"Ouh, yes, honey! Yeahh ... disana! Enak sekali, Honey!"
Desah dan erangan nikmat terus terdengar dari balik pintu yang sedikit terbuka kamar Royal Beach Bungalow. Membuat jantung seorang Beby Arshinta berdetak tak karuan. Tangan Beby yang gemetar, menggenggam ponsel yang ia siapkan untuk merekam momen ulang tahun calon suaminya erat-erat. Dadanya sesak oleh suara-suara manja dari balik pintu kamar itu. Menusuk telinganya seperti belati hingga tembus ke jantung.
Tangannya yang bebas memegang kue ulang tahun untuk pria yang besok akan menjadi suaminya. Namun, seakan melupakan untuk apa ia membawa kue itu, Beby melangkah masuk untuk membuktikan bahwa suara itu bukan berasal dari Revan Hadi Satria. Pria yang selama lima tahun ini menjalin hubungan asmara dengannya.
Beby mendorong pintu perlahan.
Lantas, pemandangan yang tak pernah Beby bayangkan dalam mimpi paling buruk sekalipun terlihat.
Diatas ranjang yang akan menjadi peraduan dan pelabuhan cintanya dengan kekasihnya, kini terbaring tumpang tindih dan saling melilit penuh kenikmatan Revan dan Clara—wanita yang selama ini menjadi batu sandungan bagi Beby.
Clara Divarani mengalungkan kaki di pinggang Revan, kedua tangannya sibuk meremas rambut dan kepala Revan.
"Jadi apa Beby-mu bisa sehebat aku?!" ucap Clara penuh goda. "Dia boleh hebat, tapi hanya aku yang bisa memiliki kamu, kan, Sayang?!"
Revan menghentak keras pinggulnya sekali, hingga membuat Clara kembali mengerang keenakan.
"Beby hanya gadis kolot sok suci! Disentuh saja tidak mau, apalagi sampai seperti ini?"
Bibir Beby tergigit menahan jerit. Air matanya turun mewakili perasannya yang sakit dan hatinya yang hancur lebur. Revan ... tega-tega nya berkata begitu!
Sesuatu yang Beby tidak pernah sangka sama sekali.
Tawa Clara terdengar kemudian, lalu wanita itu diangkat tubuhnya oleh Revan untuk berganti posisi dari merebah jadi berdiri. Namun, ketika keduanya masih saling bertaut untuk berdiri, mata Clara menangkap kehadiran Beby di depan pintu.
Clara bukannya malu, tetapi justru meletakkan dagu di pundak Revan. Bibirnya tersenyum penuh kemenangan melihat Beby sudah bersimbah air mata.
"Sayang, ada tamu tak diundang datang," bisik nakal Clara ke telinga Revan yang saat ini sedang membawanya menempel di dinding.
Revan menoleh ke pintu, sebab ia juga seperti menyadari kehadiran orang lain. Mata Revan sontak membelalak dan menjatuhkan Clara kasar.
Clara yang sudah menyiapkan antisipasi itu segera menutup tubuhnya dengan kemeja milik Revan, tanpa tahu malu ia bersandar malas di dinding. Mengelus rambutnya yang berantakan dan menatap Beby dingin juga licik.
"Beby, a-aku bisa jelaskan!" Revan menutupi dirinya dengan kedua tangan lalu berlari ke kamar mandi begitu menyadari keadaan dirinya. Wajahnya yang semula merah dan mengeluarkan keringat panas kini berubah pucat dan panik.
Beby menatapnya tanpa berkedip meski matanya terasa panas dan perih.
Clara menyisir rambutnya ke belakang dengan jemari, penuh percaya diri, berjalan dengan lenggokan yang begitu sensual, lalu duduk di ranjang dengan kaki tersilang anggun. “Oh, Sayang ... kamu tidak perlu merekam. Aku bisa kirimkan videonya dengan kualitas lebih bagus kalau mau.”
"Kenapa?" suara Beby serak, matanya nanar menatap Clara. "Kenapa kau lakukan itu, Clara? Kenapa kau terus mengganggu kebahagiaan yang aku bangun susah payah? Kenapa harus Revan, Clara?"
Clara turun dari ranjang, berjalan pelan mendekatinya seperti singa betina yang baru saja menguasai mangsanya. “Karena aku benci kamu. Karena semua orang selalu menyukai Beby si sempurna. Karena setiap kali aku berdiri di dekatmu, orang-orang membandingkanku seperti aku adalah bayanganmu yang tidak berharga!"
Beby menatap mata Clara. Bukankah selama ini Clara sudah mendapatkan apa yang ia mau? Bukankah selama mereka bersaing, Clara selalu memenangkan semuanya?
"Tapi kenapa harus Revan, Clara? Kau tau kan kami akan menikah besok?" Beby masih tetap tidak habis pikir. Apa kurang selama ini Beby mengalah pada Clara? Beby diam saja meski semua terasa tidak adil baginya. Semua itu semata-mata agar Clara berhenti mengganggunya.
Ia berhenti satu langkah dari Beby, menatap wajah gadis itu dalam-dalam.
"Aku ambil Revan darimu bukan karena aku mencintainya," lanjutnya pelan, seraya melirik ke arah pintu kamar mandi, “Tapi karena aku ingin kau merasa bagaimana rasanya semua yang kau bangun, kau jaga, kau impikan ... dihancurkan tepat di depan matamu.”
Beby terhenyak. Dia benar-benar sesak napas dan nyaris limbung jika saja Beby tidak mengepalkan tangan agar dia tetap kuat.
Clara tertawa seperti tokoh antagonis sebuah drama. Pelan, halus, tetapi membunuh. Ia tidak berhasil menyingkirkan tawa penuh kemenangan yang memuaskan dari bibirnya.
Beby hanya bisa membuang napas saking sakit dan bingungnya.
"Sayang—Beby!" Revan keluar dari kamar mandi, panik mendapati Beby bersimbah air mata di hadapan Clara. Ia bingung harus bagaimana menyikapi keadaan ini. "Dengarkan aku, Sayang ... ini semua nggak seperti yang kamu pikirkan, Baby!"
Revan mendekat, langkahnya pelan seperti hendak menangkap ayam liar.
"Aku akan jelaskan semuanya, kamu tenang, ya," ujar Revan seraya mengangkat tangannya demi menenangkan Beby. "Aku tau aku salah, tapi, ini semua benar-benar di luar kendali ku!"
Beby melirik Clara yang bersedekap tanpa berniat menunjukkan mukanya yang jahat tadi, lalu akhirnya menatap Revan di depannya, jijik.
"Berhenti disana, Revan!" ucap Beby serak. "Pernikahan ini sebaiknya kita batalkan saja!"
Usai berkata demikian, Beby mundur dan berlari meninggalkan kamar pengantin yang akan mereka tempati besok malam.
"Beby—" Revan berinisiatif mengejar.
"Van!" teriak Clara penuh drama, "apa kau akan meninggalkan aku? Setelah semuanya? Setelah apa yang aku lakuin untuk kamu? Kau hari ini tidak pakai pengaman, jadi aku yakin aku akan hamil tidak lama lagi!"
Revan berhenti mendengar hal itu, lalu memutar badan menatap Clara. "Kita bisa bicarakan itu nanti, Clara ... yang jelas, aku harus buat Beby menikah denganku!"
Revan kemudian kembali berlari mengejar Beby. Bagaimanapun, Beby harus tetap jadi istrinya, apapun yang terjadi.
Beby menangis sejadi-jadinya, hingga ia tidak sadar telah menabrak beberapa orang yang melintas.
"Beby?!"
Beby berhenti ketika mendengar suara ayah dari Revan. Ia mengusap air mata dan berkata terbata-bata ketika mereka saling berhadapan.
"Pak ... pernikahan ini saya batalkan! Revan berselingkuh dan saya tidak mau mempunyai suami peselingkuh!"
"Siapa? Revan?" Galih bertanya dengan kening berkerut. "Itu tidak mungkin, Beby! Jangan ngelantur kalau bicara!"
Tentu Galih tidak terima, tetapi melihat Revan di kejauhan berlari ke arah sini, lalu Clara mengekori di belakangnya kemudian, ia segera menyadari keadaan yang selama ini telah ia dengar samar-samar.
Galih menghela napas, tak punya pilihan lain. Beby yang sudah siap melarikan diri itu ditahan oleh Galih di pergelangan tangan. Dicengkeramnya kuat-kuat lengan kecil itu.
"Beby, pernikahan kalian akan tetap berlangsung besok!" Galih sedikit melirik Beby. "Kalau kau membatalkan pernikahan, maka biaya pernikahan ini kau yang akan menanggungnya sendiri!"
Mata Beby membelalak. Ia menatap Galih tak habis pikir. Yang salah anaknya, tapi yang harus menderita adalah dirinya. Ini sungguh tidak adil.
"Tidak bisa begitu, Pak!" protes Beby.
Galih memutar badan hingga bisa melihat Beby dengan jelas. "Kalau begitu menikahlah besok dengan Revan!"
Beby menggelengkan kepalanya seraya berusaha lepas.
"Atau kalau kau mau memudahkan urusan, tidurlah denganku ... maka kau tidak perlu menikah juga tidak perlu membayar biaya pernikahan!" Galih mendekatkan bibir ke telinga Beby. "Gimana? Sama-sama enak, kan?"
Beby menahan geram karena merasa dilecehkan. Ia menarik tangannya kuat-kuat lalu mendengus sinis.
"Simpan saja pikiran kotor Bapak itu dalam-dalam! Saya tidak akan menjual diri saya begitu murah!"
Galih terkekeh. "Kalau gitu, bayar vendor yang bisa mencapai 500 juta itu, Beby!"
"Baik, akan saya bayar!" tantang Beby berapi-api.
"Waktumu hanya sehari saja, Manis!"
"Besok sore, uangnya akan Bapak terima utuh!" balas Beby seraya ingin meludah. Tapi ia tahan dengan baik sebab ia tidak sudi lagi bertatapan dengan manusia-manusia tidak punya moral ini.
Beby segera melanjutkan larinya, dibawah tatapan meremehkan Galih.
"Sok suci kamu, Beby! Uang segitu kau dapat dari mana? Besok pasti kau akan jadi milikku!"
Beby duduk menyendiri di sebuah kafe tepi pantai, tempat nongkrongnya jika sedang galau atau sedih. Suara ombak yang begitu keras menghantam bebatuan tebing karang membuat riuh isi kepalanya terkalahkan.
Wanita muda itu menghembuskan napas keras nan berat dari dalam dadanya. Matanya masih lekat menatap ponsel usai menelpon beberapa teman dan kerabatnya. Entah sudah berapa orang yang ia mintai bantuan uang, tetapi hingga malam kian larut, 500 juta tidak bisa ia dapatkan juga. Lagipula, hanya orang gila yang menyanggupi uang sebesar 500 juta dalam semalam hanya karena benci dilecehkan pria tua macam ayah Revan.
"Kalau tidak aku iyakan, memangnya aku mau tidur dengan laki-laki tua bangka seperti dia?" Beby bergumam penuh rasa jijik. "Ih, menjijikkan sekali! Lagipula, hanya orang gila yang merayu mantan calon menantunya! Dasar gila! Sudah tidak waras orang itu!"
Beby mendengus jika ingat kejadian tadi siang. Rasanya ia ingin menggampar wajah Clara tetapi emosi terlanjur menguasai jadi Beby hanya bisa menangis dan memilih pergi. Tidak ada untungnya berlama-lama di sana, karena itu pasti hanya akan membuat hatinya semakin sakit.
"Pantas anaknya seperti itu, bapaknya juga gila wanita! Siapa saja diembat seperti singa lapar!"
Makian Beby pada Galih membuat perasaannya sedikit terhibur, tetapi tetap saja, dia masih kepikiran soal uang.
"Sudahlah! Sebaiknya aku pulang saja!" Beby berdiri lalu menuju parkiran dimana motor kesayangannya terparkir.
Ketika ia menarik motornya keluar, samar ia mendengar keributan di area parkir mobil. Sebuah mobil putih menjadi sasaran amukan seorang wanita paruh baya berpenampilan glamor.
"Itukan Ibunya Clara?" gumam Beby pelan. "Ngapain dia disana?"
Suara dari percakapan yang rasanya seperti perdebatan itu perlahan mulai jelas di pendengaran Beby.
"Kau boleh sama siapa saja asal bukan orang yang aku kenal, Danu! Aku sudah bilang berkali-kali, bukan? Ini malah sama staf kamu sendiri, memangnya tidak ada wanita lain apa selain dia! Kamu juga, sudah bagus kamu aku kasih pekerjaan layak dan enak, bukannya balas budi malah godain laki orang!"
"Ibu salah sangka, kami benar-benar tidak melakukan apa-apa!"
"Halah, ngeles aja kamu ini! Sudah sana pergi! Mulai besok, tidak usah kerja lagi sama suami saya! Kamu saya pecat!"
"Mila, jangan gegabah kamu! Nuduh orang sembarangan tanpa bukti! Dengerin dulu penjelasan dia, baru kamu putuskan kami salah atau tidak!"
"Mana ada maling ngaku, Dan? Kalau kamu bela dia berarti kamu benar-benar ada hubungannya sama dia!"
"Mila, stop!"
Beby mengerutkan kening. "Ternyata keluarga Clara itu seperti ini ya aslinya, padahal aku pikir keluarga yang terkenal tidak punya cela sama sekali."
Clara dan Beby memang teman sekolah sejak taman kanak-kanak, kemudian mereka bersekolah di tempat yang sama hingga lulus SMA. Semua orang memuji Clara meski Clara bukanlah yang terbaik. Bahkan dalam setiap perlombaan yang Clara ikuti, dia hampir dipastikan selalu ada dalam daftar pemenang. Pun di kelas, Clara selalu dapat peringkat 3 besar, meski dia tidak terlalu pintar.
Beby yang notabene memang siswa yang pandai di sekolah dan sering diikutsertakan dalam perlombaan, hampir setiap event selalu bertemu dengan Clara dan dipastikan Beby selalu tersingkir seolah Beby tidak terlibat di sana.
Rasa muak itu menumpuk di hati Beby, hingga saat kuliah tiba. Beby bahkan akhirnya memilih mundur dan berkuliah di universitas berbeda hanya agar tidak bertemu Clara lagi. Berharap Clara tidak lagi menghalangi dirinya meraih prestasi, akan tetapi Clara justru menghalangi dirinya meraih kebahagiaan seumur hidupnya.
Benar, Revan adalah pacar paling lama yang Beby miliki, yang paling serius dengan hubungan yang mereka jalani meski Beby seorang yatim piatu dan hanya karyawan biasa di kantor tempat Revan menjadi pimpinan. Ya, mereka berdua bekerja di perusahaan milik saudara ayah Revan. Namun, Clara benar-benar tak membiarkannya lepas.
Entah apa mau Clara sebenarnya, Beby tidak tahu. Secara kasat mata, seharusnya Beby bukanlah sesuatu yang penting untuk diperhitungkan oleh wanita sekaya Clara. Ia hanya lalat kecil yang hinggap di buah paling tidak diinginkan di dunia.
"Mila, kuharap kamu selalu ingat kata-kata yang kamu ucapkan sendiri bahwa kita hanya sebatas suami istri kontrak yang bisa kapan saja berpisah tanpa hak dan kewajiban yang mengikat!"
Ucapan Danu membuat lamunan Beby buyar. Suara itu begitu dekat sampai bisa Beby dengar dengan baik.
"Pemilihan legislatif tinggal seminggu lagi, apa kamu mau modal milyaran itu lepas begitu saja? Apa kamu mau menderita kerugian hanya karena skandal menjijikkan seperti itu? Pikirkan baik-baik tindakanmu, Danu ... aku hanya mengingatkan sebagai rekan sekaligus Ketua pemenangan kamu! Aku tidak mau semua yang aku bangun hancur hanya karena tikus kecil dan kecoa busuk bodoh sepertimu bertindak gegabah!"
Beby membelalak mendengar hal itu. Gosip besar yang bagus sekali untuk disebarkan. Apalagi ini menyangkut Clara, orang yang ia benci sampai ke ubun-ubun.
...
Beby pulang setelah puas mendengar pertengkaran dua orang terkenal di kota ini. Ia bahkan merekam bagian akhir keributan tersebut, meski ia tidak tahu untuk apa hal itu ia lakukan.
Setibanya di sebuah rumah Beby dari hasil kredit KPR 15 tahun ke depan, Beby segera merebahkan badan. Matanya yang sembab begitu berat terbuka.
Ponselnya mati, setelah banyak orang menghubungi dirinya usai pemberitahuan singkat soal batalnya pernikahan esok hari. Kerabat jauh Beby yang bahkan sudah siap berangkat pun terpaksa urung. Namun, mereka mendukung Beby setelah video rekaman itu ia kirimkan.
Banyak yang sepakat dengan Beby tapi Beby tidak menceritakan apa yang ayah Revan katakan. Bisa jadi runyam jika ia bercerita soal itu.
Beby berniat memejamkan mata tanpa membersihkan diri terlebih dahulu sebab ia benar-benar malas hari ini. Rasanya bergerak pun tidak mau lagi. Akan tetapi suara ketukan di luar membuat Beby berdiri dan membuka pintu.
"Hai, Babu—eh, Beby!"
"Aku belum puas melihat kamu hancur, Sayang." Clara masuk dengan gerakan menyebalkan. Gayanya sok berkuasa, seakan telah berhasil memenangkan pertempuran. Ekspresi berpuas diri juga tak terbantahkan muncul di wajahnya yang sangat glowing.
Di belakangnya, ibu Clara yang bernama Mila juga masuk dan memandangi seisi ruang tamu dengan pandangan merendahkan.
Beny mendengus, memandang Clara tanpa putus. "Apa maumu, Clara?"
Clara menyandarkan badan di dinding. "Tidak ada!" jawab Clara sombong.
"Ini yang kamu bilang saingan kamu?" sahut Mila seraya menatap Beby dari atas sampai bawah. "Pantas Revan selingkuh, penampilan kamu udik sekali! Jelas Revan pilih Clara, setidaknya tidak malu-maluin jika diajak datang ke acara besar! Secara keluarga Revan orang terpandang, jelas mereka setuju saja pas kamu minta pernikahan itu batal!"
Beby syok. Berita pembatalan pernikahan itu sudah menyebar rupanya.
"Katanya kamu akan dipenjara kalau tidak mampu bayar 500 juta, ya?"
Ucapan mengejek Clara menusuk telinga Beby hingga ke hatinya. Ternyata Galih memang sudah tahu hubungan Revan dan Clara sehingga hal sedetail itu Clara tahu.
"Mau dibayar pake apa? Rumah saja KPR 15 tahun, kerja gaji UMR kabupaten! Mana kabupaten terpencil juga, gajinya nggak seberapa!" Mila mencibir. "Kecuali menjual diri, baru bisa bayar! Itupun nggak mungkin ada yang mau bayar 500 juta dengan tampilan kumel begini!"
Kepala Beby mendidih. Ini dua orang apa tidak punya kerjaan lain apa gimana? Malam-malam datangi rumah orang hanya untuk menertawakan kesedihan orang. Benar-benar gabut mereka.
"Benar kata Mami ...," ujar Clara sembari terkekeh penuh ejekan. "Sekalipun masih perawan, hanya orang yang uangnya sisa doang yang mau bayar 500 juta dalam semalam."
Mila terkekeh melihat Beby yang hanya bisa diam diinjak harga dirinya seperti ini. "Kamu ada saran nggak, Sayang, buat gadis manis ini biar dibayar mahal?"
Clara menjentikkan jari saat menatap Beby. "Cari pria lain aja buat gantiin Revan! Cukup bayar pake keperawanan, jadi istri soleha, penurut, dan ibu rumah tangga yang baik! Kamu nggak perlu bayar 500 juta itu!"
Mila cekikikan. Melihat Clara senang, Mila juga senang. Baginya, apapun yang membuat Clara bahagia, akan ia dukung dan usahakan sebaik-baiknya, termasuk memiliki Revan. Revan telah Clara incar sejak lama, tapi sialnya, Revan pilih Beby si wanita kampung itu daripada Clara yang cantik luar biasa.
Dengan ide darinya juga, Clara akhirnya berhasil menggaet Revan meski butuh waktu yang tidak sebentar dan usaha yang tidak kalah besar. Kini, ia akan melihat Clara bahagia dengan pria pujaan hatinya.
"Ini sedekah buat kamu!" Mila dengan gerakan menjengkelkan menarik uang berbendel dari tas branded lokal miliknya. "Cukuplah 10 juta buat perawatan demi suami penggantinya! Ya, tua nggak apa-apa asal nggak keluar 500 juta!"
Uang itu diletakkan pada lengan Beby yang disedekapkan.
"Selamat bersenang-senang, Babu, eh, Beby!" Clara melambaikan tangannya gemulai. "Ikuti saja saranku, siapa tau dapat laki-laki kesepian yang tajir nanti!"
Mata Beby berotasi sempurna ketika Clara dan Mila keluar seraya tertawa cekikikan. Ia juga membuang napas kasar saking muaknya menahan diri untuk tidak marah dan meluapkan emosi pada mereka berdua. Jujur saja, dia pusing memikirkan uang 500 juta itu didapat dari mana, ditambah dua orang itu sungguh membuat kepalanya nyaris meledak dalam kekesalan, jadi Beby memilih diam. Takut ia mengambil keputusan yang salah saat emosi besar melanda dirinya seperti saat bertemu Galih tadi.
Ia takut semakin mempersulit diri sendiri. Namun, daripada terjebak dengan pria tua bangka, Beby lebih suka pusing dengan cara terhormat begini.
Uang segepok di tangannya hampir terjatuh saat ia bersiap menutup pintu usai Clara dan Mila meninggalkan pekarangan rumahnya yang tak seberapa. "Dasar orang kaya sombong!"
Beby menutup pintu perlahan. Kepalanya terngiang kejadian hari ini lengkap hingga kejadian malam ini. Ia merasa dia benar-benar sial.
"Bagaimana bisa aku begini sial hanya karena pria gila bernama Revan!"
Beby membuang uang 10 juta itu ke tempat sampah. Ia pikir, enak sekali orang kaya itu ya, uang sebanyak 4 kali lipat gaji bulanannya itu bisa mereka infakkan dalam satu gerakan ringan.
"Darimana sumber uang mereka yang nggak habis-habis itu?" Beby bergumam masih terus memaku pandangan pada tumpukan uang di dasar tong sampah tanpa isi tersebut.
Beby melamun dan pikirannya melayang kemana-mana usai ia menyandarkan kepala di dinding. Keluarga Clara benar-benar membuatnya pusing.
Kemudian, dalam sedetik saja, Beby menemukan ide brilian. "Ya, benar! Kata Clara kalau jadi menikah, tidak perlu bayar 500 juta, kan?"
Jemari Beby menjentik berulang-ulang. Bibirnya sumringah. "Ya, bagaimana kalau aku benar-benar menikah sesuai dengan saranmu, Clara dan Mami Mila? Haa, bagaimana reaksimu nanti?"
Bergegas, Beby men-charger ponsel androidnya yang sudah lusuh itu, kemudian mandi dan bersiap-siap melancarkan teror terbaiknya.
...
Hari dimana seharusnya Beby menikah, justru anak itu duduk dengan santai di kamar pengantinnya di hotel yang sedianya hari ini telah ia batalkan. Ia hanya menggenggam satu kepastian. Pria itu tidak akan menolak permintaannya.
Menit demi menit berlalu, hingga akhirnya seseorang berperawakan tinggi besar dan memakai masker masuk ke kamar yang telah didekorasi dengan baik layaknya kamar pengantin tersebut.
"Katakan apa maumu?!" Pria yang tak lain adalah ayah Clara memindai ruangan penuh rasa curiga.
"Ini putri Bapak, bukan?"
Danuarga Saptaji menahan gusar saat melihat ponsel di tangan gadis muda di hadapannya ini.
"Saya tahu Bapak adalah anggota dewan perwakilan rakyat, nama baik Bapak mesti dijaga, tapi dengan video ini ditangan saya, saya tidak bisa menjamin Bapak bisa tidur dengan tenang!" ancam gadis muda itu lagi.
"Tapi—"
"Saya mau Bapak menikah dengan saya, menggantikan posisi pacar saya yang telah ditiduri putri Bapak!"
What? Alis Danu berjengit saking tak percaya.
"Saya tidak peduli Bapak berkeluarga atau tidak, saya hanya mau Bapak bertanggung jawab atas kelakuan putri Bapak!" sambung gadis itu lagi.
Danu terenyak menatap mata gadis muda ini.
"Jika Bapak tidak mau, maka saya akan menyebarkan video ini di media sosial!"
"Tunggu dulu!" tahan Danu seraya melepas masker yang menutupi wajahnya. "Kau sengaja merekam—"
"Semua ini memang putri anda rencanakan, jadi saya juga berhak membalas kebaikan putri anda, kan?"
Beby menatap Danu penuh rasa puas, apalagi pria itu saat ini menghadapi pemilihan umum Legislatif, pasti ia tidak akan main-main. Beby tidak tahu sekaya apa mereka, tapi uang milyaran pasti tidak sedikit juga bagi mereka.
"Jika Bapak tidak bersedia, ya sudah, saya tidak memaksa, tapi dua video ini akan menghancurkan semua yang bapak rencanakan!" Beby memainkan flashdisk ditangannya. "Padahal, Bapak hanya perlu duduk di kursi pengantin saya, lalu semuanya beres. Saya bahkan tidak menuntut apa-apa dari Bapak selain pertanggungjawaban atas perbuatan putri Bapak yang tersayang itu."
Danu tercekat sejenak. Ia masih sedikit pusing dengan urusan kampanye dan hal-hal yang berkaitan dengan pileg. "Bagaimana dengan kompensasi berbentuk uang! Saya bayar kamu 100 juta, bagaimana?"
Beby menggelengkan kepalanya berulangkali. "Jangan buang-buang waktu Bapak untuk memikirkan hal yang jalan keluarnya telah ada di depan mata, Pak! Mari kita datangi penghulu, beri mereka uang tutup mulut, lalu semuanya selesai dengan damai! Saya juga akan diam saja bahkan tanpa Bapak kasih uang tutup mulut! Simpan saja 100 juta Bapak untuk biaya kampanye!"
Danu menatap Beby sejenak, sebelum menghela napas dalam dan mengangguk setuju.
"Baik, tapi aku benar-benar ingin seluruh video itu musnah setelah kita menikah!"
Beby menarik salah satu sudut bibirnya. "Itu perkara gampang! Jadi mari kita menikah dulu!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!