Berliana Anggun Permata
Begitulah namanya melambung tinggi di negara Y.
Negara dimana banyak sekali orang-orang berbakat yang tinggal dan termasuk negara maju. Negara Y juga yang telah melambungkan namanya, hingga sampai ke seluruh penjuru negara.
Siapa yang tidak kenal dengan Berliana? namanya bahkan sudah melambung tinggi. Selain itu semua, berita tentang kehidupan Berliana sangat di cari-cari, hal itu menjelaskan jika publik seakan sangat penasaran dengan kehidupan pribadinya.
Gadis yang memiliki paras yang sangat cantik, manis, dan terlihat anggun, ia merupakan seorang model internasional. Usianya kini akan memasuki 24 tahun.
Tapi, entah mengapa gadis cantik itu tidak pernah terlihat berhubungan atau dekat dengan seorang laki-laki. Bahkan, para penggemar berat dari Berliana yang kadang mirip seorang penguntit, mereka tidak pernah melihat Berliana berkencan sekalipun dengan laki-laki.
Hal tersebut membuat beberapa orang-orang yang iri pada Berliana, memanfaatkan itu untuk menggunjing dirinya dan berusaha terus menjatuhkan karirnya di dunia model. Di tengah gempuran berita miring tentangnya, Berliana tetap acuh dan abai, ia justru sangat fokus pada karirnya.
Dan dibalik semua sifat kuat dan acuh Berliana, tersimpan kerapuhan dan kesedihan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Seakan kesedihan yang dirasakannya itu terlalu dalam, hingga membuat dirinya harus bersikap acuh demi melindungi hati dan harga dirinya.
Aku tidak lebih dari seorang pengecut, yang bersikap abai karena takut dengan rasa sakit
Berliana~
Exsel Bernard Pratama
Laki-laki tampan dengan fitur wajah yang nyaris sempurna. Segala hal yang ia lakukan selalu terlihat sempurna di mata orang lain. Rasa kagum dan teriakan histeris, sudah biasa baginya. Hal itu, seakan menjadi makanannya sehari-hari.
Exsel sedikit misterius, ia orang yang susah untuk di tebak. Di satu sisi dia sangat membenci seorang Berliana. Tapi di sisi lain, ia seolah sangat ingin melindungi wanita itu.
...*****...
Berliana yang kala itu baru saja melakukan sesi pemotretan, ia langsung keluar dari ruangan tempat pemotretan yang tadi berlangsung. " Berliana, minum dulu!" Seorang asisten yang memiliki fitur wajah yang terkesan judes memberikan minuman yang sempat dibelinya tadi pada Berliana.
"Tidak, aku tidak haus Kak,"
Berliana masih dengan aktifitasnya yang sedang berjalan sambil memainkan ponselnya.
Sudah biasa dengan sikap Berliana yang cuek, asisten yang bernama Sinta itu memilih meminum jusnya langsung. Padahal niatnya membuka jus kemasan agar bisa di minum langsung oleh Berliana.
Sinta yang memang telah lama bekerja sebagai asisten sekaligus manajer Berliana, ia tak pernah mengambil hati ataupun merasa tersinggung oleh sikap acuh Berliana.
Karena tidak ada yang mengenal Berliana selain dirinya.
"Apakah ada jadwal pemotretan yang lain?" tanya Berliana tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya.
"Sepertinya tidak ada, bentar aku cek dulu." Melihat jika memang tidak ada jadwal pemotretan lagi, ia kembali menatap ke arah Berliana yang ada dihadapannya.
"Apa kamu ingin pergi lagi?" tanya Sinta, ia memang sering melihat Berliana pergi setiap minggu, atau kadang setiap bulan untuk pergi mengunjungi suatu tempat. Entah, Sinta tidak mengetahui dengan pasti dimana tempatnya.
Tanpa menjawab, seperti biasa Berliana langsung mengangguk singkat.
"Sebenarnya kamu ingin ke mana setelah ini?, apa Perlu aku temani?" tawar Sinta dan langsung di jawab gelengan oleh Berlian.
"Tidak perlu! aku hanya ingin pergi sendiri Kak," tolak Berliana, ia memang tidak suka dengan seseorang yang terlalu dekat dengannya.
Padahal hanya Sinta orang yang paling dekat dengan Berliana. Tapi ternyata Berliana masih memberikan jarak pada Sinta sebagai pembatas.
Memasukan ponsel ke dalam tasnya, setelah itu Berlian berjalan pergi meninggalkan Sinta yang berada di belakangnya.
Tapi saat sudah beberapa langkah di depan Sinta.
Berliana tiba-tiba berhenti sejenak dan menoleh ke arah Sinta. “Ingat Kak! jangan berani-berani untuk mencoba mengikuti aku, atau memata-mataiku Kak.” Berliana terdengar mengancam saat mengatakan itu.
Dengan wajahnya yang terkesan judes, Sinta menautkan alisnya seolah sedikit bingung. "Tenang saja, aku tak akan melakukan itu. Lagipula aku sibuk untuk mengurus kontrak kamu dengan perusahaan F.A entertainment," balas Sinta dengan nada acuh.
Berliana kembali melanjutkan langkahnya. Ia berjalan menuju parkiran mobil dan mencari mobil miliknya.
Mobil terbaru yang di desain sesuai seleranya, dengan warna merah menyala terang, menjadi perhatiannya saat ini. Itulah mobil miliknya yang sudah lama Berliana beli, tapi karena sangat suka dengan mobilnya itu, ia sedikit memodifikasi agar selalu terlihat baru.
“Membosankan!” Berliana sedikit mengumpat saat ia menyadari jika ada penguntit atau penggemar beratnya yang sedang memperhatikannya dari jarak yang cukup dekat.
Tanpa menunggu, Berlian langsung menjalankan mobilnya. Tapi, tiba-tiba ia menghentikan mobilnya di sebuah mall besar. Berliana berencana mengelabui penguntit itu, ia turun dari mobilnya dan memasuki toko pakaian yang lengkap dengan aksesoris lainnya.
Saat di rasa penampilannya kini sudah tidak akan dikenali penguntit itu, Berlian keluar dari ruang ganti dan langsung membayar. Menyadari jika penguntit itu tidak mengenal dirinya, tanpa menunggu lama Berlian segera keluar dari mall dan berjalan menuju mobilnya, baru setelah itu ia menuju tempat yang ingin dikunjunginya.
...******...
Di tempat yang Berliana tuju.
Berliana terlihat berada di sebuah pemakaman. Wajahnya yang acuh dan datar yang biasa ia tunjukkan pada dunia, seakan hilang. Kini yang terlihat hanyalah wajah lemah dan tidak berdaya, air mata tak berhenti turun dari pipinya. Berkali-kali Berliana mengusap air matanya, berkali-kali pula air matanya turun tanpa bisa di cegah.
“Maaf.” Kata-kata itu terus saja terucap hingga berkali-kali dari bibirnya.
Wajahnya penuh rasa bersalah dan penyesalan yang tak bisa di gambarkan. Padahal Berliana bukan penyebab kematian dari nisan yang kini sedang ia pegang.
Tapi dirinya, seakan sangat menyalahkan dan menimpakan kesalahan atas kematian yang sudah jelas bukan di sebabkan olehnya. Setelah cukup lama menangis, hingga Berliana yang merasa sakit di tenggorokannya karena merasa sesak. Ia akhirnya mengakhiri lamunannya.
“Pulang dulu ya Nak, saat ada waktu nanti pasti Mamah akan berkunjung lagi ke sini.”
Ya! Makam itu adalah makan anak Berliana. Bayi yang seharusnya kini berusia akan berusia 5 tahun berdasarkan kehamilannya dulu. Hanya saja sebuah kecelakaan yang menimpanya membuatnya harus kehilangan anaknya di usia yang sangat muda.
Berliana bangkit dari posisi berjongkoknya, ia lalu berjalan meninggalkan area pemakaman yang terlihat sangat terawat itu.
Hampir setiap bulan Berliana akan selalu menyempatkan waktunya di tengah waktu kerjanya yang padat. Rasanya bekerja hanyalah pengalihannya saja atas semua rasa sakit di masa lalu.
Berliana seakan berusaha untuk bisa berdiri di atas kakinya sendiri agar tidak ada yang meremehkannya lagi. Ia tidak ingin terlihat lemah dan tak berdaya seperti dulu.
Mungkin sekaya dan sesukses apapun Berliana sekarang, ia tetap tidak akan bisa menyaingi kekuasaan dan kehebatan orang itu'
Tapi setidaknya Berliana tidak akan diam jika ditindas.
“Kakak”
“Kak”
“Kakak!!” Kesal suara seorang remaja. Ia merasa jengah karena ini ketiga kalinya memanggil sang kakak tapi terus saja diabaikan. Tahu jika sengaja di abaikan oleh kakaknya, gadis itu pun langsung mengambil buku yang sedang di pegang kakaknya, lalu melemparkannya begitu saja.
“Kak!, kamu mengabaikan Anira,” ucapnya dengan nada mencebik karena kesal. Ia duduk di pangkuan laki-laki yang ia panggil kakak.
“Ada apa?” Meski terdengar datar, tapi tak bisa di pungkiri jika tatapan yang di berikan laki-laki itu sedikit lembut dan penuh kasih sayang.
“Mengapa Kakak mengabaikan aku?, apa karena Kak Chelsea jadi kakak kayak gini sama aku.” Nada suaranya sangat kentara jika dia tidak menyukai wanita yang bernama Chelsea.
“Anira!, kamu sudah besar. Berdiri dan jangan duduk di pangkuan kakakmu lagi seperti anak kecil.” Lelaki berkata dengan nada sedikit kesal karena stress dengan sikap manja adiknya.
“Kak Exsel!. Aku baru 16 tahun jadi masih kecil.” Meski tidak rela, tapi wanita yang bernama Anira itu tetap berdiri dari pangkuan Sang kakak.
“Kenapa Kakak mau sama orang kayak kak Chelsea. Dia itu nggak baik!” Anira Biaswa, wanita remaja yang terlihat labil itu sangat tidak menyukai tunangan dari kakaknya.
“Anira.” Satu kata yang terdengar mengancam, hingga Anira mau tak mau menjadi bungkam. Ia takut dengan kemarahan kakaknya.
“Kak Exsel jahat!, padahal Kak Chelsea itu jelek tau. Kenapa mau sih sama dia.” Sebenarnya wanita yang bernama Chelsea itu cantik, bahkan sangat cantik. Ia merupakan salah satu model internasional di Y.
“Anira!” Lagi-lagi Exsel hanya berkata dengan nada mengancam.
“Arfan” Panggil Exsel.
Tak lama setelahnya, datang seseorang yang di panggil. “Iya tuan, ada yang perlu di bantu?” Arfan, ia asisten Exsel yang terkenal ramah, saking ramahnya mungkin jika ada orang tidur akan ia tanya.
“Antar Anira pulang.”
“Loh, bukannya bagus Tuan. Kalau ada nona Anira suasananya akan lebih terasa.” Arfan orang yang sedikit blak-blakan, tapi meski begitu, tidak pernah hilang rasa hormatnya pada Exsel.
“Tuh, Kak Arfan aja suka kalau Anira datang ke sini. Kenapa Kakak kayak gitu sih.” Anira lalu memanyunkan bibirnya, seolah ia merasa sangat tersinggung oleh ucapan kakaknya yang seakan mengusir dirinya.
Masih dengan memasang wajah yang terlihat kesal. Anira bertambah kesal saat melihat seseorang yang tidak pernah ia sukai datang dan memasuki ruangan yang sama dengannya berada.
“Hai Sayang, apa kabar.” Chelsea, ia dengan akrab langsung menyapa tunangannya. Meski tidak ada kontak fisik lebih selain pelukan sepihak dari wanita itu, itu tidak lain karena Exsel tak suka berkontak fisik dengan siapapun, kecuali jika itu dengan Anira dan seseorang di masa lalunya.
“Kita jadi 'kan beli persiapan untuk pernikahan kita nanti?” tanya Chelsea terdengar bersemangat. Tak dapat dipungkiri jika Chelsea terlihat sangat senang, bahkan senyum terlihat mengembang di bibirnya.
Setelah usahanya selama 5 tahun untuk bisa mendapatkan Exsel. Akhirnya Chelsea berada di satu langkah menuju keinginannya.
“Huh, padahal pernikahannya itu masih lama. Tapi masa secepat itu persiapannya.” Terdengar nada menyindir dari Anira.
“Nggak apa-apa, setidaknya jika ada persiapan dari awal itu lebih baik.” Meski nada Chelsea terdengar lembut, dengan senyum yang mengembangkan di bibirnya. Tapi, tersirat makna lain dari ucapannya.
Melihat itu, Anira hanya mengulang kata-kata itu tanpa suara, seolah ia sedang meledek. Tatapannya hanya dilayangkan pada kuku jarinya yang sedikit panjang.
“Duh, kayaknya sudah waktunya buat gunting kuku nih,” kata Anira yang sengaja di keraskan, nada acuh dapat di dengar oleh mereka yang ada di ruangan itu.
Anira memang sangat tidak menyukai sosok Chelsea. Menurutnya, kebaikan Chelsea itu palsu. Ia selalu merasa jika Chelsea tidak lebih dari seorang rubah yang sedang menyembunyikan ekornya. Entahlah, Anira hanya merasa seperti itu tentang Chelsea.
“Chelsea, kamu pulang lebih dulu. Untuk acara nanti malam, biar Arfan yang menyiapkan semua yang kamu perlukan.” Walau ingin menolak, tapi Chelsea hanya mengangguk. Ia tanpa di duga mencium pipi Exsel sekilas, lalu tersenyum sesaat pada Anira.
“Aku pulang ya Sayang.” Tanpa berkata apapun, Chelsea pulang begitu saja dengan di sertai senyuman penuh kemenangan di wajahnya.
“Kak!” Anira merasa kesal melihat hal itu, ia tidak cemburu pada kakak kandungnya. Hanya saja, ia kini seolah sedang menjaga kakaknya untuk seseorang..., entahlah siapa itu.
“Dasar rubah!!” Teriak Anira kesal dan langsung bungkam begitu melihat tatapan sang kakak.
Exsel merilekskan wajahnya yang sempat merasa kesal dengan perlakuan Chelsea, ia mengambil tisu dan mengusap wajahnya dengan kasar.
“Arfan, ambil handuk yang telah di beri air.”
Dengan patuh Arfan keluar untuk mengambil apa yang di minta oleh Exsel.
...*****...
Memasuki apartemen miliknya, Berliana telah di sambut oleh asisten sekaligus manajernya. “Dari mana saja?”
Sekalipun wajah Sinta terlihat judes pada siapapun. Tapi ia yang paling tulus pada Berliana. Karena dia juga yang telah bersama dengan Berliana selama sepuluh tahun. Sejak usia 14 tahun Berliana sudah terjun di dunia modelling.
Bahkan saat titik terendah dalam hidup Berliana hanya Sinta yang Berliana punya. Keluarganya enggan dan telah memutuskan hubungan dengan Berliana 5 tahun yang lalu.
Walau wajah Sinta terkenal judes dan tidak mudah untuk di dekati, tapi nyatanya Sinta adalah orang yang memiliki rasa simpati dan kasih sayang tinggi.
“Ada beberapa hal yang harus aku urus.” Terkesan cuek, tapi Sinta tahu jika Berliana saat ini sedang berusaha menyembunyikan sesuatu darinya.
Dulu, saat Sinta baru menjadi asisten Berliana, Berliana yang masih remaja bahkan lebih acuh dan sangat datar padanya. Berkata pun hanya seperlunya, bahkan mungkin dalam satu bulan hanya berkata tidak lebih dari sepuluh kalimat pendek. Tapi, Seiring berjalannya waktu, Berliana cukup sering berbicara dengan Sinta walau hanya beberapa patah kata.
Dan akhirnya Sinta tahu dengan sendirinya mengapa sikap Berliana seperti itu. Mengenai identitas pasti keluarganya Berliana, Sinta belum mengetahui dengan jelas. Hanya saja Sinta yakin jika Berliana berasa dari keluarga berada.
Dan semenjak kejadian 5 tahun lalu. Sikap Berliana yang awalnya sudah mulai mencair dan mulai akrab dengannya, menjadi kembali acuh dan dingin seperti sebelumnya.
“Sudah makan?.”
“Aku tadi mampir ke sebuah restoran sebelum pulang.”
Berliana terus saja berjalan, ia tidak memperhatikan jika Sinta mengikuti langkahnya dari belakang. “Apa kamu nangis?” tanpa di duga Sinta berkata seperti itu. Langkah Berliana Sontak terhenti sejenak.
“Tidak.” Masih dengan acuh Berliana menjawab, ia lalu melanjutkan kembali langkahnya dan langsung memasuki kamarnya. “Aku tidak akan ikut makan malam.” Berliana berkata sebelum pintu ia tutup.
Sinta hanya menghela nafas pasrah. “Sebenarnya apa yang harus kamu sembunyikan dariku yang sudah seperti Kakak kamu sendiri.” Sinta sedih dan tidak mengerti, kadang ada kalanya ia ingin mengetahui tentang Berliana lebih dalam.
Kejadian 5 tahun yang membuat Berliana kembali dingin. Sinta ingin mendengar itu juga secara langsung dengan jelas dari Berliana.
Tapi, sayangnya Berliana seolah menjaga jarak dengan siapapun. Berliana seolah selalu memasang dinding tak terlihat, yang terasa kuat dan tidak bisa di hancurkan. Siapapun yang ingin mendekati dan mengenalnya saat ini, kini seolah terhalang oleh dinding tidak terlihat itu.
*****
Jangan lupa like dan votenya ya.
Mohon dukungannya sekalian share ke temen-temen lainnya.
Terima kasih.
Keesokan harinya.
Berliana kini sudah disibukan dengan lembaran- lembaran kertas di tangannya. Bukan sebuah kontrak yang harus dia tanda tangani, melainkan sebuah kertas yang berisi 'kan naskah-naskah yang harus ia hapalkan.
Karena, selain jadi model. Berliana juga menjadi seorang aktris dan penyanyi. Sudah 3 tahun lebih Berliana menjadi seorang aktris, ia memerankan peran entah itu tokoh utama atau hanya tokoh sampingan.
Dan meski banyaknya berita miring dan negatif tentangnya, drama apapun yang di perankan oleh dirinya selalu memiliki banyak peminatnya.
Mungkin ini yang dinamakan.
'Semakin dijelek-jelekkan namamu, tetap akan tercium harumnya juga.'
“Oke. Sangat bagus Berliana.” Puji Sang sutradara begitu syuting telah selesai. “Anda bekerja dengan sangat baik tuan,” jawab Berliana balas memuji, tetap dengan disertai nada datarnya.
Sutradara yang bernama Ferdy itu hanya tersenyum kecil. Jarang ada orang berbakat seperti Berliana yang namanya benar-benar kerja. Biasanya beberapa artis terlalu banyak pencitraan di luar sana hanya untuk sekedar di sukai.
Walau sebenarnya terlalu banyak yang iri dengan karir wanita itu, karena sifat datar dan acuhnya itu membuatnya menjadi sasaran orang yang tidak menyukainya di sosial media.
“Ya, justru kamu yang telah bekerja dengan sangat baik Berliana.” Seandainya Berliana bersikap sedikit ramah di depan media, apa akan lebih sedikit berita miring tentangnya?
Sutradara ini tahu sedikit tentang sikap Berliana, walau sikap yang terkesan acuh tak acuh, tapi terdapat jiwa gigih dan optimis yang kuat. Terbukti sampai saat ini Berliana masih bertahan di dunia industri hiburan, entah itu di dunia model atau pun drama. Semua itu tidak luput dari kerja kerasnya.
“Kamu pasti akan terlihat lebih ramah jika bisa sedikit saja tersenyum.” Jika bukan karena ia sering menjadi sutradara yang di bintangi oleh Berliana, mungkin sutradara itu akan terpengaruh dan menganggap jika Berliana bertahan di dunia hiburan karena lewat jalur belakang.
“Sayangnya, saya tidak ingin di anggap ramah. Itu menyebalkan. Kalau begitu saya pamit.”
Melihat Berliana yang bejalan pergi, sutradara itu hanya tersenyum. Jika ia punya anak lelaki yang seumuran dengan Berliana, mungkin akan ia jodohkan.
“Minum dulu.” Tanpa ingin di tolak, Sinta langsung menyerahkan botol plastik yang telah ia buka.
“Terima kasih.” Berliana menerimanya. Dalam sekali tegukan, setengah botol habis tandas di minum olehnya.
“Ada jadwal lagi?”
“Tidak ada.”
Mengangguk pelan, dengan berwajah sedikit malas Berliana menyenderkan kepalanya karena merasa lelah. “
“Aku ambilkan selimut.” Sinta mengambil inisiatif untuk membawakan selimut.
Beruntungnya Berliana memiliki ruangan pribadi, jadi ia bisa tidur dan istirahat di tempat itu. “Tidak perlu, aku hanya ingin istirahat sejenak Kak,” tolak Berliana. Ia tidak ingin sampai merepotkan Sinta.
Seolah mengabaikan, Sinta tetap memilih mengambil sebuah selimut dan sebuah bantal untuk Berliana.
“Tidurlah!, aku akan keluar sebentar karena memiliki beberapa keperluan penting.” Melihat anggukan Berliana, Sinta lalu keluar.
...*****...
Beberapa hari kemudian.
“Kak, ayo kita jalan-jalan ke mall,” ajak Anira terlihat semangat.
“Kamu pergi sendiri, kakak memiliki urusan yang harus di urus.” Tolak Exsel masih fokus dengan pekerjaannya.
“Ayolah kak, ayo!” tarikan tangan Anira berikan, ia sedikit memaksa sang kakak agar menurutinya.
“Anira.” Exsel berkata dengan sedikit keras karena kesal.
Mata yang awalnya berbinar-binar dengan penuh semangat, kini terlihat berkaca-kaca.“Kakak jahat!, Anira jadi benci sama kakak.”
Menghentakkan kakinya, Anira melepaskan pegangan tangannya di lengan kakaknya.
Di saat Anira hendak melangkah, cekalan tangan berhasil menghentikan langkahnya. Berbalik dan mendongak, dapat Anira lihat wajah sedikit frustasi dan kesal yang sedang di tahan oleh kakaknya.
Menghembuskan nafas sedikit kasar, Exsel menatap Anira dengan tatapan lembutnya. “Maaf”
“Nggak akan Anira maafin sebelum kakak turutin permintaan Anira.”
Dengan sedikit arogan Anira melepaskan cekalan itu dan melipat tangannya di dada.
“Baiklah.” Lagi-lagi terdengar helaan nafas pasrah dari Exsel.
“Yeayyy, Kakak yang terbaik.” Karena senang, Anira memeluk kakaknya. “Makasih kak.” Senyum Anira mengembang.
“Sayang, ayo katanya mau pilih baju.” Tiba-tiba Chelsea datang menghampiri mereka berdua.
“Kamu saja yang pergi. Saya tidak bisa menemani kamu.” Mendengar itu, Chelsea menatap tak percaya pada Exsel.
“Kemarin kamu batalin janji kita!, sekarang kamu juga batalin?”
Dengan tatapan yang tak percaya, Chelsea merasa tidak terima. Harusnya, saat acara lelang amal yang tidak lebih dari sebuah ajang pamer status dan kekuasaan itu, ia dan Exsel adalah bintang utama di acara tersebut. Karena dengan status Exsel, tidak ada yang bisa menyainginya.
Tapi justru acara itu gagal karena Anira meminta di temani oleh Exsel.
Exsel hanya menatap Chelsea tanpa ekspresi. Entah tatapan apa yang dimaksud oleh lelaki itu, yang jelas Chelsea akhirnya hanya bisa pasrah dan tidak berani untuk membantah ucapan Exsel.
...*****...
Di mall.
Berliana terlihat hanya diam memperhatikan Sinta yang sedang memilih beberapa pakaian untuknya.
“Yang ini gimana menurut kamu Ana?” Sinta selalu berusaha mengakrabkan diri dengan panggilannya untuk Berliana.
“Pakaianku sudah terlalu banyak Kak,” keluh Berliana yang seolah enggan memilih pakaian lagi.
“Pakaian yang ada di apartemen 'kan tinggal beberapa. Kamu lupa kalau beberapa pakaian kamu telah di lelang untuk amal?”
Lebih tepatnya pakaian yang jarang dipakai oleh Berliana telah ia lelang untuk acara amal kemanusiaan. Itu murni atas keinginan dan permintaan Berliana sendiri tanpa niat panjat sosial.
Lagipula hal itu hanya diketahui oleh mereka berdua dan beberapa orang saja tanpa diketahui media.
“Kakak tahu aku jarang berganti-ganti pakaian.”
Melihat sikap malas dan suara datar yang khas dari wanita yang sudah Sinta anggap sebagai adiknya itu, ia pun hanya menghela nafas.
“Kakak akan pilih beberapa. Terserah mau kamu pakai atau nggaknya.”
Berliana akhirnya mengedikan bahu seolah hanya berkata terserah. Ia hanya akan mengikuti apa yang Sinta inginkan.
Selesai berbelanja Sinta mengajak Berliana untuk berkeliling mall sejenak. Meski sebenarnya Berliana sangat malas akan hal itu tapi ia tidak pernah bisa menolak permintaan Sinta yang menurutnya sepele.
Tiba-tiba pandang mata Berliana teralihkan. Sosok yang sangat Berliana kenal, yang sangat Berliana benci dan sosok yang sangat Berliana hindari selama ini.
Kamu'!
Exsel melihat wanita masa lalu yang telah menjadi luka terdalam untuknya. Wanita yang berhasil mengecewakan dirinya dengan sangat keterlaluan.
Ketulusan yang pertama kali laki-laki itu lakukan harus dibalas dengan kekecewaan yang luar biasa. Meskipun batinnya seakan membela wanita itu, dan mengatakan jika wanita itu tidak bersalah sama sekali.
Tapi logikanya seakan menyangkal itu semua.
Apa yang Exsel yakini pasti itu kebenarannya, karena dia sangat percaya pada keyakinannya sendiri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!