NovelToon NovelToon

The Phoenix Jade

Episode 1: Bunga yang Jatuh

Kota Jingdu, ibu kota Kerajaan Dongyu sedang dilanda musim dingin. Salju yang turun sejak sore tersebut telah mengubah seluruh wilayah ibu kota yang besar dan megah menjadi hamparan putih yang luas.

Di Distrik Selatan Kota Jingdu, sepi menyertai hujan salju malam itu. Lampu-lampu di beberapa kediaman menyala. Pintu besarnya tertutup rapat.

Halaman belakang kediaman Adipati Muda juga demikian. Meski bukan suasana ramai yang tercipta, namun sudah cukup membuat orang merasa putus asa.

Salju di halaman barat menumpuk menutupi taman yang beku. Hawa dingin menyebar, menebarkan rasa dingin yang membekukan hati. Hanya ada embusan angin dan suara ranting pohon cemara yang bergoyang terdengar hingga menyusup ke berbagai penjuru.

Ruan Shu Yue masih berlutut di depan Paviliun Xihua. Jubah tipisnya tak mampu menghalau hawa dingin yang terus menusuk hingga ke dalam tulang dan dagingnya.

Rambutnya memutih dihinggapi butiran salju, menjadikannya seperti patung hidup yang sekarat. Pada dasarnya, dia memang sudah sekarat.

Kakinya mati rasa. Tak dapat digerakkan. Dia lupa, selain kakinya, hatinya juga sudah mati.

Sayup-sayup dia mendengar suara kemesraan yang lolos dari Paviliun Xihua. Suara itu seperti anak panah yang menancap di hatinya, membelahnya dan menghancurkannya berkeping-keping. Rasa sakitnya sangat kentara, membuat tubuhnya bergetar.

Wajah Ruan Shu Yue memucat. Mulutnya terkatup rapat seolah salju telah membekukannya.

Bahkan sampai saat ini pun, orang itu masih enggan melepaskannya. Sebenarnya apa yang dia inginkan? Apakah dia sungguh sangat merasa bangga dan senang menyiksanya seperti ini?

Ruan Shu Yue tertawa sumbang. Bertahun-tahun lalu, dia pernah sangat mencintai orang itu.

Ia bahkan tak segan memberikan harta peninggalan ibunya sebagai mas kawin untuk memuluskan jalan orang itu dalam karirnya. Bayangan akan ingatan masa lalu berkelebat dalam pikirannya.

Dia, Ruan Shu Yue, hanyalah seorang gadis yang lahir dari selir di kediaman Penasihat Kerajaan. Ibunya seorang pebisnis yang melebarkan sayapnya di berbagai wilayah, ikut menopang kehidupan Keluarga Ruan yang terpandang dan dihormati. Dia tidak terlalu disayangi karena asal-usul ibunya yang berasal dari kalangan rakyat biasa, bukan dari kaum bangsawan.

Ruan Shu Yue sering dipandang rendah oleh saudara-saudarinya. Satu-satunya orang yang menyayanginya dengan tulus adalah ibunya.

Ayahnya jarang memperlihatkan kepedulian dan sehari-hari sangat sibuk dengan urusan pekerjaannya. Urusan di halaman belakangnya selalu diatur oleh istri sahnya, seorang nyonya kediaman yang tegas dan berintegritas.

Ruan Shu Yue tidak punya banyak bakat. Dia mengikuti ibunya yang diberi kebebasan mengelola bisnis keluarga. Keluarga asalnya berada di Dingzhou. Di kota itulah dia pertama kali bertemu dengan Ling Baichen, yang saat itu mengikuti ayahnya melakukan perjalanan dinas.

Adipati Ling adalah keluarga bergengsi. Gelarnya diwariskan dalam beberapa generasi. Namun, saat itu sudah menurun dan terpuruk.

Keluarga tersebut sudah lama tidak banyak melahirkan pemuda berbakat. Penerusnya, Ling Baichen, memiliki bakat langka dalam seni beladiri dan pengetahuan tata kelola negara. Dia adalah anak emas yang lahir di napas terakhir Keluarga Adipati Ling.

Dia adalah pemuda yang lembut dan baik hati. Senyumnya sangat lembut dan hangat, hingga bisa menghangatkan hati Ruan Shu Yue yang sudah lama dingin dan kehilangan kepercayaan pada sesuatu yang disebut dengan kasih sayang dan cinta. Tangannya yang terampil mengajarinya beladiri, membantunya menguasai teknik mempertahankan diri.

Saat Ruan Shu Yue merasa berada dalam titik paling gelap dalam hidupnya, orang itu hadir seperti cahaya yang menerangi jalannya dan memberinya kehangatan. Tangan orang itu dulu pernah menggenggamnya dengan erat dan hangat, membawanya menyusuri jalan yang dipenuhi pemandangan indah.

Karena itulah, dia bersedia membantunya, memberinya banyak hal untuk memperlancar karirnya dan meraih kembali kejayaan keluarganya.

Dia menikah dengannya. Dia, putri dari penasihat Kaisar yang tidak disayangi menikah dengan Adipati Muda Ling Baichen yang dihargai Kaisar Tua.

Saat itu, dia merasa bahwa dia telah mendapatkan hari paling bahagia dalam hidupnya. Namun, semuanya ternyata hanyalah angan-angan palsu. Kenyataan tak pernah semanis yang diharapkan.

Bajingan itu, Ling Baichen, yang bersembunyi di balik kebijaksanaan dan pendapatnya yang luar biasa, telah lama menaruh hati pada wanita lain. Pernikahan ini hanya sebuah janji yang sudah usang.

Tidak butuh waktu lama baginya untuk membawa cinta pertamanya, Shen Jia memasuki kediaman. Bahkan, dia tidak ragu memintanya memberikan posisi yang setara dengannya demi wanita itu.

“Shu Yue, aku tahu aku berutang budi padamu. Aku sudah menunaikan janjiku untuk menikahimu. Namun, aku memohon padamu untuk satu hal. Izinkan aku menjadikan Shen Jia sebagai istri yang setara denganmu. Aku ingin melindunginya.”

Betapa hancurnya hatinya saat dia mendengar suaminya sendiri mengatakan ingin menikahi wanita lain untuk melindunginya. Ruan Shu Yue masih mencoba bertahan, berpikir bahwa Ling Baichen sedikitnya masih menaruh perasaan kepadanya. Dia bersikap baik, menjadi istri yang penurut dan mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga tanpa mengeluh.

Tapi, ular berbisa telah memasuki kediaman. Shen Jia dengan segala tipu dayanya berhasil merebut hati Ling Baichen sepenuhnya.

Setiap malam, Ling Baichen selalu bersamanya. Setiap malam, Ling Baichen selalu bersamanya. Bahkan tak sehari pun Ling Baichen pernah menyentuhnya. Semakin hari, ketidakadilan itu berubah menjadi rasa sakit yang diperkeruh keadaan.

Ruan Shu Yue telah menjadi duri dalam daging dalam hubungan Ling Baichen dan Shen Jia. Semakin lama, dia semakin tak dihormati.

Bahkan keberadaannya pun seakan hanya sebuah pajangan yang tidak perlu dilihat. Ruan Shu Yue seakan menjadi wanita pengganggu yang menghalangi hubungan mereka.

Bajingan itu tak hanya menghancurkan hati dan kepercayaannya, tapi juga hidupnya. Dua tahun lalu saat ibu kota sedang tidak damai karena pemberontakan, keluarganya dibantai dan musnah dalam satu malam.

Ketika Ruan Shu Yue memintanya untuk memohon pada Kaisar Tua agar menyelidiki masalah tersebut, pria itu dengan dinginnya menolak dan menyuruhnya menerima nasib.

Hatinya sudah hancur. Harapannya sudah pupus. Tidak ada lagi yang ia inginkan selain pergi dari tempat terkutuk ini secepatnya. Akan tetapi, Ling Baichen tetap tidak mau melepasnya.

Penderitaan demi penderitaan, rasa sakit yang mendera semakin membuatnya hancur. Tubuhnya tak bisa lagi bertahan.

Ruan Shu Yue menyentuh seutas kain putih yang menutupi matanya. Mata ini, yang dulu dipenuhi sinar harapan kepada Ling Baichen sekarang sudah kehilangan cahayanya.

Ling Baichen, pria kejam itu telah menusukkan pisau tajam yang membutakan kedua matanya lewat tangan Shen Jia. Bahkan Ling Baichen dengan kejamnya membuat kedua kakinya lumpuh, membuatnya tidak bisa melarikan diri dari tempat yang sangat kotor ini.

“Aku benar-benar bodoh. Hahaha… aku benar-benar bodoh.”

Dia memuntahkan seteguk darah segar. Tubuhnya tak bisa lagi bertahan. Hatinya sudah hancur, hidupnya berantakan. Dalam hidup ini, dia gagal.

Tubuh Ruan Shu Yue rubuh. Meski pandangannya gelap, namun hatinya tahu jelas bahwa dia sudah sekarat.

Apakah hanya ini satu-satunya cara agar bisa pergi dari sini? Apakah dia harus mati agar mereka puas dan mengizinkannya pergi?

Pintu Paviliun Xihua terbuka, menampilkan sesosok pria bertubuh gagah yang hanya mengenakan jubah luar. Dadanya yang dulu mengesankan terlihat. Ada peluh membasahi pelipisnya.

Rambut sosok pria itu terlihat acak-acakan. Matanya membelalak melihat Ruan Shu Yue terkapar di halaman bersalju. Dia berlari menerobos hujan salju, menghampiri Ruan Shu Yue dengan raut aneh. Keningnya mengernyit.

"Ruan Shu Yue...."

Kesadaran Ruan Shu Yue hampir padam, namun telinganya masih dapat mendengar jelas suara di sekitarnya. Ruan Shu Yue dapat melihat secara samar sosok Ling Baichen berdiri memandangnya dengan datar melalui seutas kain putih itu, seakan mengatakan bahwa dia tak perlu pura-pura kasihan seperti ini.

"Sampai kapan kau akan membuat keributan?"

Suara dingin Ling Baichen menembus keheningan malam. Ruan Shu Yue menyunggingkan seulas senyum tipis, sebuah senyuman penyesalan yang lahir dari keputusasaannya. Sampai detik terakhir pun, pria ini masih begitu dingin dan tak sekalipun mempedulikannya.

"Mengapa kau memperlakukanku seperti ini? Aku sudah memberimu banyak jalan. Aku hanya ingin kau menyisakan satu jalan untukku..." lirih Ruan Shu Yue.

"Surat perceraian itu, kau jangan harap bisa memilikinya."

"Ling Baichen, aku menyesal telah memilihmu."

Ucapan itu seperti duri tajam yang ditusukkan langsung ke dalam hati Ling Baichen. Kerutan di keningnya berubah menjadi ekspresi marah dan matanya kian menatap tajam sosok perempuan yang terkapar di tanah dingin itu.

Melihat Ruan Shu Yue tidak bergerak dan merespon, Ling Baichen langsung berjongkok dan memeriksa napasnya. Matanya membelalak, namun dia berusaha tetap tenang.

Napas Ruan Shu Yue sudah tidak terasa. Bibirnya berubah pucat. Tubuhnya sangat dingin. Matanya yang buta tertutup rapat, tanpa ada pergerakan sedikit pun. Barulah dia sadar bahwa Ruan Shu Yue tidak pura-pura.

"Ruan Shu Yue!"

Ling Baichen berteriak keras, menarik perhatian para penjaga. Dia mencoba membangunkan Ruan Shu Yue, namun tak ada respon apapun. Perempuan yang biasanya sering mengganggunya dengan mengatakan ingin bercerai dengannya kini membisu.

"A Yue!"

Teriakan lain datang dari arah gerbang. Seorang pemuda dengan jubah bulu rubah yang hangat berwarna merah berlari ke tengah halaman dengan raut wajah panik.

Ling Baichen tidak sempat menyapa dengan tatakrama karena pemuda berjubah itu langsung menendangnya agar menjauh dari tubuh Ruan Shu Yue. Pemuda itu memindahkan tubuh kaku Ruan Shu Yue ke pangkuannya, memeriksanya dan menyentuh wajahnya penuh kepanikan.

"A Yue," lirih pemuda itu.

Tersirat sebuah kesedihan yang tidak terucapkan. Pemuda itu tiba-tiba menatap marah pada Ling Baichen yang tersungkur dan terdiam dengan tatapan kosong. Wajahnya mengeras menahan emosi yang hampir meledak.

"Ling Baichen! Aku mengizinkanmu menikahinya bukan untuk membunuhnya!"

Suaranya menggema, menggelegar seperti petir menyambar. Hati Ling Baichen seperti disiram air dingin. Perasaannya bercampur aduk.

Dia tidak kuasa menengadahkan kepala atau mengatakan sesuatu untuk sekadar meminta pengampunan. Dia tidak mampu melakukannya. Pemuda itu memejamkan matanya dalam-dalam dan memeluk tubuh kaku Ruan Shu Yue. Seandainya dia datang lebih awal, mungkin tidak akan jadi seperti ini.

"A Yue, aku datang terlambat."

Namun, betapa besar pun penyesalan itu, tidak ada gunanya. Bunga yang jatuh tidak akan pernah bisa kembali ke tangkainya, tak akan bisa mekar dengan indah seperti sebelumnya.

Episode 2: Nona Keluarga Shu

"Itu dia! Kita menemukan Nona Keempat!"

Ruan Shu Yue merasa terganggu dengan suara berisik di sekitarnya. Dia membuka matanya dan seketika terdiam ketika melihat sebuah pemandangan yang tidak asing.

Bukankah dia sudah mati? Bukankah dia sudah tewas di tangan bajingan bernama Ling Baichen pada malam bersalju yang sangat dingin itu?

"Nona! Akhirnya kami menemukanmu!"

Sekumpulan orang datang menghampirinya. Ruan Shu Yue menatap mereka dengan bingung. Wajah orang-orang ini terlihat asing.

Pakaian mereka terbuat dari kain berkualitas tinggi. Dapat diketahui bahwa orang-orang ini bukanlah rakyat biasa, karena tidak mungkin bisa membeli kain seperti itu.

Ruan Shu Yue menyentuh kedua kelopak matanya. Dia bisa melihat lagi, bahkan semua obyek di depannya terlihat jelas.

Tidak lagi remang-remang seperti saat dia mati. Penglihatannya secara mengejutkan pulih seperti sedia kala.

Dia terdiam. Pemandangan tidak asing ini bukankah pemandangan hutan belantara di Kota Dingzhou?

"Nona Keempat, Nona tidak apa-apa?"

Pelayan tua yang datang bertanya dengan khawatir. Ruan Shu Yue semakin mengernyit. Dia bukan urutan keempat dalam keluarga, lantas dari manakah datangnya sebutan nona keempat?

"Nona Keempat? Keluarga mana?"

Pelayan tua menjadi bingung. Ia melihat ada darah merembes dari bagian kening Nona Keempat. Apakah mungkin itu adalah penyebab utama Nona Keempat linglung?

"Keluarga Shu. Nona adalah Nona Keempat Shu, Shu Yue."

Ruan Shu Yue mengernyit. Kepalanya mulai dipenuhi ingatan yang bukan miliknya. Ketika gelombang ingatan itu berhenti menyerang, Ruan Shu Yue tertegun dalam waktu lumayan lama.

"Nona Keempat..." gumam Ruan Shu Yue.

Jadi, apakah ini yang disebut dengan reinkarnasi? Dia dilahirkan kembali, namun bukan di tubuh aslinya yang merupakan Ruan Shu Yue, istri Adipati Muda Ling yang dicampakkan?

Saat ini, dia telah memasuki tubuh Shu Yue, Nona Keempat dari Kediaman Shu. Keluarga ini adalah keluarga bangsawan besar di ibu kota. Kalau tidak salah, mereka punya tujuh orang anak, namun yang berhasil tumbuh dewasa hanya tiga orang.

Nona Keempat ini... Bukankah putri yang dibesarkan di pedesaan?

Jika tidak salah, nona keempat Keluarga Shu adalah putri sah Kediaman Shu. Hanya saja sejak kecil sakit-sakitan. Demi menghindarkannya dari masalah, dia dikirim ke pedesaan yang tenang.

Ruan Shu Yue tidak terlalu suka ikut campur dalam masalah keluarga orang. Namun demi Ling Baichen, saat itu dia berusaha keras mengenal keluarga bangsawan di ibu kota dan memberikan informasi tentang mereka.

Keluarga Shu sangat dihormati. Kepala Keluarga Shu, Shu Yantang adalah orang yang menjabat sebagai Kepala Sensor Kerajaan dari Kementerian Sensor. Putranya, Shu Qin, adalah sarjana muda yang berkesempatan besar menjadi pejabat tinggi karena bakatnya yang luar biasa.

Ruan Shu Yue merasa dipermainkan oleh takdir. Kala itu, saat semua orang tidak berani berbicara untuk Keluarga Ruan yang dibantai dalam semalam karena dijebak, Keluarga Shu-lah yang berbicara paling lantang kepada Kaisar dan menyampaikan banyak keraguan sehingga Kaisar mengutus orang menyelidiki masalah tersebut.

Meski hasilnya tidak sesuai harapan, namun Ruan Shu Yue sangat berterima kasih karena masih ada orang yang mau berbicara memperjuangkan keadilan untuk keluarganya. Dia tidak sempat mengucapkannya secara langsung karena dirinya terkurung di kediaman Ling Baichen.

Siapa sangka hari ini dia menjadi putri dari kediaman mereka?

Melihat Nona Keempat mereka kebingungan, pelayan tua itu semakin khawatir. Pikirnya, hari sial tidak ada di kalender. Nona Keempat baru saja dijemput kembali dari pedesaan, namun mereka malah diserang bandit di tengah jalan.

Banditnya sudah ditumpas, tapi mungkin itu membuat Nona Keempat mereka terluka. Cedera di kepalanya timbul akibat dia terjatuh selagi melarikan diri. Ada luka lain di lengannya dan kakinya memar karena terbentur.

"Nona mungkin terkejut. Cepat, bawa keretanya kemari! Jangan sampai membuat Tuan marah karena lalai menjaga Nona Keempat!" seru pelayan tua itu.

Ruan Shu Yue seakan mendapat kembali pada akal sehatnya. Ini mungkin adalah kesempatan untuknya. Dia hidup lagi sebagai Nona Keempat Keluarga Shu.

Walau tidak tahu kehidupan di hari esok akan seperti apa, Ruan Shu Yue akan mencoba bertahan hidup dan tidak ingin mati sia-sia lagi.

Karena dia telah dihidupkan lagi, maka mulai sekarang dia adalah Shu Yue, Nona Keempat Keluarga Shu. Bukan lagi Ruan Shu Yue yang malang, yang mati di bawah hujan salju di kediaman suaminya sendiri.

Pelayan tua itu bernama Bibi Zhou. Dia adalah kepala pelayan yang menjadi orang kepercayaan Nyonya Shu.

Bibi Zhou adalah orang terdekat ibu kandung Shu Yue. Dia dikirim untuk menjemputnya pulang ke ibu kota.

Bibi Zhou membersihkan luka di kepala Shu Yue dengan hati-hati. Untung saja dia selalu siaga, membawa obat luka ke mana-mana. Meski tidak ada tabib, setidaknya luka Nona Keempat dapat ditangani untuk sementara.

"Nona, setelah tiba di ibu kota, budak tua ini akan melaporkan kejadian hari ini kepada Tuan. Mereka berani sekali merampok Keluarga Shu. Nyali mereka cukup besar!"

Bibi Zhou terlihat marah. Shu Yue memahami hal itu. Bagaimanapun, orang yang dirampok adalah Nona Keempat Keluarga Shu. Walau dia tidak dikenal pun, dia tetap keturunan keluarga bangsawan.

"Apakah kau pikir mereka hanya bandit biasa?" tanya Shu Yue. Namun, pertanyaan itu lebih terasa seperti sebuah pernyataan.

Bibi Zhou membelalakkan matanya. "Maksud Nona, mereka sebenarnya adalah pembunuh?"

Shu Yue tidak menjawabnya. Kepalanya masih sakit karena serangan ingatan yang datang. Butuh waktu untuk mengetahui apakah kejadian hari ini benar-benar kebetulan atau sengaja direncanakan seseorang.

"Kurang ajar sekali!" Bibi Zhou berteriak marah.

"Setelah kembali ke Kediaman Shu, periksa laporan keuangan. Lihat apakah ada orang yang mengambil uang dalam jumlah besar akhir-akhir ini atau tidak."

Bibi Zhou mengangguk. Dia merasa heran karena Nona Keempat yang biasanya pendiam dan tidak banyak bicara, sekarang justru bisa bersuara dengan suara yang penuh kepercayaan diri.

Setiap kali dia menjenguknya atas perintah Nyonya Shu, dia selalu melihat Nona Keempat diam seperti patung kayu. Ekspresinya selalu terlihat biasa dan tidak ada banyak kata keluar dari mulut kecilnya.

Nona Keempat tidak suka belajar dan lebih suka mengurung diri di dalam kamar. Pemikirannya sederhana dan dia selalu penurut, tidak pernah membicarakan soal mengapa dia tak kunjung dijemput dan mengapa keluarganya tidak ada yang pernah menjenguknya secara langsung.

Dia tumbuh menjadi gadis desa yang lugu. Namun saat ini, semua itu seperti hilang. Bibi Zhou seolah tidak mengenal gadis di depannya. Temperamennya berbeda dan aura yang dipancarkan olehnya juga berbeda.

Terlebih, dia paham soal sesuatu yang biasanya tidak terlihat atau terduga. Nona Keempat yang sedang ia obati sekarang seolah berubah menjadi orang lain. Sifat dan pembawaannya jauh berbeda dengan Nona Keempat yang ia temui sebelumnya.

Tapi, jelas dia adalah Nona Keempat. Wajahnya dan tubuhnya sama, bahkan pakaiannya juga sama. Tidak mungkin ada orang yang bisa menyamar dengan semirip ini.

"Baik, Nona. Budak tua ini pasti akan memeriksanya dengan jelas."

Shu Yue mengangguk ringan. Jelas sekali kemalangan hari ini bukan sebuah kebetulan. Ini adalah rancangan seseorang.

Mungkin saja ada orang yang tidak ingin Nona Keempat mereka kembali ke Kediaman Shu sehingga merancang trik seperti ini.

Kalau Shu Yue mati, yang disalahkan adalah bandit gunung. Dengan begitu tidak ada yang akan menyelidiki masalahnya.

Menyingkirkan orang dengan menyamarkannya dan melemparkannya pada orang lain sungguh sebuah trik yang sudah usang bagi Shu Yue.

Orang-orang itu memang berhasil membuat Shu Yue terbunuh. Namun, mereka sama sekali tidak tahu bahwa pembunuhan itu telah membangkitkan seutas jiwa Ruan Shu Yue dan menghidupkan tubuhnya lagi.

"Tahun berapa sekarang?"

"Nona, sekarang masih tahun kelima Yongcheng. Baru saja lewat musim dingin dan baru awal musim semi."

Shu Yue lagi-lagi tertegun. Dia pikir dia kembali ke masa lalu. Namun, nyatanya dia hidup di era yang masih sama dengan kematiannya. Tahunnya pun sama. Hanya berbeda musim saja.

"... Begitu rupanya..."

Shu Yue menutup mulutnya. Dia berpikir kalau dia kembali ke masa lalu, dia mungkin akan berusaha mencegah tragedi dalam hidupnya terulang kembali.

Meski identitasnya berubah, dia tidak mungkin bisa melupakan semua rasa sakit atas pengkhianatan dan penghinaan yang ia terima selama ini.

Tapi, dia masih hidup di tahun yang sama seperti saat ia mati. Tragedi hidupnya sudah terjadi, dan keluarganya yang dibantai tidak mungkin bisa hidup lagi.

Satu-satunya tujuan yang menjadi alasan dia meneruskan hidup kali ini adalah membalaskan dendamnya kepada Ling Baichen. Bajingan seperti dia, yang menginjak-injak harga diri seorang wanita setelah mendapatkan banyak keuntungan tidak pantas hidup dengan layak.

"Nona, sebentar lagi kita akan tiba di gerbang ibu kota. Apakah Nona ingin berganti pakaian?"

"Tidak usah. Jadikan penampilanku sebagai bukti bahwa perjalanan pulang ini tidaklah sesuai dengan harapan."

Bibi Zhou mengangguk. Dia diam-diam merasa senang. Nona Keempat sekarang sudah mulai bisa memainkan beberapa trik untuk menarik simpati dan memancing dalangnya keluar.

"Budak tua ini akan menuruti perintah."

Episode 3: Istri Adipati Muda

Gerbang Kota Jingdu dipenuhi penduduk yang keluar masuk ibu kota.

Beberapa penjaga gerbang memeriksa dengan teliti setiap orang yang masuk ke ibu kota, memeriksa surat izin keluar dan mencapnya dengan stempel resmi.

Gerbang kota megah itu terlihat begitu agung di tengah wilayah Kerajaan Dongyu yang luas, menjadi sebuah pagar kokoh yang memisahkan Kota Jingdu dengan wilayah di sekitarnya.

Shu Yue mengintip dari balik jendela kereta. Dulu, dia sering bepergian keluar kota mengikuti ibunya, yang seorang putri pedagang dari Kota Dingzhou.

Kediaman Penasihat Kerajaan tidak membuatnya nyaman, karena orang-orang di sana begitu rumit. Satu-satunya hal yang membuatnya bebas adalah bepergian mengurus bisnis keluarga bersama ibunya yang saat itu hanya seorang selir di Kediaman Ruan.

Dia juga sering bepergian sendirian untuk mengumpulkan uang, membantu Ling Baichen memuluskan jalan karirnya di pemerintahan.

Sekarang saat dipikir lagi, dia begitu konyol di masa lalu. Dia begitu bodoh sampai berpikir kalau Ling Baichen akan setia kepadanya dan akan selalu mencintainya.

Aroma musim semi membuat pernapasannya menjadi segar. Setelah bertahun-tahun terkurung di kediaman, dia akhirnya bisa menghirup udara di luar kediaman. Meskipun dia menghirupnya setelah mengalami kematian dan bangkit sebagai putri keluarga lain.

Melihat token Keluarga Shu yang ditunjukkan oleh Bibi Zhou, para penjaga itu segera memberi jalan. Kereta kuda membelah kerumunan, melewati jalan besar yang ramai.

Ada beberapa orang memperhatikan dalam diam. Shu Yue menyadarinya, ia hanya merasa sedikit heran.

“Bibi Zhou, aku sudah lama tidak kembali ke Jingdu. Bisakah kau membawaku jalan-jalan sebentar mengelilingi Jingdu sebelum kembali ke kediaman?”

Bibi Zhou terlihat bimbang. Perjalanan sudah tertunda selama beberapa hari. Tuan dan Nyonya pasti sudah menunggu.

Namun, Bibi Zhou juga tidak tega menolak permintaan Nona Keempat. Bagaimanapun, dia telah tinggal di pedesaan bertahun-tahun dan tidak pernah melihat keramaian ibu kota.

“Aku akan berbicara pada ayah dan ibuku jika kau takut.”

“Kalau begitu, budak tua ini akan membawa Nona berkeliling. Nona, tempat mana yang ingin dikunjungi Nona lebih dulu?”

“Distrik Selatan.”

“Baik.”

Bibi Zhou menyuruh kusir membelokkan arah ke Distrik Selatan. Shu Yue membuka jendela kereta, melihat pemandangan di sekitar jalan di Distrik Selatan.

Salju sudah sepenuhnya menghilang. Cabang-cabang persik yang tertanam di sepanjang jalan mulai menumbuhkan daun dan bunganya.

“Ada apa?” Shu Yue bertanya saat keretanya berhenti.

“Nona, ada kerumunan di depan sana. Jalan kita terhalangi.”

Shu Yue mengintip lagi dari balik jendela. Jantungnya berdebar kencang. Wajahnya mulai memucat.

Di depan sana, dia melihat kediaman Ling Baichen sedang dikerumuni orang. Terdengar suara keributan yang riuh, disertai omongan dari orang-orang yang berkerumun.

“Oh, itu adalah kediaman Adipati Muda Ling, Ling Baichen. Satu bulan lalu istri pertamanya meninggal dunia karena sakit. Istri keduanya kemudian menjadi nyonya resmi dan mengambil alih urusan rumah tangga,” ucap Bibi Zhou.

“Orang yang sedang membuat keributan itu adalah Putri Zhaoning. Saat tahu Nyonya Ruan meninggal, dia mendatangi kediaman Adipati Muda dan bersikeras mengatakan kalau Nyonya Ruan pasti dibunuh.”

Kening Shu Yue mengernyit. Dia pernah bertemu beberapa kali dengan Putri Zhaoning dan sering mendapat bantuannya ketika dia diejek karena ibunya berasal dari keluarga pedagang. Sejak ia memasuki kediaman Ling Baichen, mereka tidak pernah bertemu lagi.

Sangat mengherankan saat tahu Putri Zhaoning begitu membelanya setelah meninggal. Apakah dia membuat keributan seperti itu hanya untuk menegakkan keadilan untuknya? Mungkinkah Putri Zhaoning tahu sesuatu tentang urusan di halaman belakang kediaman Ling Baichen?

“Dia sudah menjadi dewasa rupanya. Aku bahkan tidak tahu kalau dia begitu peduli.”

Bibi Zhou menghela napasnya. Dalam satu bulan ini, banyak hal telah terjadi di Jingdu. Istri Adipati Muda Ling yang begitu terkenal setia dan lembut meninggal karena sakit.

Selain itu, istana juga terguncang karena Kaisar Tua tiba-tiba meninggal beberapa hari setelah istri Adipati Muda Ling meninggal.

“Nona baru kembali ke ibu kota, mungkin tidak tahu seluk beluk tempat ini. Dalam satu bulan ini, Jingdu sudah mengalami guncangan yang hebat. Kematian Nyonya Ruan sudah cukup membuat publik terkejut. Beberapa hari setelahnya, Kaisar Tua meninggal dan Putra Mahkota mewarisi takhta.”

Bukan soal kematiannya yang membuat Shu Yue terkejut. Rupanya selain dia, ada orang paling penting di Kerajaan Dongyu yang juga meninggal dalam waktu berdekatan dengannya.

Kaisar Tua meninggal dan Putra Mahkota naik takhta. Pengadilan pasti sangat sibuk dan kacau.

“Putra Mahkota sudah naik takhta?” tanyanya.

"Benar, Nona. Tapi karena usianya masih sangat kecil dan tidak mungkin memimpin sendiri, Pangeran Xuan kemudian menjadi Pangeran Pemangku yang menjadi wali Kaisar dalam pengadilan."

"Pangeran Xuan, Pei Yuanjing...." tanpa sadar dia bergumam. Sosok itu asing, namun juga tidak asing.

Putra Mahkota Dongyu, Pei Ziyan masih berusia empat tahun. Anak kecil itu adalah putra kesembilan Kaisar Tua yang sudah dinantikan sejak lama. Kaisar Tua sudah meninggal, maka dia secara otomatis naik menjadi Kaisar selanjutnya.

Namun, apa yang dimengerti oleh seorang anak kecil yang belum genap berusia empat tahun?

Kaisar Tua begitu pandai mengatur orang dan paling mahir bermain strategi. Dia menempatkan adik bungsunya, Pangeran Xuan, sebagai wali pemangku jabatan untuk putranya, membiarkannya menahan segala serangan dan kesulitan.

Pangeran Xuan, Pei Yuanjing, adalah pemuda yang begitu berbakat. Kaisar Tua sering jatuh sakit sehingga urusan pemerintahan seringkali diserahkan kepada Pei Yuanjing. Dia punya kebajikan dan hati yang pengasih, bijak, namun tegas dalam bertindak.

Dia adalah pemimpin yang baik. Pantas saja ketika Kaisar Tua mangkat, kekacauan di ibu kota tidak terlalu besar.

Mungkin Pei Yuanjing sudah lama mempersiapkan diri, menyiapkan beberapa hal untuk mengantisipasi terjadinya keributan besar jika suatu hari kakaknya meninggal. Dengan begitu, dia bisa membiarkan keponakannya naik takhta dengan aman, sementara dia membantunya tetap stabil.

Tatapan Shu Yue kembali ke kediaman Ling Baichen. Pintu gerbang kediaman itu tertutup rapat dan kain putih masih menggantung di tiang dan pilar-pilarnya. Shu Yue tertawa sumbang.

Setelah menyakitinya, menghancurkan hati dan mengacaukan hidupnya, menyiksanya sampai mati, pria itu masih mengadakan sebuah pemakaman untuknya?

Benar-benar menggelikan. Pria dingin yang bahkan tidak mau membantu istrinya memulihkan nama baik keluarga ternyata juga mampu mengadakan sebuah pemakaman yang layak.

Dia pasti hanya pura-pura, bukan? Dia pura-pura menjadi suami yang baik yang kehilangan istrinya dan pura-pura menghormatinya.

“Putar balik. Aku tidak mau melewati jalan menjijikan ini.”

Bibi Zhou agak terkejut, tapi tidak melontarkan komentar lain. Nona Keempat sepertinya punya semacam ketidaksenangan pada daerah ini.

Apakah seluruh Distrik Selatan membuatnya jijik? Atau, karena di sini terdapat sebuah kediaman yang membuatnya enggan berpijak bahkan hanya untuk sekadar lewat?

Kereta kuda berputar balik. Jendela juga sudah ditutup.

Shu Yue benar-benar merasa jijik. Setiap kali mengingat segala sesuatu tentang Ling Baichen, dia akan teringat kembali pada semua rasa sakit dan penderitaan yang diberikan olehnya.

Di lantai atas restoran Jiluo, tatapan Pei Yuanjing jatuh pada kereta kuda Kediaman Shu yang baru berputar balik. Keningnya sedikit mengernyit saat matanya tanpa sengaja melihat seorang gadis menutup tirai kereta dengan ekspresi aneh. Ia bisa melihat sebuah kebencian terpancar jelas dari sepasang mata tanpa riasan itu.

“Siapa dia?”

Dugu Cheng, ajudan sekaligus pengawal pribadinya ikut mengintip. “Dia adalah Nona Keempat Shu, Yang Mulia. Hari ini baru dijemput kembali dari pedesaan.”

“Nona Keempat Shu?”

“Benar. Shu Yue.”

Pei Yuanjing terdiam selama beberapa saat. Shu Yue… sungguh sangat mirip dengan Ruan Shu Yue. Pei Yuanjing sedikit heran.

Nona Keempat Shu baru saja kembali dari pedesaan, tapi mengapa dia terlihat memiliki kebencian yang besar pada kediaman Adipati Muda Ling? Bahkan tak segan memutar balik keretanya dan menghindari melewati tempat itu.

“Cari tahu tentangnya.”

Dugu Cheng kaget, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sudahlah, tuannya sedang mengalami suasana hati yang buruk selama satu bulan ini.

Dia mungkin terlalu sedih karena seseorang telah pergi meninggalkan dunia ini. Tapi, pelampiasan kesedihannya ini sungguh terlalu aneh.

“Yang Mulia sudah keluar istana selama berjam-jam. Apakah ingin kembali sekarang?”

Pei Yuanjing menggelengkan kepalanya. “Tunggu sampai Zhaoning selesai membuat keributan, tidak akan terlambat kembali ke istana.”

Catatan kecil: Visual Pei Yuanjing: He Congrui

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!