Dalam keheningan malam, seorang gadis sedang makan semangkuk nasi yang baginya terasa sangat mengenyangkan. Gadis itu menangis apakah dirinya sekarang terlihat begitu menyedihkan?
Baru kali ini gadis itu merasakan kelaparan. Ternyata Kelaparan itu membuatnya jadi bersyukur bahwa di luar sana masih banyak orang yang tidak merasakan semangkuk nasi seperti dirinya.
Tak ada pilihan selain mengandalkan diri sendiri semangat pasti bisa dirinya berusaha menyemangati diri sendiri.
Sekarang gadis itu bingung harus ke mana tidak ada tempat tinggal untuknya. Sepertinya sekarang Gadis itu harus mencari hotel yang murah.
Nama gadis itu adalah Aruna Sherana Haura, nama panggilannya adalah Aruna. Dulu Aruna adalah gadis kaya namun sekarang dia harus bertahan hidup untuk dirinya sendiri.
Rasanya Aruna ingin kembali ke masa-masa dirinya masih kaya, membeli tas-tas mewah dan jalan-jalan ke seluruh dunia. Rasanya mungkin itu hanya mimpi baginya sekarang yang terpenting sekarang adalah bertahan hidup.
Sekarang Aruna, bingung harus ke mana. Teman-temannya tidak ada yang mau menampungnya di rumahnya. Satu-satunya cara adalah mengandalkan diri sendiri.
Semua ini terjadi karena Aruna tidak mau dijodohkan dengan pilihan ayahnya. Alasan Aruna tidak mau dijodohkan karena cowok yang mau dijodohkan dengannya itu suka bermain cewek. Aruna benci, cowok brengsek.
Aruna dididik keras oleh ayahnya, itu yang membuat Aruna tidak betah di rumah. Aruna benci dibentak, apalagi yang membentak itu adalah ayahnya sendiri.
Meski sebenarnya Aruna sayang pada ayahnya. Rasa sayang Aruna lebih besar dari rasa bencinya. Meski dididik keras Aruna tahu bahwa ayahnya sebenarnya sayang padanya.
Andaikan ayahnya di sini, ayahnya tidak membiarkan dirinya kelaparan dan kesusahan.
Sayang sekali, hanya karena perjodohan sialan itu. Aruna diusir dari rumahnya.
Sekarang Aruna tidak punya siapa-siapa lagi, harus ke mana dia bersandar?
Aruna tidak suka sendirian, dari kecil dia selalu dikelilingi banyak orang dan selalu jadi pusat perhatian. Rasanya sangat sepi sekarang. Tidak ada lagi ayah, ibu dan teman-teman. Mungkin ini pelajaran agar dirinya menjadi gadis yang mandiri.
Murah yang penting nyaman. Sementara, Aruna tinggal di sini. Untungnya, uang Aruna masih cukup. Gadis itu harus segera mencari pekerjaan untuk menghidupi diri sendiri.
Aruna yakin dirinya bisa melewati masa-masa sulit ini. Seperti hujan setelah itu ada pelangi. Aruna yakin hidupnya bisa berubah seperti sedia kala.
Hidupnya sekarang mungkin sedang di bawah, namun Aruna yakin ini hanya sementara.
Meski terkadang rasanya ingin menangis, karena merasa sendirian itu menyiksa.
Mulai sekarang, Aruna akan berubah menjadi lebih mandiri. Sekarang Aruna harus berpikir bagaimana caranya menghemat uang. Karena, sekarang uang Aruna sudah menipis.
Aruna sudah beberapa kali melamar pekerjaan tapi tidak diterima. Rasanya Aruna kecewa, namun itu tidak mematahkan semangatnya.
Lelah rasanya sudah berjalan jauh, Aruna duduk di taman sembari melihat anak-anak bermain.
"Halo kakak, cantik." Sapa anak cowok.
"Halo juga." Aruna tersenyum anak kecil itu terlihat sangat menggemaskan. Rasanya lelah yang sedari tadi ia rasakan berkurang.
"Kakak, lagi cari pekerjaan ya?" Tanya anak kecil itu.
Aruna mengangguk. "Iyaa, nih."
"Kayaknya kafe di seberang sana ada lowongan deh kak, coba nanti kakak lamar di situ." Aruna langsung senang ketika mendengar itu, masih ada kesempatan untuknya.
Aruna tersenyum. "Makasih ya, infonya, adek."
"Sama-sama kak."
Setelah itu anak cowok tersebut kembali bermain bersama teman-temannya. Sementara Aruna bergegas menuju kafe itu.
Aruna dengan penuh semangat mengajukan lamaran pekerjaan di sebuah kafe seberang yang tadi diberitahu anak kecil itu. Ia berharap bisa mendapatkan pengalaman baru sekaligus menambah penghasilan. Namun, setelah melalui proses wawancara yang cukup menegangkan. Aruna mendapat kabar bahwa permohonannya ditolak karena pihak kafe telah memilih kandidat lain yang dianggap lebih sesuai dengan kebutuhan mereka saat ini. Meskipun merasa kecewa, Aruna bertekad untuk tidak menyerah dan akan terus mencari kesempatan lain yang lebih baik di masa depan.
Sebelum Aruna sempat melangkah keluar dari kafe dengan perasaan kecewa, tiba-tiba sebuah suara laki-laki yang lembut namun tegas memanggil namanya. Ia menoleh dan melihat seorang lelaki tampan berdiri di depannya, menahan langkahnya. "Aruna, tunggu!" kata lelaki itu.
Aruna segera menyadari siapa pria yang menahannya itu. Dia adalah Rafael Alnandika, sosok yang pernah menjadi bagian terindah dalam hidupnya dan meninggalkan bekas yang begitu mendalam. Meski waktu telah berlalu dan mereka berpisah tanpa kejelasan, Aruna tak bisa mengingkari perasaan cinta yang masih ada di dalam hatinya.
Setiap kali bertemu dengannya, segala kenangan manis dan perasaan cinta yang dulu pernah mereka bagi kembali mengalir dengan kuat, membuat Aruna mengakui dalam hati betapa dalam dan tulusnya kasih sayang yang masih ia rasakan untuk Rafael.
Bagi Aruna, Rafael pernah menjadi segalanya. Rafael adalah sosok yang selalu memberikan warna dalam setiap langkah hidupnya. Kenangan indah yang mereka bagi dulu terus terkenang dalam hati Aruna, membuatnya sulit melupakan meskipun waktu telah memisahkan mereka.
Oleh karena itu, ketika tanpa sengaja bertemu kembali dengan Rafael di kafe itu, Aruna tak bisa menyembunyikan rasa terkejut dan haru yang mendalam. Ia benar-benar tak menyangka akan memiliki kesempatan untuk bertatap muka lagi setelah sekian lama berpisah, seolah takdir sedang memberi mereka kesempatan untuk mengulang kisah yang pernah terhenti.
"Boleh kita ngobrol?" suara Rafael yang lembut namun tegas, membuyarkan lamunan Aruna yang tiba-tiba tenggelam dalam berbagai kenangan. Aruna mengangguk perlahan sambil tersenyum, "Boleh, Rafael." Jawabnya lembut. Rafael dengan penuh perhatian menyeret kursi untuk Aruna, menunjukkan sikap sopan dan menghargai. Aruna yang melihat perlakuan itu tersenyum hangat dan duduk di kursi yang disiapkan.
Aruna menatap Rafael sambil berkata, "Rafael, kamu masih sama, selalu menghargai cewek seperti dulu."
Rafael tersenyum. "Cuma buat kamu aja, Na." Betapa manisnya rayuan lelaki tampan ini.
Aruna bertanya. "Kamu udah punya pacar?"
"Belum, aku nunggu kamu. Na." Jawab Rafael.
Sepertinya Aruna dan Rafael memang ditakdirkan bersama, tuhan sengaja mempertemukan mereka supaya bisa bersatu dan melangkah bersama dalam hidup. Takdir itu terasa begitu indah dan penuh makna, seperti jalinan dua hati yang sudah lama menunggu untuk bertemu.
Aruna merasakan kebahagiaan yang begitu mendalam saat akhirnya bisa bertemu lagi dengan Rafael setelah sekian lama berpisah. Wajahnya yang cerah dan matanya yang berbinar mengungkapkan betapa besar rindu yang selama ini ia simpan. Dalam hatinya, ia tahu Rafael adalah satu-satunya orang yang benar-benar peduli dan mengerti dirinya, sosok yang selalu membuatnya merasa nyaman dan dihargai tanpa syarat. Pertemuan itu seperti mengisi ruang kosong di hatinya, memperkuat keyakinan bahwa mereka memang ditakdirkan untuk bersama.
Aruna berharap suatu hari bisa kembali dekat dengan Rafael, merasakan hangatnya kehadiran dan perhatian yang dulu pernah mereka bagi. Aruna sering membayangkan momen-momen sederhana bersama, tertawa dan berbagi cerita tanpa jarak di antara mereka. Hatinya yakin bahwa jika keadaan memungkinkan, pintu untuk memulai kembali akan terbuka, memberi mereka kesempatan untuk menulis kisah baru yang penuh kebahagiaan.
Meski Aruna dan Rafael sekarang hanya mantan pacar, keduanya sepakat untuk menjaga ikatan pertemanan yang tulus dan hangat. Mereka tahu bahwa walau jalan cinta mereka berpisah, rasa saling menghargai dan pengertian tetap bisa menyatukan mereka dalam persahabatan yang indah. Dengan hati terbuka, mereka memilih untuk tetap dekat, berbagi cerita dan dukungan tanpa harus kehilangan satu sama lain.
Dulu waktu SMA, Aruna dan Rafael adalah pasangan yang sangat serasi dan populer di antara teman-teman mereka. Mereka selalu tampil kompak, penuh tawa, dan jadi sorotan setiap kali bersama, membuat kisah cinta mereka terasa sangat indah. Kebersamaan mereka tak hanya menarik perhatian, tapi juga menginspirasi banyak orang dengan kehangatan dan kebahagiaan yang terpancar dari mereka. Hingga tiba saatnya muncul orang ketiga yang merebut hati Rafael dari Aruna. Meski membawa luka dan kehilangan, Aruna belajar bahwa mungkin yang sudah berlalu memang sebaiknya dibiarkan berlalu, supaya dia bisa melangkah maju dengan hati yang lebih ringan dan penuh harapan.
Aruna sebenarnya masih menyimpan perasaan cinta yang dalam untuk Rafael, meskipun hatinya terluka dan penuh keraguan. Dia terus menunggu dengan harapan agar Rafael mau kembali padanya, memberikan kesempatan untuk memperbaiki segala kesalahpahaman yang terjadi di antara mereka.
Mungkin benar bahwa Rafael telah berselingkuh, hal yang membuat Aruna merasa sedih dan kecewa. Namun, di dalam hatinya tetap tumbuh keyakinan bahwa setiap hubungan tidak pernah lepas dari kesalahan dan kekurangan, sehingga kesempatan kedua selalu mungkin diberikan asalkan ada niat tulus untuk berubah dan memperbaiki diri. Baginya, cinta adalah tentang memaafkan dan berani memberi harapan baru, bukan hanya menyerah pada kekecewaan semata.
Kemarin, Aruna akhirnya menyadari bahwa selama ini dia salah paham tentang keadaan Rafael. Rafael dengan sabar dan jujur menjelaskan bahwa sebenarnya dia tidak berselingkuh seperti yang Aruna curigai, melainkan ia sedang dijodohkan oleh keluarganya. Penjelasan tersebut membuka mata Aruna bahwa segala kecurigaannya selama ini didasari oleh ketidaktahuan dan prasangka yang belum tentu benar.
Dengan kejelasan ini, Aruna mulai bisa melihat situasi dari sudut pandang yang berbeda dan mulai memahami tekanan yang Rafael alami.
Aruna adalah sosok gadis yang ceria, enerjik, dan penuh dengan senyum yang selalu mampu mengubah suasana di sekitarnya. Keceriaannya itu membuat Rafael tak sadar jatuh cinta, terpikat oleh semangat hidup dan kelembutan hati yang terpancar dari setiap kata dan tindakan Aruna. Baginya, Aruna bukan hanya cewek biasa. Tapi, perempuan yang pantas diperjuangkan.
Bagi Rafael, Aruna selalu mempesona dengan cara dia membawa diri yang penuh kehangatan dan ketulusan, membuat setiap momen bersamanya terasa istimewa dan tak terlupakan. Senyumnya yang tulus dan tatapan matanya yang penuh arti selalu mampu menyentuh hati Rafael lebih dalam, sehingga kehadirannya menjadi cahaya yang menerangi hari-harinya. Aruna bukan hanya memikat secara fisik, tapi juga memukau dengan jiwa dan karakternya yang begitu indah. Aruna adalah gadis yang sangat dicintai Rafael karena kehadirannya bukan hanya mengisi hari-harinya dengan kebahagiaan, tapi juga menguatkan hatinya dalam setiap langkah hidup. Cinta Rafael pada Aruna tumbuh dari ketulusan, perhatian, dan kehangatan yang selalu ia berikan tanpa syarat, menjadikan Aruna sosok yang tak tergantikan dalam hidupnya. Baginya, Aruna adalah anugerah terindah yang selalu Rafael syukuri setiap saat.
Sejak masa SMA, Rafael adalah yang pertama kali berani mendekati Aruna dengan penuh rasa kagum dan ketulusan. Bisa dibilang, dialah yang duluan jatuh hati dan mulai menaruh rasa, meski Aruna belum sepenuhnya menyadarinya. Setiap langkah dan perkataan Rafael menunjukkan betapa dalam perasaan itu tumbuh, menjadikannya sosok yang selalu berusaha dekat dengan Aruna dari awal pertemuan mereka.
Awalnya Aruna belum jatuh cinta, dia masih ragu dan hati yang tertutup, tapi lama-kelamaan, perlahan ketulusan dan perhatian Rafael yang sabar mulai meluluhkan hatinya. Setiap kebaikan dan kesungguhan Rafael membuat Aruna merasa nyaman, hingga akhirnya dia mulai membuka diri dan menerima perasaan yang tumbuh di hatinya. Dari yang awalnya hanya teman biasa, kini Aruna merasakan cinta yang semakin dalam dan tulus untuk Rafael.
Aruna ragu menerima cinta Rafael, takut perasaannya hanya sementara. Namun seiring waktu berjalan, ketulusan dan kesungguhan Rafael justru membuktikan bahwa cintanya benar-benar tulus dan tak tergoyahkan. Perlahan-lahan, keraguan Aruna pun berubah menjadi keyakinan dan hati yang mulai terbuka untuk menerima cinta Rafael.
Rafael telah jatuh cinta pada Aruna sejak lama, dan perasaan itu tetap mengisi hatinya dengan kehangatan yang tak pernah pudar. Setiap kali memikirkan Aruna, ia merasakan semangat yang sama seperti saat pertama kali bertemu, membuktikan bahwa cintanya bukan sekadar perasaan sesaat, tapi sebuah cinta yang abadi. Meski waktu berjalan, dan banyak hal berubah, Rafael selalu menjaga cinta itu tetap hidup dalam hatinya.
Aruna sedang duduk termenung, melamun dalam keheningan sore yang hangat. Ia teringat kenangan indah tentang masa lalunya dengan Rafael, mengingat betapa hangat dan tulusnya cinta yang pernah mereka bagi. Setiap detik bersama Rafael terasa seperti lukisan penuh warna yang mampu mengisi hatinya dengan kebahagiaan dan kedamaian yang sulit dilupakan. Meski waktu telah berlalu, kenangan itu tetap hidup dalam hatinya, mengajarkan arti cinta yang sejati.
Dulu, Aruna sering menghabiskan waktu di kantin bersama Rafael, duduk bersebelahan sambil tertawa dan berbagi cerita. Momen sederhana itu kini menjadi kenangan indah di hatinya, yang setiap kali teringat membuat rindunya membuncah, berharap bisa kembali merasakan kehangatan saat itu. Meski jarak memisahkan, kenangan manis di kantin selalu mengingatkan Aruna betapa dalam dan tulusnya cinta yang pernah mereka bagi.
Seolah-olah sekolah adalah kenangan terindah bagi Rafael dan Aruna, tempat mereka pertama kali bertemu, berbagi tawa, dan menumbuhkan benih-benih cinta. Di setiap sudut koridor dan bangku kelas, tersimpan cerita manis yang tak lekang oleh waktu, mengikat hati mereka dalam kenangan yang selalu hangat saat diingat. Momen-momen sederhana itu berubah jadi harta paling berharga, mengisi hari-hari mereka dengan kebahagiaan yang tak mudah terlupakan.
Aruna sangat bersyukur pernah menjadi pasangan Rafael, karena bersama dia ia belajar arti cinta yang tulus dan penuh pengertian. Kenangan mereka bersama selalu memberi kekuatan dan kehangatan di hati Aruna, mengingatkan betapa istimewanya momen-momen yang telah mereka lalui bersama. Meski perjalanan itu mungkin telah berakhir, Aruna tetap menyimpan rasa terima kasih yang dalam untuk setiap detik cinta yang pernah Rafael berikan. Aruna berjanji dalam hati, setelah ini ia tak akan pernah melepaskan Rafael lagi.
Aruna akan selalu menyimpan memori indah bersama Rafael, selamanya di hatinya. Kenangan itu takkan pernah pudar, selalu hidup sebagai cerita cinta yang paling berharga di sepanjang hidupnya.
...•••...
Hari ini, Aruna berdandan sangat cantik dengan langkah penuh semangat dan hati yang berdebar. Dia menata rambutnya rapi, memilih pakaian terbaik, dan menghias wajahnya dengan make-up tipis, karena hari ini adalah hari yang sangat spesial. Hari di mana dia akan bertemu Rafael. Setiap detail persiapannya mencerminkan harapan dan kebahagiaan yang tak terbendung, menyambut momen yang sudah lama dinanti-nanti.
Aruna bahagia, senyumnya merekah saat memikirkan Rafael. Namun tiba-tiba, sebuah bisikan menyusup ke telinganya, mengatakan, "Rafael membencimu, lebih baik tidak usah bertemu." Kata-kata itu membuat hatinya bergetar sekaligus ragu. Ia bertanya-tanya apakah bisikan itu hanyalah bayangan ketakutan yang muncul dari dalam dirinya sendiri, atau nyata menghantui pikirannya. Dalam keraguannya, Aruna berdiri di persimpangan perasaan, antara keinginan untuk percaya dan takut terluka.
Aruna berdiri terpaku, bisikan itu terus terngiang di kepala. Hatinya bertolak belakang, penuh rindu tapi juga takut disakiti. Dengan langkah gemetar, dia memutuskan tetap pergi menemui Rafael, yakin bahwa cinta sejati takkan runtuh oleh kata-kata penuh keraguan. Sesampainya di tempat janji, Aruna melihat Rafael menunggunya dengan senyum tulus yang melebur segala keraguan. Ternyata, bisikan itu hanya bayang-bayang ketakutan dari dalam dirinya sendiri. Mereka berpelukan erat, membuktikan bahwa cinta mereka lebih kuat dari segala bisikan.
"Rafael, aku takut kehilangan kamu." Kata Aruna gemetar.
Rafael berusaha menenangkan Aruna, mengelus punggung gadis itu menyalurkan rasa tenang. "Nggak akan, aku selalu ada di sisi kamu, Aruna."
Lama-kelamaan, bisikan itu semakin sering terdengar, seperti bayangan gelap yang tak mau pergi dari pikirannya. Aruna mulai merasa stres, hatinya tak tenang setiap kali suara itu muncul, membuatnya ragu dan takut akan masa depan bersama Rafael. Ia pun jadi sulit tidur, pikirannya kacau, dan senyum yang dulu menghiasi wajahnya kini mulai memudar perlahan. Seiring waktu, perubahan mulai terjadi pada Aruna. Stres akibat bisikan itu membuat dia jadi lebih tertutup dan sering murung. Sementara Rafael yang dulu penuh perhatian berubah menjadi lebih cuek, jarang membalas pesan bahkan terlihat acuh saat bertemu. Jarak emosional antara mereka makin terasa, membuat Aruna semakin bingung dan hatinya semakin berat. Kalau Rafael memang benar-benar ingin pergi lagi, dia rela melepaskan tanpa banyak drama atau usaha memaksa.
Aruna tahu, kadang mencintai berarti membiarkan pergi, supaya hatinya tidak terus-terusan terluka dan tersiksa. Meski sakit, Aruna bertekad untuk fokus pada kebahagiaannya sendiri, karena dia juga berhak hidup damai tanpa rasa ragu yang tak berujung.
Meski terkadang Aruna menangis karena rindu Rafael, ia tidak pernah mengemis cinta yang seharusnya datang dengan tulus. Air matanya hanyalah bukti betapa dalam perasaannya, tapi hatinya tetap teguh, memilih untuk menghormati diri sendiri daripada mengejar sesuatu yang tak pasti. Aruna percaya, cinta yang benar akan datang tanpa paksaan, dan sampai saat itu tiba, ia akan belajar untuk kuat dan mencintai dirinya sendiri lebih dulu.
bisikan itu berubah dari sesuatu yang mengganggu menjadi teman setia bagi Aruna. Suara lembut yang dulu membuatnya resah kini memberi keberanian dan ketenangan, seperti sahabat rahasia yang selalu ada di sisinya. Dengan bisikan itu, Aruna merasa tidak lagi sendirian menghadapi dunia yang begitu membingungkan.
Bisikan itu menjadi pengingat bahwa meski dunia terkadang keras, dia tetap kuat dan mampu bertahan. Dalam keheningan malam, Aruna mulai menerima dirinya, belajar mencintai luka dan harapannya, serta menemukan kekuatan baru untuk melangkah maju tanpa beban masa lalu.
Apakah Aruna gila berteman dengan bisikan itu? Mungkin orang lain melihatnya aneh, tapi bagi Aruna, bisikan itu justru memberi kekuatan dan kenyamanan di tengah kesendirian. Kadang, yang dianggap gila oleh dunia justru adalah cara kita bertahan dan menemukan diri sendiri.
Aruna tidak peduli dengan apa kata orang tentang dirinya yang berteman dengan bisikan itu, karena bisikan itu selalu menemaninya setiap saat dan memberi rasa nyaman yang dalam. Seiring waktu, bisikan itu bukan hanya menjadi penghibur, tapi juga menjadi cermin yang mengajaknya untuk mengenal dan menerima dirinya sendiri lebih baik, membantu Aruna menemukan kekuatan dan kedamaian dalam kesendirian. Dari bisikan itulah, Aruna mulai belajar untuk tidak takut pada sepi dan membuka hati untuk kemungkinan baru yang lebih baik di masa depan.
Lama-kelamaan Aruna terhanyut oleh bisikan itu, sampai seolah-olah suara itu jadi bagian dari dirinya yang paling dalam. Bisikan itu sering membuatnya tenggelam dalam perasaan, kadang nyaman tapi juga bikin dia susah lepas dari kenangan dan rindu yang tak berujung. Meski begitu, Aruna tetap berusaha kuat, tahu kapan harus mendengar bisikan itu dan kapan harus melepaskannya untuk melangkah maju.
Aruna mulai sadar bahwa terhanyut terlalu dalam oleh bisikan itu bisa membuatnya sulit bergerak maju. Namun, perlahan ia berjuang untuk bangkit, mengalihkan fokusnya pada hal-hal yang membuatnya lebih kuat dan bahagia. Dengan tekad itu, Aruna belajar mengendalikan bisikan itu, menjadikannya dorongan, bukan belenggu.
Aruna berjuang keras membebaskan diri dari bisikan itu. Ia mulai mencari aktivitas baru, bertemu orang-orang yang membuatnya merasa hidup, dan perlahan mengalihkan pikirannya dari kenangan yang menyesakkan. Meski perjuangannya tidak mudah, langkah kecil itu membawa Aruna lebih dekat pada kebebasan dan kedamaian dalam hatinya.
Aruna mulai merasakan kehadiran cahaya harapan yang perlahan menyinari kehidupannya, bagaikan bunga yang perlahan mekar di pagi hari yang cerah. Senyum dan tawa kecilnya kini mengisi setiap sela waktu, menghadirkan kehangatan yang mampu mengusir gelap dan kelabu masa lalu.
Bisikan itu kini bukan lagi belenggu, melainkan sahabat yang mengingatkan Aruna untuk terus maju dan percaya pada kekuatan dirinya sendiri. Dengan demikian, Aruna menapaki hari demi hari dengan hati yang lebih ringan.
Rafael menarik Aruna dengan kasar hingga tubuhnya terhuyung ke belakang. Aruna meringis kesakitan, suaranya bergetar saat berkata, "Sakit, kamu nyakitin aku." hati Aruna terluka olch perlakuan itu. Rafael menatapnya dengan tatapan dingin, membuat suasana menjadi semakin tegang dan penuh emosi.
Rafael menarik Aruna semakin erat, napasnya memburu. "Kenapa kamu terus lari dariku, Aruna?" suaranya penuh amarah tapi juga ada kepedihan. Aruna terisak, mencoba melepaskan diri meski tangannya gemetar, "Aku nggak tahan begini, Rafael. Ini bukan cinta, ini menyakitkan." Suasana jadi hening, berat, penuh luka yang tak tersuarakan.
Rafael terdiam sejenak, menyadari betapa dalam luka yang ia sebabkan. Dengan suara pelan, ia berkata, "Aku nggak pernah bermaksud nyakitin kamu, Aruna. Tapi aku juga nggak bisa terus kehilangan kamu." Air matanya mulai mengalir, membuktikan betapa perasaannya campur aduk antara marah dan sayang. Aruna menatapnya dengan mata yang masih basah, hatinya bergetar antara ragu dan harap.
Suasana hening kembali menyelimuti mereka, keduanya tahu ini bukan akhir, tapi sebuah titik awal untuk berjuang bersama atau memilih jalan masing-masing.
"Aruna, aku tahu aku pernah menyakitimu, tapi aku siap berubah. Aku berjanji untuk selalu jaga kamu."
Aruna tersenyum pelan "Rafael, aku takut terluka lagi, tapi melihatmu di sini bersamaku, ragu itu hilang." Rafael menggenggam tangan Aruna erat. "Aku nggak akan biarkan kamu jatuh sendiri lagi."
Aruna menatap mata Rafael, "Terima kasih sudah kembali."
"Sama-sama, Aruna-nya Rafael."
Aruna berdiri dari duduknya dengan wajah penuh senyum nakal, lalu berkata, "Kejar aku, Rafael." Dengan tawa riang, Rafael langsung berlari mengejar, dan pasangan itu tampak sangat romantis di tengah senja pantai yang indah.
Setelah bermain kejar-kejaran, Rafael dan Aruna duduk di tepi pantai, napas mereka masih memburu. Rafael menatap Aruna dengan lembut, "Kamu selalu sulit ditangkap, tapi aku nggak mau melepaskanmu lagi." Aruna tertawa kecil, lalu bersandar di bahu Rafael.
Rafael dan Aruna adalah dua jiwa yang terikat oleh luka dan harapan. Rafael belajar untuk lebih sabar dan memahami, sementara Aruna perlahan membuka hati meski masih penuh keraguan. Mereka berdua berusaha memperbaiki hubungan, belajar dari kesalahan, dan berjanji untuk saling menjaga serta menghargai tiap luka yang pernah ada.
Hari ini Rafael dan Aruna jogging bersama di sepanjang jalan yang berhembus angin segar. Mereka berlari pelan sambil saling memberi semangat. Di antara nafas yang terengah, mereka menikmati kebersamaan yang terasa makin hangat, seolah setiap langkah menghapus amarah dan keraguan yang sempat ada. Jogging pagi itu jadi momen kecil tapi begitu berharga.
Rafael berdiri di tengah jalan yang sepi dengan senyum nakal, berkata, "Gantian, kamu ngejar aku, Na." Aruna pun berlari mengejarnya, langkah mereka berirama di aspal. Pasangan ini tampak sangat romantis, seperti dunia berhenti hanya untuk mereka.
Rafael mengantar Aruna pulang dengan berjalan perlahan di sepanjang jalan, tangan mereka bergandengan erat seolah tak ingin melepaskan.
Akhirnya mereka sampai juga. Rafael mengecup kening Aruna sambil bilang, "Sampai ketemu besok, sayang." Aruna jadi salah tingkah.
Aruna sedang tiduran di kasur, matanya menatap langit-langit sambil tersenyum sendiri. Dia mengingat saat Rafael mencium keningnya dengan lembut, membuatnya merasa hangat dan bahagia. "Rafael, kamu benar-benar yaa, kita baru baikan loh." pikirnya sambil menahan rasa malu yang manis di hati.
Bisikan itu tiba-tiba kembali mengganggu perasaan Aruna yang sedang bahagia, membuat hatinya bergetar. Dalam hati ia berdoa, "Aku mohon, jangan sekarang..."
Aruna berbaring di kasur, berjuang menenangkan hatinya yang bergolak. Bisikan itu datang lagi, merayapi pikirannya, meruntuhkan kebahagiaan yang baru saja ia bangun dengan Rafael. Ia tahu bisikan itu adalah ketakutan dan keraguannya sendiri, suara kecil yang takut terluka lagi. Dengan napas tercekat, Aruna berusaha keras menolak. "Aku harus kuat, aku pantas bahagia, jangan biarkan rasa takut ini menguasai aku." gumamnya pelan, menahan air mata yang hampir jatuh. Aruna merasakan gelombang emosi yang bercampur aduk dalam dirinya.
Setelah berhasil menepis bisikan keraguan itu, dia mulai menyadari akar ketakutannya. Rasa takut terluka lagi yang selama ini membayangi hatinya tanpa henti. Tetapi kali ini, ia mencoba menerima rasa itu sebagai bagian dari perjalanan, bukan penghalang.
Hatinya bergetar antara harapan dan kecemasan, tapi ia memilih untuk percaya pada kehangatan Rafael dan kesempatan baru ini. "Aku boleh merasa takut, tapi aku lebih pilih bahagia," bisiknya pelan, mencoba menguatkan diri.
Aruna duduk termenung di ujung kasur, mata berkaca-kaca sambil memegang erat bantal. Kepingan-kepingan ketakutan lama muncul lagi, tapi kali ini ia mencoba menolak dengan lembut, bukan melawannya. Ia sadar, luka lama memang tak mudah hilang begitu saja, tapi bukan berarti kebahagiaan baru harus diusir. "Aku harus berani membuka hati lagi, walau takut." pikirnya dengan suara hati yang bergejolak, sambil membayangkan Rafael sebagai pelabuhan yang aman untuknya. Hatinya sedikit lega, meski jalan ke depan masih penuh liku.
Aruna terjebak dalam pusaran pikirannya sendiri, di mana bisikan itu muncul seperti bayangan gelap yang menyalakan ketakutan lama. Ia merasa seperti berada di persimpangan antara keinginan untuk terbuka dan ketakutan kehilangan kendali atas perasaannya. Di satu sisi, ada hasrat untuk berbagi beban itu dengan Rafael agar tidak sendirian menghadapi gelombang emosi yang menghantam, tapi di sisi lain muncul kekhawatiran akan penilaian dan ketidaksanggupan orang lain memahami luka tersembunyi.
Dalam diam, Aruna berusaha mengurai benang kusut perasaannya, menyadari bahwa keberanian untuk jujur bukan hanya soal berbicara, tapi juga menerima kerentanan diri sendiri. Dan ia bertanya, "Akankah aku cukup kuat untuk menembus tembok ketakutan ini, membuka hati pada Rafael, dan membiarkan dirinya benar-benar dicintai tanpa syarat?
Aruna menarik napas panjang, menyadari bahwa keputusan ini bukan hanya soal Rafael, tapi langkah besar menerima dan mencintai dirinya apa adanya.
Aruna terdiam, hatinya berdebar dan pikiran berputar cepat saat akhirnya memutuskan untuk membuka mulut. Dengan suara yang masih bergetar, ia mulai bercerita tentang bisikan-bisikan gelap yang selama ini menghantui dan membuatnya ragu. Rafael mendengarkan dengan penuh perhatian, tanpa menghakimi, membuat Aruna merasa diterima. Seolah beban yang selama ini tertahan perlahan terangkat. Dalam keheningan hangat itu, ia mulai memahami bahwa keberanian membuka hati bukanlah tanda kelemahan, tapi kekuatan sebenarnya yang membawanya lebih dekat pada kedamaian.
"Rafael, ada sesuatu yang selalu aku sembunyikan. bisikan-bisikan dalam pikiranku yang kadang membuatku ragu dan takut."
"Aku di sini, Aruna. Kamu nggak harus menanggung itu sendirian. Ceritakan apa pun, aku akan dengarkan."
"Aku takut... Takut kamu nggak bisa mengerti, atau malah menjauh."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!