Langkah Jian Yu terasa berat sore itu. Kerja lembur sudah menjadi rutinitas, dan tubuhnya yang lelah hanya ingin cepat pulang, beristirahat, lalu kembali menghadapi hari esok yang sama. Jaket hitam tipisnya tidak cukup menghalau dingin malam, namun ia terlalu malas untuk menyalakan motor kembali setelah memarkirkannya di jalan kecil menuju kos.
Ia tidak menyangka, perjalanan singkat pulang itu justru menjadi akhir dari hidupnya di bumi.
“Hey, bung! Mau ke mana kau?” Suara kasar memecah sunyi.
Dari kegelapan, beberapa orang muncul. Wajah mereka asing, namun sikapnya jelas preman jalanan. Tubuh mereka bau alkohol, tangan menggenggam besi panjang dan kayu. Jian Yu menghentikan langkah, matanya menajam.
“Aku tidak punya masalah dengan kalian,” katanya datar, mencoba tetap tenang.
Namun yang dihadapinya tertawa kasar. “Kau punya dompet, kan? Serahkan saja. Kalau tidak… hm, jangan salahkan kami.”
Jian Yu menimbang sejenak. Ia hanya pekerja biasa, gaji bulanan pun habis untuk kebutuhan. Bukan berarti ia pengecut, tapi jumlah mereka jauh lebih banyak. Ia mundur satu langkah, lalu mencoba berlari.
“Kejar dia!”
Besinya berdesing. Satu hantaman mendarat di punggungnya, membuat tubuhnya terjatuh ke tanah keras. Rasa sakit menyambar tulang rusuk. Jian Yu merintih, mencoba bangkit, tapi tendangan menghantam wajahnya. Darah hangat mengalir dari hidung.
“Kalau begitu, mampus saja kau!”
Dalam kekacauan itu, tubuh Jian Yu diseret hingga ke tepi jurang kecil di pinggiran kota. Ia sempat berteriak, namun satu dorongan keras membuat tubuhnya terhempas jatuh ke dalam kegelapan.
Tubuhnya seakan dihantam ribuan palu. Ia tak bisa merasakan apapun kecuali dingin menusuk tulang. Namun di tengah rasa sakit itu, cahaya biru lembut muncul di hadapannya.
[Selamat datang, tuan.]
[Anda telah dipilih sebagai penerima Sistem Terkuat,
Untuk menjadikan anda yg Terkuat]
Tulisan bercahaya itu melayang di udara, jernih, hanya bisa ia lihat. Jian Yu tertegun. Rasa sakit di tubuhnya mereda sedikit demi sedikit, seolah ada sesuatu yang memperbaikinya.
“Apa… ini?” gumamnya.
[Karena kematian tuan di dunia asal, kesempatan kedua diberikan oleh saya. Dunia baru akan menjadi tempat tuan membangun kekuatan. Ingat, di dunia ini hukum yang berlaku hanyalah satu yang kuatlah yang berkuasa.]
Seketika, pandangan Jian Yu digulung cahaya. Ketika ia membuka mata kembali, ia tidak lagi berada di tanah keras penuh darah. Ia terbaring di rerumputan hijau, di tengah hutan lebat yang asing. Udara segar, namun berbeda—ada energi samar mengalir di setiap tarikan napas.
Jian Yu menatap sekeliling dengan waspada. “Ini… bukan bumi lagi.”
Di hadapannya, panel bercahaya kembali terbentuk.
[Hadiah Awal Sistem Penguasa:
Pedang Spiritual Qing Feng
Buku Teknik: Dasar Penyerap Qi
Pil Penyembuhan x10
Pil Pemurni Tubuh x5
Kitab Teknik Tingkat Tinggi: Gerakan Seribu Bayangan]
Cahaya berpendar, dan semua hadiah itu benar-benar muncul di sampingnya. Sebilah pedang dengan sarung berwarna perak tergeletak di tanah, buku bersampul kulit berkilau, serta botol berisi pil dengan aroma herbal yang pekat.
Jian Yu terdiam. Semua nyata. Ia memungut pedang itu, menghunusnya. Ringan, namun dinginnya menyalurkan rasa percaya diri ke tangannya.
“Ini gila… tapi nyata.”
Sistem kemudian menampilkan penjelasan singkat.
[Dunia ini adalah dunia kultivasi. Semua orang dapat memulai dari usia muda, bahkan anak berumur sepuluh tahun pun telah memadatkan dantian. Jalur kekuatan terdiri dari:
Pembentukan Dantian (1–9)
Pengolahan Dantian (1–9)
Penyerapan Qi (1–9)
Pengolahan Qi (1–9)
Prajurit Qi (1–9)
Raja Bumi (1–9)
Raja Langit (1–9)
Kaisar (1–9)
Setengah Dewa (1–9)
Dewa (1–9)
Semakin tinggi ranah, semakin ditakuti dan dihormati.]
Jian Yu menyerap informasi itu. Meski bingung, ia merasa ada peluang baru terbuka di hadapannya. Dunia ini kejam, tetapi sistem memberikannya bekal.
Ia menatap ke langit, pohon-pohon menjulang menutupi pandangan bintang. Napas panjang ia hembuskan.
“Kalau hidupku di bumi berakhir menyedihkan, maka di dunia baru ini, aku tidak akan jatuh lagi. Aku akan menjadi yang terkuat.”
Malam semakin larut, suara binatang buas terdengar dari kejauhan. Jian Yu segera membuka botol berisi Pil Pemurni Tubuh. Ia tahu, tubuh lemah ini tidak akan bertahan lama jika tidak segera diperkuat.
“Aku harus mulai dari sini.”
Ia menelan pil itu. Seketika panas menyebar di seluruh tubuh, seakan darahnya direbus. Rasa sakit luar biasa membuat keringat dingin mengucur. Namun ia menggigit bibir, menahan teriakan. Tulang-tulangnya berderak, kotoran hitam keluar dari pori-pori.
Setelah beberapa jam, rasa sakit itu perlahan hilang. Tubuhnya terasa ringan, lebih kuat, lebih bertenaga.
Panel kembali muncul.
[Selamat, tubuh tuan telah dimurnikan. Potensi kultivasi tuan meningkat.]
[Mulai dari Pembentukan Dantian, tingkat 1.]
Jian Yu mengepalkan tinju. Ia bisa merasakan energi samar masuk ke dalam tubuhnya saat bernapas. Itu bukan udara biasa itu adalah Qi.
Ia tersenyum tipis. “Dunia baru, awal yang baru. Kalau di bumi aku hanya orang biasa, di sini… aku akan menjadi penguasa.”
Langkah kecilnya baru dimulai. Jian Yu belum tahu, hutan tempat ia berada hanya gerbang dari dunia yang dipenuhi sekte, kerajaan, dan keluarga bangsawan yang saling berebut sumber daya. Namun satu hal pasti ia telah kembali hidup, dan kali ini, ia tidak akan menyia-nyiakannya.
Udara malam semakin dingin, tapi tubuh Jian Yu tidak lagi selemah tadi. Otot-ototnya seakan baru ditempa, setiap helaan napas membawa aliran energi samar yang menenangkan. Ia merasakan sesuatu di dalam perut bagian bawah—sebuah pusaran kecil. Itulah dantian.
“Jadi ini awalnya,” gumamnya, sambil menatap telapak tangan sendiri.
Panel sistem kembali muncul, kali ini dengan instruksi singkat.
[Untuk memperkuat diri, mulailah menyerap Qi dari lingkungan. Gunakan Buku Teknik: Dasar Penyerap Qi.]
Jian Yu membuka buku yang diberikan sistem. Halaman-halaman berisi tulisan kuno, namun anehnya ia bisa memahaminya seolah bahasa itu otomatis diterjemahkan di kepalanya. Isinya sederhana duduk tenang, arahkan napas ke dantian, biarkan energi sekitar masuk perlahan.
Ia duduk bersila di atas rerumputan, memejamkan mata, lalu menarik napas panjang.
Awalnya sulit, seakan udara kosong saja yang masuk. Namun beberapa kali mencoba, ia mulai merasakan partikel kecil yang hangat, melayang masuk bersama napas, lalu terkumpul di dalam pusaran kecil itu.
Qi.
Senyum tipis terukir di wajahnya. Sensasi itu nyata, berbeda dari sekadar oksigen. Setelah sekitar satu jam, pusaran di dantiannya terasa lebih stabil.
“Ini… luar biasa.”
Namun sebelum ia bisa lanjut bereksperimen, suara gemerisik terdengar dari balik semak-semak. Bukan suara misterius, tapi jelas ada sesuatu bergerak. Jian Yu segera meraih pedang Qing Feng yang tergeletak di sampingnya.
Dari kegelapan, seekor binatang sebesar anjing dewasa melompat keluar. Bulunya cokelat tebal, taring panjang, dan matanya merah menyala. Itu bukan hewan biasa lebih mirip serigala liar yang dipengaruhi energi hutan.
Jantung Jian Yu berdetak cepat. “Binatang buas…”
Panel kecil muncul.
[Serigala Qi Rendah – hewan buas yang mampu merasakan energi spiritual. Tingkat bahaya: rendah.]
Serigala itu menggeram rendah, siap menerkam. Jian Yu menggenggam pedang erat-erat. Ia belum pernah bertarung dengan pedang, apalagi melawan makhluk berbahaya. Namun jika ia kabur, kemungkinan besar ia akan jadi mangsa.
“Kau ingin mencabikku? Mari kita lihat siapa yang jatuh malam ini,” ucapnya lirih.
Serigala itu melompat. Jian Yu menangkis dengan reflek. Pedang Qing Feng beradu dengan taring, percikan kecil muncul. Tubuh Jian Yu terdorong ke belakang, namun kakinya cepat menapak.
“Berat juga… tapi masih bisa.”
Ia mengingat isi kitab Gerakan Seribu Bayangan. Tentu ia belum menguasainya, namun bagian awal menjelaskan dasar pergerakan cepat dengan mengalirkan Qi ke otot. Ia mencoba meniru.
Mengalirkan Qi ke kaki, lalu bergerak ke samping. Tubuhnya terasa lebih ringan, kecepatan bertambah sedikit. Serigala menerkam ke arah kosong. Jian Yu memutar pedang dan menusuk dari samping.
“Argh!”
Tebasan pertamanya cukup dalam, mengenai pundak serigala. Hewan itu meraung kesakitan, lalu mengamuk lebih liar. Jian Yu terhuyung, namun kali ini ia tidak panik. Ia merasakan tubuhnya mulai menyesuaikan dengan ritme pertempuran.
Serigala kembali melompat. Jian Yu menghindar ke kanan, lalu mengayunkan pedang secara horizontal. Darah muncrat, dan tubuh binatang itu terhempas ke tanah. Setelah beberapa gerakan tersengal, serigala akhirnya terdiam.
Jian Yu berdiri terengah, peluh menetes dari kening. Ia menatap bangkai serigala itu, napasnya masih berat, tapi dalam hatinya ada kepuasan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
“Ini pertarungan pertamaku… dan aku menang.”
Panel sistem kembali muncul.
[Selamat! Anda berhasil mengalahkan Serigala Qi Rendah.
Hadiah: Pil Pemulih Qi x2, 50 poin pengalaman.]
Ia menghela napas lega. “Bahkan bertarung pun memberiku hadiah. Kalau begini, aku memang harus terus melangkah.”
Namun sebelum ia bisa beristirahat, sebuah kesadaran menyelinap di benaknya ia berada di dunia yang asing, penuh dengan makhluk seperti itu, dan manusia di sini pasti lebih berbahaya. Jika anak berusia sepuluh tahun sudah bisa berkultivasi, maka ia harus berkembang jauh lebih cepat jika ingin bertahan hidup.
Jian Yu membersihkan pedang dari darah, lalu menatap dalam ke hutan yang sunyi.
“Kalau ini baru permulaan, aku harus siap menghadapi yang lebih besar. Dunia baru, aku datang.”
Malam itu ia memutuskan untuk tetap terjaga di balik akar pohon besar, pedang Qing Feng di pangkuannya, dan pikiran penuh tekad. Jalan menuju kekuatan baru sudah terbuka, dan Jian Yu telah melangkah di atasnya dengan darah pertamanya.
Matahari pagi menyibak pepohonan, cahaya kuning menembus sela-sela daun, membangunkan Jian Yu yang semalaman berjaga. Tubuhnya masih terasa pegal, tetapi semangatnya tidak padam. Ia menghela napas panjang, lalu bangkit dari tempatnya beristirahat.
“Jika aku terus berdiam di sini, aku tidak akan maju. Aku harus keluar dari hutan ini,” ucapnya lirih.
Pedang Qing Feng ia ikat di pinggang, botol pil ia masukkan ke dalam tas kecil dari kulit binatang yang ditemukan semalam. Buku teknik ia simpan dengan hati-hati. Dengan persiapan seadanya, Jian Yu melangkah menyusuri hutan.
Hutan itu luas, dengan pepohonan menjulang tinggi dan semak belukar yang menutupi sebagian jalan. Sesekali terdengar suara burung dan derap binatang kecil. Jian Yu tetap waspada, pedang siap ditarik kapan saja. Namun semakin jauh ia berjalan, semakin ia menyadari bahwa Qi di udara terasa lebih pekat, seolah setiap tarikan napas memperkuat dantiannya sedikit demi sedikit.
“Tidak heran anak-anak bisa berkultivasi sejak muda. Lingkungan di sini sendiri sudah penuh energi.”
Setelah beberapa jam menempuh perjalanan, akhirnya ia menemukan jalan setapak yang lebih rapi, jelas buatan manusia. Hatinya lega. Itu artinya peradaban tidak jauh lagi.
Di kejauhan, suara roda kayu dan teriakan samar terdengar. Jian Yu mempercepat langkah. Tidak lama kemudian, ia melihat sebuah pedati ditarik dua kuda cokelat. Pedati itu sederhana, berisi karung-karung besar, mungkin hasil panen atau barang dagangan.
Seorang pria paruh baya dengan pakaian lusuh duduk di depan, memegang kendali kuda. Di sampingnya seorang gadis remaja, berusia sekitar empat belas atau lima belas tahun, dengan rambut panjang diikat sederhana.
Jian Yu menahan langkah, tidak ingin membuat mereka curiga. Ia tahu penampilannya tidak biasa, pakaian masih bernoda darah dari pertempuran semalam.
Pria itu segera memperhatikan. “Hei, siapa di sana?”
Jian Yu mengangkat tangan, berusaha menunjukkan tidak ada niat buruk. “Aku tersesat di hutan. Aku tidak punya niat jahat, hanya ingin bertanya arah ke permukiman terdekat.”
Pria itu menatap tajam beberapa saat, lalu sedikit mengendurkan kendali kudanya. “Kau masih hidup keluar dari hutan ini? Beruntung sekali. Banyak orang tidak kembali kalau masuk tanpa persiapan.”
Gadis di sampingnya berbisik, “Ayah, mungkin dia perantau. Lihat pedangnya… tidak seperti milik petani biasa.”
Pria itu mengangguk tipis, lalu memandang Jian Yu. “Nama saya Liu Shan, ini anak saya, Liu Mei. Kami hanya pedagang kecil dari Desa Lian. Kalau kau mau, ikut saja bersama kami. Desa tidak jauh dari sini.”
Jian Yu menunduk sopan. “Terima kasih. Nama saya Jian Yu.”
Ia naik ke belakang pedati, duduk di antara karung-karung padi kering. Perjalanan terasa goyah, namun lebih aman dibanding berjalan sendirian. Sambil menatap jalan, Jian Yu memperhatikan interaksi ayah dan anak itu. Sederhana, tapi hangat. Sesekali Liu Mei menoleh ke belakang, matanya penuh rasa ingin tahu.
“Kau benar-benar keluar sendirian dari hutan itu? Bahkan para murid Akademi pun biasanya tidak berani,” katanya.
Jian Yu tersenyum kecil. “Aku hanya beruntung.”
Liu Shan menimpali, “Kalau kau bisa keluar hidup-hidup, mungkin keberuntunganmu besar. Tapi di dunia ini, keberuntungan tidak cukup. Kau harus segera belajar menempatkan dirimu.”
Kata-kata itu membuat Jian Yu teringat kembali pada panel sistem yang selalu menemaninya. Ia sadar, waktu untuk bersantai tidak banyak.
Beberapa jam kemudian, mereka tiba di Desa Lian. Desa itu tidak besar, namun lebih ramai dibanding dugaan Jian Yu. Anak-anak berlari sambil bermain tongkat kayu, sebagian bahkan sudah mencoba teknik dasar pernapasan untuk menyerap Qi. Di lapangan tanah, beberapa pemuda berlatih jurus tangan kosong, keringat mengucur namun sorot mata mereka penuh semangat.
“Di sini, bahkan anak-anak sudah berkultivasi,” gumam Jian Yu pelan.
Liu Shan tersenyum getir. “Begitulah dunia ini. Siapa yang tidak bisa berkultivasi, akan terinjak. Bahkan desa kecil seperti ini harus menyiapkan generasi yang bisa bertahan.”
Jian Yu memahami maksudnya. Dunia ini keras, dan yang kuatlah yang berkuasa.
Setelah menurunkan barang dagangan, Liu Shan menawarkan Jian Yu tempat tinggal sementara di gudang kecil di belakang rumah mereka. Jian Yu menerima dengan hormat. Malam itu ia akhirnya tidur di atap yang layak, meski sederhana.
Sebelum terlelap, ia menatap pedang Qing Feng yang disandarkan di dinding. “Aku sudah bertemu orang pertama di dunia ini. Jalan ke depan masih panjang, tapi aku sudah selangkah lebih dekat.”
Malam itu, Jian Yu tertidur dengan keyakinan baru. Dunia baru ini keras, tetapi ia kini memiliki arah.
Pagi pertama di Desa Lian terasa berbeda bagi Jian Yu. Udara segar dari sawah dan kebun di sekeliling desa masuk lewat celah jendela gudang kecil tempat ia beristirahat. Suara ayam berkokok, riuh anak-anak yang berlarian, serta dentuman kayu dari halaman latihan terdengar jelas. Kehidupan di sini sederhana, tapi setiap gerak-gerik orang desa tampak dipenuhi semangat.
Ia keluar, menyampirkan pedang Qing Feng di punggung. Di halaman depan, Liu Shan sedang menata beberapa karung hasil dagangan semalam.
“Kau sudah bangun. Bagaimana tidurnya?” tanya Liu Shan sambil tersenyum.
“Cukup baik. Terima kasih atas tempatnya,” jawab Jian Yu.
Liu Shan hanya mengangguk. “Kalau ingin mengenal desa ini, pergilah ke alun-alun. Biasanya ada pengumuman dari kepala desa. Kau juga bisa mendengar kabar tentang Akademi atau keluarga bangsawan di wilayah ini.”
Saran itu menarik. Jian Yu ingin memahami dunia baru yang kini menjadi tempat tinggalnya. Setelah berpamitan, ia berjalan mengikuti jalan tanah yang membawa ke pusat desa.
Alun-alun Desa Lian tidak luas, namun cukup ramai. Ada panggung kayu sederhana di tengah, tempat seorang pria berusia paruh baya berdiri. Pakaian kain abu-abu yang dikenakannya sederhana, namun sikapnya tegap. Itulah Kepala Desa Lian, sosok yang dihormati penduduk.
“Sebulan lagi akan ada seleksi masuk Akademi Qinghe,” ucap kepala desa lantang. “Anak-anak muda yang merasa mampu, persiapkan diri kalian. Akademi adalah jalan untuk mengubah nasib, untuk mengangkat nama keluarga, dan melindungi desa ini dari ancaman luar.”
Kerumunan berbisik penuh semangat. Jian Yu memperhatikan dengan saksama. Kata Akademi Qinghe membuatnya tertarik.
Ia mendekati seorang pemuda yang berdiri di dekatnya, wajahnya penuh semangat. “Maaf, apa yang dimaksud Akademi Qinghe?” tanyanya.
Pemuda itu menoleh. “Kau orang baru ya? Akademi Qinghe adalah tempat pelatihan resmi di bawah pengaruh Klan Zhao, keluarga bangsawan terbesar di wilayah ini. Siapa pun yang diterima di sana akan memiliki jalan lebih mudah untuk memperkuat diri. Mereka yang lulus bisa menjadi perwira, penjaga, atau bahkan masuk lingkaran dalam keluarga bangsawan.”
Jian Yu mengangguk pelan. Informasi itu penting. Akademi bukan hanya tempat belajar, tetapi juga pintu gerbang untuk naik ke dunia yang lebih tinggi.
“Dan Klan Zhao itu?” tanya Jian Yu lagi.
“Klan Zhao menguasai tiga desa di sekitar sini. Mereka memiliki pengaruh besar, bahkan kepala desa pun harus tunduk pada keputusan mereka,” jawab pemuda itu, suaranya sedikit diturunkan. “Kau tidak ingin berurusan langsung dengan mereka, kecuali kau cukup kuat.”
Jian Yu menyimpan penjelasan itu dalam hati. Dunia ini ternyata tersusun rapi oleh hierarki: rakyat desa, akademi, keluarga bangsawan, hingga kekuasaan yang lebih tinggi lagi.
Sepanjang siang, Jian Yu berkeliling desa, menyerap sebanyak mungkin informasi. Ia mengamati anak-anak berlatih pernapasan dasar di bawah bimbingan seorang tetua. Teknik sederhana itu mengingatkannya bahwa dirinya juga baru berada di tahap awal, Pembentukan Dantian tingkat satu. Jalan masih panjang, dan ia tidak bisa menyia-nyiakan waktu.
Malam harinya, Jian Yu duduk bersila di dalam gudang kecil. Ia menutup mata, menenangkan napas, dan mulai mengatur aliran Qi. Energi spiritual di sekitar desa cukup stabil, meski tidak terlalu pekat. Dengan sabar ia menyerap sedikit demi sedikit, menguatkan dantiannya.
Peluh membasahi dahinya, namun ada rasa puas. Sekalipun lambat, setiap tarikan Qi menambah fondasi kekuatannya.
Pagi itu, udara Desa Lian segar dengan kabut tipis yang turun dari pegunungan di utara. Suara ayam berkokok bersahutan dengan derap kaki para petani yang mulai membawa cangkul ke sawah. Jian Yu terbangun di gudang kecil milik keluarga Liu Shan, sinar matahari menyelinap dari celah-celah dinding bambu yang sederhana.
Begitu ia membuka mata, sebuah panel berkilau muncul di hadapannya.
[Selamat! Fitur baru terbuka: Hadiah Login Harian]
[Hadiah hari ini: Pil Pemurni Tubuh Tingkat Rendah x1, 10 poin pengalaman]
Alis Jian Yu terangkat. “Hadiah login? Bahkan tanpa bergerak pun aku bisa mendapatkan sesuatu.”
Ia menggenggam pil kecil berwarna kehijauan yang muncul di tangannya. Aromanya ringan, seperti daun teh muda yang baru dipetik. Jian Yu langsung duduk bersila, menelan pil itu, dan mulai menyalurkan Qi sesuai teknik pernapasan yang ia kuasai.
Begitu pil larut, panas lembut menyebar ke seluruh tubuhnya. Otot-ototnya mengencang, tulang berderak pelan, seolah ada kotoran halus yang terdorong keluar lewat pori-pori. Ia mengatur napas, membiarkan Qi baru mengalir ke dalam dantian.
Tubuhnya bergetar halus, lalu perlahan tenang. Saat membuka mata, ada kilatan tajam di sana.
“Pembentukan Dantian tingkat 2… lebih cepat dari perkiraanku.”
Ia mengepalkan tangan, merasakan kekuatan baru yang mengisi tubuhnya. Jika kemarin ia masih harus mengerahkan semua tenaga melawan seekor serigala Qi Rendah, sekarang ia yakin bisa menghadapinya dengan jauh lebih mudah.
Setelah membersihkan diri seadanya dengan air sumur di belakang rumah, Jian Yu keluar ke jalan desa. Suasana ramai. Beberapa pedagang membuka lapak kecil, menjual sayuran, kain, atau bubur panas yang aromanya mengingatkan Jian Yu pada sarapan kampung di tanah kelahirannya. Bedanya, di sini ada pemuda yang duduk bersila di dekat lapak, menyerap Qi sambil menjaga dagangan.
Liu Shan melambai ke arahnya dari kejauhan. “Pagi, Jian Yu! Tidurmu nyenyak?”
“Cukup baik,” jawab Jian Yu sambil tersenyum tipis.
Mereka berjalan menyusuri pasar desa. Liu Shan, yang memang seorang pedagang keliling, tampak sudah akrab dengan banyak orang. Sesekali ia memperkenalkan Jian Yu sekadar sebagai pemuda perantau yang ia tolong di hutan.
Dari percakapan orang-orang, Jian Yu mendengar banyak hal. Desa Lian berada di bawah pengaruh Klan Zhao, salah satu keluarga bangsawan yang menguasai wilayah ini. Setiap tahun, Klan Zhao mengirimkan pengawas untuk memeriksa para pemuda desa yang cukup berbakat, lalu sebagian dari mereka dikirim ke Akademi Qinghe akademi resmi di kota terdekat, tempat anak-anak muda ditempa menjadi kultivator sejati.
“Akademi Qinghe… agak kurang menarik kayak nya,” batin Jian Yu.
Siang hari, Jian Yu duduk di tepi lapangan tanah desa. Beberapa pemuda sedang berlatih jurus tinju dasar. Gerakan mereka keras, terkadang kasar, namun semangatnya tinggi. Salah satu pemuda bertubuh besar melirik ke arah Jian Yu, lalu berjalan mendekat.
“Orang baru ya? Katanya kau tinggal di rumah Liu Shan.”
“Benar,” jawab Jian Yu singkat.
Pemuda itu menatapnya dari atas ke bawah. “Namaku Zhao Feng. Aku keturunan jauh Klan Zhao, tapi lahir di desa ini. Kalau kau mau tinggal di sini, jangan hanya ongkang-ongkang kaki. Tunjukkan kemampuanmu.”
Nada suaranya menantang. Beberapa pemuda lain berhenti berlatih, memperhatikan mereka dengan sorot penuh harap.
Jian Yu berdiri perlahan, menatap Zhao Feng tanpa gentar. “Kalau ingin melihat, aku tidak keberatan.”
Zhao Feng tersenyum miring. “Bagus. Anggap saja sparring. Jangan salahkan aku kalau kau jatuh telentang.”
Mereka berdua berdiri di tengah lapangan. Warga desa mulai berkumpul, beberapa bersorak kecil, seolah pertarungan seperti ini sudah biasa.
Zhao Feng melangkah maju, tangannya meluncur cepat dengan pukulan lurus. Udara berdesing, kekuatan Qi tingkat 2 terasa jelas. Jian Yu menekuk lutut, memiringkan tubuh, lalu membalas dengan pukulan balik.
Tinju mereka bertemu. Suara keras terdengar, debu beterbangan. Zhao Feng mundur setengah langkah, wajahnya sedikit berubah. Ia tidak menyangka Jian Yu bisa menahan serangannya.
“Menarik,” gumam Zhao Feng, lalu melancarkan serangan berikutnya, lebih cepat, lebih berat.
Jian Yu menangkis dengan pedang kayu yang ia ambil di sisi lapangan. Gerakannya sederhana, tapi setiap ayunan terarah tepat. Penonton bersorak, beberapa bahkan berteriak mendukung Zhao Feng.
Pertarungan berlangsung beberapa jurus. Pada akhirnya, Jian Yu berhasil menempelkan ujung pedang kayu ke dada Zhao Feng.
“Cukup,” katanya datar.
Zhao Feng terdiam sejenak, lalu tertawa kecil. “Ternyata kau tidak lemah. Baiklah, aku akui kau punya kemampuan.”
Sorakan terdengar di sekitar lapangan. Jian Yu hanya menghela napas, menurunkan pedang kayu. Baginya, ini hanyalah awal. Dunia di luar sana jauh lebih keras daripada sparring di desa kecil ini.
Malamnya, saat kembali ke gudang kecil, panel sistem kembali muncul.
[Selamat! Pertarungan melawan Zhao Feng meningkatkan pemahaman tempur.]
[Hadiah tambahan: +1 fragmen Teknik Pedang “Angin Mengalir“ perlu 3 biar lengkap.bisa digunakan juga untuk teknik pedang untuk sementara ]
Jian Yu menatap panel itu lama. Perlahan, senyum tipis muncul di wajahnya.
“Dengan sistem ini, setiap langkahku punya arti. Desa ini hanyalah awal. Aku akan menapaki jalan yang lebih tinggi.”
Ia duduk bersila, mulai mempelajari fragmen teknik yang baru ia dapatkan. Di luar, suara jangkrik memenuhi malam.Di dalam gudang kecil yang remang, Jian Yu duduk bersila dengan mata terpejam. Fragmen teknik langkah angin mengalir yang baru ia dapatkan perlahan-lahan menyatu dalam pikirannya, membentuk gambaran gerakan. Ia melihat sosok bayangan samar yang bergerak dengan langkah ringan, dengn langkah yg mengikuti arus angin, cepat namun fleksibel.
“Angin Mengalir…” gumam Jian Yu. “Pedang yang tidak hanya memotong, tapi juga mengikuti ritme alam.”
Ia berdiri, menggenggam pedang Qing Feng yang disandarkan di dinding. Udara malam masih dingin, embun mulai turun, tapi Jian Yu bergerak. Ujung pedangnya melintas membelah udara, menghasilkan suara mendesis.
Langkah kakinya ringan, hampir tanpa jejak. Pedang di tangannya tidak terlalu kaku, seakan mengikuti arah angin yang mengalir dari celah dinding gudang. Semakin lama, gerakannya makin halus, tubuhnya terasa ringan, bahkan napasnya mengikuti ritme pedang.
Setiap kali ia berhasil menyesuaikan gerakan dengan aliran Qi di dalam tubuh, dantian bergetar lembut, memperkuat fondasinya. Sesekali, tubuhnya terasa kaku ketika gerakan salah, dan keringat dingin bercucuran. Namun Jian Yu tidak berhenti, ia menyesuaikan lagi dan lagi.
Beberapa jam berlatih, ia menurunkan pedang dan duduk bersila. Di dunia batinnya, ia bisa merasakan aliran Qi lebih lancar, seolah sungai kecil yang menemukan jalurnya. “Teknik ini bukan sekadar tebasan, tapi juga pemahaman tentang ritme energi. Jika aku bisa menguasainya, pedangku akan lebih hidup.”
Keesokan harinya, Desa Lian lebih ramai dari biasanya. Warga berkumpul di lapangan tanah, beberapa lelaki dewasa membawa gulungan pengumuman. Jian Yu berjalan ke sana bersama Liu Shan, yang membawa keranjang dagangannya.
“Kelihatannya ada sesuatu yang penting,” kata Jian Yu.
Seorang lelaki tua membacakan pengumuman dengan suara lantang. “Dengarlah, pemuda Desa Lian! Dalam tiga minggu, Akademi Qinghe akan mengadakan seleksi bagi para calon murid. Mereka yang berusia antara sepuluh hingga delapan belas tahun diundang untuk ikut serta. Mereka yang terpilih akan mendapat pendidikan resmi dalam seni kultivasi dan peluang untuk naik ke ranah lebih tinggi.”
Sorak-sorai pemuda desa terdengar. Beberapa langsung saling menantang, yang lain terlihat bersemangat dan penuh harapan.
“Ini kesempatan besar,” bisik Liu Shan pada Jian Yu. “Jika kau masuk Akademi Qinghe, jalanmu akan terbuka lebar. Banyak pemuda desa bermimpi bisa masuk ke sana.”
Jian Yu hanya mengangguk pelan. Ia melihat pemuda-pemuda berlatih lebih keras dari biasanya, beberapa bahkan meminta bimbingan dari sesepuh desa. Semangat membara terasa jelas.
Namun, dalam hati Jian Yu tenang. Ia menatap hutan di kejauhan, lalu mengalihkan pandangan pada pedang di pinggangnya. “Akademi bisa memberi pelajaran, tapi pelajaran sesungguhnya ada di medan nyata. Jalan yang kutempuh bukan sekadar mengikuti arus. Aku ingin mengasah kekuatan dengan pengalaman, bukan hanya di dalam tembok.”
Sore itu, Jian Yu kembali ke lapangan kosong. Zhao Feng menghampirinya, keringat masih menetes dari kening setelah berlatih.
“Kau dengar tentang seleksi Akademi Qinghe?” tanya Zhao Feng, senyum penuh semangat terpancar dari wajahnya. “Aku akan ikut. Aku akan membuktikan kalau keturunan Zhao dari desa ini tidak kalah dari mereka yang lahir di kota.”
“Bagus,” jawab Jian Yu sambil mengangguk.
“Kau juga harus ikut,” desak Zhao Feng. “Kau cukup kuat. Kalau bergabung, kita bisa belajar bersama, mungkin bahkan masuk tim yang sama.”
Jian Yu menatapnya sebentar, lalu tersenyum tipis. “Aku punya jalanku sendiri.”
Zhao Feng tertegun, lalu tertawa keras. “Kau aneh, Jian Yu. Semua pemuda di desa ini bermimpi masuk Akademi. Tapi kalau itu keputusanmu, aku tidak akan memaksa. Hanya saja, jangan menyesal kalau kau tertinggal.”
Jian Yu tidak menjawab. Dalam hatinya, ia yakin bahwa jalan petualangan dan pertempuran nyata akan menempanya lebih keras dibanding pelajaran di ruang kelas.
Malam itu, ia berlatih lagi. Angin malam mengalir lembut melewati lapangan kosong. Pedang Qing Feng menari di tangannya, gerakan semakin halus, semakin cepat. Sesekali ia merasakan Qi dalam tubuhnya menyatu dengan aliran gerakan, menimbulkan hembusan angin kecil di sekitar bilah pedang.
Panel sistem tiba-tiba muncul.
[Latihan teknik “Angin Mengalir” meningkat.]
[Hadiah: 5 poin pengalaman.]
Jian Yu menurunkan pedangnya, napasnya teratur meski peluh membasahi tubuh. Ia menatap langit malam yang bertabur bintang. “Aku tidak tahu jalan mana yang lebih cepat, Akademi atau jalan petualangan. Tapi aku tahu, jalan yang kupilih akan membawaku ke puncak.”
Hatinya mantap. Dunia baru ini penuh sekte, klan, dan kekuatan besar, tapi Jian Yu tahu ia tidak akan berjalan seperti orang lain. Ia akan menempuh jalannya sendiri, dengan pedang yang mengikuti arus angin dan tekad yang tidak tergoyahkan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!