NovelToon NovelToon

Pesona Dokter Duda Anak Satu

Teh Manis

Angin sore membelai ranting pohon itu saling bergesekan. Gemricik air dari kolam ikan membuat suasana sore ini terasa damai. Cuaca yang cukup nyaman untuk sekedar bersantai di teras. Rumah mewah dengan nuansa alam ini adalah milik Dokter muda yang diam-diam sudah menikah lagi. Status duda anak satu sudah menempel kepadanya sejak lima tahun yang lalu, usai perceraianya dengan Merly di sah kan pengadilan. Perempuan cantik, pintar dan berasal dari keluarga terpandang.

Selain menjadi dokter, Anggara adalah salah satu pewaris perusahaan terbesar di kota ini. Perusahaan mereka bergerak di bidang teknologi dan farmasi. Di usia yang terbilang muda, Anggara sudah berhasil menggait investor dari luar dengan cekatan. Namun, di penghujung tahun ini justru melakukan kelasalahan yang cukup fatal karena salah membaca situasi pasar yang beredar.

Atmojo selaku pemilik BSA Group sekaligus ayah kandungnya, merencanakan hal tak masuk akal demi sebuah jawaban atas kasus yang menimpa dirinya dan mendiang istri pertamanya di masalalu. Sebagai hukuman untuk Anggara karena telah merugikan perusahan. Sekaligus Atmojo ingin memberi pelajaran berharga untuk Hardianto sebagai mantan sekertarisnya dulu karena telah mengkhianatinya.

Bahkan dari rumor yang beredar dia sudah berani menggelapkan uang asuransi rumah sakit. Beberapa bukti sudah dia kantongi. Namun tak sampai hati menjebloskan Hardianto ke penjara, karena menurutnya masih ada hal janggal yang harus dia selidik lagi.

Untuk itulah perjodohan ini di mulai. Dengan terpaksa Hardianto menyerahkan putri semata wayangnya kepada Atmojo. Menikah dengan Anggara.

Dokter arogan yang berusia sudah lebih dari kepala tiga itu akhirnya menikah dengan perempuan belia yang lebih cocok menjadi adiknya. Dan di rumah ini, mereka tinggal bersama Reno, anak Anggara dari pernikahan pertamanya dengan Merly.

Dari rumah yang awalnya sudah seperti neraka bagi Anggara, sekarang menjadi rumah yang diam-diam dia rindukan. Walaupun kerap kali merasa dongkol, menikah dengan perempuan yang usianya terpaut lumayan jauh, namun Anggara perlahan mulai menerimanya. Tentu dengan aturan yang dia buat di rumah ini.

Dan sekarang, drama rumah tangga mereka di mulai. Tepat di dapur rumah yang di desain estetik.

"Apa ini?!" Anggara menyerobot gelas dari tangan Lyana.

"Teh manis, Kak," ucap Lyana lirih.

“Hah, benar. Beraninya ngasih anak aku teh manis sialan ini!" Anggara geram, dia meletakan gelas kaca itu ke pinggir wastafel.

"Maaf, Kak, tapi Reno yang minta tadi,” ujar Lyana.

"Anak sekecil itu belum tau efek samping minum teh manis, Ly, kau harusnya lebih hati-hati lagi. Senyawa tanin di dalam nya bisa menghambat penyerapan zat besi bodoh. " Telunjuk anggara menuding tepat ditengah kening Lyana.

"Tante mana teh Reno?" Anak kecil itu tiba-tiba muncul di dapur dan tanganya bergelayut di jari Lyana.

"Reno sayang, maafin tante ya … tehnya .…" kata-kata Lyana tercekat memikirkan alasan yang tepat untuk menjawabnya. Tapi seketika Anggara berjongkok dan segera menggendong Reno, membawanya pergi dari dapur. Sayang, ujung mata Reno sudah menangkap gelas berisikan teh itu.

"Itu Ayah, teh Reno."Reno menggoyangkan kakinya ingin turun dari gendongan.

"Bukan Reno, itu punya Ayah ada obatnya pahit." Reno memberontak tak percaya apa yang di katakan Anggara.

"Ayah bohong. Ayah Bohong! Itu gelas punya Reno bukan punya Ayah.“

Anggara lupa bahwa anaknya kini telah beranjak besar. Reno bahkan tahu apa saja yang menjadi miliknya dan yang bukan. Lyana yang mengajarkan Reno, kalau sesuatu yang bukan milik Reno, dia tidak boleh memakainya apalagi untuk mainan. Reno terus menangis dalam gendongan Anggara, tapi tetap saja ayahnya membawa Reno dan masuk ke kamar.

Lyana mengkuti dari belakang, perasaannya campur aduk antara gelisah, takut dan khawatir jika Reno di hukum Anggara. Baru saja sampai depan pintu kamar Reno Anggara menarik kasar tangan Lyana.

"Ikut aku," bisiknya di telinga Lyana. Seketika bulu kuduknya merinding.

"Huaaa! Sepertinya aku yang akan di hukum. Ibu tolong Aku." terka Lyana dalam hati. Langkahnya terasa gontai enggan mengikuti Anggara.

"Apa yang akan dia lakukan lagi kali ini. Padahal cuma gara-gara teh manis, tapi nenakutkan sekali kak gara kalau lagi marah." batin Lyana bergemuruh.

Pergelangan tangan Lyana terasa panas, laki-laki itu menariknya terlalu keras. Kakinya pun terasa berat mengikuti langkah Anggara yang berjalan terlau cepat.

"Tidak mungkin kan suruh nyetrika baju selemari lagi." gumam Lyana. Kali ini dia cuma bisa pasrah mengikuti Anggara sampai ke dalam kamar.

Suhu di ruangan bernuansa hijau sage itu mendadak berubah. Anggara mengunci cepat pintu kamarnya dan mendorong Lyana kesal. Tubuh perempuan itu hampir saja terjatuh. Anggara menatap Lyana dengan sorot mata tajam.

"Lyana Putri Hardianto, Aku tidak pernah melarangmu dekat dengan Reno, tapi ingat bataasanmu. Dia Anaku. Dia harus patuh kepadaku, dan kau harus mengikuti aturan yang aku buat. Tidak ada teh manis, es krim, coklat, chiki dan junkfood. Paham? " Anggara menyentuh dagu Lyana, mata nya memerah menatap kedua manik hitam Lyana kemudian matanya beralih hidung dan berhenti di bibirnya.

Sial! Dia berani sekali menggodaku.

"Iya, Kak, maaf." Bibirnya bergetar mengatakan itu karena selain takut Lyana merasa jantungnya hampir meledak berada sedekat ini dengan Anggara. Lyana Walaupun mereka sudah hampir satu tahun menikah namun keberadaanya seperti asing buat Anggara.

Anggara benar-benar menutup mata dan hatinya untuk perempuan karena menurutnya semua perempuan itu sama saja hanya uang dan pengkhiatan .

"Lucu sekali mimiknya kalau lagi ketakutan begini. Ah sial! Aku ingin melahap bibirnya yang bergetar itu." batin Anggara.

"Kak, apa boleh keluar sekarang?" Suaranya tercekat karena Anggara semakin mendekatkan wajahnya. Dan Hap !

Anggara tak bisa menahan dirinya lagi. Dia mencium bibir Lyana dengan perlahan kemudian melahapnya dengan rakus.

"Bernafas, Ly !"

Namun Lyana membeku, otaknya tak bisa mencerna apa yang sedang terjadi. Dia hanya menuruti kata hatinya saja. Diremasnya lengan kemeja Anggara dan perlahan menutup matanya. walaupun ini pertama kalinya untuk Lyana namun Dia tahu apa yang harus di lakukanya.

Drakor sialan!

Manis kopi masih tersisa di bibir Lyana, Anggara menyesapnya terus dan terus hingga keinginan lain muncul secara naluriah. Tapi dia segera sadar dan melepaskan pagutanya.

"Itu hukuman buat kamu! Jangan sampai kau melanggar lagi aturan sudah yang aku buat. Kalau tidak …." Kalimatnya menggantung.

"Kalau tidak apa, Kak?" tanya Lyana mulai berani.

"Sesuatu yang lebih buruk dari ini akan terjadi." Anggara berlalu dari hadapan Lyana. Aliran darahnya mulai memanas.

"Hah, sesuatu yang buruk? Bahkan kakak sudah mencuri ciuman pertamaku, menyebalkan." Kini giliran Lyana yang marah. Dia membuka dan menutup pintu kamar dengan keras. Sirkuasi udara di dalam kamar seolah berhenti seketika.

"Ciuman Pertama? Hah, pandai sekali dia berbohong."

Anggara segera berlalu dia harus segera mendinginkan suhu tubuhnya di kamar mandi.

.

.

.

.

Menahan Diri

"Apa yang dia ucapkan barusan? Aku mencuri ciuman pertamanya?Huh, sok suci banget dia." Anggara melempar kemejanya ke sembarang arah.

Sudah di kamar mandi.

Gemricik air yang jatuh dari gagang shower mengingatkanya pada kajadian beberapa menit lalu. Manis, bahkan masih terasa lembutnya sentuhan bibir Lyana. Tanpa sadar Anggara mengusap bibirnya sendiri.

"Ah sial, kenapa harus Lyana." Anggara mengusap kasar wajahnya.

Perbedaan usia Lyana dengan Anggara yang terpaut jauh membuat Anggara justru menganggap Lyana sudah seperti adiknya sendiri. Namun perasaan apa ini? Anggara mulai terpancing dengan perkataan Lyana barusan tentang ciuman pertama. Benarkah?

Sementara Lyana menggerutu sepanjang jalan. Langkahnya terhenti di depan kamar Reno, kemudian di bukanya perlahan. Terlihat Bi Nina sedang menemani Reno bermain.

Bi Nina adalah baby sister Reno dari mulai Reno Bayi sampai sekarang berusia Enam tahun. Dia yang paling paham tentang Reno dan Anggara. Usia Bi Nina sekarang sudah kepala Empat lebih

"Tante ... Ayah masih marah? " Reno berlari menghampiri Lyana. Matanya mendongkak ke atas mencari jawaban.

" Enggak sayang, Ayah enggak marah kok. Ayah cuma ...," bayangan ciuman itu muncul lagi .

"Cuma apa?" Reno menggoyangkan tangan Lyana penasaran.

Cuma nasehatin Tante aja kok," Lyana mensejajarkan tubuhnya dengan Reno. Reno menghambur dalam pelukan Lyana.

" Maafin Reno ya tant, tadi maksa-maksa pengen teh manis. Habis tenggorokan Reno dari tadi kayak gatel gitu.

"Oh iya? Coba Tante lihat. " Bocah berusia Enam Tahun itu membuka mulutnya.

"Ah iya Reno, merah. Nanti Tante mintain Obat sama Ayah ya." Lyana mengusap rambut Reno pelan. Kemudian duduk di sebelah Bi Nina.

" Mas Anggara kalau menyangkut Anak emang keras Mbak, jangan di ambil hati ya, tapi dia aslinya baik kok." ucap Bi Nina sambil membereskan mainan Reno.

"Iya Bi, Aku tahu kok tapi kadang dia suka berlebihan. Aku enggak suka . Apa-apa di bilangnya enggak sehat. Apa-apa enggak boleh. Apa-apa marah. Padahal kan bisa ngasih tahu secara baik-baik. Hmm ... kalau aku enggak lihat Reno yang udah Aku anggap seperti anak sendiri mungkin aku udah enggak tinggal di sini lagi Bi.

"Sabar ya Mbak, nanti ...," Suara ketukan menghentikan obrolan mereka. Pintu terbuka , Anggara sudah selesai mandi, rambutnya masih basah.

"Ly, tolong buatkan aku kopi. " perintahnya singkat.

Deg.

"Dia denger nggak ya obrolanku tadi sama Bi Nina. Ah, bodoh nya kau Ly ." rancau Lyana dalam hati.

"Iya kak. " Lyana beranjak mengikuti Anggara.

*

Malam mulai larut, angin menyapa pipi Lyana yang sedang berdiri di Balkon kamar. Dingin, rambut panjang Lyana ikut terombang-ambing angin malam. Pandanganya beralih melihat beberapa bintang di langit seolah mereka menyapa.

"Kamu belum tidur?" Anggara mendekat. Kali ini sepertinya mood Anggara dalam keadaan baik.

"Belum ngantuk , kak ," jawab Lyana singkat tanpa menoleh.

"Maaf soal yang tadi. " ucap Anggara sambil menatap pohon mangga yang mulai berbuah itu

"Eh. Apa?" Lyana terheran.

"Iya kak enggak apa-apa lagian aku yang salah udah bikinin Reno teh manis."

Sekarang Lyana bisa melihat wajah Anggara. Heran, padahal sukanya marah-marah tapi tetap tampan.

"Bukan yang itu, tapi yang ini, " Jarinya mengusap lembut bibir Lyana.

"Benar itu ciuman pertamamu?" tanya Anggara untuk memastikan.

"Ah apaan si. Malah bahas ciuman pertama," Lyana membuang mukanya melihat pepohonan yang daunya bergoyang karena angin.

"He em. " kepalanya mengangguk.

"Lihat aku, " Anggara menarik dagu Lyana. Mata mereka bersitatap, detak jantung keduanya mengeras seolah terdengar sampai telinga.

"Apa sih kak. Aku tidur dulu ya. " Lyana menepis tangan Anggara dan berlalu. Suasana sudah tidak aman buat jantungnya.

"Hah. Jadi beneran itu ciuman pertamanya. Jadi Aku yang pertama ? Senangnya. Eh." sorak Anggara, bibirnya tersenyum tipis.

Anggara mulai menerima pernikahanya dengan Lyana. Perlahan, satu bulan dua bulan bahkan satu tahun terlewati begitu saja. Hatinya bergetar sewaktu tidak sengaja mendengar obrolanya dengan Bi Nani.

"Aku kira, memberimu tugas mengasuh Reno membuatmu jengah dan ingin segera terlepas dari pernikahan ini. Tapi Aku salah, kamu justru menikmatinya. Apa tadi? menganggap Reno seperti anakmu sendiri? Baru kali ini aku salah membaca situasi. " batin Anggara berkecamuk.

Anggara mengusap wajahnya kasar, Dia mengikuti Lyana masuk ke dalam kamar. Pintu kaca itu tertutup, Anggara menarik kain Gorden berwarna Abu-abu itu dan mengempaskan tubuhnya ke kasur.

"Ly, " Panggil Anggara pelan sambil mengusap lengan Lyana.

"Aku tahu kamu pura-pura tidur kan," Kini Anggara bersandar pada tepi ranjang.

"Apa sih, kalau kak Gara mau bahas soal ciuman tadi aku enggak mau dengar. " Lyana menarik selimutnya rapat sampai keatas kepala.

"Hahaha kamu malu ya atau mau lagi?" Anggara tergelak, dia sengaja menggodanya.

Diam, Lyana memilih diam menyembunyikan wajahnya yang memerah.

"Ly, padahal aku mau ngomong penting loh soal Naurah" ( brand gamis milik Lyana).

" Apa?" Berhasil. Lyana menyibak selimutnya dan ikut bersandar.

"Soal Naurah aja kamu semangat ." nyengir, Lyana memperlihatkan senyum manisnya.

"Mau coba aku promoin di IG?" tanya Anggara pelan.

"Mau banget lah, Kak Gara kan dokter selebram terkenal jutaan orang yang follow kakak. Termasuk aku salah satunya. " Lyana nyengir lagi.

"Ah iyakah? Siapa nama IG mu? " Anggara mengambil ponsel dan mulai menjelajah logo kotak berwarna pink itu.

"Mana kok enggak ada?" jarinya menggeser nama-nama followernya. Di ketiknya Nama Lyana namuk tidak muncul juga.

Lyana mendekat dan ikut menujuk Nama yang tertera pada layar.

"Lolilolyy_ana". Anggara tersenyum kecil, suara detak jantungnya tiba-tiba mengeras. Lengan mereka saling menempel. Lyana yang menyadari itu segera menarik diri menjauh dari Anggara.

"Kenapa?" tanya Anggara. Kedua bola mata itu bertemu saling mengadu. Lagi-lagi bibir mungil itu menggangu pandanganya.

"Enggak apa-apa, aku takut kak Gara marah karena terlalu dekat." ucapanya terbata. Benar selama ini mereka tinggal satu rumah bahkan satu kamar tidur namun seperti berjarak. Asing. Baru kali ini Lyana merasa lebih sering ngobrol sama suaminys.

"Maaf. Kemarilah, jangan takut. " Anggara tiba-tiba meretangkan tangan kananya

"Eh apa maksudnya?" batin Lyana.

Namun tanpa banyak bertanya Lyana mendekat.

Grep . Anggara merangkul lengan Lyana.

"Sudah aku follback ya, " Anggara mengusap rambut Lyana.

"Apa?"

"Ini. Katanya kamu follow aku."

"Eh iya terimakasih kak."

"Caranya?"

"Cara apa?" tanya Lyana bingung.

"Cara berterimakasih yang baik."

Loading. Ayo pikirkan caranya Lyana. Apa yang kau lihat jakunya yang naik turun. Aaaaaa.

Mata Lyana mengerjap. Cup. Anggara mengecup bibir Lyana yang mulai terbuka.

"Kak Gara ! " Reflek Lyana memukul lengan Anggara.

"Kamu mulai berani sama aku?" Anggara mendekatkan wajahnya ke Lyana.

Takut, sekarang Lyana takut Anggara marah.

Lyana menggeleng. Wajahnya menciut, Anggara benar-benar menyeramkan.

"Mulai sekarang jadilah istri yang baik. Mengerti?"

Lyana mengangguk tanpa berani menatap Anggara yang tersenyum penuh arti.

Anggara menarik dagu Lyana dan mulai menciumnya perlahan. Bibir atas Lyana berhasil dia lumat bergantian dengan bibir bawahnya sampai nafas keduanya tersengal . Lyana yang biasanya cuma lihat orang ciuman dari drakor kini benar-benar melakukan adegan itu.

Anggara yang sudah berpengalaman tentu tahu apa adegan selanjutnya. Kini, dia tidak bisa menahan diri lagi.

.

.

.

.

Drakor Sialan

Lyana menutup matanya perlahan menikmati ciuman keduanya. Seperti candu aroma mint yang keluar dari nafas Anggara ingin membuatnya tetap menikmati pangutanya.

Kini Lyana mulai berani menyesap bibir milik Anggara. Perlahan mengulumnya lembut. Membuat sesuatu dalam diri Anggara bangkit kembali. Dua tahun pasca bercerai dan satu tahun setelah pernikahan keduanya dengan Lyana. Total tiga tahun sudah berlalu, namun baru sekarang Anggara merasakan desiran hangat ini.

"Hah. Ly, kau benar-benar membuatku tidak.bisa mehanan diri lagi." Tangan Anggara mengusap pipi kanan Lyana kemudian bergerak kedalam menarik leher Lyana lembut. Sorot mata Anggara menginginkan lebih. Lyana tahu itu.

Baru saja Anggara ingin menciumnya lagi. Lyana berbicara.

"Kak aku takut. " Anggara memeluk Lyana dan mengusap punggungnya.

"Aku enggak yakin kalau tadi ciuman pertamamu." Bisik Anggara sambil menyeringgai.

"Ah Kak Gara ! itu bukan ciuman pertama, tapi kedua. " Sanggah Lyana sambil menggelembungkan pipinya. Bibirnya manyun.

"Menggemaskan sekali, ciuman pertama apanya ! Hah. Kau bahkan pandai membalasnya. Tapi buka bibirmu begini. "Anggara mengusap bibir Lyana lagi. Namun langsung di tepis Lyana.

"Iya iya kakak sudah berpengalaman. Apalah dayaku yang lihat orang berciuman cuma dari drakor ."

Anggara tergelak. Jadi gara-gara drakor sialan itu Lyana berani membalas ciumanku.

"Terus.. apa lagi yang kau lihat dari drakor itu kalau habis ciuman." goda Anggara menoel dagu Lyana.

Aaaa drakor sialan ! Lyana menutup wajahnya dengan bantal. Yakin wajahnya sekarang sudah semerah tomat.

"Apa lagi Ly. " Anggara penasaran.

"Aku enggak tahu Kakak. Udah ah ayo kita tidur udah jam sepuluh malam. " Lyana memeluk bantal yang tadi dia pakai mentupi wajahnya .

"Aku belum ngantuk. " Anggara ikut merebahkan diri.

" Pak dokter bilang, kalau tidur diatas jam sepuluh bisa menyebabkan ." kata Lyana menggantung. Anggara memeluknya dari belakang.

Apa ini? Huaaaa jantungku ! Lyana bisa merasakan hembusan nafas Anggara di bahu dan lehernya.

"Teruskan. " Anggara mulai mencium leher Lyana sampai bahu. Di kecup kesana kemari tanpa jeda.

"Kak... " Suara Lyana tercekat. Situasi apa ini. Pandangan matanya mulai meremang diam-diam menikmati sentuhan Anggara.

Suhu ruangan yang tadi dingin kini memanas. Anggara menginginkan lebih dan lebih. Lyana kini sudah berhadapan dengan Anggara namun belum berani menatap matanya.

"Ly, lihat aku. " Deg. Takut Lyana menatap Anggara ragu.

"Apa aku boleh melakukan lebih?"

"Melakukan apa kak?" loading.

"Itu." Anggara bingung menjawab apa namun bibirnya sudah menyambar bibir Lyana, mengulumnya perlahan.

Tanganya mulai bermain di balik piyama Lyana , mengusap punggung perlahan dan klik. Kaitan Bra milik Lyana terbuka. Lyana yang menyadari itu langsung mendelik , namun ciuman Anggara justru semakin dalam. Lidahnya mulai menyapu seisi mulut Lyana kemudian mengulum bibir Lyana lagi lagi dan lagi.

Jemari Anggara menari-nari di atas gundukan kecil itu, memainkan puncaknya yang sudah berdiri tegang. Beberapa kali Lyana merancau tak karuan saat jemari Anggara memilin puncak dadanya. Memutar dan mencubit pelan. Tubuh Lyana semakin belingsatan kesana kemari, suara desahan lolos dari mulutnya. Segera Anggara bius dengan bibirnya lagi dan lagi.

Anggara mulai menggebu tak sabar ingin memakan Lyana. Sesuatu yang dia tahan selama ini ingin segera di tuntaskan. Anggara menyudahi ciuman panasnya dan mulai membuka baju.

"Huaaaa ! Jantungku. Dada bidang yang putih itu, otot-otot perut yang kencang dan seksi. Eh."

"Buka ."

"Apa?"

"Bajumu."

"Hah?"

Loading lagi karena Anggara sekarang ada di depanya sudah membuang baju kesembarang arah. Aroma tubuh Anggara mendominasi indra penciuman Lyana. Wangi.

"Eh apa yang di lakukan." Anggara melucuti pakaian yang dikenakan Lyana satu persatu hingga menyisakan kain yang menutup bagian intinya.

"Aaaaaa ! Bajuku kemana."

Celingukan mencari.

"Kak Gara ngapa-in ." Suara Lyana tercekat . Bulu kuduknya seakan berdiri, Geli. Pandangan Lyana mulai buram namun mulutnya mulai mengeluarkan suara yang membuat Anggara bersemangat.

Langit yang tadi berhias bintang kini tertutup awan hitam, kemudian menjatuhkan airnya ke tanah. Suara rintik hujan terdengar mengenai atap rumah seolah ikut menghangatkan suasana keduanya.

Anggara mengecup kening Lyana. Penyatuan baru akan di mulai. Anggara yang kesusahan menembus dinding surga dunia itu tahu kalau ini yang pertama kalinya untuk Lyana.

"Tahan sebentar ya. " Lyana mengangguk. Setelah menempatkan benda keramat itu pada posisinya Anggara justru menarik dagu Lyana, menyesap bibir itu lembut dan mulai mendorong pelan senjatanya.

Lyana menggigit bibir Anggara menahan perih dibagian intinya. Kedua tangan Lyana meronta ingin mendorong tubuh Anggara di atasnya namun kalah tenaga. Lyana sudah tidak bisa menahanya lagi. Matanya sudah menggenang air yang hampir tumpah. Perih sekali.

Berhasil. Senjata Anggara sudah masuk seluruhnya. Dia melepaskan Lyana dari ciuman yang menggigit

bibir bawahnya. Paham dan itu lah yang diinginkan Anggara dari pada menahan sakit dengan teriak-teriak.

"Maaf." Anggara mengecup kedua mata Lyana yang mulai mengeluarkan air mata.

"Sakit Kak. " ucap Lyana pelan . Anggara mengusap ujung mata Lyana.

"Tahan ya. Aku pelan-pelan." Dia bertumpu pada kedua lutut perempuan di bawahnya yang meringis kesakitan.

Menaikan tempo hentak*nnya perlahan sampai sesuatu keluar dari ujung senjatanya.

"Aaaaaghh ."

Anggara ambruk di cengkeruk leher Lyana. Akhirnya setelah sekian lama senjata itu bisa menembak tepat sasaran. Peluh keringat membasahi tubuh Anggara yang baru merasakan kenikmatan bercinta lagi.

"Terimakasih." Anggara menutupi tubuh indah istrinya dengan selimut. Kemudian memeluk Lyana dari belakang.

Kini mereka bernafas lega, namun beberapa saat kemudian suara ketukan pintu terdengar. Anggara segera memakai bajunya dan berjalan membukakan pintu kamar.

"Mas , Reno panas tinggi. " ucap Bi Nina khawatir.

Anggara dengan tergesa menutup pintu dan menuruni tangga . Reno jarang sakit karena memang Anggara mengatur pola tidur dan makanya dengan baik. Namun kenapa tiba-tiba bisa panas tinggi.

Lyana dibalik selimut mendengar ucapan Bi Nani . Baru ingat bahwa tadi sore Reno mengeluh tenggorokanya gatel.

"Aaaaa bagaimana ini. " Teriaknya pelan tanpa suara.

"Aduh . Sakit. Hiks gimana ini. " Gerakan sedikit saja membuat bagian intinya masih terasa linu.

"Habis kamu Ly ." Lyana menutup wajahnya dengan bantal dan menggulingkan badan kesamping sambil meringis kesakitan.

"Aku harus ngomong apa ke Kak Gara. Ayo berpikir dong." Lyana mengacak rambutnya frustasi. Isi kepalanya sekarang penuh kalimat mana yang dia harus ucapkan pertama kali ke Anggara.

Baru saja satu kalimat ajaib muncul, pintu kamar terbuka. Anggara masuk dan membanting keras pintu berwarna putih itu. Udara seketika berhenti. Tatapan mata Anggara seolah menghujani banyak pertanyaan kepada perempuan yang berada di atas tempat tidurnya.

Deg. Ketakutan Lyana semakin menjadi ketika langkah kaki Anggara mulai mendekat.

"Kau kasih makan apa anaku Ly!!" suaranya lantang.

Anggara marah.

.

.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!