NovelToon NovelToon

Diantara Pelukan Dan Peluru

Bab 1

Bali

Langit mendung, dan jalanan penuh cahaya lampu mobil. Diantara keramaian seorang wanita melangkah turun dari mobil dengan elegan. Gaun malam hitam, panjang dan membelah di bagian paha.

Seorang petugas hotel berdiri di depan hotel bintang lima sembari memeriksa kartu identitas setiap tamu undangan yang hadir.

"Nona Arabella. Mari silahkan."

Seorang pria berpakaian serba hitam menghampiri Arabella setelah petugas hotel mengizinkannya masuk.

Arabella mengangguk dan mengikuti langkah pria itu dari belakang.

Di sisi lain

Di dalam ballroom hotel, pesta ulang tahun seorang Taipei dari China sedang berlangsung. Namun, Arabella tidak datang untuk pesta itu. Ia datang karena seseorang telah membayarnya 100 juta rupiah hanya untuk menemaninya hingga pesta itu usai dan berpura-pura menjadi kekasihnya.

Ia tersenyum tipis saat bertemu pandang dengan tatapan seorang pria bertubuh tinggi, berpenampilan rapi dan terlihat tidak tertarik dengan suasana pesta itu.

Arabella melangkah mendekati pria itu dan tersenyum manis.

"Maaf terlambat, Sayang. Aku kesulitan memilih salah satu dari puluhan gaun mahal yang kau kirim tadi sore."

Pria itu menolah dan menatapnya dengan tajam. Meskipun begitu, senyum tipis terselip di wajahnya.

"Kalau saja kau datang satu menit lebih lambat, aku akan pergi."

"Dan kau akan kehilangan uang 100 juta mu secara cuma-cuma." kata Arabella tersenyum menyeringai.

Pria itu terkekeh pelan dan mempersilahkan Arabella duduk.

Mereka duduk berdampingan, pura-pura saling kenal. Tapi mata mereka saling mengamati.

Marcello Jonathan. Ia merupakan seorang pengusaha sukses berasal dari Amerika. Ia merupakan salah satu klien dari pemilik acara. Itulah alasan mengapa dia ada disana.

Marcello menyentuh gelas wine yang ada di atas meja dengan malas, matanya sesekali melirik Arabella yang duduk disebelahnya.

Gaun hitam yang dikenakan wanita itu melekat sempurna, elegan dan mematikan. Bukan lekuk tubuhnya yang menarik atensi Marcello, melainkan sorot matanya yang dingin dan terlalu tenang.

"Siapa kau sebenarnya? Kau tidak terlihat seperti wanita sewaan pada umumnya." tanyanya berbisik pelan. Ia menatap Arabella dengan wajah tenang meskipun di dalam ucapannya terselip nada kecurigaan yang cukup jelas.

Arabella tersenyum tipis sembari menatap lurus kearah panggung. Ia pura-pura menikmati musik jazz yang dimainkan.

"Bukankah aku pacar sewaan yang kau sewa menemani mu sampai acara ulang tahun rekan mu berakhir malam ini." jawabnya dengan wajah tenang.

"Aku tidak suka dengan wanita yang pintar menjawab pertanyaan ku. Apa lagi jawaban mereka penuh dengan kebohongan." raut wajah pria itu berubah dingin.

Arabella menoleh dan menatap Marcello dengan tatapan tajam namun tetap tenang.

"Sayangnya, kau menyewa wanita sewaan paling mahal di kota ini. Aku tidak menjual tubuh ku, Marcello. Aku menjual perasaan yang bisa membuat kamu lupa siapa dirimu."

Untuk sesaat Marcello terdiam dan tidak membalas perkataan Arabella. Namun sorotan mata dan raut wajahnya menjawab pertanyaan yang terlintas di pikiran Arabella.

#

#

#

Di balik pesta

Di sebuah lorong gelap belakang hotel, seorang pria dengan jas gelap mengangkat ponselnya.

"Dia sudah bersama Marcello." katanya sembari mengamati sekitarnya.

"Awasi mereka! Jangan biarkan dia terlalu dekat dengan wanita itu. Arabella bukan hanya sekedar wanita bayaran."

Suara berat di ujung telepon berubah hening dan tidak berselang lama sambungan telepon terputus.

#

#

Di ballroom hotel

Marcello tiba-tiba berdiri dan mengulurkan tangannya.

"Mari menari bersama."

Arabella tersenyum tipis dan menyambut uluran tangan pria itu dengan anggun.

Di tengah lantai dansa, mereka tampak sempurna. Banyak orang menatap kagum menyaksikan mereka menari mengikuti irama musik.

Hembusan napas pria itu membuat tubuh Arabella menegang. Namun sepersekian detik kemudian. Sebuah kalimat muncul di kepalanya.

"Buat dia percaya dan jatuh cinta. Dan saat waktunya tiba, kau tahu apa yang harus kau lakukan."

Di tengah denting musik dan sentuhan tangan Marcello di pinggangnya, Arabella merasakan sesuatu yang tak biasa.

Bab 2

Satu jam setelah pesta berakhir, Arabella berdiri di balkon hotel tempat Marcello menginap. Angin malam menggoda helaian rambut panjangnya. Ia termenung sembari menatap langit gelap di penuhi bintang malam.

"Apa dia sudah tahu identitas ku? Caranya memandang ku seperti seorang pria yang tidak membutuhkan pasangan, melainkan seperti seorang pria yang tahu kalau aku sedang berbohong."

Dari balik bayangan malam, suara dingin seorang pria terdengar memenuhi telinganya.

"Kau melakukan kesalahan yang sama, Bella. Kau terbawa suasana dalam sandiwara yang kau buat."

Arabella membalikkan tubuhnya dengan cepat. Seorang pria bersandar di dinding balkon sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Ia mengenakan jaket kulit hitam dan membawa aroma tembakau yang familiar.

Raut wajah Arabella berubah datar dan dingin saat bertatapan dengan mata biru pria itu.

Pria itu merupakan Jacob. Pria dari masa lalu Arabella. Satu-satunya pria yang pernah membuatnya jatuh cinta sedalam-dalamnya hingga membuatnya berhenti menjadi mesin tanpa hati. Dia merupakan pembunuh bayaran yang paling dicari di seluruh Asia.

"Sudah berapa lama kau mengikuti ku?" tanya Arabella dengan tatapan tajam.

Jacob tersenyum menyeringai, mata birunya menatap Arabella dengan tajam di bawah cahaya remang kota.

"Aku sudah cukup lama tahu kalau kau sudah mulai melunak dengan Marcello."

"Dia target!"cibir Arabella.

"Bukan itu yang kulihat saat kalian berdansa di atas panggung." balas Jacob dengan cepat, dengan tatapan menusuk.

"Kau melupakan misi! Atau lebih buruknya... kau melupakan kita!"

"Apa kau cemburu?" cibir Arabella dan tersenyum sinis.

Jacob terdiam dan tak bisa berkata-kata.

"Tidak ada kata "Kita", Jacob! Sudah sejak lama!" tegas Arabella mengalihkan pandangannya kearah lain.

Hening. Keheningan mereka seperti ladang ranjau. Tak ada satupun dari mereka berdua yang mulai angkat bicara setelah perdebatan singkat itu.

Jacob melangkah mendekati Arabella dan menatapnya dari jarak yang lebih dekat.

"Dengar baik-baik, Arabella. Mereka tidak akan peduli jika kau jatuh cinta dengan Marcello. Tapi mereka akan melakukan hal yang sangat kejam jika kau gagal menyelesaikan misi mu!"

Arabella mengalihkan pandangannya kearah Jacob. "Dan kau! Apa kau akan membunuhku jika misi ku gagal?"

Jacob mendekatkan wajahnya. Nafas mereka hanya terpisah satu inci.

"Aku akan membunuh siapa pun... yang membuat mu lupa siapa dirimu sebenarnya."

Tangan Arabella mengepal kuat mendengar jawaban Jacob.

#

#

#

Di dalam kamar hotel lain

Marcello menatap layar laptopnya. Ia membuka sebuah file yang tidak bisa diakses oleh orang biasa.

Data intelejen perusahaan militer swasta

Marcello membaca informasi yang Ia cari sejak tadi. Dahinya berkerut membaca semua informasi yang tercantum di dalamnya.

"Apa yang kau sembunyikan dariku..."

Marcello kembali menutup laptopnya dan melangkah kearah kasur. Ia membaringkan tubuhnya disana dan menatap langit-langit kamar hotel dengan raut wajah datar.

"Nyx Division." gumam Marcello tersenyum menyeringai.

Nyx Division merupakan organisasi bayangan yang terdiri dari pembunuh elit, infiltrator, dan agen manipulasi tingkat tinggi.

Setiap anggotanya dilatih sejak muda, otak mereka dicuci, dan diberi identitas baru. Misi mereka biasanya menjatuhkan pemerintahan, membunuh presiden, dan membuat negara bangkrut tanpa jejak.

Arabella merupakan salah satu anggota yang tergabung di dalamnya. Tugasnya sebagai eksekutor dan infiltrator.

#

#

#

Markas Nyx Division

Dindingnya hitam, dan kamera tersembunyi mengikuti setiap gerakan. Seorang wanita dengan jas putih yang membalut tubuhnya berdiri di depan layar hologram. Ia menatap potret Arabella yang sedang berdansa dengan Marcello.

Wanita itu merupakan pemimpin operasi Nyx wilayah Asia. Suaranya terdengar dingin saat berbicara melalui sambungan interkom. Raut wajahnya datar dan terkesan sangat angkuh.

"Agen V sudah terlalu lama bersama target. Kirim aktivator. Jika Arabella gagal melakukan misinya membunuh Marcello dalam tiga hari. Habisi mereka berdua."

Dari sudut ruangan, seorang pria bertopeng hitam mengangguk dan berjalan pergi dari sana.

Pria bertopeng itu bernama Remon. Ia merupakan aktivator yang ditugaskan membersihkan kegagalan dalam misi.

#

#

#

Jakarta

Arabella membuka koper hitam rahasia di balik cermin kamar mandi. Di dalamnya terdapat paspor palsu, alat pemantau, pistol kecil dan ponsel satu arah yang hanya bisa menerima pesan dari Nyx.

Layar ponsel itu tiba-tiba menyala menandakan pesan masuk.

"Aktivasi kode merah, batas waktu 72 jam. Marcello harus dieksekusi."

Tangan Arabella mengepal erat untuk sesaat. Untuk pertama kalinya, Ia ingin melarikan diri saat itu juga.

"Bahkan jika aku ingin melarikan diri, tak ada satupun orang yang bisa keluar dari Nyx Division hidup-hidup."

#

#

#

Di sebuah gedung tua, Jacob berdiri sendirian sembari menatap lampu kota dari kejauhan.

Tangannya menggenggam sebuah liontin kecil, yang pernah Ia berikan kepada Arabella beberapa tahun lalu, sebelum mereka dipisahkan oleh pelatihan brutal dan misi berdarah.

"Kalau sampai mereka mengirim aktivator dari markas, aku tidak akan membiarkan mu mati." gumamnya dengan wajah sendu, tapi tatapan matanya tetap tajam.

Malam itu, tiga pembunuh dengan masa lalu yang saling terikat mulai bergerak.

Bab 3

Jakarta

Tak seperti biasanya, hari ini terasa lebih dingin dari sebelumnya. Arabella duduk di kursi rotan depan balkon apartemennya. Secangkir kopi hitam masih utuh, belum tersentuh sama sekali. Matanya menatap kosong pada langit kelabu.

Tangannya menggenggam layar ponselnya yang memantulkan pesan terakhir dari Nyx.

"Aktivator telah tiba. Awasi dia. Jangan melanggar protokol."

Arabella mengigit bibir bawahnya dan termenung memikirkan sesuatu.

"Jika Remon sudah dikirim, itu berarti Nyx sudah tidak percaya padaku. Dan dalam tiga hari... aku harus menyelesaikan misi ini."

"Apa yang harus aku lakukan." gumam Arabella dengan wajah bimbang.

#

#

Disisi lain

Marcello duduk di ruang bawah tanah rumah tua warisan ayahnya. Dinding ruangan itu penuh dengan layar dan akses rahasia dari sistem keamanan negara dan militer.

Dibelakang dia itu berdiri seorang pria berusia sekitaran 40 tahun ke atas. Ia merupakan mantan rekan ayahnya yang kini jadi Informan rahasia.

Pria itu menyerahkan sebuah berkas sembari berucap dengan wajah dingin.

"Wanita itu bukan hanya sekedar cantik. Dia dilatih untuk menyusup, memikat, lalu menghancurkan targetnya."

Marcello mengangguk pelan mendengar ucapan pria paruh baya itu. Ia tidak marah mendengar kenyataan itu, hanya saja Ia kecewa dengan kebohongan Arabella.

"Lalu mengapa aku berharap dia benar-benar tidak ingin membunuhku." gumam Marcello menatap berkas itu.

Ia mengeluarkan ponselnya dan meminta Arabella menemuinya di restoran tempat pertama kali mereka bertemu.

#

#

#

Di restoran

Arabella datang mengenakan mantel panjang berwarna biru. Ia menyembunyikan pistol di baliknya.

Dia tahu, Marcello bisa saja menyiapkan sebuah jebakan setelah mengetahui kebohongannya. Tapi Arabella tetap datang memenuhi undangan pria itu.

Marcello duduk di meja sudut menunggu kedatangannya. Wajahnya terlihat sangat tenang, tapi tangan kirinya bersiap menekan sebuah tombol darurat di bawah meja kalau saja Arabella berniat membunuhnya.

"Aku pikir kamu sudah bosan menyewa ku." ujar Arabella sembari duduk di samping pria itu.

Marcello menatap wanita itu dalam-dalam dan mengamati raut wajahnya.

"Sudah berapa banyak orang yang kau bunuh dengan tangan mu, Bella?"

Hening

Arabella menatap wajah datar dan dingin Marcello. Ia tidak menyangka kalau pertanyaan pria itu akan mengacaukan pikirannya.

"Kalau aku jawab tidak tahu, apa kau masih akan membayar ku untuk makan malam ini?"

"Tergantung. Apakah aku pria berikutnya yang akan menjadi target mu?"

Arabella menunduk dan berucap dengan pelan. "Mungkin saja."

Marcello tertawa. Tapi tawa itu terdengar pahit dan penuh dengan kekecewaan.

#

#

#

Di luar restoran

Remon mengamati suasana di dalam restoran dari kejauhan. Ia menyalakan sebatang rokok dan membuka jaket hitam yang menutupi sabuk penuh jarum dan senjata tersembunyi di tubuhnya.

"Target dan aset sedang duduk bersama."

Dia menarik napas. Lalu mengucapkan tiga kata dari headset-nya.

"Siap untuk eksekusi."

#

#

#

Restoran tempat mereka makan malam sudah mulai gelap. Tapi Marcello belum mengijinkan Arabella pergi. Ia memutuskan membawa wanita itu ke sebuah vila pribadi keluarganya di luar kota, tempat yang dulu milik ibunya.

"Mengapa kamu membawaku kesini?" tanya Arabella dengan wajah waspada.

"Kau tidak perlu khawatir. Aku tidak akan membunuh mu setelah mengetahui kebohongan mu."

"Hanya tempat ini yang bisa membuatku jujur. Dan aku pikir kau juga akan melakukan hal yang sama."

Arabella mengangguk dan mengikuti langkah Marcello dengan ragu. Vila itu sunyi. Hanya suara detak jam tua dan gemuruh badai dari kejauhan.

Marcello membawa Arabella ke ruang tamu dan mengambil sebotol wine. Ia menuangkan wine ke dua gelas, lalu duduk di hadapan Arabella.

"Siapa nama asli mu?" tanya Marcello tiba-tiba.

"Kau menyewa wanita bernama Arabella. Kau hanya boleh tahu sampai disitu saja."

 "Tapi aku ingin tahu lebih dalam sosok wanita dibalik nama itu." balas Marcello dengan tatapan tenang.

Hening beberapa saat.

"Tak ada siapapun dibalik nama itu. Yang kau lihat dan tahu adalah semua yang tersisa."

Arabella menatap Marcello dengan wajah tenang. Namun, gerak-gerik tak nyaman wanita itu terlihat jelas di mata Marcello.

"Jawaban yang akan diucapkan oleh orang yang hidup dalam kebohongan selama hidupnya."

Arabella hanya diam dan menikmati wine yang disajikan pria itu.

Tak beberapa lama terdengar suara hujan deras dari luar. Mereka melihat kaca vila diselimuti air hujan dan angin kencang.

Marcello memutuskan menghidupkan perapian menghangatkan tubuh mereka. Mereka duduk disana sembari menatap kearah api kecil yang menari-nari didepan mereka.

Entah sudah berapa gelas wine yang masuk ke dalam tubuh mereka. Tapi mereka tetap sadar tanpa mabuk.

"Ayahku dibunuh beberapa tahun lalu," Marcello tiba-tiba mengungkapkan satu hal yang menarik atensi Arabella.

"Empat tahun lalu. Ayahku dibilang bunuh diri. Tapi aku tahu dengan jelas, kalau ayahku sedang dibungkam. Karena Ia ingin keluar dari bisnis senjata terselubung sejak lama."

"Mengapa kau menceritakan hal ini padaku?" tanya Arabella menutupi rasa terkejutnya.

"Aku tidak tahu mengapa tiba-tiba mengungkapkan rahasia pahit ini padamu."

"Mungkin saja karena aku percaya padamu."

Arabella mengigit bibirnya. Ia merasa kepercayaan Marcello bisa saja jadi tali yang akan menjerat lehernya sendiri.

"Kalau aku bilang aku bukanlah wanita baik-baik, apa kamu akan percaya?"

Marcello tersenyum pahit. "Aku juga bukan pria baik. Tapi bukan itu yang membuatku tertarik padamu."

Deg

Arabella termenung mendengar jawaban pria itu.

Arabella tiba-tiba berdiri dan melangkah kearah balkon vila.

"Di luar hujan deras, apa yang kamu lakukan?" tanya Marcello saat melihat wanita itu melangkah kearah balkon.

"Aku ingin memastikan sesuatu." sahut Arabella sembari menatap lurus kearah gelapnya malam.

Arabella memeluk tubuhnya dan mengamati sekitar vila. Marcello tiba-tiba mendekatinya dan menyelimuti bahunya dengan selimut kecil.

"Kenapa harus aku?" tanya Marcello dengan suara pelan.

"Dari semua orang yang bisa kau dekati, kenapa harus aku yang menjadi target mu?"

Arabella membalikkan tubuhnya dan menatap Marcello dengan wajah tenang.

"Karena kau punya sesuatu yang harus dihancurkan."

Dari tatapan mata wanita itu, Marcello bisa melihat tatapan penuh keseriusan disana. Arabella tidak main-main, di matanya ada rahasia dan bahaya yang sewaktu-waktu bisa meledak.

Marcello menyentuh pipi putih wanita itu dan berucap dengan suara lembut. "Mungkin aku sudah mengetahui identitas mu, tapi aku ingin kamu tetap disamping ku."

Untuk sesaat, Arabella larut dalam kebersamaan mereka dan melupakan segalanya. Yang ada hanya napas Marcello, hangat tubuhnya dan rasa bersalah yang menyesakkan.

Saat Remon akan membidik mereka berdua dari kejauhan. Arabella tiba-tiba menarik tangan Marcello masuk ke dalam vila.

#

#

#

Di dalam kamar

Mereka duduk di atas ranjang dengan posisi saling membelakangi dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Perlahan mereka membalikkan tubuh mereka dan saling menatap dengan intens.

Marcello menyentuh pipi Arabella dengan lembut. "Bella, kau bukan mesin. Aku bisa merasakan apa yang kau rasakan."

Air mata kecil tiba-tiba menetes dari sudut mata Arabella. Dia benci terlihat lemah, tapi untuk pertama kalinya selama bertahun-tahun, Ia tidak ingin berpura-pura kuat.

"Mengapa kau membuatku bertahan, padahal kehadiran ku untuk menghancurkan mu."

Marcello tersenyum tipis dan tiba-tiba mengecup kening wanita itu dengan lembut. Tak ada desakan atau ciuman penuh napsu. Sentuhan pria itu terasa jauh lebih dalam dari apapun.

"Meskipun kau datang untuk menghancurkan ku, aku ingin keberadaan ku menjadi alasanmu untuk berhenti." sahut Marcello dengan suara lembut.

Ucapan pria itu membuat hati Arabella lebih tenang selama beberapa saat. Ia tertidur di dalam pelukan pria itu dengan napas tenang. Marcello menatapnya dalam diam.

Marcello tahu wanita itu membawa bahaya. Tapi untuk malam ini, Ia ingin melupakan identitas wanita itu. Ia ingin menatap wanita itu seperti waktu pertama mereka bertemu.

Dari kejauhan seorang pria tersenyum menyeringai dengan kamera thermal.

"Kau benar-benar larut dalam sandiwara yang kau ciptakan sendiri, Bella. Waktumu hampir habis, tapi kau tetap menyia-nyiakan sisa kesempatan yang ada."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!