DHUMMM, GRUUK GRUUK. Terdengar ditelinga penumpang saat pesawat yang mereka tumpangi mengalami suatu kendala.
Semua penumpang menjadi tegang dan ketakutan, mereka belum tau apa yang terjadi yang mereka rasakan saat ini, pesawat yang mereka tumpangi tidak baik-baik saja.
"Mas, ada apa, kenapa seperti ini, apakah udaranya sedang kosong ?" tanya seorang wanita cantik pada suami yang duduk disebelahnya.
Wanita cantik ini merasakan getaran pada pesawat dan bunyi gemuruh yang begitu bising.
Suami dari wanita cantik itu menoleh pada istrinya, tangannya menarik bahu istrinya agar bersandar didada bidangnya.
Lelaki itu tidak menjawab pertanyaan istrinya, dia hanya menenangkan istrinya agar tidak panik dan ketakutan.
Lelaki itu tau kalau pesawat yang mereka tumpangi mengalami masalah, entah itu dari udara atau kerusakan mesin, tapi yang pasti lelaki itu tau kalau pesawat yang ia tumpangi sedang tidak baik-baik saja.
"Mas, apa pesawat ini akan jatuh ?" tanya istrinya lagi." Karena istrinya terus bertanya, dia terpaksa memberitahu istrinya kalau pesawat yang mereka tumpangi mengalami masalah.
Namun ketika lelaki itu hendak membuka mulut, suara dari pramugari terdengar.
"Para penumpang yang terhormat,
Kami menghadapi keadaan darurat. Mohon tetap tenang dan ikuti instruksi awak kabin.
Kenakan sabuk pengaman Anda dengan kencang, tegakkan sandaran kursi, dan jangan membawa barang bawaan.
Kenakan pelampung penyelamat atau masker oksigen bila diperlukan, sesuai arahan.
Tetap berada di kursi Anda sampai instruksi selanjutnya diberikan.
Atas kerja sama dan ketenangan Anda, kami ucapkan terima kasih."
Setelah suara itu senyap, terdengar suara para penumpang yang seperti panik dan ketakutan, bagai mana tidak, semua penumpang yang ada didalam pesawat itu sangat paham peringatan itu, kalau pramugari sedah memberi amaran, sudah pasti kalau pesawat itu sedang mengalami hal yang serius dan kemungkinan akan jatuh.
Para penumpang tau apa yang akan terjadi walaupun pramugari berucap tenang, karena mereka dilatih untuk membuat para penumpang nyaman.
"Mas, aku takut." Ujar wanita cantik tadi dengan wajah sedikit panik.
"Tenanglah sayang, semua akan baik-baik saja." Jawab suami dari wanita cantik itu.
Lelaki itu terus membuat istrinya tenang, namun dalam hati, lelaki itu sebenarnya sudah sangat ketakutan, dia yang terbiasa melakukan penerbangan seperti sadah tau apa yang akan terjadi.
Lelaki itu melihat wajah istrinya yang mulai pucat karena takut, seketika pikiran lelaki itu teringat saat dirinya mengatakan ingin pulang ke negara asalnya yang sudah sangat dia rindukan.
Flash Back On...
"Sayang, kemasi semua barang, kita akan kembali ke Indonesia nanti sore !" ujar lelaki itu pada istrinya yang sudah menemani dan merawatnya hampir satu tahun.
Wanita itu tertegun mendengar perkataan suaminya yang tiba-tiba ingin pulang ke Indonesia.
Wanita itu melihat kewajah suaminya, dia ingin melihat apakah suaminya bercanda.
"Aku sudah bosan disini, aku rindu Negara kelahiran kita." Ujar lelaki itu lagi ketika menyadari tatapan istrinya.
Mendengar perkataan suaminya lagi, wanita itu tau kalau suami serius dan tidak bercanda.
"Tapi mas, kamu belum sembuh, kenapa tidak menunggu sakit kamu sembuh dulu ?" Ujar wanita itu menyayangkan kalau perawatan suaminya akan terhenti ketika kembali ke Indonesia.
"Aku sudah tidak mau berobat lagi, percuma, penyakit ini tidak akan sembuh, kamu sudah dengar kata dokter kemarin 'kan ?"
Wanita itu mengangguk, dia memang mendengar kemarin dokter berkata kalau suami mengalami kanker paru-paru stadium akhir.
Wanita itu tidak berkata apapun lagi, sesuai yang diperintahkan suami, ia mengemas semua pakaian dan beberapa barang yang perlu dibawa.
Barang terakhir yang akan hendak dimasukkan dalam koper adalah bingka foto pernikahannya.
Wanita itu mengambil foto pernikahannya dengan suami, sebelum dimasukan kedalam koper, wanita itu mengusap foto itu, dia teringat pernikahannya yang baru satu hari saat itu.
Tepat setelah resepsi pernikahannya , suami harus dibawa kerumah sakit karena batuk yang mengeluarkan darah dan merasakan sakit yang amat terasa didada suaminya.
Saat itu juga suaminya dilarikan kerumah sakit untuk penanganan, dan beberapa hari kemudian suaminya direkomendasikan keluar Negeri dimana saat ini keduanya berada.
"Sayang, apa sudah siap ?" tanya lelaki itu dengan suara sedikit keras. Mendengar suara suaminya, wanita itu terhenyak, dia segera memasukan bingkai foto itu kedalam koper dan segera menghampiri suaminya.
"Sudah mas," jawab wanita itu setelah berada didepan suaminya.
"Kita akan terbang nanti sore." Ujar lelaki itu dan di angguki oleh istrinya.
Flash Back Off.
Lelaki itu menatap wajah ketakutan istrinya, dia merasa bersalah dan menyesal jika pesawat mereka tumpangi akan jatuh dan membuat istrinya celaka, karena dia yang memaksa untuk kembali ke Indonesia dan harus hari ini juga.
"Ya Allah lindungi kami, lindungi istriku, maafkan aku sayang," gumam lelaki itu dalam hati.
Suara kebisingan mesin pesawat semakin terdengar tidak bersahabat, pesawat sudah seperti oleng.
"Mas, apa pesawat ini akan jatuh ?" tanya wanita itu saat merasa pesawat itu seperti miring kekiri.
Ketakutan sudah sangat terlihat di wajah cantik wanita yang bernama Nadia itu.
Pasangan suami itu bernama Nadia dan suaminya bernama Adrian, keduanya menikah karena dijodohkan, namun keduanya saling mencintai.
Nadia gadis cantik dan polos, gadis yang berumur 25 tahun itu sangat baik dia mempunyai hati yang sangat lembut.
Sedangkan Adrian seorang yatim piatu yang berumur 28 tahun, dia juga lelaki yang penyayang, kedua orang tuanya meninggal saat dia berumur 20 tahun.
Nadia menikah dengan Adrian karena kedua orang tuanya punya hutang Budi pada kedua orang tua Adrian.
Nadia dan kedua adiknya sekolah juga ditanggung oleh keluarga Adrian saat itu.
"Jangan panik sayang, ada mas, kemari, pejamkan matamu." Adrian membawa tubuh Nadia kedalam pelukannya untuk membuat istrinya itu nyaman, namun hati Adrian tidak tenang, dia sangat merasa bersalah jika terjadi sesuatu pada istrinya itu.
Pesawat itu semakin miring, pramugari sekali lagi mengumumkan meminta semua penumpang tenang, namun semua penumpang bukan tenang, malah semakin bising.
Ada yang berdua untuk keselamatan, ada yang menangis, ada yang meminta tolong walaupun mereka tau tidak ada yang menolong mereka disini.
Suara riuh semakin terdengar didalam pesawat itu, Nadia juga sama tapi dia bising, dia hanya melafalkan do'a didalam hati saja.
Nadia memohon keselamatan untuk dirinya dan suaminya, begitu juga dengan Adrian, dia mohon keselamatan untuk istri yang sangat dicintainya itu.
Pesawat semakin miring bersama suara riuh para penumpang, tidak lama kemudian mesin pesawat sudah tidak bersuara, semua penumpang semakin merasa kalau pesawat itu menurun semakin cepat.
Semua penumpang memejamkan matanya dan merasakan hatinya ngilu, begitu juga Nadia dan Adrian.
Tidak lama kemudian terdengar suara dentuman yang begitu keras, setelah itu suasana menjadi hening, tidak ada lagi suara riuh didalam pesawat itu.
Tidak ada seorangpun yang bergerak didalam pesawat yang sudah patah dan hancur ditengah hutan yang gelap itu.
Bersambung.
Suasana malam menjadi senyap, tidak ada suara seekor binatang pun dihutan yang pekat itu, mungkin semua binatang lari ketakutan karena mendengar suara hantaman benda besar yang jatuh.
Beberapa saat kemudian, terdengar pergerakan seiringan dengan suara yang meminta tolong.
"Tolong, tolong aku, siapapun tolong aku." Suara itu serak dan tidak keras.
Dikursi lain seorang lelaki tampan membuka matanya, dia baru sadar dari pingsannya akibat hentakan jatuhnya pesawat yang begitu keras.
Saat membuka mata, lelaki itu merasa badannya sakit semua, dan dadanya begitu berat.
Tangan lelaki itu bergerak hendak mengusap dadanya yang sakit, mata lelaki itu membulat saat tangannya memegang kepala seorang wanita yang ternyata bersandar pada dadanya.
Pikiran lelaki itu langsung tertuju pada kejadian saat pesawat jatuh, lelaki yang bernama Adrian itu segera membangunkan wanita yang bersandar di dadanya yang tidak lain adalah Nadia istrinya.
"Sayang, sayang, bangun, sayang, kamu bisa mendengar ku 'kan ?" tanya Adrian itu panik.
Nadia masih bergeming, ia sama sekali tidak bergerak, keadaan itu membuat Adrian takut, pikirannya berkecamuk.
"Sayang, aku mohon, bangunlah, jangan tinggalkan aku, bangun lah sayang." Bermacam pikiran menghinggap dikepala Adrian, ia mengira kalau istrinya sudah tiada.
Mata Adrian mulai mengembung, tangannya masih menggoyang-goyangkan tubuh Nadia istrinya.
"Sayang, aku mohon bangunlah, jangan mati, jangan tinggalkan aku, bangunlah." Air mata Adrian sudah tidak bisa ditahan lagi.
Sebutir air matanya jatuh ke pipi Nadia, merasa pipinya basah, Nadia mengerjap.
Adrian yang merasakan pergerakan dari Nadia dia langsung membingkai wajah Nadia.
"Sayang, kamu bangun, kamu belum pergi," Adrian langsung membekap kembali tubuh Nadia ke pelukannya.
Adrian sangat senang, dia bersyukur istrinya tidak meninggalkannya.
"Mas, kita dimana, apa kita sudah mati ?" tanya Nadia saat tidak mendengar suara apapun yang terdengar ditelinga nya.
"Tidak sayang, kita masih hidup, pesawat ini jatuh, kamu tidak apa-apa 'kan ?"
Nadia menggeleng, karena dia belum merasakan sakit apapun ditubuhnya.
"Ayo kita keluar," Adrian membantu Nadia untuk bangkit, namun saat Nadia hendak bangkit, dia merasakan kakinya sakit.
"Auw," Nadia menjerit merasakan sakit dikakinya.
"Kamu kenapa sayang ?" tanya Adrian khawatir, dia mengecek tubuh Nadia.
"Kakiku sakit mas." ujar Nadia melihat arah kakinya.
Adrian langsung melihat ke kaki Nadia, betapa terkejutnya dia saat melihat darah dikaki istrinya.
"Sayang, kakimu terluka." Adrian semakin panik, dia menggendong Nadia untuk keluar dari pesawat yang sudah hancur.
Saat hendak keluar dia mendengar suara seseorang yang meminta tolong, langkah kaki Adrian terhenti, ia dan Nadia saling pandang.
"Ada yang minta tolong, turunkan aku, cari orang yang minta tolong itu !" Ujar Nadia pada suaminya.
"Tapi kamu--"
"Aku tidak apa-apa, cepat tolong orang itu."
"Baiklah, kamu duduk disini dulu." Adrian langsung mendudukkan Nadia dikursi kosong yang sudah tidak ada penumpang, mungkin penumpang dikursi itu sudah terhempas.
Adrian langsung mencari asal suara yang meminta tolong, sedangkan Nadia duduk dimana Adrian mendudukkannya tadi.
Nadia melihat pada semua penumpang yang masih duduk dikursi dengan sabung pengaman di tubuhnya, namun semua penumpang itu tidak ada satupun yang bergerak.
"Kenapa semua penumpang tidak bergerak, apakah mereka sudah mati ?" monolognya.
"Halo, apa ada yang mendengar ku ?" tanya Adrian karena Tidka mendengar lagi suara orang yang minta tolong tadi.
Adrian mencoba membangunkan beberapa penumpang namun tidak ada yang bergerak, ai mengecek nadi dan pernafasan mereka namun tidak ada reaksi apapun.
"Apa mereka semuanya sudah mati ?" tanyanya dalam hati.
Adrian terus memanggil-manggil, siapa tau ada yang masih selamat.
"Halo, apa ada yang mendengar suaraku ?" tanyanya lagi karena tadi dia mendengar orang minta tolong.
"Aku disini, tolong aku." Terdengar lagi suara wanita yang sudah sangat lemas.
Adrian langsung menuju kearah suara, dia terkejut melihat kondisi wanita itu.
Kaki wanita itu sudah putu, tangannya juga patah, diperutnya terdapat pecahan pesawat yang tertancap.
"Tolong aku, keluarkan aku dari sini," Mohon wanita itu. Adrian langsung berjongkok hendak menolong wanita itu.
"Baiklah Mbak, aku akan membawa mu keluar." Adrian mencoba menarik tubuh wanita itu namun tidak bisa karena perutnya tertancap pecahan pesawat hingga tembus di kursi.
Adrian memikirkan cara bagai mana harus menolong wanita itu, namun wanita itu sudah tidak bergerak, Adrian segera mengecek nadi wanita itu, tapi tidak ada lagi denyut nadi, wanita itu sudah mati.
"Innalilahi wa innailaihi Raji'un." Adrian mengusap mata wanita itu agar tertutup.
Adrian mencoba membangunkan lagi para penumpang yang tidak bergerak, namun tidak ada seorangpun yang terbangun.
"Mungkinkah mereka semua sudah mati ?" monolognya.
Akhirnya Adrian kembali pada Nadia. "Mas, siapa yang minta tolong, mana dia ?" tanya Nadia kerna tidak melihat siapapun yang dibawa oleh Adrian.
Adrian menggeleng. "Dia sudah tiada, semua penumpang sudah tidak bernyawa." Jawab Adrian.
"Apa hanya kita yang selamat ?" tanya Nadia lagi, namun wajahnya terlihat seperti menahan sakit.
"Sepertinya begitu, ayo keluar," Adrian ingin menggendong lagi Nadia, namun Nadia menahannya.
"Tidak usah digendong, aku masih bisa berjalan." Ujar Nadia, Adrian membiarkan saja, dia hanya membantu memapah saja.
"Kita dihutan," Ujar Adrian saat sudah diluar dan melihat kesemua arah.
Nadia hanya mengangguk, karena memang semua yang terlihat hanya hutan.
"Kita tidak tau harus pergi kemana, ini malam, udaranya juga sangat dingin, kita juga tidak boleh lama-lama disini, pesawat ini sebentar lagi akan meledak, kamu lihat api itu." Tunjuk Adrian ke badan pesawat yang mengeluarkan api.
"Tapi mas kita tidak tau harus kemana, apa tidak kita tunggu saja, mungkin sebentar lagi akan datang bantuan, mereka pasti akan mencari pesawat yang hilang kontak dengan mereka." Ujar Nadia.
Adrian berpikir sejenak, perkataan istrinya ada benarnya, para mas kapal pasti sudah tau kalau pesawat mereka jatuh karena sudah hilang dari radar kawalan mereka.
"Baiklah, tapi kita tetap harus menjauh dari sini, pesawat ini akan meledak, kita cari tempat yang aman, sini tasnya." Adrian mengambil alih tas kecil milik Nadia.
Keduanya manusia berbeda jenis kelamin itu berjalan mencari tempat aman.
Keduanya menjauh dari badan pesawat, malam gelap membuat mereka susah melihat, apa lagi disana hutannya begitu lebat.
Merasa keduanya sudah sedikit jauh dari pesawat, keduanya berhenti dan berteduh dibawah pohon besar.
Suara binatang hutan terdengar jelas ditelinga keduanya, tubuh Nadia semakin dingin, luka dikakinya semakin terasa sakit.
Adrian melihat Nadia menggigil, wajah semakin pucat, dia membuka jasnya dan memakaikan pada Nadia agar Nadia tidak semakin dingin.
"Mas, dingin," Ujar Nadia, tubuhnya selain lemas. Adrian merobek lengan kemejanya, dia membalut luka dikaki Nadia, setelah itu dia menggesek telapak tangan Nadia agar tubuh Nadia terus hangat.
"Sayang, kamu baik-baik saja 'kan, maafkan mas, mas yang menyebabkan semua ini, seandainya mas tidak mengajak kembali hari lagi ni, pasti kita tidak akan seperti ini " Adrian menyesal, seandainya dia tidak ingin cepat kembali ke Indonesia maka kecelakaan ini tidak terjadi.
"Mas, jangan bicara seperti itu, ini bukan salah mas, ini semua sudah takdir, mas jangan menyalahkan diri sendiri, kita berdoa semoga bantuan cepat datang."
Saat keduanya sedang saling menghangatkan, dua ekor serigala tiba-tiba muncul didepan mereka, serigala itu sepertinya ingin segera memangsa keduanya.
Adrian dan Nadia sangat terkejut dan ketakutan, Adrian langsung membawa tubuh Nadia kebelakang tubuhnya.
Langkah keduanya mundur perlahan, namun mata keduanya terus tertuju pada serigala yang juga semakin mendekat pada mereka.
Adrian mengambil ranting yang terinjak dikakinya, dia menggunakan Ranting itu untuk senjata mengusir serigala.
Serigala itu tidak mundur, dia terus maju, Adrian dan Nadia juga terus mundur pelan-pelan.
Namun keduanya tidak tau kalau dibelakang mereka ada jurang namun tidak dalam.
Kedua serigala itu langsung melompat hendak memangsa Adrian dan Nadia.
Tepat saat itu tubuh Nadia dan Adrian juga terjatuh kedalam jurang.
Bersambung.
Serigala yang tadi melompat ingin menerkam Adrian dan tidak artinya, juga terjatuh bersama mereka, sedangkan serigala yang satu lagi masih diatas karena serigala itu tidak melompat.
Tidak lama setelah Adrian dan istrinya jatuh, terdengar ledakan yang begitu dahsyat bersalah dari pesawat yang jatuh itu.
Didalam jurang yang gelap, Adrian sempat mendengar ledakan yang dahsyat itu, dia sudah menebak kalau ledakan itu adalah pesawat yang meledak, namun Adrian tidak mempedulikan itu, yang penting bagi Adrian adalah istrinya yang tidak ada disampingnya sat ini.
"Sayang..., sayang, kamu dimana ?" Adrian memanggil istrinya, malam yang pekat dan jurang yang gelap membuat Adrian susah untuk melihat.
Tidak ada suara dan jawaban dari Nadia istrinya, Adrian coba bangkit walaupun tubuhnya ada beberapa luka goresan dari ranting, tubuh Adrian juga merasa sakit semua, namun semua itu tidak membuat Adrian sakit.
Dia tetap memanggil dan mencari Nadia istrinya, Adrian membuka tas yang ada padanya yaitu tas milik Nadia.
Ia mencari didalam tas itu apa saja yang bisa digunakan untuk penerangan.
Adrian mendapatkan ponsel milik Nadia, dia langsung melihat batrei yang masih tersisa 30 persen.
Dengan memadai lampu ponsel Nadia, ia mencari dimana Nadia berada ataupun tersangkut.
Adrian mencari dan memanggil nama istrinya, hingga telinganya menangkap suara yang lirih hampir tidak terdengar ditelinga nya.
Suara itu seperti bisikan, namun Adrian tau suara siapa itu, ia kenal sangat dengan suara itu.
"Sayang, kamu dimana ?" tanyanya setelah mendengar suara itu.
"Mas, tolong, tolong aku." Suara Nadia seperti tercekat, dan hampir tidak terdengar.
Adrian yang menajamkan telinganya untuk mendengar, dia langsung berjalan cepat kearah suara istrinya.
"Sayang..." Adrian langsung berjongkok saat melihat Nadia yang terbaring sambil memegang perutnya.
"Perutku sakit, tolong aku !" suara itu lirih dan tertahan seperti sedang menahan kesakitan.
Adrian langsung melihat perut Nadia istrinya, betapa terkejut dan syok saat melihat banyak darah ditangan istrinya.
"Perut ku mas." Bibir Nadia gemetar menahan sakit yang teramat dia rasakan.
"Kamu berdarah." Adrian langsung melihat perut Nadia yang ternyata tertusuk oleh ranting.
"Sayang, tahan ya, aku akan mencabut rantingnya." Adrian mencabut ranting yang tertusuk diperut Nadia dengan perlahan.
Nadia menjerit kesakitan, walaupun dia menggigit bibirnya.
"Sakit mas, aku tidak tahan." air mata Nadia keluar dan wajahnya meringis menahan sakit.
Akhirnya Adrian berhasil mencabut ranting diperut Nadia, dan Nadia pun pingsan karena sakit yang tidak bisa dia tahan.
Adrian segera merobek kemejanya lagi, dia membalut luka perut Nadia yng terus mengeluarkan darah.
Setelah membalut luka diperut Nadia, ia menggendong tubuh itu mencari jalan keluar dari jurang itu.
Dengan penerangan lampu ponsel, ia berjalan entah kemana arah dia sendiri tidak tau, namun satu yang ada dalam benaknya yaitu menjari jalan keluar.
Malam semakin larut, hawa dingin terus menggeliat di kulit kedua anak manusia itu.
Tidak lama kemudian, Adrian melihat seperti batu besar didepannya, dan ada lobang seperti pintu.
Adrian berjalan pelan dan hati-hati melangkah menghampiri apa yang dia lihat seperti batu besar itu.
Saat sampai disana, ternyata itu bukan bati, tetapi gua namun tidak panjang.
Adrian tidak berpikir panjang, ia langsung masuk kedalam gua itu, setidaknya bisa membuat tubuhnya hangat.
Adrian membaringkan istrinya yang masih pingsan didalam gua, dia memeluk tubuh itu untuk memberi kehangatan.
Ia terlelap sambil memeluk istrinya, hingga tidak menyadari apapun lagi.
Ketika hampir pagi, ia terbangun karena mendengar sesuatu yaitu suara seperti daun dan ranting diinjak.
Adrian bangun dengan pelan agar tidak membuat suara, tubuh, mata, dan telinga sudah waspada.
Suara itu semakin jelas terdengar dan semakin dekat seperti akan memasuki gua tempat dirinya dan istrinya berbaring saat ini.
Adrian semakin waspada, namun suara itu sudah berhenti tidak jauh dari ia berada.
Adrian meraba ponsel dan langsung menyalakan lampu, ternyata seekor ular sawa sudah mengacungkan mulut padanya.
Adrian langsung mengambil tas disampingnya dan langsung melemparkan ke arah ular itu dan akhirnya ular itupun pergi dari situ.
Adrian menarik nafas lega, namun dia dia terkejut saat menyentuh pipi Nadia yang terasa begitu panas.
Adrian menyentuh dahi Nadia untuk memastikan, dan ternyata dahi Nadia juga sangat panas.
"Kamu demam, sayang." Adrian semakin panik dan khawatir, dia tidak tau apa yang harus dia lakukan, saat ini tidak ada apapun yang bisa dia buat untuk menurunkan panas istrinya.
"Maafkan aku, ini salahku, aku yang ingin kembali ke Indonesia, seandainya aku tidak ngeyel pasti kita tidak berada disini dan kamu tidak akan seperti ini." Adrian menangis dia merasa sangat bersalah dan menyesal.
"Mas, jangan salahkan dirimu, ini semua terjadi sudah kehendak tuhan, peluk aku." Nadia ingin merasakan pelukan suaminya.
Tidak lama kemudian, pagi mulai menyapa, Adrian mengucek matanya, dia melihat ada cahaya terang dimulut gua.
"Sayang, bangun, sudah pagi." Ujar Adrian sembari menyentuh lembut lengan Nadia.
Nadia masuk h enggan membuka matanya, tubuhnya terasa sangat panas, perutnya juga terasa sangat sakit.
Adrian menyentuh kening istrinya lagi yang ternyata semakin panas. "Kamu sangat panas, kita harus segera keluar dari sini, kamu butuh perawatan." Ujar Adrian khawatir.
"Mas, aku sudah tidak kuat, perutku sangat sakit, tubuhku juga sangat lemah." Ujar Nadia lirih.
"Kamu harus kuat sayang, kita harus cepat pergi, kamu harus dirawat, aku akan menggendong mu." Adrian langsung membopong tubuh Nadia keluar dari gua itu.
Nadia tidak berkata apapun dia pasrah apa yang dilakukan suaminya.
Adrian melihat sekeliling ternyata tidak ada jalan keluar selain memanjat tebing.
Ia bisa saja memanjat, namun bagaimana dengan istrinya, Nadia saat ini tidak berdaya, jangankan memanjat berjalan saja sudah tidak larat.
"Tidak ada jalan keluar selain memanjat, aku akan mengikatmu dibelakang tubuhku, kita harus keluar dari sini." Ujar Adrian mencari sesuatu yang bisa dia jadikan tali untuk mengikat Nadia dibelakang tubuhnya.
Selesai mengikat tubuh Nadia, Adrian mencoba naik kepermukaan, dengan berpegang dan menginjak pada pohon kecil Adrian berhasil naik tiga langkah.
Tapi siapa sangka pohon kecil itu patah seakan tidak mengizinkan Adrian dan Nadia keluar dari tempat itu.
Tubuh Adrian kembali jatuh dan menindih tubuh Nadia yang terikat dibelakangnya.
Nadia kesakitan, perutnya kembali mengeluarkan darah, tubuhnya sudah terasa lemas.
Nadia merasa dirinya sudah tidak sanggup lagi bertahan.
"Mas, tinggalkan aku disini, mas naiklah, biarkan aku disini, aku sudah tidak kuat," Ujarnya lirih hampir tidak terdengar.
"Tidak sayang, aku tidak akan pernah meninggalkan mu, aku mencintaimu, aku tidak mau pergi tanpa kamu." Ujar Adrian, tangannya cekatan membalut kembali luka perut Nadia.
"Terimakasih, mas sudah mencintaiku, aku pikir waktu Bapak menjodohkan kita, mas tidak mau sama aku, karena kasta keluarga kita sangat jauh berbeda."
"Mas ingat saat pertama kali Papa mas kerumahku, saat Papa memberikan bantuan untuk keluargaku, mas terlihat sangat cuek, mas sama sekali tidak melirikku." Ujar Nadia, tangannya membelai lembut pipi Adrian.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!