sebab dirinya biasanya sehabis mengajar akan LIVE di Aplikasi disana ia berjualan Baju Muslim dan Sarung.

Kiyai Syarif hanya bisa menarik nafas dalam, usul Samsudin ada benarnya juga. tapi jikalau saja Gus Kais mau mengajar mungkin sudah dari dua tahun lalu setelah ia baru saja lulus menempuh pendidikan keduanya di Kairo.

"Soal itu sudah saya pikirkan anak-anak, jadi kalian tidak perlu risau, lagi pula pergantian jam kerja ini akan ganti gantian, tidak setiap hari hanya Ustadz itu itu saja. nantinya kalian bakalan dapat gilirannya." Kiyai Syarif menyilangkan tangan.

"Yah sudah rapat ini saya tutup, Assalamualaikum..." Kiyai Syarif yang merasa pening langsung keluar dari ruangan rapat

Belum lagi nanti jika di rumah ia akan tambah pusing kalau berhadapan dengan anak laki-laki, satu'satunya itu.

"Assalamualaikum Umi." Abah yang baru saja pulang dari rapat Diniah, nampak menyapa Umi Salimah yang sedang duduk di kursi rotan depan rumah nya.

"Waalaikumsalam Abah. Abah kenapa wajah nya di tekuk begitu?" Ucap Umi Salimah menyalami tangan suaminya yang wajah tuanya nampak terlihat tidak mood.

"Kesel aja Umi, Ustadz Samsudin nampaknya ngak mau tambah jam kerja padahal Abah sudah tambahan gajih mereka tapi mereka kayanya sedikit sungkan."

"Abah yang sabar Ustadz Samsudin memang tidak salah Abah, karena jam kerja mengajar para santri kan segitu, yang seharusnya tambah Ustadz saja. tapi kayanya belum ada santri yang sudah mumpuni Abah semuanya masih Sanawiah, Umi juga sebenarnya bingung Abah. karena yang seharusnya mengajar adalah anak kita, tapi ia malah nampaknya hanya sibuk dengan dunianya sendiri." Umi nampak sedih menatap ke arah suaminya.

"Iya Umi, Umi yang sabar yah, mungkin ini juga ujian buat kita Umi." Abah mengusap lembut tangan istrinya, meskipun sudah berumah tangga selama tiga puluh satu tahun tapi mereka tetap masih harmonis.

"Tidak Abah, kali ini kita ngak boleh sabar, umur Kais sudah mau tiga puluh tahun, kita harus lebih keras lagi mendidik nya Abah. apalagi Umi bener-bener ngak suka sama pacaran nya Kais. Dia benar-benar tidak punya sopan santun." Umi menyipitkan matanya mengingat kejadian tadi di meja makan.

"Pokok nya secepatnya Umi akan menjodohkan Kais, Abah. Umi takut Kais tersesat dan salah jalan."

"Memang nya Umi sudah ada calon nya?" Abah Syarif menarik nafas berat, karena entah siapa sebenarnya perempuan yang akan di nikahan dengan anaknya itu.

"Zakia Amrita, Abah. Umi yakin ia mampu merubah sifat Kais. Umi yakin sekali Abah."

Dibalik keyakinan Umi Salimah. ada Abah yang melongo karena tidak percaya Kais akan di nikahan dengan Santri Wati yang umurnya sangat jauh dengan anaknya.

"Umi yakin, Zakia akan mau dengan Kais?" Abah menatap Umi Salimah ragu.

"Secepatnya lebih baik Abah. agar wanita itu tahu diri dan tidak mendekati anak kita lagi." mata Umi Salimah menatap nyalang penuh harap dengan keyakinan nya.

.

.

Didalam kamar yang sunyi setiap malam Zakia selalu menangis saat Melani sudah terjaga.

"Ibuk, Bapak aku rindu." tangan Zakia mendekap foto kedua orang tuanya di dadanya.

Sejak umur sepuluh tahun kehidupan Zakia sudah terlalu pahit karena kedua orang tuanya Meningal dunia, Zakia hidup bersama Pakde dan Bude nya di Salatiga.

Sejak itulah Zakia di paksa dewasa oleh keadaan. karena Budenya sering marah jika Zakia tidak membantu pekerjaan rumah, bahkan setiap pulang sekolah Zakia langsung berjualan Kue, karena jika tidak Bude nya akan marah. bahkan ia tidak sampai menempuh pendidikan SMP karena setelah itu ia harus jaga toko membantu keuangan Bude dan Pakde nya.

"Boleh ngak jumpa sebentara saja, meskipun hanya dalam mimpi." Zakia mengusap lembut wajah kedua orang tuanya di foto.

Jemari lentiknya basah saat air mata kembali menetes, karena kerinduan itu begitu mendalam. sekarang usinya sudah menginjak delapan belas tahun.

Bahkan Zakia bisa masuk ke pesantren Al-Munawar. saja karena mendapatkan Beasiswa dari Guru mengaji nya di kampung.

Saat Zakia dinyatakan mendapatkan Beasiswa, Bude dan Pakde nya nampak senang. karena mereka menganggap Zakia adalah beban untuk mereka, padahal sejak tujuh tahun hidup bersama Pakde dan Bude nya, Zakia tidak menjadi beban karena ia yang membantu ekonomi mereka, bahkan kedua sepupunya bisa melanjutkan sekolah SMP itu juga karena Zakia turut membantu dari hasil ia kerja jaga toko.

"Hidup ini berat banget Bapak, Ibu. boleh tidak Zakia menyerah saja." suaranya sampai terdengar paruh.

Ia menangis meratapi nasibnya yang malang, kehidupan pahit sejak kecil sudah ia rasakan, dan di balik senyum ceria nya setiap hari, sebenarnya ia menyimpan luka yang cukup dalam, meskipun dekat dengan Melani. tapi Zakia tidak terlalu bercerita soal masalah pribadi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!