NovelToon NovelToon

Menjadi Sekretaris Bos Mafia

Bab 1

Langit sore itu tampak muram, seolah ikut berkabung bersama hatinya yang Sedih.

Seorang gadis cantik tengah berdiri kaku di hadapan dua makam yang masih basah oleh hujan, harum bunga tabur bercampur tanah basah menusuk hidungnya.

Tapi yang lebih menusuk adalah kenyataan bahwa di bawah tanah itu, tidur dua sosok yang tak akan pernah bangun lagi Papa dan mama nya.

Tangannya gemetar saat menaruh setangkai mawar putih di atas pusara. Angin meniup pelan, seolah membisikkan kalimat yang tak sempat terucap: selamat tinggal.

“ Xera ayo. Sudah cukup,” bisik seseorang di sampingnya.

Gadis cantik itu bernama Xera Abilene Johnson, berusia 24 tahun memiliki wajah yang sangat cantik dengan iris mata hazel, hidung mancung, bibir tipis kulit putih bahkan tubuh nya sangat indah. Seolah tuhan sedang bahagia menciptakan nya.

Xera menoleh, Alexi Johnson kakak angkatnya, lelaki yang dibesarkan orang tuanya sejak dia berumur lima tahun berdiri dengan payung besar, melindungi mereka berdua dari gerimis tipis yang masih turun.

Alexi tidak menangis. Dia hanya diam, tenang, tapi tatapan matanya kosong. Xera tidak tahu apakah itu kesedihan, keterkejutan, atau sesuatu yang lain.

Xera pun mengangguk lemah, lalu berjalan perlahan ke mobil bersama Alexi. Di dalam mobil, keheningan menggantung seperti kabut.

Xera menatap keluar jendela, melihat bayangan dirinya di kaca wajah pucat dengan mata sembab.

Di pikirannya, kenangan-kenangan berseliweran tawa papa di meja makan, pelukan hangat mama setiap pagi, suara merdu mereka saat bernyanyi bersama. Semuanya kini hanya gema, hampa.

Sesampainya di rumah, suasana lebih sunyi daripada pemakaman. Rumah besar bergaya kolonial itu terasa seperti bangunan asing.

Tidak ada aroma masakan mama dari dapur, tidak ada suara musik klasik dari ruang kerja papa. Semuanya dingin. Beku.

Di kamarnya, Xera memeluk bantal dan menangis dalam diam. Dunia yang dia kenal telah musnah dalam satu malam. Xera berharap semua ini hanya mimpi. Tapi matanya tidak pernah membuka ke pagi yang sama lagi.

Beberapa hari kemudian, tamu-tamu duka mulai berkurang. Karangan bunga mulai layu, dan makanan yang dibawa kerabat tidak lagi disentuh.

Tapi duka Xera tidak pudar. Dia duduk di ruang tamu setiap malam, menunggu keajaiban, menunggu mama dan papa pulang dan berkata bahwa semua ini hanya kesalahpahaman besar.

Tapi yang datang hanya suara jam dinding dan gema sepi.

Alexi yang sejak hari pertama tampak sibuk mengurus dokumen-dokumen, mulai lebih sering berbicara di telepon dengan nada tegas. Dia sering mengurung diri di ruang kerja papa nya.

Xera pun tidak menaruh curiga Baginya, saat itu, dunia belum berubah. Dia hanya merasa kehilangan. Tapi belum tahu kalau yang lebih menghancurkan belum datang.

* * * *

Dua hari setelah kematian orang tua nya, Xera keluar dari kamar dengan suara ketukan keras di pintu kamarnya.

Tok. Tok. Tok.

“Xera, turun ke bawah. Ada yang perlu kita bicarakan,” suara Alexi terdengar dari balik pintu. Tenang, tapi dingin.

Xera cepat bangkit dan mengenakan cardigan tipis. Suara Alexi terdengar berbeda. Bukan seperti suara kakak yang biasa membawakan teh hangat saat dia demam atau memeluknya saat dia patah hati dulu.

Kali ini seperti atasan memanggil bawahan.

Di ruang tamu, duduk seorang pria berjas rapi dengan wajah kaku. Di meja, tergeletak tumpukan map cokelat dan sebuah laptop terbuka.

Alexi berdiri di dekat jendela, tangannya menyilang.

“Ini Tuan Jyab. Pengacara keluarga,” kata Alexi datar.

Xera duduk perlahan, Jantungnya mulai berdetak lebih cepat.

“Xera” Jyab membuka suara,

“kami di sini untuk membicarakan soal warisan dan pembagian harta almarhum Tuan dan Nyonya Johnson.”

Xera mengangguk pelan. Dia tahu hari ini akan datang, cepat atau lambat.

Namun yang tidak dia tahu adalah isi kalimat selanjutnya.

“Semua aset keluarga termasuk rumah ini, kendaraan, saham, dan tabungan secara legal telah diwariskan kepada Alexi Johnson, sesuai dengan dokumen yang ditandatangani tiga bulan sebelum kecelakaan.” jelas Jyab

Sejenak dunia Xera berhenti berputar. Dia menatap wajah Jyab lalu Alexi bergantian.

“Apa maksudnya?” bisiknya.

Alexi menatap Xera dengan ekspresi yang sulit dibaca.

“Aku anak angkat yang sah, Xera. Orang tua kita mengadopsiku secara penuh dan mengatur semuanya sebelum mereka pergi.” Ucap Alexi percaya diri

Xera menggeleng. “Itu tidak masuk akal. Papa dan mama tidak pernah membicarakan soal ini. Tidak mungkin” tolak Xera

“Aku punya dokumennya. Sah secara hukum,” potong Alexi tajam.

“Dan berdasarkan keputusan mereka, kau tidak termasuk dalam pewarisan.” Lanjut Alexi

Xera merasa seperti ditampar. Dunia seakan berputar tidak beraturan.

“Aku anak kandung mereka!” teriaknya, suara bergetar.

“Tapi tidak ada dokumen wasiat yang menyatakan hakmu atas warisan ini,” Lanjut jyab dengan nada netral, nyaris tanpa perasaan.

“Dan karena semua harta tercatat atas nama bersama atau pribadi yang telah diwariskan ke Alexi, maka secara hukum, Anda tidak memiliki klaim.” jelas Jyab

“apa maksudnya? Kau pasti bohong kan Alexi,kau kakak ku lalu apa yang kau lakukan sekarang Alexi" ucap Xera walau dia tahu jawabannya akan menghancurkannya lebih jauh.

Alexi menarik napas panjang.

“Xera, kau sekarang hanya beban dan karena kedua orang tua kita tidak mewariskan mu apa apa maka aku tidak akan menampung mu. Kau harus pergi dari rumah ini. Segera!!” ucap Alexi datar

Kata-kata itu jatuh seperti batu besar menimpa dadanya.

“Pergi? Ini rumahku. Rumah kita sejak kecil,apa kau tidak waras??” teriak Xera

“Sekarang ini rumahku Xera apa kau lupa” Alexi menjawab cepat, mata tajamnya tidak berkedip.

"Kau sungguh menjadi manusia tamak, aku tidak menyangka karena harta yang di tinggalkan papa dan mama kau bisa menjadi seperti ini. Bahkan makam mama dan papa belum kering" kesal Xera kepada Alexi

"Ck!! Aku layak mendapatkan nya Xera. Kau harus pergi sekarang juga semua ini sudah menjadi milik ku" jawab Alexi tanpa rasa iba

Air mata Xera mulai menetes, tapi bukan hanya karena kesedihan. Ada amarah di sana. Pengkhianatan. Luka yang tidak berbentuk, tapi terasa begitu nyata.

Dia bangkit, menatap Alexi lurus-lurus. “Aku tidak tahu siapa kau sebenarnya. Tapi kau bukan lagi kakakku.” Ucap Xera menekan semua ucapan nya

Dia tidak menyangka kakak yang begitu dia sayangi berubah menjadi pria picik dan mengambil semua harta orang tua nya. Hanya karena harta Alexi berubah menjadi tidak berprasaan.

Xera pun meninggalkan rumah hanya dengan satu koper dan album foto tua.

Wanita cantik itu berjalan tanpa arah, tujuan nya adalah apartemen milik sahabat nya.

Xera terus menyusuri jalan setapak yang sepi, isaknya tenggelam dalam deru angin malam.

Bab 2

Air mata mengalir deras di pipinya yang dingin, menyatu dengan hujan yang tiba-tiba turun tanpa ampun. Suara petir menyambar langit, seakan mencerminkan kekacauan dalam hatinya.

Tiba-tiba, dari arah berlawanan, seorang pria berlari terhuyung-huyung dan

bruk!

menabraknya hingga mereka hampir jatuh bersamaan. Xera terkejut, mundur selangkah, namun matanya langsung tertumbuk pada darah yang mengalir dari bahu pria itu.

“Tol... tolong,” bisik pria itu dengan napas tersengal. Luka tembak menghiasi bahunya, dan tatapannya panik menoleh ke belakang.

Dari kejauhan, beberapa siluet pria bersenjata mulai terlihat di bawah kilatan petir.

Tanpa sempat berpikir panjang, Xera menggenggam lengan pria itu dan menariknya masuk ke dalam gang sempit. Suara langkah kaki para pengejar semakin dekat, tetapi Xera berusaha menahan napas dan menenangkan debar jantungnya yang menggila.

Dalam sekejap, hidup Xera berubah. Bukan hanya karena luka hatinya malam itu, tapi karena ia memilih untuk menolong seorang asing di tengah hujan, di antara bayang-bayang bahaya.

Air menggenang di antara celah-celah jalan beton yang retak. Nafas Xera dan pria itu berpacu cepat, menyatu dengan suara derasnya hujan dan gelegar petir yang menggelegar di langit.

Mereka bersembunyi di balik tumpukan peti kayu dan sampah di sebuah lorong gelap. Xera melirik pria itu wajahnya pucat, napasnya berat.

Darah terus mengalir dari luka di bahunya, membasahi bajunya hingga menetes ke tanah.

“Aku harus keluarkan pelurunya,” bisik Xera, meski tangannya gemetar.

“Kalau tidak, kau akan kehilangan terlalu banyak darah.” Lanjut Xera

Pria itu menatapnya, Datar

“Kenapa... kau mau mebantu ku?”

Xera tak menjawab. Ia hanya menggigit bibir, mencoba menenangkan gemuruh di dadanya.

“Karena aku tahu rasanya dikejar sesuatu yang ingin membunuhmu,” ucapnya pelan.

Tiba tiba Langkah kaki mendekat. Suara pria bersenjata terdengar semakin jelas.

“Dia pasti masuk ke gang ini! Cari mereka!”

Xera langsung mematikan senter kecil dari ponselnya dan menahan napas.

Jantungnya berdentum di dada. Pria itu pun memeluk tubuh Xera. Xera pun sedikit terkejut namun dia menahannya agar tidak membuat suara.

Beberapa detik yang terasa seperti selamanya berlalu. Lalu langkah-langkah itu mulai menjauh, perlahan hilang ditelan hujan.

Xera menghela napas lega, tapi tahu, ini baru awal dari sesuatu yang jauh lebih berbahaya.

"Sorry" ucap pria itu

"Hmmm"

“Kita harus pergi dari sini. Sekarang.”

"Kau bisa meninggalkan ku disini, sebentar lagi anak buah ku akan menyusul ku" ucap pria itu datar

"Apa maksud mu, jika mereka kembali lagi siapa yang akan menolong mu" ucap Xera

Pria itu menatap wajah cantik gadis di depan nya ini dengan perasaan yang sulit di artikan.

Sedangkan Xera tidak terlalu melihat wajah pria itu karena situasi yang gelap ini.

"Baiklah, aku akan pergi tapi aku bersihkan dulu luka mu" Tawar Xera

Pria itu pun setuju dan mereka pun mulai mencari tempat yang lebih luas agar Xera dapat membersihkan luka pria itu.

Mereka menyusuri lorong demi lorong, jauh dari jalan utama. Xera merasakan jika pria ini sedikit lemah lalu dia menggiring pria itu ke sebuah bangunan kosong.

Di dalam, Xera menyalakan lampu kecil dari senter ponselnya, menurunkan pria itu ke lantai dan membuka jaketnya. Luka di bahu pria itu cukup dalam.

Xera mengeluarkan kotak P3K kecil dari dalam tasnya barang yang selalu dia bawa sejak dulu, entah kenapa.

“Aku harus bersihkan luka ini dulu,” ucapnya sambil merobek kain untuk menekan darah.

Pria itu pun mengangguk dan Xera pun melakukan tugas nya dengan baik.

Setelah beberapa saat akhirnya Xera berhasil mengobati luka pria itu.

"Baiklah, tugas ku sudah selesai. Dimana anak buah mu itu" tanya Xera

"Mereka akan tiba lima menit lagi" jawab pria itu

"Aku akan menunggu saat mereka datang" lanjut Xera

Pria itu pun hanya diam tidak bergeming.

Dan benar saja Setelah lima menit terdengar langkah kaki yang begitu banyak tentu saja Xera langsung takut.

"Tenang lah mereka anak anak buah ku" ucap pria itu

"Tuan, maaf kami terlambat" ucap pria yang baru datang

"Hmmm, ayo pergi dan kau Max antar dia kemana rumah nya" perintah Pria itu

"Ah tidak perlu aku bisa melakukan nya sendiri" jawab Xera menolak

Karena mengetahui kode bos nya pria itu pun langsung paham

"Tidak papa nona, saya akan mengantar anda takut nya ada orang jahat nanti" ucap Max

* * * *

Mobil hitam yang dikendarai Max meluncur perlahan membelah malam kota. Di dalamnya, Xera duduk membisu di kursi penumpang belakang, koper kecil di pangkuannya.

Pandangannya kosong menatap ke luar jendela, memantulkan cahaya lampu jalan yang redup. Max pun tak banyak bicara, hanya sesekali melirik ke cermin tengah, memastikan Xera baik-baik saja.

Tak ada kata-kata. Hanya sunyi yang menegaskan bahwa ada sesuatu yang berubah dalam hidup Xera malam itu.

Mobil akhirnya berhenti di depan sebuah apartemen sederhana.

Xera turun tanpa suara, lalu menekan bel kamar bernomor 302.

Tak lama, pintu dibuka. Zee sahabat Xera muncul dengan piyama dan wajah mengantuk.

Namun begitu melihat Xera berdiri di depan pintu dengan wajah pucat dan koper di tangan, matanya langsung membulat.

“Xera? Kamu kenapa datang malam-malam begini? Dan dengan koper segala?” Tanya Zee terkejut

Xera memaksa senyum. “Boleh aku nginap sebentar di sini?” tanya Xera

Zee langsung mengangguk dan mempersilakan masuk tanpa banyak tanya, meski jelas terlihat rasa ingin tahunya menggelegak.

Tapi dia tahu Xera bukan tipe yang bisa dipaksa bercerita.

* * * *

Negara kincir angin saat ini terdapat sekelompok mafia kejam Black Wings yang di pimpin oleh Lucane Jacque Smith. kekejamannya sudah di ketahui oleh semua orang dari negara itu, banyak orang takut dan tidak mau berurusan dengan nya, di dunia mafia dia juga menjual berbagai senjata api dan obat obatan terlarang, tapi tidak hanya itu dia juga seorang Ceo perusahaan besar disana.

dia juga di gilai oleh banyak wanita karena parasnya yang memiliki kulit putih bersih,iris mata hijau, hidung mancung, alis tebal, memiliki bentuk tubuh atletis, punggung lebar dengan otot-otot yang kekar, bagaimana mungkin para wanita tidak tergila gila olehnya.

mereka bahwa siap mengorbankan apapun untuk mendapatkan nya Namun tidak segampang itu, karena Lucane di kenal anti wanita. dia tidak pernah menyentuh seorang wanita manapun, bukan karena dia seorang Gay, Yang sering di bicarakan oleh banyak orang, tapi dia memilki masa lalu yang kelam terhadap wanita yaitu kakak nya sendiri.

di dalam mansion megah dengan arsitektur bergaya klasik Italia, Lucane telah sampai lebih dulu. Tubuhnya yang lemah dibaringkan di atas ranjang besar dengan seprai putih bersih.

Seorang dokter pribadi langsung memeriksa lukanya, dibantu oleh dua orang kepercayaan nya yaitu Domanic dan Juan.

“Peluru sudah dikeluarkan, Tapi dia perlu istirahat total.” Ucap dokter

Lucane membuka mata perlahan, tatapannya tajam.

“Apa mereka sudah tahu aku selamat?” tanyanya pelan.

“Belum, Tuan. Kami pastikan tidak ada jejak yang tertinggal di tempat kejadian.” Ucap Juan

Lucane mengangguk, lalu memejamkan mata kembali.

Namun pikirannya tidak tenang. Bayangan wajah Xera kembali muncul seorang gadis asing yang menolongnya tanpa tahu siapa dia sebenarnya.

Dia akan terlibat. Entah dia mau atau tidak dunia ini akan menelannya juga.

Bab 3

Di dalam kamar kecil apartemen itu, suasana hening berubah menjadi berat dan penuh beban. Xera duduk di atas ranjang, masih memeluk tubuh kecilnya, matanya sembab, bahunya gemetar.

Zee duduk di sampingnya, tidak tahan lagi melihat sahabatnya menyimpan semuanya sendirian.

“Xera tolong bilang, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Zee lembut

Xera akhirnya melepaskan pelukan tubuh nya, lalu perlahan menunduk dan menangis.

Tangis yang selama ini dia tahan tumpah begitu saja. Zee langsung menarik tubuh sahabatnya ke dalam pelukannya, memeluk erat tanpa berkata apa-apa.

Setelah beberapa saat, Xera mulai berbicara di antara isak tangisnya.

“Alexi kakak angkatku dia mengusir aku dari rumah. Dia ambil semuanya, Zee. Semua peninggalan orang tuaku rumah, aset, bahkan barang-barang kecil yang punya kenangan. Dia bilang aku cuma beban, dan dia tidak mau tanggung hidupku lagi.” Ucap Xera

Zee mengelus punggung Xera dengan lembut. “Oh Tuhan, Xera”

“Aku tidak tahu harus ke mana. Aku cuma bawa koper ini, dan jalan kaki kayak orang aneh, Sampai sampai aku masuk ke gang sempit itu.”

Xera menengadah, menatap langit-langit, suaranya mulai bergetar lagi.

“Tiba-tiba ada pria menabrakku. Luka tembak di bahunya. Dia dia dikejar oleh orang-orang bersenjata. Aku bahkan tidak tahu kenapa aku nolong dia. Aku cuma merasa dia butuh bantuan. Seperti aku.” Ucap Xera mengingat itu

Zee menatap Xera dengan campuran cemas dan tidak percaya.

“Pria itu... siapa?”tanya Zee

Xera menggeleng pelan"aku tidak tahu Zee, tapi sepertinya dia bukan orang sembarangan.” jawab Xera

Zee terdiam. Cerita itu begitu berat, seperti keluar dari film kriminal.

“Xera aku bersyukur kamu baik baik saja, jika tidak pasti kau bisa dalam bahaya" ucap Zee

Xera mengangguk pelan.

Sementara dari jauh, Lucane mengirim seseorang untuk mengawasinya diam-diam demi keselamatannya.

Zee mengusap rambut Xera yang tertunduk di pangkuannya.

“Kamu tidak sendiri Xera. Selama kamu butuh tempat ini, aku ada. Aku tidak akan biarin kamu tidur di jalan.” jelas Zee

Xera mengangguk pelan, masih dengan mata sembab. Meski hatinya terasa hancur, pelukan hangat dari sahabatnya memberi sedikit kekuatan yang nyaris habis.

* * * *

Hari-hari berikutnya berjalan perlahan. Xera mencoba berdiri kembali. Dia mulai mencari pekerjaan dari pagi hingga sore, mengirimkan lamaran ke sana-sini meski sering kali berujung tanpa jawaban.

Namun Xera terus mencoba, menolak menyerah.

Sampai suatu pagi, Zee masuk ke kamar sambil membawa secangkir kopi dan secarik kertas cetakan dari internet.

“Xera! Kamu harus lihat ini!” ucap Zee antusias

Xera menoleh lesu dari balik laptopnya. Zee meletakkan kopi dan kertas itu di meja.

“Perusahaan SMITH GROUP Industries. Kamu pernah dengar kan? Itu perusahaan multinasional, perusahaan terbesar di negara kita. Mereka buka lowongan posisi sekretaris eksekutif. Gajinya gila banget, Xera” Ucap Zee

Xera membaca cepat. Matanya melebar. “Ini, ini level internasional, Zee. Aku tidak yakin mereka mau nerima orang seperti aku.” jawab Xera

Zee langsung duduk di sebelahnya. “Dengar ya, kamu pintar, kamu punya etos kerja yang kuat, dan kamu tidak pernah nyerah. Cuma karena hidupmu lagi berantakan sekarang, bukan berarti kamu tidak layak punya hidup yang lebih baik.” Lanjut Zee Memberi dukungan

Xera terdiam, terharu dengan dukungan sahabatnya.

“Lagi pula,” lanjut Zee sambil tersenyum nakal, “siapa tahu, ini bukan sekadar pekerjaan. Mungkin ini pintu ke sesuatu yang lebih besar, dan yang aku dengar Owner nya sangat tampan” Ucap Zee lagi

"Baiklah akan aku coba" ucap Xera

"Begitu dong, aku berharap ini bisa menjadi jalan yang baik untuk kamu" ucap Zee

"Terimakasih Zee" jawab Xera

Zee pun tersenyum lalu meninggalkan Xera sendiri karena dia akan pergi bekerja.

Akhirnya Xera pun setuju namun dia masi tidak percaya diri menatap layar laptopnya, lalu melihat berkas lamaran yang sudah lama dia siapkan tapi tidak dia kirim.

“Aku akan coba, Kalau ini caraku mulai hidup baru aku akan jalani.” Ucap Xera akhirnya .

* * * *

Beberapa hari kemudian sesuatu yang tidak dia sangka ternyata Xera mendapat panggilan dari kantor itu, dan mereka akan melakukan wawancara hari ini.

Tentu saja Zee yang mendengar nya pun sangat bahagia sekali.

"Kau harus terlihat cantik" ucap Zee yang mengoleskan sedikit make up di wajah cantik Xera

"Aku tidak percaya diri zee" ucap Xera karena ini perusahaan besar dan dia juga tidak memiliki pengalaman bekerja

"Aku percaya kamu pasti bisa" ucap Zee menyemangati

"Baiklah, aku harus mencoba nya" lanjut Xera

"Begitu dong baru sahabat aku" ucap Zee bahagia

Setelah selesai Xera pun bergegas menuju kantor itu dan tentu saja dia datang tepat waktu.

* * * *

"Apa kau yakin sudah baik baik saja" tanya Juan sebagai asisten pribadi nya

"Aku tidak selemah itu" ucap Lucane datar

"Baiklah" jawab Juan

Mereka pun menuju kekantor nya yang menjulang tinggi itu.

Sesampai nya di sana tentu saja semua orang hormat kepada Lucane yang baru saja tiba itu.

Sebelum memasuki lift Vincent melihat beberapa orang wanita tengah duduk menunggu di sofa tunggu.

Ting...

"Siapa mereka" tanya Lucane datar

"Ah siapa!! Oh itu hari ini interview sekretaris tuan yang baru" jawab Juan

Lucane hanya diam dia juga tidak ambil pusing mengenai hal itu.

Sebenarnya Juan merangkap menjadi satu tapi karena kemungkinan mereka ada sibukkan lain jadi ada yang menghandel di dalam kantor ini.

"Apa kau sudah mencari informasi pribadi wanita itu" tanya Lucane

"Nanti siang Max akan mengirim nya" jawab Juan

Lalu mereka pun sampai di ruangan Lucane.

Sedangkan Juan masuk keruangan nya yang ada di samping ruangan Lucane.

* * * *

Sedangkan Xera yang sudah sampai pun sangat Nervouse dan dia melihat beberapa wanita yang di panggil memiliki paras dan body yang bagus.

"Hi, apa mereka memanggil mu juga" tanya seseorang dengan pakaian yang sangat minim ini

"Ah iya" jawab Xera sopan

"Ck!! Mungkin mereka salah memanggil. Mana mungkin bocah seperti kau di panggil" lanjut wanita itu

Dan dua orang di samping nya pun tertawa.

'Apa maksud nya, masi mending aku bocah sedangkan kau seperti jalang mau mencari mangsa' batin Xera kesal

Tapi Xera hanya tersenyum manis mendengar ucapan wanita di samping nya ini.

Beberapa saat kemudian Xera di panggil untuk masuk keruangan itu.

Ruangan itu senyap, hanya suara detik jam dinding yang terdengar samar. Xera berdiri gugup di depan meja kerja besar yang mengkilap. Matanya bertemu dengan tatapan tajam pria di hadapannya yaitu Juan.

“Silakan duduk,” ucap Juan singkat.

Xera duduk perlahan, menunduk sedikit untuk menyembunyikan kegugupannya.

“Kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Juan tiba-tiba.

Xera mengangkat wajah, bingung. “Maaf, Tuan?”

"Iya kita memang belum pernah bertemu" Ucap Juan yang mencoba mencairkan suasana

Xera pun sedikit tersenyum mendengar nya.

Juan pun mulai membaca semua data yang Xera kirim kan.

“Kualifikasimu cukup untuk posisi ini. Tapi aku harus bertanya kenapa kau melamar ke sini?”

Xera menatap Juan, kali ini lebih tenang.

“Aku butuh pekerjaan, dan aku ingin memulai hidup baru. SMITH GROUP adalah awal yang tepat.”

Juan mengangguk pelan, lalu tersenyum tipis.

"Baiklah, tapi saya melihat nona Xera belum memiliki pengalaman bekerja, apa nona yakin bisa melakukan semua pekerjaan ini" tanya juan

"Saya akan melakukan yang terbaik Tuan," jawab Xera percaya diri

"Oke,kami akan mengabari anda lagi nona Xera" ucap Juan

"Terimakasih tuan" jawab Xera lalu berpamitan lalu pergi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!