NovelToon NovelToon

My Nerd Bodyguard

Membuat Ulah

"Bisakah kau bersikap lebih dewasa, umurmu tidak muda lagi Jessica."

"Dan bisakah kau mencontohi adik-adikmu! Mereka tidak pernah membuat onar, berbeda denganmu! Kau selalu membuat kepalaku pusing!"

Suara berat nan tegas itu membuat telinga Jessica Maverick terasa amat panas sekarang.

Saat ini, wajah Jessica terlihat merah padam kala mendengar Aiden Maverick alias papanya, barusan membentaknya.

Aiden Maverick merupakan pengusaha tersukses di Washington DC. Salah satu bisnisnya yang terkenal adalah di bidang real estate.

Tidak hanya itu, Aiden juga menjadi ketua umum Partai Republik. Partai terbesar, yang kerap kali menjadi presiden di masa depan.

Pada tahun 2021, Aiden sempat masuk ke dalam majalah forbes menjadi salah satu orang terkaya di Amerika Serikat. Dia digadang-gadang akan menjadi the next president oleh masyarakat setempat.

Latar belakang keluarga Maverick, memang sudah terkenal dari dulu. Hampir rata-rata trah Maverick terjun ke dunia politik. Namun, juga ada yang berkecimpung ke dunia militer. Salah satunya Baron, adik kandung Aiden, yang menjadi anggota NAVY Seal dan masih banyak lagi.

"Seharusnya kau bisa menjaga sikapmu!" Tanpa menoleh ke belakang sekali pun, tubuh tegap dan kekar itu tampak berdiri kokoh di hadapan Jessica sejak tadi. Pria berumur itu, masih tetap tampan meski usianya menginjak kepala lima.

Dalam keadaan masih berdiri di belakang Aiden, Jessica dapat melihat Aiden memijit pangkal hidungnya sekarang. Pasti papanya tengah pusing memikirkan ulahnya tadi siang. Karena Jessica telah membuat pengawal pribadinya tiba-tiba mengundurkan diri karena tak sanggup mengemban tugas.

"Papa sudah pulang berkerja, 'kan?" tanya Jessica, warna merah di wajahnya tadi mendadak hilang. 

Bukannya menanggapi perkataan Aiden. Jessica justru melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat Aiden seketika memutar badan. Pandangannya pun langsung tertuju pada putri sulungnya itu.

Jessica Maverick, putri sulung Aiden, memiliki rambut panjang berwarna cokelat dan sedikit bergelombang, matanya biru seindah lautan, bulu matanya pun lebat, serta mempunyai bibir tipis nan sensual yang terlihat rapi membingkai wajah, hingga membuat pesona Jessica tak dapat diragukan lagi.

Menginjak usia 19 tahun, Jessica selalu disukai oleh pria-pria dewasa. Termasuk para pekerja di mansion yang diam-diam terpana pada kecantikan Jessica. Namun, di balik kecantikannya, sikap Jessica sangat bertolak belakang. Jessica di kenal pemain pria, suka menjalin hubungan tanpa status. Hidupnya pun terlalu bebas. Orang-orang atas memberinya julukan manizer, sang pemain pria. Begitulah informasi miring tentang Jessica Maverick.

Sekarang, tatapan Aiden tampak sangat dingin. Bagi siapa pun yang memandang, pasti tak berani menatap balik. Jika ada seseorang yang melihat pemandangan ini, mengira Aiden memiliki dendam kesumat pada wanita berambut cokelat terang tersebut.

Berbeda dengan Jessica, matanya malah tampak berbinar-binar.

"Papa sudah pulang kerja kan? Bagaimana kalau kita pergi ke taman sekarang." Jessica kembali bersuara, kini sorot matanya menyiratkan kerinduan mendalam.

Tak ada jawaban, Aiden justru memutus kontak mata lalu memutar badan dengan sangat cepat, dan memasukkan kedua tangannya ke saku celana.

"Tidak bisa, aku sibuk. Kau mendengarkan aku kan tadi Jessica?" kata Aiden sambil memandang ke depan, pada sebuah lukisan seorang wanita berambut hitam membelakangi.

Jessica seketika mendengus kasar. Rahangnya tiba-tiba mengetat lagi. Jawaban sama yang acap kali dia dapatkan selama ini. Aiden selalu beralasan sibuk, kedatangan Aiden ke mansion pun karena masalah yang dia buat.

Jika tidak ada masalah, pertemuan ini tidak akan terjadi. Jessica senang sekaligus sedih, mengapa papa kandungnya sendiri, seakan-akan menghindarinya. Jessica hanya ingin diperhatikan dan diberi kasih sayang saja, tapi dari umur 7 tahun, dia tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari Aiden.

Apa yang sebenarnya terjadi? Apa dia ini anak pungut? Atau anak haram dari wanita lain? Jessica di landa kebingungan, sampai-sampai pernah melakukan tes DNA secara diam-diam untuk membuktikan bahwa dia bukan lah anak pria konglomerat ini. Namun, ternyata darah yang mengalir di dalam tubuhnya adalah darah Aiden.

"Tentu saja Tuan Maverick, aku akan mendengarkan perkataanmu, aku akan seperti Mia dan Liam!" seru Jessica, matanya kini terlihat berkaca-kaca.

Tak ada tanggapan, meskipun Jessica berteriak cukup lantang, Aiden selalu bersikap biasa saja. Sikap lelaki itu membuat Jessica selalu kebingungan.

Hening, ruangan terasa sangat sunyi. Hanya terdengar cicit burung di belakang taman mansion.

Aiden bergeming, dengan raut wajah datar dan masih memandang ke depan.

Sementara di belakang, dengan sekuat tenaga Jessica mengigit bibir bagian bawah, menahan agar air matanya tak tumpah. Namun, pada akhirnya cairan bening itu menetes pula dari sudut matanya.

Sambil menatap nanar punggung Aiden, Jessica semakin kuat mengigit bibir bawah. Dengan dada terasa begitu sesak, dia berusaha menghentikan air matanya.

Karena tak mau Aiden melihatnya menangis, Jessica cepat-cepat menghapus cairan bening yang membasahi kedua pipinya sejak tadi.

"Bagus, jadilah anak baik Jessica, jangan membuat onar lagi, sekarang aku akan mengenalkanmu pada pengawal barumu." Aiden tiba-tiba berbicara.

"Terserah." Dengan suara ketus Jessica pun membalas. Mau menolak pun percuma.

Aiden tiba-tiba memutar badan kembali lalu memandang ke arah pintu ruangan. Jessica juga spontan mengikuti arah pandang papanya sambil mengangkat dagu dengan angkuh.

"Perintahkan dia untuk masuk!" seru Aiden.

Mendengar perintah Aiden, Jessica malah berkata di dalam hati.

'Siapa lagi orang ini?! Awas saja kau, aku akan membuat kau resign!' batin Jessica, berencana membuat pengawal baru untuk mengundurkan diri.

Begitu pintu terbuka, mata Jessica mendadak melotot.

"Perkenalkan namanya Felix," ucap Aiden, memperkenalkan pria berkacamata yang akan menjadi pengawal baru Jessica.

Tak ada sahutan, Jessica seketika berlari kencang mendekati sosok yang berdiri di depan pintu itu.

"Jessica!" teriak Aiden tiba-tiba, tampak panik.

Pengawal Baru

Mendengar teriakan Aiden, Jessica spontan menghentikan langkah kaki.

"Ada apa?" tanya Jessica menoleh ke belakang.

Aiden menghela napas sejenak. Ekspresi panik tergambar jelas di wajahnya sejak tadi. Aiden mengira Jessica akan membuat masalah pada pengawal barunya itu.

"Tidak," jawab Aiden singkat.

Jessica kembali memandang ke depan. Melihat pria bertubuh tinggi dan memakai kacamata bulat, sedang menatapnya sekarang, dengan raut wajah datar.

Kali ini, pengawal barunya jauh berbeda dengan pengawal sebelum-belumnya. Penampilannya sangat culun, tidak berjambang dan tidak kekar sama sekali. Tapi tubuhnya sangat tinggi, mungkin 190 cm. Meskipun tubuhnya terlihat proporsional. Tidak membuat Jessica terpesona.

Padahal pria itu terbilang lebih tampan dari pengawal-pengawal sebelumnya, hidungnya pun mancung, matanya hitam legam, bibirnya tipis dan alisnya tebal. Harmoni wajah yang begitu sempurna. Rambutnya juga sedikit panjang. Dan sosok tersebut mengikat rambutnya ke belakang sekarang.

"Papa yakin menyuruh pria ini menjagaku? Lihat badannya tidak berotot dan culun sekali," kata Jessica tiba-tiba, masih melayangkan tatapan dingin pada Felix.

Yang ditatap justru mengalihkan pandangan ke arah Aiden sekarang.

"Jangan lihat penampilan luarnya, di balik jasnya itu ada otot-otot tersembunyi, sudahlah jangan bertingkah lagi, aku pergi," balas Aiden.

Belum sempat Jessica menanggapi, dengan tergesa-gesa Aiden melangkah menuju pintu, melewati Jessica yang saat ini mengamati dari atas sampai ke bawah.

'Ini sih gampang, sehari saja aku akan membuat pria culun ini tidak sanggup menjagaku!' batin Jessica sejenak tanpa mengalihkan pandangan dari Felix.

"Perkenalkan nama saya Felix, Nona."

Felix tiba-tiba berbicara. Suaranya terdengar amat berat hingga garis kerutan samar muncul di kening Jessica sekarang. Sebab suara dan penampilan Felix berbanding terbalik. Kendati demikan, sikap aneh Felix membuat Jessica jadi benci tanpa sebab.

Sedetik kemudian Jessica tersenyum sinis.

"Terserah, minggir kau!" balas Jessica lalu tiba-tiba melangkah cepat keluar dari ruangan.

Melihat kecekatan Jessica, Felix pun bergerak cepat, mengikuti langkah kaki tuan barunya itu.

Sesampainya di luar mansion, tepatnya di teras paling luar. Jessica menghentikan langkah kaki kala melihat mobil yang ditumpangi Aiden ternyata sudah menghilang di depan gerbang mansion.

'Hati-hati Pa.' Meskipun tidak pernah diberi kasih sayang, Jessica tak dapat membenci Aiden. Walau bagaimana pun Aiden adalah papanya. Apa lagi keinginannya selalu dituruti selama ini.

Jessica membuang napas kasar lalu reflek menoleh ke samping. Dengan jarak empat meter, dianmelihat Stella, mama tirinya, memandang ke arahnya sekarang.

Stella Owen, merupakan istri kedua Aiden. Dari kabar yang didapatkan Jessica, Stella adalah sahabat mamanya dulu ketika masih kuliah.

Dahulu Brenda, mama kandung Jessica meninggal karena mengalami pendarahan saat melahirkan Jessica. Beberapa bulan kemudian, Aiden menikah dengan seorang janda bernama Stella.

Entah bagaimana ceritanya mereka bisa menikah, tapi yang jelas Jessica benar-benar membenci Stella! Sebab sewaktu kecil jika Aiden tidak ada di rumah, Stella kerap kali melontarkan kata-kata kasar dan ringan tangan padanya.

Jessica pernah menggadu pada Aiden, sejak saat itu, wanita bertubuh ramping tersebut jarang melakukan kekerasan padanya, tapi mulut wanita ini masih saja berkicau.

Tak ada sapaan, keduanya saling beradu tatap dengan sengit. Membuat Felix yang berdiri di samping Jessica sejal tadi, memandang ke arah Jessica dan Stella secara bergantian sekarang.

Sampai pada akhirnya Jessica memutus kontak mata.

"Cih, mataku jadi sakit!" cerocos Jessica sambil melirik sinis Stella sekilas.

Mendengar ucapan Jessica, Stella seketika melototkan mata. Wanita bertubuh ramping itu hendak menggerakkan lidah. Namun, Jessica tiba-tiba berjalan keluar menuju parkiran mobil.

"Nona biarkan saya yang menyetir!" Felix tampak sedikit terkejut lalu dengan langkah tergesa-gesa mengekori Jessica.

Jessica enggan menjawab, memilih melempar kunci mobil ke arah Felix dan bergegas duduk di kursi belakang.

"Ke mana tujuan kita Nona?" Setelah berhasil duduk, Felix lantas bertanya sembari melirik Jessica melalui center mirror. Melihat Jessica tengah menatap keluar jendela sambil melipat tangan di dada.

"Jalan saja, aku akan memberitahumu nanti," papar Jessica.

"Baik." Setelah itu, Felix segera menyalakan kendaraan dan mulai mengemudikan kendaraan roda empat keluar dari mansion.

Saat berada di jalan raya, Felix tanpa sadar berulang kali melirik Jessica melalui center mirror. Kecantikan Jessica membuat lelaki bermata hitam itu tampak terpesona.

Suasana di mobil tampak canggung, sebab ini kali pertamannya Felix berkerja sebagai pengawal. Jadi dia kebingungan dan terasa aneh, harus menjaga seorang wanita.

"Hei berhenti melihatku, aku tahu aku ini cantik, tapi kau bukan tipeku! Fokuslah menyetir!" bentak Jessica tiba-tiba dengan mata melotot keluar. Sebagai wanita yang paham tentang pikiran para pria, Jessica tentu saja tahu apa isi otak Felix sejak tadi.

Felix lantas tersentak, sedikit gelagapan. Dengan cepat dia memfokuskan pandangan ke depan.

"Baik, saya minta maaf Nona."

Jessica tak mau menjawab, malah mendengus kesal.

"Ck, benar-benar menyebalkan! Turunkan aku di sini!" perintah Jessica tiba-tiba.

Felix tampak kebingungan. Sebab sekarang berada di jalan raya besar dan tidak ada cafe atau pun toko terlihat di sekitar, hanya terdapat trotoar. Terlebih, jalan yang dilalui dilarang untuk berhenti mendadak.

"Tapi Nona—"

"Aku bilang berhenti! Kau ini tuli atau apa sih," sela Jessica cepat.

"Baik, baik Nona, tunggu beberapa meter lagi, aku akan berhenti, kalau berhenti mendadak di sini berbahaya bagi keselamatan kita." Melalui center mirror, Felix melirik Jessica.

"Ck, ya sudah tambah kecepatan mobil ini!" balas Jessica lalu bersedekap di dada kembali.

"Baik." Felix pun menuruti perkataan Jessica.

Setelah berhenti di tempat yang cukup aman, Jessica seketik membuka pintu mobil dan turun dengan cepat. Lalu menutup pintu kembali dengan sangat kuat hingga mengeluarkan bunyi.

Brak!

Untuk kesekian kalinya, Felix dibuat kebingungan dengan tingkah Jessica. Masih di kursi kemudi, Felix menurunkan kaca jendela.

"Nona, masuklah, ke mana tujuan Anda sebenarnya?" tanya Felix, sebab Jessica belum juga memberitahu tujuan akan ke mana sejak tadi.

Pesan terakhir Aiden kemarin, menyuruh Felix untuk tetap tenang ketika menghadapi Jessica.

"Diam kau!" Di luar, Jessica menatap tajam ke arah Felix lalu melangkah cepat ke depan.

Dalam sepersekian detik, datang dari arah yang sama. Sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di dekat Jessica. Dan Jessica tiba-tiba naik ke mobil tersebut dengan sangat cepat. Kemudian mobil itu langsung melaju.

Felix spontan melebarkan mata. "Nona!" Dia pun mengikuti pergerakkan mobil itu.

***

Waktu menunjukkan pukul delapan malam, di hari pertama berkerja, Felix sudah dibuat kewalahan dengan Jessica. Bagaimana tidak, hampir tiga jam Felix berputar-putar mencari keberadaan mobil yang dinaiki Jessica tadi.

Meskipun kendaraan yang ditumpangi Jessica cukup laju, tapi berkat kemampuan Felix. Lelaki bermata hitam itu berhasil mendapatkan posisi perhentian mobil tersebut. Yang ternyata di sebuah club.

"Ini club." Dengan lesu, Felix keluar dari mobil sambil memandangi pintu utama bar dikerumuni para wanita bertubuh seksi.

Demi perkerjaan, untuk pertama kalinya Felix menginjakkan kakinya di tempat aneh ini.

Felix mencoba menerobos masuk, meskipun dia berulang kali ditolak. Namun, berkat nama Aiden Maverick, dia akhirnya diperbolehkan untuk masuk.

Sesampainya di dalam, bunyi dentuman musik memekakkan telinga Felix, asap rokok pun membuat Felix sesekali membuang napas kasar.

"Di mana dia?" Secepat kilat Felix menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari keberadaan Jessica.

Pandangannya tiba-tiba tertuju pada sosok yang sedang berjoget di lantai dansa. Siapa lagi kalau bukan Jessica, saat ini tengah meliuk-liukkan tubuh di tengah kerumuman pengunjung club. Felix dapat bernapas lega kala melihat Jessica dalam keadaan baik-baik saja.

"Akhirnya, eh Nona!" Felix seketika melebarkan mata kala melihat seorang pria meremas bokong Jessica sekarang.

"Hei apa-apaan kau?" teriak Jessica seketika.

Malu

Saat bokongnya diremas, Jessica lantas berteriak. Lalu dengan cepat dia memutar badan ke belakang, hendak melihat sang pelaku, yang ternyata teman sekolahnya dulu.

"Brian ...."

Namun, belum sempat Jessica menyapa temannya. Datang dari arah samping, Felix seketika melayangkan pukulan di rahang Brian.

Bugh!

Pupil mata Jessica langsung melebar. "Hentikan Felix!" serunya. Melihat Felix memukul lagi pipi kanan Brian.

Brian ikut terkejut. Namun, bukannya merintih kesakitan, dia malah melayangkan tatapan menantang pada Felix. Lelaki bermata hijau itu hanya diam saja sambil menyeringai tajam sekarang.

Felix jadi makin tersulut emosi, wajahnya kian memerah. Dia kembali melayangkan pukulan. Meski Jessica berusaha melerai mereka.

Perkelahian tersebut membuat DJ menghentikan musik dan semua pengunjung club mengalihkan pandangan ke arah Jessica.

Melihat hal itu, Jessica jadi malu. Sebab sebagian orang yang berada di club adalah teman kuliahnya. Dengan sekuat tenaga Jessica berusaha menghentikan perkelahian.

"Berani kau menyentuh Nona!" teriak Felix sambil mencengkram kuat kerah kemeja Brian saat ini.

"Hentikan Felix, dia temanku! Kau ini kenapa sih?!" seru Jessica. Berusaha menarik tangan Felix.

Tak ada jawaban, hanya dengkusan kesal berhembus dari hidung mancung Felix. Meskipun begitu, dia tidak melepaskan Brian.

"Felix lepaskan temanku!" kata Jessica lagi, sambil sesekali melirik ke kanan dan ke kiri, melihat teman-teman kuliahnya mulai berbisik-bisik di sekitar.

"Astaga, apa Jessica masih dikawal. Padahal kan dia sudah dewasa."

"Entahlah, bisa saja itu mainannya kan."

"Masa sih? Tapi kenapa seleranya pria culun, ya walaupun tampan sih tapi kan tetap saja culun, haha."

Setelah berkata demikian, mereka tertawa rendah sambil menoleh ke arah Jessica, dengan berbagai macam ekspresi.

Mendengar gelak tawa di sekitar, wajah Jessica semakin memerah. Dengan cepat dia menarik tangan Felix hingga pada akhirnya Brian berhasil terlepas. Lelaki berambut blonde itu pun terhuyung-huyung ke belakang sesaat.

"Nona, apa yang Anda lakukan? Tadi dia melakukan pelecehan pada Nona," kata Felix, tampak keheranan.

Jessica melototkan mata. "Diam kau! Pergi kau dari sini sekarang, Brian temanku, dulu kami sering bercanda seperti itu," sahutnya, seraya melirik Brian tengah mengelap darah yang mengalir di sudut bibir.

Tawa rendah dari teman-temannya masih terdengar di sekitar. Merasa lucu dengan pemandangan di depan.

Kerutan di kening Felix semakin terlihat. "Tidak aku tidak akan pergi! Ayo pulang Nona, ini sudah malam!" katanya.

Napas Jessica mulai memburu. Sebab Felix berbeda dari pengawal sebelum-belumnya. Lelaki ini seolah-olah memiliki kewenangan atas hidupnya.

"Tidak mau! Kau saja yang pulang biarkan aku, argh! Turunkan aku!" Jessica membelalakan mata ketika Felix menggendongnya tiba-tiba seperti karung beras.

Suara tawa di sekitar terdengar makin keras.

Jessica dirundung malu. Dengan cepat menutup mata dan mulai memukul-mukul punggung Felix.

"Lepaskan aku Felix, sialan!" teriak Jessica. Membuat tawa di club makin pecah.

Felix tak mendengarkan. Memilih melangkah cepat menuju pintu utama sambil mengabaikan tawa di sekitar.

Sesampainya di luar, Jessica memberanikan diri membuka mata. Melihat dia sudah berada di parkiran mobil.

"Turunkan aku!" pekik Jessica berusaha memberontak.

Felix justru mendengus kasar dan bergegas memasukkan Jessica ke dalam mobil.

Saat Jessica berhasil duduk di kursi belakang. Jessica berusaha keluar. Namun, Felix itu tiba-tiba mengikat kedua tangannya dengan dasi.

"Apa yang kau lakukan, sialan!" jerit Jessica lagi. Dengan sekuat tenaga memberontak, tapi kekuatannya tak sebanding dengan tenaga Felix.

Setelah berhasil mengikat kedua tangan Jessica dan memasang seatbelt, Felix bergegas duduk di kursi kemudi. Lalu mulai mengendarai mobil, meninggalkan pelataran club.

"Kau dipecat!" seru Jessica seketika sambil berusaha melepaskan ikatan di tangan.

Felix malah menyeringai tipis sejenak. Seringai yang tak dapat dilihat Jessica. Sebab wanita itu sibuk melepaskan diri sekarang. Sebab ikatan Felix sulit dilepaskan.

"Saya tidak bisa dipecat sama Nona, kalau mau mintalah pada Tuan Aiden," balas Felix lalu melirik Jessica di center mirror.

Hembusan napas kasar kembali keluar dari hidung Jessica. Dia memfokuskan pandangan ke kaca bagian tengah, menatap dingin ke arah Felix.

Felix telah membuat amarah Jessica meledak-ledak sekarang. Hingga wajahnya kini bertambah merah seperti kepiting rebus.

"Berani kau denganku hah?! Aku akan mengadukan kau dengan papaku!" jerit Jessica.

Bukannya ketakutan. Felix terlihat biasa saja. Dia malah mengambil ponsel di atas dashboard. Lalu menekan angka satu, yang di mana otomatis terhubung dengan nomor Aiden. Tak lupa dia menekan tombol loudspeaker. 

"Baiklah, ini adukan lah saya pada Tuan Aiden," ucap Felix sambil menghadapkan ponsel ke wajah Jessica.

Bunyi panggilan belum terhubung terdengar di sekitar seketika.

Mendengar hal itu, napas Jessica semakin memburu.

"Kurang ajar kau! Kau menantangku hah?! Akan kupastikan kau hari ini dipecat!" jerit Jessica.

"Hallo, ada apa Felix?" Selesai berteriak, secara bersamaan suara Aiden keluar dari ponsel.

Mendengar suara Aiden, Jessica tanpa sadar mengulum senyum. Entah mengapa kemarahannya tadi mendadak hilang, hanya dengan mendengar suara Aiden saja, hatinya terasa tenang.

Inilah yang menjadi faktor Jessica suka membuat masalah. Para pengawal pasti akan menghubungi Aiden dan dia jadi memiliki kesempatan untuk berbicara dengan papanya, walau hanya melalui ponsel saja.

Selama ini jika dia yang menghubungi Aiden, tak pernah diangkat. Kadang kala langsung dimatikan. Sedangkan bila para pengawal yang menelepon, tak butuh waktu lama langsung diangkat. Aneh bukan, pikir Jessica sesaat.

"Papa, ini aku Jessica, Felix mengikat tanganku, sakit sekali! Dia memukul temanku juga tadi Pa! Pecat saja dia Pa! Felix tidak becus berkerja! Aku tidak mau dijaga dia!" seru Jessica, matanya kembali melototi Felix kala mengingat sekarang tangannya dalam keadaan diikat.

Aiden tak langsung memberi jawaban. Hanya keheningan yang terdengar di balik ponsel Felix. Padahal Aiden sama sekali tidak mematikan panggilan. Panggilan pun masih terhubung sekarang.

Jessica mulai mengerutkan dahi saat tak ada balasan dari sang papa.

"Pa—"

"Jessica, bukankah sudah kukatakan tadi, jangan membuat ulah! Bisakah kau sehari saja tidak membuat ulah hah! Contohi adik-adikmu! Pasti kau ada di luar sekarang kan, ini sudah malam. Perlu kau tahu tidak ada pemecatan! Semua yang dilakukan Felix pasti ada sebabnya, jangan ganggu aku! Kau benar-benar membuat kepalaku pusing!"

Sedetik kemudian, panggilan diputuskan Aiden. Mata Jessica tampak mulai berkaca-kaca. Dadanya terasa sakit entah karena apa. Namun, dengan sekuat tenaga Jessica menahan air matanya agar tak tumpah.

Felix segera menjauhkan ponsel sambil melirik ke arah Jessica sekilas.

Setelah meletakkan ponsel ke tempat semula, Felix berusaha memfokuskan pandangan ke depan. Sebab dia dapat melihat Jessica seperti menahan tangis barusan.

"Nona dengarkan saya tidak bisa dipecat, sekarang kita pulang," balas Felix.

Namun, tanggapan Jessica membuat Felix lagi dan lagi tercengang.

"Ini semua gara-gara kau! Turunkan aku sekarang, bajingan!" pekik Jessica sangat nyaring.

Hingga telinga Felix sedikit berdengung. Felix enggan menanggapi.

Sementara Jessica berulang kali berteriak makin lantang.

"Pria gila!"

"Psyco!!!"

"Dasar culun!"

"Turunkan aku, bajingan!!!"

Mendengar teriakan Jessica, Felix merasa tak nyaman. Dia seketika mengambil sesuatu di dalam saku jas.

"Apa kau tuli hah?! Turunkan—hmf!!!" Jessica terperanjat kala mulutnya tiba-tiba disumpal. Matanya spontan melebar sempurna sekarang.

"Maaf Nona, ini cara satu-satunya," kata Felix sambil melirik Jessica, melalui center mirror.

Jessica tak bisa menjawab. Karena mulutnya penuh dengan sebuah kain.

'Sialan! Awas saja pria ini ya! Aku akan membalas perbuatanmu!' batin Jessica sejenak sambil melototi Felix.

'Uwek, apa yang dia masukkan ke dalam mulutku ini? Kenapa rasanya aneh, uwek!' kata Jessica lagi di dalam hati. Entah mengapa Jessica rasanya ingin muntah.

Andai saja Jessica tahu jika kain yang dimasukkan adalah kaus kaki milik Felix yang belum dicuci selama seminggu.

Ketika Jessica tidak bisa berteriak. Felix tanpa sadar mengulas senyum. Dia sesekali melirik Jessica tengah sibuk mengeluarkan kaos kaki miliknya dari mulut.

Ketika sedang memperhatikan gerak-gerik Jessica. Pandangan Felix tiba-tiba tertuju pada mobil hitam yang mengekori mereka sekarang.

Felix mulai mengerutkan dahi.

Tiba-tiba ....

Brak!

"Sial!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!