...Petunjuk :...
..."Semua yang terjadi bukanlah kebetulan. Pasti ada sebab tertentu bagi hidupmu."...
Pagi yang sangat cerah. Semerbak awan mengapung di antara langit dan bumi, semilir angin meraba pagi yang berbunyi. Pandangan langit yang begitu memanjakan mata. Namun, pagi hari tak pernah lepas dari polusi udara.
Lelaki itu melangkahkan kakinya usai turun dari mobil dengan santai, membenarkan kaca mata hitamnya yang sedikit terasa kurang nyaman. Parasnya begitu tampan, bak pangeran dalam negri dongeng. Model rambutnya yang dipotong kurang rapi, tetapi menambah kesan ketampanan dalam dirinya. Hidung yang sedikit mancung, berpadu dengan kulit kuning langsatnya. Rahang yang tegas, juga tinggi badannya yang ideal.
Hari ini adalah hari pertama ia memasuki sekolah barunya, BINA GARUDA. Setelah setahun lamanya ia tak merasakan kehidupan di sana, akhirnya ia kembali. Dia memasuki area sekolah, membuat siapapun terpana padanya. Dia sama sekali tak mempedulikan, hanya satu tujuannya sekarang, ruang kepala sekolah.
Hanya memerlukan beberapa langkah saja untuk ia tiba di ruangan kepala sekolah. "Permisi!" Ucapnya, penuh wibawa.
Wanita paruh baya, tetapi paras cantik masih melekat dalam dirinya, menghampiri dia dengan senyuman yang indah. Ia pun masuk ke dalam ruangan, wanita paruh baya itu melebarkan tangannya dan memberikan pelukan hangat untuk siswa baru tersebut.
"Semalat datang sayang, maaf tadi Mama gak dengar suara mobil yang antar kamu." Dia tersenyum manis dan melepas kaca matanya. Wanita yang menyebut dirinya sebagai Mama, melepaskan pelukan tersebut.
Marseny. Itu adalah nama yang tertera pada pin jas wanita itu, kedudukannya sebagai kepala sekolah. Ia telah menjabat sebagai kepala sekolah selama 15 tahun. Lalu, anak lelaki yang di depannya adalah anak bungsunya.
"Aku bisa langsung masuk 'kan Ma?" Tanyanya, memastikan.
"Tentu sayang, kemarin kita telah berunding. Sesuai dengan bakat kamu, kamu ada di kelas XII-IPA-1. Mari Mama antar," papah Marseny.
Mereka berdua menuju ruangan kelas XII-IPA-1 yang tak jauh dari sana, selesai Marseny mengantarkan, ia langsung kembali ke ruangan kerjanya. Marseny meyakini, jika anaknya akan dapat beradaptasi dengan baik.
Dia memasuki ruangan kelas, semua mata tertuju padanya. Dia mencari kursi yang kosong untuk diduduki, yang sebelumnya diceritakan oleh Ibunya. Sepasang matanya menyoroti kursi barisan kedua yang berada didekat tempat duduk wanita, dekat jendela. Ia langsung menghampirinya dan duduk.
Semua anak-anak BINA GARUDA terkenal ambisius, dikarenakan mereka memperebutkan 10 besar. Jika berada di antara 10 besar tersebut maka biaya mereka selama sekolah akan digratiskan. 10 besar tersebut bukan diukur setiap kelas, tetapi langsung satu sekolah. 5 besar di antaranya akan dikirim ke berbagai universitas ternama dunia, dan 5 lainnya dikirim ke universitas ternama negara Indonesia.
Mereka tidak membuang waktu sedikitpun, bahkan seperti sekarang ini ada murid baru masuk, hanya 4 diantara 30 orang dalam kelas yang Akashi lihat tidak sibuk membaca. Pepatah menyebutkan jika "Waktu itu emas" benar adanya di sana.
Guru wanita tersebut memasuki ruangan kelas. Mereka langsung menyimpan kembali buku yang semula dibaca, ada yang menyimpannya di kolong meja ada juga yang memasukannya ke dalam tas. Mereka mengenalnya dengan salah satu guru wanita yang tegas dan bijak di sekolah tersebut. Sebelum jam pelajaran dimulai, dia terlebih dahulu akan selalu menggunakan absensi untuk mencatat para siswa yang tidak hadir, baik dengan alasan maupun tanpa alasan.
"Baik, saya akan absen terlebih dahulu. Sebelumnya, ini adalah hari pertama kalian memasuki kelas XII-IPA-1, ada perubahan posisi absenan, terutama seperti apa yang kalian ketahui jika ada siswa baru yang masuk hari ini." Tak heran jika mereka sulit berteman, karena selalu menganggap orang lain itu saingannya. Terkecuali beberapa di antara mereka yang memang tidak ambisius untuk mendapatkan prestasi di BINA GARUDA, mereka hanya tampil sebagai dirinya sendiri.
"Akashi Sereyn Adhikari!" Seru Pertyca.
"Hadir!" Dia. Lelaki itu bersuara, membuat semua orang tau siapa namanya. Nama murid baru tersebut sangat tampan, persis seperti orangnya.
Akashi adalah anak bungsu Marseny, hubungan mereka tidak pernah diketahui oleh publik sekolah. Bahkan guru-guru pun tidak mengetahui hubungan mereka. Akas sangat menggemari dunia berhitung, seperti matematika. Terakhir kali dia berhasil menjuarai Olimpiade National JAPAN. Itu adalah pencapaian paling luar biasa dalam hidupnya, sebelum akhirnya ia kembali ke Indonesia atas permintaan Marseny.
"Bercelly Harviana Qaniya!"
"Hadir Bu!" Akas memperhatikan setiap nama yang guru sebut, dia melihat wanita yang bernama Bercelly ternyata sangat pendiam.
Bercelly. Memiliki postur tubuh yang ideal, dia sangat menyenangi mata palajaran olahraga. Bercelly adalah juara umum semester kemarin. Selalu menduduki peringkat tertinggi, sejak awal memasuki sekolah tersebut. Bercelly dikenal sebagai wanita pendiam, tetapi bukan berarti tidak mempunyai penggemar di sekolahnya. Penggemarnya lumayan ramai, ada beberapa siswa tidak menyukainya karna terkesan sangat jutek dan cuek, termasuk pada lelaki dan sampai terhadap guru pun cuek. Dia tidak menanyakan atau melakukan hal yang sekiranya kurang diperlukan.
"Callisany Qiberna Harmony!"
"Iya Bu, saya selalu hadir dong!" Sahut Callisany.
Berbeda halnya dengan Celly, Lisa adalah type orang yang sangat ramah dan friendly. Dia menduduki peringkat pertama pada semester kemarin. Sesuai dengan namanya, Harmony, dia sangat menyukai dunia seni. Terutama musik, baginya musik adalah bagian penting dalam hidupnya. Penggemarnya lebih ramai dari Celly, hanya berbeda sedikit saja.
"Daisen Kayseri Karrada!"
Hening, rupanya lelaki itu hanya mengangguk tanpa bersuara. Daisen dikenal sebagai lelaki pendiam dan dingin, dia lebih pendiam dari Akas, tetapi tentunya Akas lebih dingin meskipun sifatnya bukan pendiam. Bu Tyca pun hanya tersenyum, Daisen memang terbiasa seperti itu.
Daisen menduduki peringkat ketiga pada semester kemarin, dia sangat telaten dan menggemari komputer. Bahkan dia pernah meng-hack, sebuah kejanggalan di sekolah. Penggemarnya hampir sama dengan Celly. Karena sikap mereka yang sama-sama pendiam, membuat pandangan siswa lain tentang mereka hampir sebanding.
Peringkat 2 siapa?
"Evelyn Yashany Difhana!"
"Saya di sini!"
Akhirnya Akas tau siapa nama wanita di sampingnya. Ia Evelyn kerap disapa dengan Hany, nama tengahnya. Dia siswa berprestasi dalam bidang tata rias dan kecantikan, tepat beberapa bulan yang lalu dia berhasil menjuarai ajang festival fashion show tingkat nasional, dia tiba di 3 besar. Penggemar Hany adalah paling terbanyak di antara semua siswa di sana. Juga parasnya yang cantik, dan tubuhnya yang ideal. Hany juga type orang yang bukan pendiam, tetapi juga tidak friendly. Hany berhasil meraih peringkat 2 semester kemarin, setelah silih berganti dengan Lisa.
Bu Tyca melanjutkan dengan mengabsen siswa lain, hingga berlanjut kepembelajaran.
...-ToBeContinued-...
...Petunjuk :...
..."Semua yang terjadi bukanlah kebetulan. Pasti ada sebab tertentu bagi hidupmu."...
...***...
Seorang wanita menyusuri jalan setapak yang penuh dengan pepohonan, tubuhnya masih mengenakan seragam sekolah BINA GARUDA. Ia melangkah dengan sangat cepat, menuju gubuk tua yang berada di tengah sawah, dan membawa sekantong kresek makanan pokok.
Ia tiba dan tersenyum gembira, mengetuk pintu tiga kali, dan seorang wanita yang seumuran dengannya pun keluar dari sana.
"Hai Misra! Ini aku bawakan makanan untukmu, mari kita makan di dalam!" Ajaknya. Wanita di depannya tersenyum gembira. "Terima kasih, Celly!"
Celly dan Misra masuk ke dalam gubuk tua tersebut. Mereka makan bersama dan berbincang-bincang untuk mengisi pertemuan tersebut. "Misra! Kalo kamu sekolah di BINA GARUDA mau gak?" Tanya Celly.
"Eum, terima kasih atas tawarannya. Kamu tau sendiri jika kemarin kamu menemukanku di jalanan itu, setelah 1 bulan yang lalu orang tuaku meninggalkanku selamanya, rasanya aku tak punya semangat lagi untuk melanjutkan pendidikan," ujarnya.
"Aku akan biayai dan tanggung kebutuhanmu jika ingin bersekolah, tapi satu hal yang selalu ku bicarakan padamu. Maaf, aku gak bisa bawa kamu ke rumah orang tuaku. Kamu tau sendiri 'kan kejadian waktu itu?"
Flashback On
"Celly! Kamu ini apa-apaan, ngapain kamu bawa temanmu yang gak jelas ke sini. Apalagi kamu mau dia tinggal di sini? Jangan bodoh Celly! Dia orang asing, Mama sama Papa gak izinin dia tinggal di sini!" Bentak Ibunya Celly.
"Tapi Ma, Pa, kasihan dia. Tolong!" Celly memohon hingga wajahnya memelas.
"Gak bisa! Bawa dia keluar atau semua fasilitas kamu Mama cabut! Termasuk sekolah kamu!" Ancamnya.
Celly pun membawa Misra keluar dari sana dengan wajah kecewanya, ia menyarankan Mirsa untuk tinggal di gubuk tua milik Neneknya yang sudah tiada.
Flashback Off
"Iya gak papa, aku paham kok. Kamu setiap hari ke sini bawa makanan aku udah senang banget," tutur Misra. Celly pun tersenyum mendengar penuturan itu.
...***...
Selesai mengunjungi Misra, Celly kini telah tiba dikediaman keluarganya. Rumah tingkat 2, bercat putih yang sangat mewah, tentu bukan hanya 3 orang saja yang berada di sana. Rumah itu penuh dengan beberapa ART, satpam dan juga tukang kebun, untuk supir mereka tidak memerlukan. Karena Celly, maupun orang tuanya bisa mengendarai sepeda motor ataupun mobil.
Celly yang pulang sekolah menggunakan sepeda motor pun tiba di depan gerbang, seorang satpam langsung membukakan pintu gerbang untuknya. "Terima kasih, Pak!"
Celly terbiasa seperti itu, meskipun di lingkungan sekolah dikenal dengan wanita jutek, berbeda halnya saat ia berada di dalam rumah. "Sama-sama non Celly!" Celly langsung menyimpan motornya di dalam garasi, ia pun bergegas masuk ke dalam rumah.
Sepi. Satu kata yang selalu melintas dalam benaknya, kala memasuki rumah tersebut. Tidak ada tegur sapa yang selalu ia harapkan dari kedua orang tuanya, baik Papa ataupun Mama-nya selalu pulang sore, sibuk dengan pekerjaan yang setiap hari mereka geluti.
Ayah Celly adalah seorang manajer dalam salah satu perusahaan paling terkenal di Jakarta, sedangkan Ibunya adalah pemilik fashion kecantikan yang kariernya telah memasuki internasional. Jadi, tidak heran jika sedari kecil, Celly tak pernah mendapatkan perhatian lebih dari mereka, hanya sekedar ditanyakan nilai dan juga bakat. Mereka tidak pernah mengerti ataupun membantu Celly saat sedang dalam masalah, yang mereka pedulikan adalah anaknya harus bisa hebat seperti mereka.
"Non Celly sudah pulang," pukas salah satu dari 3 pembantu di rumahnya. Usianya yang telah memasuki bukan lagi usia produktif untuk bekerja, atau sudah tua sekitar 60 tahunan.
"Iya Bi Mina, Celly ke kamar dulu ya!" Pamitnya yang merasa kelelahan.
"Jangan lama-lama non, biar Bibi siapin makanan untuk non," titah Bi Mina.
"Gak usah Bi! Tadi udah makan dulu setelah pulang sekolah," tolaknya, yang langsung menaiki anak tangga. Bi Mina pun hanya menganggukan kepala.
...***...
Evelyn. Wanita itu tiba di rumah mewahnya yang bertingkat. Evelyn disambut hangat oleh satpam rumahnya, ia hanya tinggal bersama Ayah, supir, ART, dan satpam di rumah tersebut. Ia langsung memasuki ruangan tamu, dan terlihat sang Ayah menyambutnya dengan senyuman yang manis.
"Anak Ayah udah pulang, gimana hari ini?" Tanya lelaki paruh baya itu, dan langsung memberikan pelukan hangatnya.
"Berjalan baik seperti biasanya Yah," ujarnya. Ia memeluk lelaki yang barusan dia panggil sebagai Ayah. "Jangan lama-lama peluknya, Hany bau keringat. Mau mandi dulu," katanya.
"Gak kok, anak Ayah selalu wangi."
"Ayah Jaindra yang tampan, Hany mau mandi dulu, bau keringat ini." Hany melepaskan pelukan Ayahnya yang sangat erat. "Ya udah deh, jangan lama-lama, kita makan sebentar lagi." Jaindra pun melepaskan pelukan dia kepada putri semata wayangnya.
"Okei Ayah Jai!" Hany membulatkan tangannya sebagai tanda persetujuan. Ia rasa, ia tak pernah kurang kasih sayang dari seorang Ayah. Hanya peran Ibu yang tak pernah ia dapat, sejak ia lahir. Ayahnya selalu berkata jika Ibunya pergi setelah melahirkan dia, alasannya karena ingin kehidupan yang lebih baik.
Pekerjaan Jaindra berbisnis online, setiap hari dia selalu berada di dalam rumah dan mendapatkan penghasilan. Dalam pekerjaan online-nya, ia berstatus sebagai CEO. Terkadang ia keluar, hanya untuk mencari angin ataupun refreshing otak.
Beberapa menit telah berlalu, Hany menghampiri Jaindra yang masih duduk di atas kursi ruang tamu. Terkadang ia heran dengan Ayahnya, bukankah tadi dia yang mengajak makan, tapi sekarang Hany yang harus mengingatkannya.
"Ayah Jai, katanya tadi mau makan. Kok masih di sini?" Tanya Hany memeluk Jaindra dari belakang.
"Eh iya anak Ayah, yok makan!" Jaindra beranjak menuju tempat makan, dapur mereka bersebelahan dengan ruang tamu.
Saat ini keduanya telah menatap nasi putih yang berada di depan. "Sini biar Hany yang tuangin nasinya," kata Hany. Jaindra tersenyum sumir. Dia memang sangat beruntung mempunyai anak seperti Hany, bukan hanya cantik dan berprestasi, tapi juga baik dan beradab.
"Terima kasih anak Ayah, memang deh perfect anak Ayah ini!" Ujar Jaindra.
"Aku hanya perfect di mata Ayah dan orang lain, tapi tidak di mata diriku sendiri," celetuk Hany. "Maksud kamu nak?" Jaindra bertanya kebingungan.
"Eh gak, udah sekarang kita makan aja Yah. Ouh Iya, yang lain gak diajak Yah?" Tanya Hany.
"Tadi, Bibi, supir dan satpam udah makan duluan sebelum kamu pulang. Jadi, ini waktu untuk kita," tutur Jaindra. Hany menganggukan kepalanya.
Kini, suara dentingan sendok beradu garpu di atas piring yang hanya terdengar. Sunyi saja, salah satu di antara mereka belum memulai percakapan seperti pada biasanya. Hingga, Hany yang memulai bercerita tentang hari pertama kelas XII-nya.
...-ToBeContinued-...
...Petunjuk :...
..."Semua yang terjadi bukanlah kebetulan. Pasti ada sebab tertentu bagi hidupmu."...
..."Jadi dewasa itu gak enak ya? Kalo cape boleh kok istirahat, sampai kamu siap. Tapi satu hal yang gak boleh, gak boleh menyerah! Ada hal-hal yang perlu dijeda sebentar sebelum dilanjut lagi."...
...Akashi Sereyn Adhikari...
Hany memulai percakapan bersama Ayahnya, karena tak semestinya jika setiap makan tak dihiasi dengan canda tawa ataupun pembahasan sesuatu. Sudah semestinya ia bercerita hari-harinya kepada sang Ayah, yang selalu sigap mendengar keluh kesah anak perempuannya.
"Yah! Tadi ada siswa baru lho masuk kelasnya Hany," ungkapnya.
"Siswa baru? Siapa? Kok Ayah gak tau?" Hany menatap Ayahnya kebingungan.
"'Kan Hany belum cerita Ayah, gimana sih!" Jaindra menepuk jidatnya, seolah apa yang tadi dia ucapkan bukan kesengajaan.
"Jadi, siswa barunya itu seorang laki-laki Yah. Dia duduk di samping kiri aku, kalo yang aku lihat, sepertinya dia bukan pendiam tapi dingin. Namanya Akashi, Yah!"
"Akashi?"
Uhuk uhuk
Jaindra tersedak karena terkejut, dia langsung meminum air yang telah Hany ambilkan. Setelah batuk Jaindra mereda, Hany melanjutkan pembicaraannya.
"Setau orang-orang, Akas itu pindahan dari Jepang, tapi aslinya dia orang Indonesia." Hany melanjutkan menyuapkan nasi ke mulutnya.
"Begitu ya? Dia tampan?" Kali ini Jaindra bertanya dengan jarak yang lebih dekat, menatap mata anaknya. Seolah ingin kejujuran dari Hany.
"Tampan lah, orang dia laki-laki. Kalo dia perempuan pasti dia cantik," dalih Hany. Tak ada kebohongan yang ia ungkapkan, pun Jaindra percaya dengan anak gadisnya tersebut.
Wajah Jaindra menjadi datar, ia pun menghabiskan makanannya. Namun, pikirannya masih tertuju pada sebuah nama, Akashi.
Siapa dia? Mengapa sampai Jaindra tersedak mendengar nama itu?
...<•~•>...
Waktu malam telah tiba, matahari telah terbenam di ufuk Barat. Daisen. Dia menghabiskan malamnya dengan bersantai di atas balkon rumah, menetralkan kembali pikirannya yang sempat kemana-mana. Daisen meneguk kopi hangat yang telah ia siapkan, memajamkan matanya mencari ketenangan pada angin malam.
"Dar!" Seorang wanita mengejutkannya dari belakang.
Daisen tak menoleh sama sekali, ia telah mengetahui siapa dia. Sepupu yang selalu menjahilinya, di manapun Daisen berada selalu ada dia.
"Lisa! Bisa gak sehari lo jangan muncul depan gue gitu, kalo muncul pun jangan nyebelin." Ya. Itu adalah Callisany, dia sepupu Daisen satu-satunya.
Orang tua Lisa meninggal karena kecelakaan, membuat adik dari Ibunya Lisa---Ibunya Daisen---merawatnya hingga kini. Kejadiannya 5 tahun yang lalu, setelah ia lulus dari jenjang sekolah dasar.
Daisen yang terkenal dengan sikap dinginnya, nyatanya tidak ada kata dingin ketika bersama Lisa, hanya ada cuek-cueknya sedikit. "Ya, kalo gue gak jahilin lo, itu bukan gue dong!"
Daisen hanya diam, dia tak menghiraukan perkataan sepupunya. "Lo lagi kenapa sih? Lo boleh cerita sama gue," ajaknya.
"Biasalah, gue selalu heran sama mereka," keluhnya.
"Lo jangan terlalu mikirin perkataan mereka, mungkin lo selalu dituntut untuk sempurna oleh mereka. Gue yakin mereka sayang sama lo, keinginan mereka cuman gak mau lo salah jalan."
"Sa! Kadang gue ngerasa, mereka lebih sayang lo daripada gue. Gue ngerasa inscure," lirih Daisen.
"Lo salah besar! Mereka gak seperti yang lo pikirin, mereka menuntut hal yang sama, seperti ke lo. Hanya di depan lo mereka gak nyatakan langsung, karena mereka tau kalo lo akan marah, jika gue dituntut di depan lo."
Daisen mengembuskan nafasnya kasar, bukan hanya Celly yang dituntut untuk berprestasi. Bedanya, jika Celly tak pernah mendapatkan perhatian lebih, tetapi Daisen dan Lisa mendapatkan perhatian, namun selalu dituntut untuk sempurna di depan dunia.
Tidak ada yang mendapatkan kehidupan sempurna, bagi mereka karena setiap kegembiraan selalu ada kepedihan. Akashi yang mendapatkan perhatian dan tak dituntut untuk sempurna, ia tak pernah merasakan peran seorang Ayah. Begitupun sebaliknya dengan Evelyn. Bercelly yang tak pernah mendapatkan perhatian lebih dan selalu dituntut sempurna, meskipun kedua orang tua mereka lengkap. Sedangkan Callisany dan Daisen, mereka harus membayar biaya hidup. Orang tuanya mengatakan agar bisa disiplin, tetapi mereka juga dituntut untuk sempurna dan berprestasi.
...<•~•>...
Akashi menapakan langkah kakinya di atas tanah yang basah, akibat hujan sebelumnya. Setelah hujan mereda, ia langsung pergi keluar menemui seseorang. Tak jauh dari jarak rumahnya, ia memasuki kedai dengan nuansa alam yang indah.
Bertuliskan nama kedai Kuno, yang mana kedai tersebut adalah kedai yang telah dibangun lama, sekitar 20 tahun yang lalu.
Kakinya menapak di atas keramik, dingin ia rasakan saat pertama kali menginjak keramik tersebut. Seorang lelaki muda menyapanya, dari meja nomor 2. Akashi langsung menghampiri lelaki tersebut, ia langsung bertegur sapa dengan lelaki di depannya.
"Bang! Gue kangen banget sama lo, lo di sini okey 'kan?" Tanya Akashi setelah bertegur sapa.
Lelaki itu tersenyum. "Gue oke lah. Selama lo di sana, lo juga oke gak?" Lelaki itu menanyakan hal yang sama, dengan yang Akashi tanyakan sebelumnya.
"Oke lah, Bang Rayn sekarang lanjut kuliah di mana?"
Rayn Adhitama, adalah nama kakak Akashi. Usia mereka hanya terpaut 3 tahun, saat ini Rayn tengah menempuh pendidikan di Universitas Indonesia.
"Gue kuliah di UI (Universitas Indonesia), lo nyaman gak di sekolah Mama?" Tanya Rayn.
"Nyaman lah Bang!"
"Heh! Identitas aman 'kan?" Rayn menepuk pundak Akashi dengan pelan.
"Aman dong Bang, Mama juga gak pernah ngomong apapun ke mereka."
Rayn hanya menanggapinya dengan anggukan kecil, Akashi lekas duduk setelahnya. "Shi, ada banyak hal yang mau gue bicarain sama lo!" Rayn menatap adiknya dalam.
"Apa Bang?" Akashi sontak bertanya.
"Tapi, gue rasa gak di sini tempat buat kita ngomongin semuanya. Di kedai ini dekat rumah Mama, pasti kurang aman!" Rayn mengisyaratkan untuk mereka pergi dari sana.
"Oke Bang, gue paham! Mungkin kita butuh tempat yang lebih jauh dari rumah," ujarnya.
"Iya, tapi gak sekarang. Ini udah malam, Mama pasti nyariin kita. Lebih baik sekarang kita ke rumah dulu, besok gue cari tempat buat ceritain ke lo. Nanti Mama nyuruh satpam lagi buat nyari kita," tutur Rayn.
"Iya sih Bang, oke lah kita ke rumah aja dulu."
Akashi dan Rayn beranjak dari duduknya, mereka melangkahkan kaki keluar dari kedai tersebut. Langsung menuju kediaman, kediaman yang paling megah dari teman-teman mereka yang lain. Diisi dengan 12 satpam, 5 ART dan 3 tukang kebun.
Umur Akashi dan Rayn hanya terpaut 2 tahun, tetapi karena kejadian waktu itu, semuanya berubah. Hanya Rayn yang mengetahui mereka sebenarnya, bahkan Marseny pun tak mengetahuinya sama sekali.
...-ToBeContinued-...
...<•~•>...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!