"Sha, ini suami sama anak kamu kan? Aku pikir tadi kamu ada sama mereka. Tahu nya mereka malah sama adik tiri kamu. Ada orang tua kamu sama mertua kamu juga disana. Kenapa kamu gak ikut? Sepertinya mereka tengah merayakan sesuatu." Latisha membaca pesan teks dari Jemia sahabat nya. Lalu ia memperhatikan gambar yang juga Jemia kirimkan padanya.
Deg
Hatinya begitu sakit saat melihat mereka yang terlihat bahagia tengah menikmati makan siang di sebuah restoran. Sepertinya mereka tengah merayakan ulang tahun Radmila adik tiri nya. Karena di sana ada kue ulang tahun juga. Latisha baru ingat jika hari ini ulang tahun adik tiri nya. Hubungan nya dengan Radmila, Ayah serta ibu tiri nya memang kurang begitu baik. Berawal saat ibu kandung Latisha yang meninggal mendadak di saat Latisha tengah menyelesaikan kuliah nya di luar kota. Banyak yang menduga jika kematian ibu nya di karenakan syok yang di alami nya hingga akhirnya ibunya mengalami serangan jantung. Tetangga Latisha menceritakan bahwa sebelum ibu nya meninggal, ada tamu yang datang mengunjungi sang ibu. Tamu tersebut adalah dua orang wanita yang mengaku sebagai istri dan putri dari ayah nya, yang kemudian Latisha ketahui jika itu adalah Agniya dan Radmila. Mereka adalah keluarga lain sang ayah. Sejak saat itu, Latisha memilih keluar dari rumah ayah nya karena sang ayah memboyong keluarga nya itu ke kediaman yang selama ini ibunya tempati. Sejak saat itulah hubungan nya dengan sang ayah memburuk. Ayahnya seolah tak lagi peduli padanya. Namun jika dipikir-pikir selama ini ayah nya memang tidak mempedulikannya. Latisha bahkan harus bekerja paruh waktu untuk membiayai kuliah nya sendiri.
Hubungan nya dengan sang ayah sedikit membaik saat ia akan menikah. Ia butuh ayah nya sebagai wali.
Sejak saat itu keluarga nya yang dulu mengabaikannya mulai mendekatinya setelah tahu dia menikah dengan direktur utama perusahaan properti. Latisha dulu bekerja sebagai sekertaris Drakara yang kini jadi suami nya. Setelah menikah, Drakara meminta nya untuk resign. Latisha pun menurut karena mereka ingin segera di karuniai buah hati. Sejak menjadi ibu rumah tangga, Latisha tak lagi memperhatikan penampilan nya seperti dulu, saat ia masih bekerja di perusahaan Drakara. Apalagi setelah hadir nya Sageon, waktu Latisha habis untuk mengurus suami dan juga putranya. Hingga ia pun mengabaikan penampilannya.
Dan sekarang, ia baru menyadari jika sang suami telah berpaling pada wanita lain tepatnya pada adik tirinya sendiri yaitu Radmila yang sekarang menjadi sekretaris Drakara, sang suami.
Sebenarnya Latisha sudah mencium aroma perselingkuhan sang suami dan adik tirinya sejak dua tahun yang lalu, saat Radmila mulai bekerja menjadi sekertaris Drakara. Ayahnya sendiri yang meminta pada Drakara untuk mempekerjakan Radmila sebagai sekertaris nya. Entah sengaja atau tidak, Radmila kini menjadi bayang-bayang nya.
Sageon juga begitu dekat dengan Radmila entah sejak kapan. Tapi ia sering tak mau diantar sekolah oleh nya sekarang, dan Sageon lebih memilih diantar Drakara bersama Radmila. Sungguh Nana merasa sudah tak di anggap lagi oleh keluarga nya. Jika hanya suami dan mertuanya yang tidak menganggap nya, mungkin Ia tak akan begitu sakit hati. Tapi di abaikan bahkan tak diakui oleh putra yang ia lahirkan sendiri. Putra yang ia perjuangkan antara hidup dan mati, rasanya sangat menyakitkan.
Latisha mengingat beberapa hari yang lalu saat ia akan menghadiri acara pentas seni di sekolahan putranya. Sageon tak ingin ia hadir. Namun karena pihak sekolah memintanya untuk hadir, akhirnya Latisha datang menggunakan taksi online ke sekolah putra nya. Terlihat Putranya tengah menunggu kedatangan nya di pintu gerbang sekolah. Latisha pun tersenyum dan membatin dalam hati jika putra nya ternyata diam-diam menunggu kehadirannya. Saat ia sudah dekat dan merentangkan tangannya ke arah Sageon untuk memeluk putra itu, Sageon langsung berlari ke arah nya. Dalam hati, Latisha merasa terharu ternyata putra nya yang selama ini mengabaikannya masih mau memeluk nya. Namun dugaan nya salah, Sageon berlari bukan untuk memeluk nya melainkan memeluk Radmila yang berada di belakang nya. Radmila datang bersama dengan Drakara. Sageon bahkan memanggil Radmila dengan sebutan mama. Hati ibu mana yang tak hancur melihat putranya malah memanggil mama pada wanita lain. Saat Latisha berdiri lalu berbalik menghadap Radmila dan Drakara, terlihat keterkejutan di wajah Drakara. Ia tak menyangka Latisha akan hadir di sekolah putra mereka. Namun bukan nya menghampiri Latisha, Drakara malah terpaku di tempatnya sementara Sageon menggandeng tangan Radmila dan mengajaknya untuk segera masuk ke dalam sekolah. Sageon bahkan tak melihat ke arah Latisha sedikit pun. Beberapa orang tua murid yang tahu siapa Latisha langsung bergunjing. Mereka mempertanyakan kenapa Sageon malah menggandeng wanita lain dan tidak mengakui Latisha sebagai ibunya. Drakara bahkan tidak berusaha untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada Latisha.
Saat Sageon menarik tangannya untuk segera masuk bersama Radmila, Drakara bahkan mengikuti langkah putra nya itu tanpa memperhatikan lagi Latisha yang hancur dan kecewa melihat suami dan putranya pergi bersama wanita lain.
Mengingat hal itu, tekad Latisha sudah bulat untuk pergi dan bercerai dari Drakara. Pria yang dulu bersumpah dan berjanji akan selalu mencintai dan menyayangi dirinya di sepanjang hidupnya. Namun pada kenyataannya, pria itu telah berpaling dan menghianati janji suci mereka.
Latisha segera membalas pesan dari Jemia sahabatnya, ia juga menanyakan di mana keberadaan restoran tersebut, dia akan datang ke sana untuk memperjelas semuanya sekarang juga.
Saat Jemia sudah membalas pesannya dan mengirimkan alamat restoran tersebut Latisha pun segera pergi untuk bersiap-siap. Ia menatap pantulan wajahnya di cermin besar yang berada di kamarnya. Wajahnya terlihat kusam dan tak menarik lagi mungkin inilah alasan Drakara berkhianat di belakangnya. Latisha menyesal terlalu sibuk mengurus putra dan suaminya yang bahkan kini pergi meninggalkannya. Seharusnya ia lebih memperhatikan diri sendiri dan menyenangkan hati nya sendiri. Bukan hanya sibuk menyenangkan putra dan suaminya. Ia bahkan memasak untuk putra dan suami nya sendiri, padahal ada beberapa asisten rumah tangga yang siap membantu nya kapan saja. Namun, karena rasa cinta nya pada keluarga. Latisha bahkan melayani semua kebutuhan suami dan putra nya sendiri. Dan akibatnya ia tak lagi memilki waktu untuk sekedar me time pergi ke salon untuk mempercantik penampilan nya.
Tak ingin berlama-lama menyesali kebodohan nya selama ini, Latisha pun segera mengganti daster nya dengan gaun yang tak pernah ia gunakan selama ini. Midi dress berwarna biru terang ia gunakan.
Ternyata dress tersebut membalut tubuhnya dengan sempurna dan terlihat cantik. Setelah memastikan pakaian yang ia gunakan sudah oke, Latisha pun dengan cepat langsung memoles wajahnya dengan make up tipis yang ternyata mampu membuat perubahan pada wajahnya yang selama ini terlihat kusam. Kini Latisha terlihat cantik dengan make up flawlles yang ia kenakan. Latisha tersenyum miris mendapati dirinya yang kini terlihat jauh berbeda dengan penampilan nya tadi. Sungguh ia merutuki kebodohan nya yang selama ini terlalu mengabadikan diri kepada keluarganya yang akhirnya malah menghianati nya. Dalam hati dia sudah berjanji tak akan lagi memberikan kesempatan kepada mereka yang telah berkhianat.
Sudah cukup dua tahun ini dia merasakan kesedihan dan kekecewaan. Selama ini ia bertahan hanya karena putranya namun ternyata putra yang ia pertahankan malah lebih memilih Radmila daripada dirinya. Sakit? tentu saja sakit. Ibu mana yang tidak merasa sakit hati saat putranya lebih memilih wanita lain daripada ibunya sendiri.
Setelah memastikan penampilannya rapi dan cantik, Latisha pun segera menyambar kunci mobil yang berada di atas nakas. Lalu ia keluar dari kamarnya dan menuju garasi. Sudah lama ia tidak menggunakan mobil miliknya dulu. Untungnya mobil tersebut selalu diservis dan dipanaskan oleh sopir nya. Meski sebenarnya nya ia mengalami trauma mengendarai mobil tersebut, namun saat ini ia memberanikan diri untuk melawan trauma nya itu.
Meski keringat dingin mulai membasahi keningnya, Latisha berusaha untuk tetap fokus pada jalanan yang akan ia lalui.
Ia harus kuat dan mandiri sekarang karena ke depannya ia akan kembali hidup sendiri. Ia harus bisa menjadi Latisha yang dulu, Latisha yang mandiri, tangguh dan tak tergoyahkan.
Tak berapa lama akhirnya Latisha sudah tiba di tempat tujuan dengan selamat. Ia bisa bernafas dengan lega karena akhirnya ia bisa melalui cobaan pertamanya dengan menghadapi trauma yang sudah bertahun-tahun dialami nya. Latisha pernah mengalami kecelakaan saat mengendarai mobil nya itu. Sejak kecelakaan itu terjadi, Latisha tak lagi sanggup untuk mengendarai mobilnya sendiri.
Kembali Latisha memastikan penampilannya dari kaca spion mobil nya. Penampilan nya masih terlihat rapi. Latisha mengambil selembar tisu dari dalam tas nya. Lalu ia mengusap kening nya yang sedikit basah karena keringat dingin tadi.
Latisha segera turun dari mobil nya dan langsung masuk ke dalam restoran tersebut. Ia menatap ke sekeliling nya mencari keberadaan keluarga nya. Namun tak ia temukan. Akhirnya ia pun bertanya kepada salah satu staf di sana. Apa mungkin keluarganya memesan ruangan privat untuk merayakan ulang tahun Radmila? Ternyata nama Drakara yang menjadi orang yang mereservasi ruangan privat tersebut. Lagi, Latisha tersenyum miris. Drakara bahkan rela menghabiskan uangnya untuk menyewa ruang privat di restoran tersebut. Namun hal ini sudah tak lagi menjadi masalah bagi Latisha. Terserah Drakara akan menghabiskan uang nya untuk apa. Yang terpenting sekarang ia akan meminta Drakara untuk menceraikan nya. Dengan langkah pasti Latisha menuju ruangan yang tadi di tunjukkan staf restoran tersebut. Ruangan di mana keluarganya berada di sana.
Baru saja Latisha akan memasuki ruangan tersebut, namun langkahnya terhenti saat ia mendengar suara putranya.
"Aku ingin ganti mama baru. Aku gak mau punya mama yang jelek dan hanya berdiam diri di rumah. Aku malu karena teman-teman ku sering mengejek. Aku mau mama Radmila menjadi mama ku "
Jleb, perkataan Sageon kembali menggores hati Latisha.
"Tentu saja. Kamu boleh mengganti mama Latisha dengan mama Radmila. Oma sangat setuju sekali." terdengar suara Agniya, ibu tiri Latisha.
"Bukankah Oma Nurcelia juga setuju?" Kembali suara Agniya terdengar.
"Ah, Mama jangan bicara sembarangan. Biar bagaimanapun mbak Latisha adalah kakakku. Mana mungkin aku akan merebut mas Drakara dari mbak Latisha.'' kini suara Radmila yang terdengar.
"Tapi kamu lebih baik dari Latisha sayang, lagipula Sageon yang meminta kamu jadi mama nya. Iya kan Sageon?" Agniya kembali bersuara.
"Iya. Aku ingin mama Radmila jadi mama ku. Aku gak mau lagi mama Latisha. Aku membencinya. Ia selalu mengaturku. Aku kesal." Ujar Sageon lagi.
"Baiklah, mama akan kabulkan permintaan kamu Sageon. Mulai saat ini, jangan lagi memanggil saya Mama." Suara Latisha yang terdengar bergetar membuat seisi ruangan itu terkejut. Mereka langsung menatap ke arah asal suara. Di depan pintu ruangan sudah ada Latisha berdiri disana Dengan penampilan barunya. Drakara sampai terpesona melihat penampilan istrinya itu.
"Latisha, sejak kapan kamu berada disana?" Drakara beranjak dari duduknya dan berusaha untuk mendekati Latisha. Namun tangannya dicekal oleh Nurcelia sang ibunda. Hingga Drakara pun tak lagi bisa melangkah. Ia kembali duduk di kursi nya sesuai dengan perintah sang bunda.
"Aku sudah ada sejak Sageon meminta Radmila untuk menjadi mamanya. Dan sebagai ibu yang baik, aku akan mengabulkan semua permintaan Sageon. Untuk itu aku ingin berpisah dengan mu. Aku harap kamu segera jatuhkan talak mu saat ini juga di hadapan orang-orang yang mendukung hubunganmu dengan Radmila." Dengan hati yang hancur Latisha berkata. Ia berusaha untuk tegar meski sebenarnya hatinya koyak.
"Jangan bicara omong kosong Latisha, jangan dengarkan perkataan Sageon. Dia hanya anak kecil yang berkata sembarangan." Ujar Drakara. Kali ini ia beranjak dari duduk nya dan mendekati Latisha yang tersenyum miris.
"Sageon tidak bicara sembarangan. Aku yakin dia bicara dari hatinya yang paling dalam dan aku sadar semua yang berada di sini juga menginginkan hal yang sama dengannya, karena itulah aku sudah memutuskan untuk berpisah denganmu dan mengabulkan semua keinginan Sageon untuk terakhir kalinya sebagai seorang ibu. Jadi lebih baik sekarang kamu ucapkan talak mu untuk ku di hadapan mereka semua." Ujar Latisha tegas.
"Mbak Latisha, jangan bicara sembarangan, aku tidak bermaksud merebut mas Drakara dari mu. Jangan dengarkan perkataan Sageon, dia masih kecil. Sudahlah, jangan merajuk lagi. Kamu itu sudah dewasa dan sudah menjadi ibu. Harus nya kamu bisa mengerti Sageon. Dia itu putra mu." Radmila berpura-pura membujuk Latisha, padahal dalam setiap perkataan nya mengandung ejekan untuk Latisha.
"Jangan berpura-pura baik pada ku Radmila. Aku sudah tahu niat mu. Kamu tak ada bedanya dengan ibu mu yang sukanya merebut suami orang." Ujar Latisha dengan tawa sumbang.
"Kurang ajar. Jaga bicara mu Latisha." Prayan sang ayah langsung menggebrak meja di depan nya. Ia tak suka Latisha mengatai istri nya.
"Maaf, Bukankah itu kenyataannya? aku bicara sesuai dengan fakta dan sekarang aku lebih memilih untuk menyerahkan suamiku kepadamu Radmila. Jika Drakara tidak mau mengucapkan talak untukku hari ini maka aku akan menggugat cerai dirinya tunggu saja surat panggilan dari pengadilan." Ujar Latisha tegas.
Lalu ia membalikan tubuhnya dan pergi meninggalkan ruangan itu.
"Tunggu Latisha..." Drakara berusaha untuk mengejar istrinya itu namun langkah nya dicegah oleh Nurcelia dan juga Radmila.
"Biarkan dulu mbak Latisha pergi, biarkan dia menenangkan diri. Aku yakin dia tidak benar-benar dengan perkataannya. Memangnya mau apa dia setelah bercerai denganmu? Dia tidak punya apa-apa dan tidak punya siapa-siapa, jadi jangan takut dia akan pergi meninggalkanmu." Ujar Radmila. Sejenak Drakara pun terdiam, benar perkataan Radmila bahwa Latisha tak punya apa-apa dan tak punya lagi siapa-siapa selain dirinya dan keluarganya yang saat ini telah berpihak kepadanya.
Latisha kembali pulang ke rumahnya dengan hati yang hancur. Sepanjang perjalanan dia menangis meluapkan semua kekecewaan dalam hatinya.
Namun dia sudah bertekad ini terakhir kalinya ia menangis. Ke depannya dia harus menjadi wanita yang tangguh yang tak akan lagi menangis bahkan mengemis cinta dari keluarga nya. Cukup sudah selama ini ia bertahan. Jika suami dan putra nya sendiri sudah tak menginginkannya. Untuk apa lagi ia bertahan?
Sesampainya di rumah, Latisha segera membereskan barang-barang penting milik nya. BPKB mobil, buku tabungan serta ATM yang ia miliki sebelum menikah dengan Drakara telah ia amankan. Uang tabungan yang selama ini ia sisihkan dari uang belanja pun sudah ia amankan. Perhiasan dan berlian yang pernah Drakara berikan untuk nya tak lupa ia bawa. Itu semua milik nya karena Drakara telah memberikan semua itu untuk nya. Setelah selesai dengan barang-barang berharga nya, Latisha mulai merapikan pakaiannya. Ia hanya memasukkan beberapa pakaian yang selama ini tak pernah ia gunakan. Dengan kata lain pakaikan baru.
Sebenarnya ia telah memilah pakaian nya sejak beberapa hari yang lalu saat dirinya memantapkan diri untuk pergi. Saat dimana ia menemukan jejak merah di leher sang suami. Jika dulu ia masih mampu bertahan karena tak pernah menemukan jejak perempuan lain di tubuh sang suami, maka tidak sekarang. Sepertinya Drakara sudah bermain jauh dengan Radmila adik tirinya. Karena itulah Latisha sering menolak di sentuh Drakara karena merasa jijik. Mungkin dia durhaka karena menolak keinginan sang suami. Namun tak mengapa karena ia tak sanggup membayangkan suaminya menyentuhnya setelah ia menyentuh wanita lain.
Selesai dengan barang-barang nya, Latisha segera menghubungi teman nya yang memilki apartemen sewaan yang dekat dengan area perkantoran. Rencana nya ia akan kembali mencari pekerjaan. Mungkin tak akan mudah, tapi Latisha tak akan menyerah. Ia tak ingin terpuruk dan menjadi bahan ejekan keluarga nya. Bukan pula ia ingin membuktikan pada putra nya bahwa ia mampu menjadi wanita karier. Sejatinya ia memang harus bekerja demi melanjutkan hidupnya. Setelah mendapatkan pesan bahwa ada apartemen kosong untuknya, Latisha pun segera meminta bantuan asisten rumah tangganya untuk membawakan koper ke dalam mobil nya.
Meski sedikit bingung dengan perintah sang majikan namun asisten tersebut tak ayal membantu membawa koper yang cukup besar untuk ia masukkan ke dalam mobil sang majikan.
"Terimakasih Bi. Ini pegangan untuk bibi. Kedepan nya pak Drakara yang akan membayar gaji bibi. Saya pamit, karena sebentar lagi saya akan bercerai dengan pak Drakara." Ujar Latisha berpamitan kepada bi Yuni yang telah menemaninya selama enam tahun ini. Bi Yuni saksi hidup dimana ia berjuang untuk keluarganya. Namun semua itu tak pernah di hargai suami dan putra nya.
"Ibu mau pergi ke mana? Apa saya boleh ikut ibu?" Bi Yuni tampak berkaca -kaca. Ia tak rela melepas pergi majikan baik hati nya.
"Maafkan saya Bi. Saya gak bisa bawa bibi. Saya masih harus mencari pekerjaan untuk melanjutkan hidup saya. Lebih baik bibi di sini saja membantu Pak Drakara dan Sageon menyiapkan keperluan mereka." Ujar Latisha dengan haru.
"Tapi Bu..." Bi Yuni terlihat ragu.
"Tidak apa-apa. Saya akan baik-baik saja. Terimakasih karena selama ini bibi telah membantu saya. Sekali lagi saya pamit." Ujar Latisha sambil memeluk asisten rumah tangga nya itu.
"Baiklah kalau memang itu sudah menjadi keputusan ibu. Hati-hati di tempat yang baru Bu. Saya doakan semoga ibu sehat selalu dan bahagia. Jika ibu membutuhkan tenaga saya, tolong hubungi saya." ujar Bi Yuni dengan mata yang berkaca-kaca. Selama enam tahun bekerja untuk Latisha, Bi Yuni begitu di perlakukan dengan baik oleh nya. Bahkan Latisha sudah menganggap bi Yuni seperti keluarga.
Latisha pun tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Sebelum ia benar-benar pergi, di tatap nya kembali rumah yang selama ini dia tempati selama enam tahun terakhir. Tempat di mana banyak kenangan indah bahkan menyakitkan di sana. Latisha akan mengubur semua kenangan itu. Ia harus tetap melangkah demi masa depannya sendiri.
Setelah puas menatap kediaman nya, Latisha pun segera memasuki mobil nya. Ia lalu melajukan kendaraannya perlahan keluar dari halaman rumah tersebut. Setetes air mata jatuh saat ia mulai menapaki jalanan yang akan membawa nya ke tempat baru di mana ia akan memulai kembali hidupnya seorang diri.
Sementara itu Drakara dan keluarganya masih berada di restoran tempat ia merayakan ulang tahun Radmila. Meski perasaannya terasa kacau karena insiden tadi, namun Radmila berusaha untuk tetap tenang di hadapan putranya yang terus saja merengek ingin berfoto bersama Radmila dan dirinya.
Dengan senang hati, Agniya mengambil gambar Drakara, Radmila dan Sageon yang terlihat seperti keluarga kecil yang bahagia. Seolah ingin menegaskan bahwa kini Drakara tengah terpikat oleh putrinya Radmila, Agniya pun mengunggah foto tersebut ke beberapa akun media sosialnya. Begitupun dengan Radmila, ia memposting gambar tersebut dan sengaja menandai Latisha agar wanita itu melihat bagaimana dekatnya ia dengan Drakara dan juga Sageon. Yang Radmila tidak tahu Latisha bahkan sudah tidak peduli dengan kedua pria yang dulu sangat berarti di hidup nya itu.
Drakara melihat postingan yang diunggah oleh Agniya dan juga Radmila namun ia tidak mampu untuk menegur keduanya meski ia tahu Latisha pasti akan salah paham setelah melihat gambar tersebut. Namun Drakara berusaha meyakinkan dirinya bahwa Latisha tak akan pernah benar-benar pergi meninggalkannya seperti yang ia katakan tadi. Betul kata Radmila dan juga Agniya bahwa Latisha tak akan mungkin pergi karena istrinya itu sangat mencintai dirinya dan juga sang putra. Terlihat jelas bagaimana selama ini Latisha mencurahkan seluruh hidupnya untuk dirinya dan juga Sageon. Latisha bahkan melupakan kebahagiaan dirinya sendiri demi kedua pria yang sangat berarti dalam hidup nya itu.
Setelah acara selesai, Drakara memutuskan untuk kembali ke rumahnya dan bicara dari hati ke hati dengan Latisha. Namun Sageon merengek ingin menginap di rumah Oma Nurcelia. Drakara pun tak bisa menolak keinginan putranya itu, lagi pula Radmila dan Agniya kembali meyakinkan dirinya untuk memberi waktu kepada Latisha agar istrinya itu instrospeksi diri.
Sudah tiga hari ini Drakara dan Sageon menginap di rumah Nurcelia. Selama itu pula Drakara tak menerima pesan apapun dari Latisha, padahal biasanya istrinya itu akan selalu mengingatkannya untuk sekedar makan ataupun istirahat jika ia sedang berada di kantor. Dulu ia merasa muak dengan pesan-pesan tersebut. Namun kini ia merindukan pesan-pesan yang ia anggap memuakan itu. Tapi untuk menghubungi Latisha terlebih dahulu rasanya Drakara gengsi. Ia tak ingin Latisha besar kepala karena ia mengirim pesan terlebih dahulu kepadanya. Benar kata Radmila Jika ia harus memberi sedikit pelajaran kepada Latisha agar istrinya itu tidak membangkang seperti yang terjadi tiga hari yang lalu. Selama ini Drakara memang merasakan kejenuhan di dalam rumah tangganya apalagi melihat penampilan Latisha yang tidak lagi menarik untuknya. Tak bisa di pungkiri kehadiran Radmila memberikan warna baru di hidupnya. Radmila yang usianya dua tahun lebih muda dari Latisha bisa membangkitkan gairah Drakara. Ia melihat sosok Latisha yang dulu saat mereka masih pacaran dalam diri Radmila. Karena nya ia tak menolak saat Radmila mulai menggoda nya. Tapi tidak ada niat Drakara untuk menggantikan Latisha di hatinya. Ia hanya menjadikan Radmila sebagai pelampiasan hasratnya saja. Jujur ia masih sangat mencintai Latisha namun karena jenuh dan bosan melihat penampilan istrinya itu, maka ia pun mulai bermain api dengan Radmila. Apalagi kedua keluarga mendukung hubungan mereka. Drakara sendiri tak mengerti mengapa Ayah kandung Latisha lebih condong kepada Radmila daripada Latisha Tapi itu tak jadi masalah untuknya, yang terpenting hubungan nya dengan Latisha dan Radmila aman. Dan putranya Sageon mendapatkan kasih sayang dari seluruh keluarga. Dan yang paling utama Drakara yakin Latisha tidak akan pernah pergi darinya karena dia tidak lagi memiliki siapapun selain dirinya.
Mengingat Latisha, Drakara jadi merindukan istrinya itu. Kerinduannya kini tak bisa ia bendung lagi. Ia pun memutuskan untuk pulang lebih awal. Meski Radmila berusaha untuk menahannya pulang namun Drakara tetap pada pendiriannya untuk segera menemui istri tercintanya. Ia sengaja tidak menjemput Sageon terlebih dahulu karena ia ingin quality time bersama Latisha berdua. Sudah lama sekali ia tidak bersama istrinya itu. Ia merindukan sentuhan dan belaian Latisha yang dulu menjadi candunya. Dengan kecepatan tinggi Drakara melajukan kendaraannya menuju kediamannya bersama Latisha. Hanya butuh waktu setengah jam ia telah tiba di kediamannya. Saat memasuki rumahnya dia merasakan sesuatu yang aneh di sana, tak ada lagi kehangatan yang ia rasakan. Drakara pun segera berlari menuju kamarnya bersama Latisha namun saat membuka pintu kamar nya, ia tak mendapati Latisha di sana. Ia sudah mencari Latisha di balkon dan kamar mandi, namun hasilnya zonk. Drakara pun keluar dari kamar nya untuk mencari Latisha ke dapur, namun hanya ada Yuni asisten rumah tangganya yang tengah memasak.
Drakara langsung menanyakan keberadaan istrinya kepada Yuni.
"Di mana istri saya bi?" Drakara menatap Yuni yang terlihat terkejut mendapati majikannya sudah berada di hadapannya.
"Bu Latisha sudah pergi tiga hari yang lalu, pak." Jawab Bi Yuni.
"Pergi? pergi ke mana?" Drakara mengerutkan kening nya. Dalam hati ia mulai merasa tak enak. Apa mungkin Latisha telah benar-benar pergi meninggalkannya? Atau mungkin ini hanya triknya saja agar dia luluh dan meminta maaf terlebih dahulu kepada istrinya itu?
"Saya tidak tahu, pak. Tapi Bu Latisha bilang bahwa beliau akan segera bercerai dengan bapak. Jadi beliau memutuskan untuk pergi dari rumah ini." Jelas bi Yuni.
Sontak saja perkataan Bi Yuni membuat Drakara terkejut karena ternyata Latisha memiliki keberanian untuk pergi darinya. Tak ingin menunggu lebih lama, Drakara pun segera mengeluarkan ponselnya dan menghubungi nomor istrinya itu, namun sayang beberapa kali ia menghubunginya, panggilannya tidak dijawab juga.
Drakara yang kesal hampir saja melemparkan ponselnya ke lantai. Namun ia urungkan karena banyak hal penting yang tersimpan dalam ponselnya tersebut. Drakara segera pergi meninggalkan dapur dan bi Yuni yang menatapnya heran.
Drakara kembali ke kamarnya dan mulai membuka lemari pakaian istrinya. Ia ingin memastikan bahwa Latisha benar-benar pergi atau tidak. Hatinya semakin mencelos saat melihat lemari Latisha hampir kosong. Sepertinya ia telah membawa sebagian besar pakaian milik nya. Namun begitu, ia masih menyisakan beberapa pakaian milik nya tersimpan di sana. Drakara berpikir mungkin Latisha sengaja meninggalkan pakaian itu di tempat nya karena istrinya itu berniat kembali ke rumah ini, namun saat ia melirik meja rias, Tanpa sengaja pandangan nya tertuju pada selembar kertas kecil yang di atasnya terdapat sebuah cincin. Drakara yang penasaran pun langsung mendekati meja rias tersebut, diambilnya cincin yang ia yakini adalah cincin milik Latisha. Dan benar saja, cincin itu adalah cincin pernikahan mereka. Cincin yang Drakara sematkan di jari Latisha saat mereka menikah dulu. Drakara sudah lama tak mengenakan cincin pernikahannya. Ia menyimpan cincin tersebut di laci meja kerjanya karena Radmila tak suka ia menggunakan nya. Dan sekarang, Nana juga melepas cincin pernikahan mereka itu dan menyimpannya di atas nakas beserta sepucuk surat untuknya.
Perlahan, dengan tangan yang gemetar, Drakara membuka lipatan kertas tersebut. Disana jelas terlihat tulisan tangan Latisha yang rapi.
"Terimakasih atas enam tahun pernikahan kita. Terimakasih pernah mencintaiku meski pada akhirnya kamu berkhianat. Dua tahun aku mencoba bersabar dan bertahan. Nyatanya kalian malah semakin liar. Titip Sageon. Jangan sampai dia menuruni sifat mu dan kakek nya yang seorang pengkhianat."
Drakara meremas kertas tersebut. Ia marah karena Latisha lancang pergi meninggalkan nya. Tapi ia yakin, dalam waktu kurang dari seminggu, Latisha pasti akan kembali. Drakara akan membiarkan Latisha mengambil waktu untuk menenangkan dirinya.
Ia segera mengambil cincin pernikahan milik Latisha dan membawanya ke ruang kerjanya. Drakara menyimpan cincin milik Latisha kedalam kotak perhiasan yang di dalam nya berisi cincin milik nya. Drakara kembali menyematkan cincin pernikahannya di jari manis nya. Ia yakin setelah Latisha melihatnya menggunakan kembali cincin tersebut, Latisha akan kembali padanya dan hidup bersamanya selamanya.
Drakara memutuskan beristirahat dikamar nya bersama Latisha. Rasanya sudah sangat lama ia tidak tidur di tempat peraduannya dulu bersama sang istri. Wangi aroma tubuh Latisha masih menempel di sana. Sungguh, Drakara semakin merindukan Latisha istrinya, belahan jiwa nya. Tak bisa memejamkan mata, Drakara beranjak dari ranjang nya. Lalu ia membuka lemari Istrinya dan mengambil salah satu pakaian yang sering Latisha kenakan. Drakara mencium baju Latisha tersebut. Lalu ia membawanya ke atas ranjangnya dan mendekap baju Latisha seolah ia tengah mendekap istrinya. Tak berapa lama, Drakara pun jatuh tertidur dengan baju Latisha yang berada dalam dekapan nya. Dalam mimpi, ia bertemu dengan Latisha yang tengah terisak. Drakara berusaha menghibur istrinya itu dengan meminta maaf dan berjanji tak akan lagi berhubungan dengan Radmila.
Nana berhenti menangis dan langsung memeluknya. ia telah memaafkan semua kekhilafan nya. Drakara pun tersenyum senang karena dengan mudah, ia telah meyakinkan Latisha untuk kembali padanya.
Sudah satu minggu lebih sejak kepergian Latisha namun wanita itu tak juga kembali ke rumah mereka, malah Drakara menerima surat panggilan dari pengadilan agama. Drakara yang emosi langsung merobek surat panggilan tersebut, ia tak terima dengan langkah Latisha yang sudah menggugat cerai dirinya ke pengadilan agama, bagaimanapun caranya ia harus menggagalkan gugatan cerai tersebut.
Selama seminggu itu pula hidup nya dan Sageon menjadi kacau.
"Untuk apa saya membayar mahal kalian jika kalian tidak bisa membuatkan saya sarapan yang biasanya nyonya kalian buat." Drakara menatap tajam asisten rumah tangga nya yang terlihat ketakutan karena baru kali ini Drakara marah-marah kepada mereka. Sebelumnya Drakara selalu tenang dan tak pernah mengurusi urusan dapur. Namun semenjak Latisha pergi, semua urusan rumah selalu saja banyak masalah. Terutama soal makanan yang biasa ia konsumsi.
"Telpon ibu. Katakan padanya kapan dia pulang? Apa dia tidak punya hati nurani meninggalkan suami dan putranya kelaparan?" Drakara menatap tajam Bi Yuni yang berdiri paling dekat dengan nya. Sementara tiga asisten rumah tangga lain nya berdiri agak jauh di belakang Bi Yuni. Mereka terlihat ketakutan dengan Drakara yang tengah emosi. Bi Yuni yang menundukkan kepalanya langsung mendongak saat Drakara meminta nya menghubungi Latisha.
"Ayo cepat. Hubungi ibu." Perintah Drakara sekali lagi. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Bi Yuni pun segera menghubungi Latisha.
Pada panggilan pertama, Latisha langsung menerima panggilan dari Bi Yuni. Drakara yang melihat nya pun semakin kesal karena Latisha langsung mengangkat telpon dari Yuni, Sedangkan puluhan telpon darinya tak pernah Latisha tanggapi.
"Hallo Bu. Maaf mengganggu. Saya di suruh bapak menanyakan kapan ibu pulang ke rumah?" Ujar Yuni terbata. Ia tahu tak mungkin Latisha akan kembali ke rumah itu. Bukan Yuni tidak tahu masalah yang tengah di hadapi Latisha saat ini. Tapi Bi Yuni pura-pura tidak tahu karena bukan ranah nya juga mencampuri rumah tangga majikan nya.
"Tidak apa-apa Bi. Katakan pada Bapak, saya tidak akan pernah kembali. Seharusnya bapak sudah tahu itu karena surat panggilan dari pengadilan agama harusnya sudah ia terima." Ujar Latisha.
Drakara yang juga mendengar jawaban Latisha pun langsung menyambar ponsel yang tengah di pegang Bi Yuni.
"Pulanglah sekarang Latisha, jika tidak aku akan benar-benar menceraikan mu." Ujar Drakara penuh emosi. Sedangkan Latisha yang mendengar ancaman Drakara hanya terkekeh.
"Aku sudah tidak sabar menunggu kamu menceraikan ku, Drakara. Jadi untuk apa aku kembali ke rumah mu?" Ujar Latisha tegas. Ia tak habis pikir dengan pemikiran Drakara. Bukankah sudah jelas ia ingin bercerai dengan pria itu, lalu kenapa dia malah masih mengancamnya dengan perceraian? Sungguh tak masuk akal.
Sedangkan Drakara semakin emosi saat mendengar jawaban Latisha, apalagi wanita yang masih sah menjadi istrinya itu memanggil namanya tanpa embel-embel mas di depannya seperti yang biasa ia ucapkan. Kini Latisha memanggilnya dengan sebutan nama saja yang bagi Drakara terdengar sangat kasar. Apa Latisha benar-benar ingin bercerai dengannya? tapi kenapa? Apa dia tidak takut sendirian diluar sana? Bukankah dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain dirinya dan juga Sageon? Apa dia tidak takut kehilangan dirinya dan Sageon? Padahal Drakara tahu sebesar apa cinta Latisha padanya dan juga putra mereka. Rasanya dia masih tak percaya jika Latisha ingin benar-benar berpisah darinya.
"Kamu benar-benar membuatku marah Latisha. Hentikan sikap kekanak-kanakan mu itu. Pulanglah ke rumah, aku dan Sageon membutuhkanmu. Kami sudah beberapa hari ini tidak makan karena semua masakan yang mereka buat tidak ada yang sesuai dengan lidah kami." Drakara kembali memerintahkan Latisha untuk kembali. Dan itu membuat Latisha yang berada di seberang sana tersenyum miris. Drakara memintanya kembali hanya untuk menjadikan dirinya pembantu. Bukannya ia mencoba merayu nya dengan meminta maaf atas apa yang telah ia lakukan padannya Drakara malah memintanya kembali hanya untuk menjadikan nya seorang pelayan di rumah itu. Tentu saja dia tidak mau. Lebih baik ia hidup sendiri menikmati kesendiriannya. Ia tak perlu repot - repot bangun di pagi buta hanya untuk menyiapkan makanan untuk Drakara dan Sageon. Ia juga tak perlu repot -repot membuat menu yang sehat untuk kedua pria itu jika pada akhirnya pengorbanannya itu malah tidak dihargai dan malah di balas dengan penghianatan. Mereka berdua, pria yang sangat di cintai nya itu, malah dengan tega nya berkhianat di depan nya. Latisha tak mau menghabiskan sisa hidup nya bersama orang-orang yang tak menghargai nya. Lebih baik ia menikmati hidup nya saat ini. Ternyata hidup sendiri itu tidak buruk. Ia pernah mengalaminya dulu saat dirinya masih lajang. Namun setelah ia menikah dan bergantung pada Drakara, ia pernah mengalami ketakutan jika harus kembali hidup sendiri. Tapi nyatanya ketakutan itu tak beralasan. Buktinya sekarang, ia malah senang hidup sendiri. Iia bisa rileks karena bisa bangun siang dan melakukan apapun yang dia inginkan. Ia tak perlu lagi memikirkan urusan rumah tangga yang tak ada habis nya.
Latisha sangat menikmati setiap detik hidupnya yang kini terasa sangat nyaman. Kini wajahnya tak lagi kusam, karena ia sudah kembali merawat dirinya sendiri. Semua yang ia lakukan sekarang bukan untuk mendapatkan Drakara kembali atau menarik perhatian putra nya agar ia tak malu memilki ibu seperti dirinya. Bukan juga untuk mendapatkan validasi dari orang-orang bahwa dirinya kini cantik dan menarik. Namun semua itu ia lakukan untuk kenyamanan dirinya sendiri.
"Jangan terlalu lebay Drakara. Mana mungkin kalian kelaparan? Bukankah kalian bisa makan di restoran tiap hari? Atau kamu bisa minta calon istri mu itu untuk memasak makanan untuk kalian." Ujar Latisha enteng.
"Apa maksud mu? Sudah jelas kamu istri ku dan kamu lah yang bertanggung jawab untuk melayani ku dan juga putra mu." Drakara semakin di buat emosi dengan perkataan Latisha. Pria itu lalu melirik putra nya yang hanya diam. Ini semua karena ulah putra nya itu yang dengan terang-terangan ingin mengganti mama nya. Drakara pun memberi isyarat kepada putra nya untuk bicara pada Latisha. Ia meminta putra nya untuk minta maaf dan merayu mama nya agar kembali pulang.
Sageon yang mengerti dengan keinginan papa nya pun dengan berat hati meminta maaf pada Latisha.
"Hallo mama. Ini aku Sageon. Maafkan atas kata-kata ku kemarin. Sungguh aku hanya berkata sembarangan. Aku membutuhkan mama sekarang. Bisakah mama kembali ke rumah secepatnya?" Ujar Sageon memelas.
"Maaf Sageon. Saya tidak bisa kembali ke rumah. Lebih baik kamu minta mama Radmila untuk datang dan membantu mu sekarang." Ujar Latisha dengan hati yang terkoyak. Bukan ia sudah tak mempedulikan lagi putra nya. Tapi bukan kah ini adalah keinginan putra nya sendiri? Ia hanya sedang memenuhi keinginan Sageon yang ingin menggantikan nya dengan Radmila.
"Astaga Latisha. Kenapa kamu keras kepala sekali? Sageon itu putra mu. Harus nya kamu lebih memahami dia. Lagipula Radmila itu adik kamu. Kenapa kamu harus cemburu pada nya? Harusnya kamu bisa belajar darinya bagaimana cara mengambil hati Sageon?" Drakara yang tengah emosi malah semakin memperkeruh suasana dengan membandingkan Latisha dan Radmila. Ia lupa jika saat ini seharusnya ia membujuk Nana untuk kembali bukan malah merendahkannya dengan memintanya belajar kepada Radmila untuk mengambil hati Sageon.
"Kamu yang keras kepala Drakara. Kenapa kamu malah memintaku untuk kembali? Harus nya kamu meminta Radmila yang datang ke rumah mu, bukan aku. Bukankah Radmila lebih memahami kalian daripada aku? Sudahlah aku tak mau lagi meladeni ucapkan mu. Aku lelah." Ujar Latisha. Tanpa menunggu jawaban Drakara, ia langsung mengakhiri panggilannya dengan Drakara. Tentu saja pria itu semakin emosi saat Latisha memutuskan sambungan telponnya secara sepihak. Drakara langsung melempar ponsel milik Bi Yunii ke lantai dengan kuat hingga ponsel tersebut hancur berantakan. Sontak semua orang yang berada di sana terkejut. Apalagi Bi Yuni yang kini tengah menatap ponselnya dengan tatapan nanar. ponsel pemberian Latisha yang selama ini ia jaga dengan baik kini hancur tak berbentuk di tangan majikan nya.
Aaarrgh...
Drakara berteriak sambil mengacak rambut nya dengan kasar. Ia sungguh kesal karena tak berhasil membujuk Latisha untuk kembali ke rumah.
Pria itu pun beranjak dari duduk nya. Ia pergi ke kamarnya untuk menenangkan diri. Sedangkan Sageon yang di tinggalkan papa nya terlihat diam. Sepertinya ia masih kaget dengan tindakan Drakara tadi.
"Hallo Sageon. Kamu sudah selesai sarapan? " Tiba-tiba saat suasana tengah hening, terdengar suara Radmila yang menyapa keponakan nya. Sageon pun lantas mendongak menatap Radmila yang tengah berjalan ke arahnya.
Ah, sebaiknya Sageon meminta mama Radmila membuatkan nya sarapan seperti yang biasa mama Latisha siapkan untuk nya. Sageon pikir, mama Radmila pasti akan membuat sarapan yang lebih lezat dari mama Latisha karena mama Radmila lebih keren dari mama Latisha.
"Aku belum sarapan. Bisakah mama membuatkan ku telur gulung yang biasa mama Latisha buatkan untuk ku? Aku yakin mama pasti bisa membuatkannya untukku. Dan aku rasa telur gulung buatan mama pasti akan lebih lezat dari mama Latisha." Sageon menatap Radmila yang langsung pias. Jangan kan membuat telur gulung yang dimaksud Sageon. Radmila bahkan tak pernah masuk ke dapur untuk memasak.
Tapi untuk menolak secara langsung permintaan Sageon, rasanya Radmila gengsi. Ia pun berusaha membujuk Sageon untuk sarapan di luar saja bersama nya.
"Sepertinya waktu nya tak akan cukup jika mama harus memasak lebih dulu. Bukan kah sebentar lagi kamu harus pergi ke sekolah? Bagaimana kalau kita makan di luar saja?
"Kebetulan mama juga belum sarapan." Ajak Radmila.
"Baiklah kalau begitu. Tapi mama harus janji untuk membuatkan ku telur gulung nanti." Ujar Sageon dengan wajah sedikit kecewa.
"Baiklah, lain waktu mama akan buatkan telur gulung untuk Sageon. Lebih baik kamu siap-siap. Kita berangkat sekarang." Ujar Radmila.
Sageon pun mengangguk. Lalu ia mengambil tas nya. Ia pun berjalan mengikuti Radmila yang telah melangkah terlebih dahulu. Di ruang keluarga, sudah ada Drakara yang menunggu mereka. Pria itu kini terlihat lebih tenang. Ia pun segera menuntun putranya untuk segera masuk ke dalam mobil nya. Tak seperti biasa nya, Drakara mendudukkan Sageon di samping kursi kemudi. Padahal biasanya Sageon akan duduk di kursi penumpang sedangkan Drakara akan duduk bersama Radmila di depan. Radmila dan Sageon pun sedikit bingung. Tapi mereka tak berusaha untuk bertanya. Radmila membiarkan Sageon duduk di samping ayahnya. Dan ia pun duduk di belakang, tepat nya di kursi penumpang. Tak ada pembicaraan di sepanjang perjalanan. Namun saat mereka melewati restoran yang buka dua puluh empat jam, Radmila meminta Drakara untuk menghentikan mobil nya. Ia harus membeli sarapan untuk mereka bertiga. Karena waktu yang sudah mepet, Radmila memesan makanan take away. Setelah selesai, ia bergegas keluar dari restoran dan kembali masuk ke dalam mobil. Ia lalu menyerahkan roti sandwich ke arah Bian.
"Ini untuk Sageon. Ayo dimakan dulu." Ujar nya. Sageon pun menerima sandwich tersebut dan berterimakasih kepada Radmila. Ia memang jarang membeli makanan diluar. Sepertinya makanan yang di belikan mama Radmila sangat enak. Buan pun segera melahap nya. Namun baru beberapa gigitan, tiba-tiba wajah nya terasa gatal. Begitu pun dengan bibirnya yang terasa panas dan perih.
"Papa..." Sageon menyimpan Sandwich yang belum habis ia makan di atas dasbor.
"Ada apa nak?" Drakara melirik putranya yang baru saja memanggilnya, namun ia terkejut saat melihat wajah putranya yang memerah dan bentol-bentol. Ia pun segera menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Ia panik saat melihat Sageon yang sepertinya kesusahan untuk bernafas. Radmila yang kaget karena Drakara menepikan mobilnya pun langsung bertanya.
"Ada apa? Kenapa kamu menepikan mobilnya mas?" Tanyanya bingung.
"Apa yang kamu berikan pada putra ku Radmila? lihatlah putraku alergi. Kita harus segera ke rumah sakit." Ujar Drakara panik. Ia pun kembali melajukan kendaraannya menuju rumah sakit, beruntungnya tak jauh dari tempatnya berhenti tadi, ada sebuah rumah sakit kecil di sana. Drakara segera keluar dari mobilnya dan menggendong putranya yang terlihat tersengal-sengal sedangkan Radmila ikut berlari di belakangnya.
Radmila merasa takut dan was-was ia tidak tahu apa yang menyebabkan Sageon alergi seperti itu, apa mungkin sandwich yang ia berikan mengandung makanan yang membuat Sageon alergi? Tapi apa? Radmila sama sekali tidak tahu jika Sageon mempunyai alergi terhadap makanan tertentu.
Drakara segera berlari menuju ruang IGD setelahnya ia pun menjelaskan kepada dokter jaga bahwa sepertinya putranya mengalami alergi, dokter pun segera bertindak dan beruntungnya alergi biar bisa segera teratasi.
"Maaf Mas Aku tidak tahu jika Sageon mempunyai alergi terhadap makanan tertentu." Ujar Radmila dengan takut-takut. Drakara pun hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar. Ia tidak bisa marah kepada Radmila karena wanita itu memang tidak tahu jika putranya alergi terhadap udang, mungkin Sandwich yang diberikan Radmila mengandung udang. Selama ini Latisha selalu berhati-hati memberikan makanan terhadap putranya itu. Dan sekarang di saat Latisha telah pergi putranya itu harus mengalami alergi seperti ini, beruntungnya alergi Sageon bisa segera teratasi karena udang.yang dikonsumsi Sageon tidak terlalu banyak. Entah bagaimana jika Sageon menghabiskan sandwich tersebut, mungkin keadaannya akan parah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!