Seorang pria tua yang sudah beruban, berdiri dengan gagahnya di lantai atas menatap ke arah ballroom dengan jas hitam yang menambah kadar kegagahannya dan jangan lupakan tongkat keemasan berkepala naga yang selalu pria tua itu bawa kemana-mana.
Pria tersebut bernama Ebru Malik Santoro. Ia adalah pemilik dari mansion besar yang sedang terlihat sibuk itu.
Ebru menatap tajam ke arah bawah guna mengawasi para pekerja nya yang ia tugaskan untuk menghias ballroom.
“Sayang, lea bilang, mereka telah mendarat. Apa kau akan menjemput mereka?”
Tanya seorang wanita tua yang sudah beruban namun sialnya kadar kecantikan nya masih terlihat begitu paripurna. kulit keriput nya masih terlihat mulus dan putih.
Wanita tua itu bernama Rosetta Clauretta. Ia adalah istri dari Ebru Malik Santoro.
“Aku sudah menyuruh beberapa supir untuk menjemput mereka. Kau tenang saja, kita tunggu mereka di rumah” Jawab Ebru dengan suara serak nya.
“Baiklah. Kalau begitu aku akan ke dapur memeriksa hidangan nya”
Ebru menganggukkan kepalanya dengan perlahan. Rosetta pun pergi menuruni anak tangga hendak menuju dapur.
“Sudah dua tahun, aku tidak melihat cucu-cucu ku...” Batin Ebru.
.
.
.
Seorang gadis dengan pakaian serba hitam duduk di samping supir. Matanya menyorot kosong ke arah jendela. Tatapan mata itu terlihat tajam meskipun ekspresi saat ini sedang datar. Bahkan tatapan mata itu terlihat sedikit sayu. Seolah tidak ada kehidupan di dalamnya.
“Gabby, apa kau sudah menghubungi teman-teman mu? Kau sudah mengatakan akan datang ke Indonesia kan?”
Tanya seorang wanita dewasa yang terlihat begitu cantik dengan rambut berwarna hitam legam. Kulitnya putih bersih dan begitu mulus.
Wanita itu bernama Gallilea Xaviera Santoro. Gallilea adalah anak pertama Ebru dan Rosetta. Ia sudah menikah dengan pria pemilik wajah manis yang duduk di sebelah nya bernama Zerga Osvaldo.
Pernikahan keduanya di karuniai anak kembar laki-laki yang di beri nama Zavier Lucius Osvaldo dan Zayn Lucian Osvaldo.
“Tidak bibi” Jawab gadis itu singkat.
Gallilea hanya bisa tersenyum seraya menoleh ke arah sang suami. Sang suami yang mengerti pun mengelus tangan sang istri dengan lembut.
Beberapa saat kemudian, mobil yang di tumpangi nya pun berhenti di depan halaman luas mansion yang berdiri dengan begitu megah.
Satu persatu dari beberapa mobil yang berjejer keluar beberapa orang di dalamnya.
“Ayo anak-anak, kakek dan nenek pasti sudah menunggu” Ucap Gallilea mengajak anak-anak nya untuk masuk ke dalam.
Mereka pun menaiki anak tangga untuk masuk ke dalam pintu utama. Setelah sampai di depan pintu utama, pintu yang terbuka lebar itu menampilkan Ebru dan Rosetta yang telah menunggu kedatangan anak dan cucu-cucunya.
“KAKEK! NENEK!!”
Dua orang gadis yang memiliki wajah yang terlihat begitu mirip berlari ke arah Ebru dan Rosetta.
Kedua nya masing-masing memeluk sang kakek dan sang nenek.
“Astaga.. Cucu cucu nenek... Kalian sudah sebesar ini!” Ucap Rosetta.
“Iya dong nek, kita kan udah jadi anak SMA sekarang!” Balas gadis cantik yang memeluk sang kakek.
Gadis itu memiliki warna kulit putih bersih. Matanya membulat menambah kadar ke imutan nya. Rambut hitam legam nya di kuncir dua membuat nya terlihat gemas.
Gadis itu bernama Gevanya Azelia Santoro. Ia adalah cucu ke 8 Ebru dan Rosetta. Gadis itu baru saja lulus dari sekolah menengah pertama nya.
“Jadi karena kalian akan menjadi anak SMA, kalian tumbuh setinggi ini?” Tanya Ebru dengan raut terkejut yang ia buat-buat.
“Kalo ga tinggi anak TK kali kek” Jawab gadis lainnya yang masih memeluk Rosetta.
Gadis itu memiliki wajah yang sama persis dengan Gevanya. Kulit nya putih bersih dengan dua mata nya yang bulat. Rambut hitam legam nya ia cepol dua. Gadis itu sama imutnya dengan Gevanya.
Gadis itu bernama Gheazora Azalea Santoro. Ia adalah kembaran Gevanya. Cucu ke 9 sekaligus terakhir dari Ebru dan Rosetta. Sama seperti sang kembaran, Gheazora juga baru saja lulus dari sekolah menengah pertama nya.
“Haha!! Tapi di mata kami, kalian memang masih terlihat seperti anak Tk” Ujar Ebru dengan tawa beratnya.
“Bahkan sikap mereka juga masih sama seperti anak TK, kek”
Sahut seorang remaja laki-laki dengan rambut ikal dan kacamata yang bertengger di hidung nya menambah kadar ketampanan nya.
Remaja itu bernama Gian Gavino Santoro. Ia adalah kakak laki-laki pertama dari si kembar Gevanya dan Gheazora. Cucu ke 6 dari Ebru dan Rosetta.
“Itu benar, kek! Mereka bahkan masih merengkek hanya untuk mendapatkan es krim”
Sahut seorang remaja laki-laki yang memiliki perawakan yang begitu mirip dengan Gian.
Remaja itu bernama Gani Givano Santoro. Ia adalah kakak laki-laki kedua dari si kembar Gevanya dan Gheazora. Gani juga adalah kembaran dari Gian. Keduanya kembar identik. Sama seperti adik-adik nya. Gani adalah cucu ke 7.
“Itu wajar, karena kita perempuan, iya kan nek?” Timpal Gheazora yang masih setia memeluk sang nenek.
“Tentu saja. Apapun yang kalian lakukan, selagi di dalam batas wajar. Kalian akan selalu mendapatkan nya” Ujar Rosetta dengan begitu lembut.
Gheazora semakin mengeratkan pelukannya. Ia begitu merindukan sang nenek yang selalu lembut pada siapapun.
“Nek, apa nenek membuat ayam panggang? Bian kangen banget sama ayam panggang bikinan nenek”
Celetuk seorang remaja laki-laki berkulit putih dan badan yang begitu atletis. Bahunya yang kekar tercetak jelas karena kaos ketat yang remaja itu gunakan. Jangan lupakan wajahnya yang begitu tampan.
Remaja itu bernama Gabrian Alexei Santoro. Ia adalah cucu ke 5 dari Ebru dan Rosetta.
“Itu benar! Kita sedari di Jerman sudah membayangkan betapa lezatnya ayam panggang buatan nenek itu!”
Seru remaja laki-laki yang memiliki wajah yang begitu mirip dengan Gabrian. Remaja itu memakai hoodie berwarna merah maroon. Jangan lupakan topi beanie berwarna hitam yang menambah kadar ketampanan remaja tersebut.
Remaja itu bernama Gabriel Alexis Santoro. Gabriel adalah kembaran dan Gabrian. Ia cucu ke 4 dari Ebru dan Rosetta.
“Haha!! Yang kalian ingat hanyalah makanan. Nenek kalian sudah memasak semua makanan favorit kalian. Nanti kita akan makan bersama” Ujar Ebru dengan kekehan serak nya.
“Gabby? Kemarilah sayang...”
Rosetta memanggil cucu ke 3 nya dengan begitu lembut. Cucu nya itu sedari tadi hanya diam memandang ke arah nya dan suaminya. Ekspresi nya terlihat begitu datar dan dingin.
“Aku lelah. Aku akan ke kamar ku”
Gadis itu malah melenggang pergi menuju tangga di belakang sang kakek dan sang nenek berada.
Ebru dan Rosetta saling menatap dengan sendu. Begitupun dengan para cucu serta anak dan menantunya. Mereka jadi murung seketika.
“Oh iya, lea, dimana Zavier dan Zayn?” Tanya Rosetta pada Gallilea yang masih berdiri di samping sang suami.
Rosetta yang melihat kesenduan di wajah keluarga nya pun berusaha untuk kembali mencairkan suasana.
“ah, mereka sedang mengantarkan Roxy dan Rubi ke rumah paman nya. Mereka juga ikut dan akan melanjutkan kuliah disini” Jawab Gallilea.
“Mereka itu, memang tidak bisa di pisahkan jika sudah bertemu” Sahut Zerga dengan kekehan seraknya.
“Haha!! Biarkan saja Zerga. Bahkan seharusnya kalian sudah melakukan acara pertunangan untuk kedua anak kalian itu” Timpal Ebru.
“Hahaha!! Kau benar ayah. Aku sudah memikirkan tentang itu. Tapi mereka belum bisa aku ajak berdiskusi untuk membicarakan hal itu” Balas Zerga.
“Biarkan saja mereka menikmati masa mudanya dulu. Mungkin mereka belum ingin terburu-buru untuk menikah” Ujar Rosetta.
“Ibu benar. Biarkan saja mereka. Jika mereka sudah siap. Kita akan membuat acara yang begitu besar untuk mereka” Timpal Gallilea.
“Apa kalian masih akan mengobrol? Perut ini harus diisi dengan segera” Sahut Gevanya yang menatap Ebru dengan tatapan serius nya.
“Hahahaha!!! Cucuku sudah kelaparan. Ayo, kita ke meja makan sekarang”
Ebru pun menggiring keluarga nya menuju meja makan.
.....
“Bagaimana dengan Gabby? Dia juga harus makan bukan?” Ujar Rosetta saat ia telah mendudukkan tubuhnya.
Namun, bukannya menjawab pertanyaan sang nenek. Para cucunya itu malah kembali menunduk dengan murung.
“Ibu, Gabby tidak suka makan di meja makan” Jawab Gallilea dengan pelan.
“Apa? Bagaimana mungkin? Dulu dia sangat suka makan di meja makan. Dia bahkan akan selalu memanggil kita ke meja makan, lea”
Rosetta mengernyit khawatir pada Gallilea.
“Ibu... Gabby masih belum bisa menerima kejadian di masalalu. Gadis ceria yang pernah hadir di keluarga kita, sudah di gantikan dengan gadis yang tidak menyukai apapun, ibu...” Sendu Gallilea.
“Maaf nek... Kami sudah berusaha...” Sahut Gabriel dengan lirih.
Rosetta pun semakin menampilkan wajah sedihnya. Melihat kesedihan sang istri, Ebru pun menggenggam tangan sang istri untuk menguatkan nya.
“Kita pasti bisa mengembalikan Gabby yang dulu...” Ucap Ebru.
Rosetta tersenyum lemah pada sang suami.
.
.
.
.
TBC.
“Huh...”
Gadis dingin itu membaringkan tubuhnya di atas ranjang yang di balut sprei berwarna hitam. Seluruh kamar itu pun tidak luput dari warna hitam. Meskipun hari saat ini siang, tapi kamar itu terlihat gelap. Gorden kamar yang juga berwarna hitam tertutup begitu rapat. Tidak ada satu lampu pun yang menerangi ruangan itu.
Gadis itu memandang langit-langit kamarnya dengan tatapan yang begitu kosong. Lalu matanya pun tak sengaja menatap ke arah dinding di mana kepala ranjang berada.
Matanya pun memanas. Air mata nya pun menganak sungai. Gadis itu pun bangkit seraya berdiri di atas ranjang. Berjalan mendekati sebuah bingkai foto yang begitu besar.
Di dalam foto itu terdapat seorang pria, seorang wanita, seorang gadis dan dua orang anak laki-laki.
Di dalam foto itu terlihat seperti keluarga yang begitu bahagia. Senyuman yang tercetak begitu lebar. Gadis itu pun mengelus foto tersebut dengan wajah yang menyendu.
“Ibu... Ayah...” Lirihnya dengan suara yang pelan.
Sebulir air bening pun lolos di pipinya.
“Gabby kangen... Gabby kangen... Hiks.. Hiks.. Hiks..”
Gadis itu menunduk dengan isak tangisnya yang terdengar begitu pilu.
Tubuhnya pun luruh di atas ranjang. Punggung nya pun terlihat bergetar.
“Gabby janji... Gabby akan cari kalian, dan bawa kalian pulang... Gabby janji....”
.
.
.
“Ah... Ranjang nya masih sama...” Ujar Gabriel.
“Yah... Nenek dan Kakek tidak merubah kamar kita. Semuanya masih sama seperti terakhir kali kita tinggalin” Balas Gabrian.
“Kecuali... Kamar kak Gabby pastinya...” Lanjut Gabrian dengan lirih.
Gabriel pun menoleh ke arah Gabrian yang kembali murung setelah mengatakan hal itu.
“Chill bro! Kak Gabby pasti balik kayak dulu lagi. Dia udah pulang sekarang. Dia bakal ketemu temen-temen nya juga. Jadi pasti itu akan sedikit membantu” Ujar Gabriel mencoba mengalihkan perhatian sang kembaran agar tidak kembali bersedih.
“Tapi... Emangnya lo ga kangen sama ayah dan ibu? Mereka udah lama hilang. Udah dua tahun kita di Jerman, gaada kabar apapun tentang mereka. Terlebih lagi paman dan bibi. Gue kasian liat Vanya dan Zora...” Ujar Gabrian.
Gabriel pun bangun dari rebahan nya dan tersenyum pada Gabrian.
“Gue juga kangen. Tapi kita ga bisa ngelakuin apapun. Kita juga ga punya petunjuk apapun buat nyari mereka. So, kita serahin aja sama kakek dan paman Zerga. Gue yakin, mereka udah mati-matian nyari ayah, ibu, paman, dan juga bibi” Balas Gabriel.
“Gue harap, kembalinya kita kesini, ada titik terang tentang keberadaan mereka...”
“Iya, gue harap juga gitu” Balas Gabriel.
“Udah, gausah sedih-sedih, mending beres-beres. Yuk!” Ajak Gabriel agar Gabrian tidak larut dalam kesedihannya.
.
.
.
“Zora, tadi aku mendengar kak Gabby menangis. Dia pasti rindu paman dan bibi...” Ujar Gevanya memberitahu sang kembaran tentang apa yang sudah ia dengar.
“Vanya, saat datang kesini, aku pun menjadi teringat pada ibu dan ayah. Tentu saja kak Gabby akan menangis” Balas Gheazora.
“Apa mereka tidak akan kembali? Apa mereka tidak akan pulang? Apa mereka tidak merindukan kita?” Cecar Gevanya.
“Vanya, jangan berkata seperti itu. Mereka pasti akan kembali. Mereka akan pulang dan memeluk kita dengan sangat erat!” Ujar Gheazora meyakinkan sang kembaran dengan begitu serius.
“Tapi kapan Zora? Ini sudah sangat lama”
Gevanya mencebik dengan kedua mata yang berkaca-kaca.
“Jangan menangis, bersabarlah. Aku dengar, kakek sudah melakukan pencarian terhadap ibu, ayah, paman, dan bibi. Mereka pasti ketemu dan kembali. Kita hanya harus bersabar jika ingin mereka kembali ke rumah. Oke?”
Gevanya menganggukkan kepalanya dengan mata yang sudah berair.
Diantara mereka, Gevanya lah yang lebih tua. Tapi malah Gheazora yang selalu terlihat lebih dewasa dari pada Gevanya. Bahkan Gheazora yang akan selalu bertugas melindungi sang kembaran.
“Sudah, jangan bersedih lagi. lebih baik, kita beres-beres. Kau bilang ingin menyimpan beberapa barang di kamar kita ini kan? Jadi ayo lakukan!”
Gevanya pun mengusap air matanya dan kembali bersemangat setelah mendengar perkataan Gheazora.
.
.
.
“Gian, ini di simpen dimana? di meja lo aja ya? meja gue udah penuh nih”
Gani membawa beberapa action figur ke arah Gian yang sedang duduk bersandar di kursi dengan mata yang menatap bingkai foto yang terletak di atas meja.
Gani yang melihat nya pun seketika terdiam. Tangannya memegangi pundak Gian dengan perlahan.
“Kapan ya, terakhir kali kita ngeliat mereka senyum?” Ujar Gian dengan mata yang menyorot sendu.
Gani yang mendengar itu tersenyum seraya matanya menatap ke arah bingkai foto yang terdapat seorang pria, seorang wanita, dua orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan.
“Gue yakin, dimana pun mereka sekarang, mereka pasti lagi tersenyum disaat mereka ingat kita” Ucap Gani.
“Gue ga peduli kalo pun semua orang akan ngejek gue. Karena gue bener-bener kangen sama mereka. Apalagi, Vanya dan Zora, mereka masih kecil... Dan gue ga pernah bisa nahan diri gue kalo ngeliat mereka nangis...”
Gian pun menangis dengan tersedu-sedu. Wajahnya bahkan sudah memerah.
Gani yang memiliki perasaan yang sama pun memejamkan mata nya dengan begitu berusaha agar air mata nya tidak terjatuh.
“Kita harus kuat buat adik-adik kita, Gian..” Ucap Gani yang menahan sekuat tenaga rasa sakit yang teramat di dalam hatinya.
Gian mengusap wajahnya yang sudah basah karena air matanya.
.
.
.
“Ayah sudah mengerahkan semua anak buah yang ayah punya, lea. Tapi ayah belum mendapatkan kabar apapun tentang adik-adik mu” Ujar Ebru.
“Mungkin belum, ayah” Balas Gallilea.
“Ayah sudah tidak tahan, lea. Hati ayah begitu teriris melihat cucu-cucu ayah selalu bersedih. Apa yang harus ayah lakukan sekarang?”
“Ayah, tenang... Kita pasti menemukan jalan keluar nya. Gallileo dan Gaziel pasti akan ketemu, begitu pun dengan Flavia dan Camila. Aku pun yakin, mereka pasti bisa menemukan jalan pulang. Mereka adik-adik ku, aku tau mereka pasti bisa”
“Tapi ini sudah dua tahun lea... Kita bahkan tidak memiliki petunjuk apapun tentang mereka”
“Ayah, tenanglah... Jika ayah terlihat sedih seperti ini, anak-anak juga akan merasa sedih. Aku sudah menahan duka ku di depan mereka, ayah. Mereka harus bisa menjalani hidup mereka”
“Ayah tau, ayah tau. Tapi bagaimana bisa ayah menyembunyikan rasa sedih ayah terhadap anak dan menantu ku itu? Mereka menghilang bak di telan bumi. Tanpa petunjuk apapun. Dan lagi, ayah harus selalu melihat cucu-cucu ayah yang masih belia. Lihat Gabby, anak itu bahkan sudah berubah. Hidupnya tak lagi sama seperti terakhir kali. Kita semua bahkan kehilangan tawa dari gadis pinky itu”
Gallilea menatap sang ayah dengan sendu.
“Ayah, Gabby hanya perlu waktu. Dia juga merasa sebagai anak pertama yang harus terlihat kuat di hadapan adik-adik nya yang lain. Mungkin itulah yang sedang dia lakukan. Mungkin dengan cara menjalani hidup yang monokrom, ia bisa terlihat kuat di hadapan publik”
“Tapi seharusnya itu tidak terjadi lea... Seharusnya ia tetap menjadi anak kecil yang heboh dan ceria. Ia akan berlari kesana kesini tanpa lelah. Ia akan selalu berbicara dan mengomel. Ayah merindukan nya, lea”
“Saat melihat nya tadi, ayah begitu terpukul. Tatapan mata gadis itu pun sudah berubah. Ekspresi nya bahkan terlihat dingin”
Suara Ebru berubah bergetar.
“Ayah, aku pasti akan membantu mengembalikan Gabby kita yang dulu. Dan itu sudah aku lakukan sedari ia menginjakkan kaki di Jerman. Perubahan nya juga tidaklah tiba-tiba. Jadi aku akan mencoba untuk menariknya kembali ke dirinya yang sebenarnya dengan perlahan”
Ebru menatap Gallilea dengan begitu serius namun masih terlihat menyendu.
.
.
.
Di malam hari, keluarga Santoro pun sedang melakukan makan malam bersama di meja makan.
“Ekhem! Anak-anak, besok kalian sudah mulai masuk ke sekolah. Belajarlah dengan baik di sekolah itu. Kakek dengar, sekolah itu adalah sekolah terbaik. Jadi kakek harap, kalian bisa belajar banyak di sekolahan itu” Ujar Ebru yang duduk di ujung meja.
“Tentu kakek. Kami pasti akan belajar dengan baik! Kakek tau, Zora baru-baru ini tertarik dengan taekwondo! Zora mau belajar beladiri itu. Apa boleh, kek?” Tanya Gheazora.
“Tentu saja. Lakukan apapun yang kalian inginkan, selagi itu positif” Ujar Ebru.
Gheazora tersenyum mendengar jawaban sang kakek.
“Vanya ingin masuk paduan suara. Apa boleh, kek? Vanya juga ingin belajar bermain piano” Ujar Gevanya.
“Tentu. Kakek yakin kau akan menjadi penyanyi terbaik nantinya” Balas Ebru.
“Lalu, kalian? Bagaimana?” Tanya Ebru pada para cucu laki-laki nya.
“Gani akan melanjutkan bergabung menjadi anggota OSIS di sekolah yang baru. Gani kan sempat jadi ketua OSIS di sekolah sebelum nya, jadi Gani rasa, tidak akan ada kendala apapun nanti” Ujar Gani.
“Bagus! Kau memang terlihat tampan jika menghilangkan jas osis” Balas Ebru seraya terkekeh.
“Lalu, Gian? Apa yang akan Gian lakukan?” Tanya Ebru.
“Gian akan masuk club bola, kek” Jawab Gian.
“Kau memang pesepak bola kebanggaan kakek” Ujar Ebru.
Gian tersenyum mendengar nya.
“Lalu kalian?”
“Kami tetap pada basket dong, kek” Jawab Gabriel dengan begitu bangga nya.
Ebru tersenyum seraya menganggukkan kepalanya.
“Lalu, untuk kalian? Kapan kalian akan menikah?” Tanya Ebru dengan ekspresi menggoda nya pada kedua cucu pertama nya yang sudah menginjak usia kepala dua.
“Ah, kakek. Kenapa itu terus yang di tanyakan? Kita masih ingin sekolah dulu” Jawab Zavier dengan jengah.
Ebru membalas nya dengan kekehan serak khasnya.
“Gatau nih kakek. Selalu yang di bahas itu terus. Sebelum menikah, kita juga ingin mapan dulu seperti ayah dan kakek” Balas Zayn.
“Baiklah baiklah, tapi apa kalian tidak kasian pada kekasih kalian itu. Mereka harus menunggu kalian sampai kapan? Dengar, laki-laki itu yang bisa melakukan segala sesuatu dengan berani. Meskipun mereka tidak tau akhirnya akan seperti apa. Hahahaha!!!”
Suara tawa Ebru menggelegar di ruang makan. Namun Zavier dan Zayn mendengus mendengar nya. Benar-benar usia yang rawan jika sudah berkumpul dengan keluarga seperti ini.
“Gabby... Apa yang akan kau lakukan? Apa kau akan mengikuti olimpiade lagi?”
Ebru pun beralih menatap cucu perempuan pertama nya dengan lembut. Sementara yang di tatap malah menampilkan ekspresi datarnya. Matanya bahkan tidak membalas tatapan hangat sang kakek.
Semua orang yang ada di meja makan pun menanti jawaban pada gadis cantik yang masih mengunyah makanannya itu. Mereka menatap nya dengan tegang.
Setelah nya, gadis itu menaruh sendok dan garpunya lalu menyeka mulutnya dengan serbet. Ia pun berdiri dari duduknya dan menatap ke arah sang kakek tanpa ekspresi.
“Aku sudah selesai”
Gadis itu pun melenggang pergi meninggalkan ruang makan. Semua orang yang ada di meja makan mendesah panjang.
Wajah mereka pun kembali murung. Keheningan pun melahap meja makan.
.
.
.
.
TBC.
Pagi-pagi, di halaman mansion yang begitu megah, para cucu Ebru sudah sibuk menaiki mobil dan motor yang akan mereka pakai untuk ke sekolah.
Zavier dan Zayn masing-masing menaiki mobil untuk pergi ke kampus. Gabriel dan Gabrian memilih untuk memakai motor. Lalu Gian dan Gani memilih mobil karena mereka juga akan berangkat bersama dengan adik kembar mereka Gevanya dan Gheazora.
Mobil dan motor itu pun melaju meninggalkan halaman mansion. Ebru dan Rosetta menatap kendaraan-kendaraan itu hingga hilang dari pandangan dengan senyum teduhnya.
Kedua pun menatap ke arah sebuah mobil chevrolet corvette zr1 warna pink, dan sebuah motor sport berwarna ungu.
Keduanya menatap khawatir pada mobil dan motor yang terparkir di halaman. Hingga sebuah langkah kaki pun membuat keduanya menoleh.
“Gabby? Kau akan berangkat?” Tanya Rosetta berbasa-basi.
Rosetta tersenyum lembut pada cucu perempuan nya itu.
Sementara gadis itu hanya berjalan dengan ekspresi datarnya dan berhenti tepat di hadapan kakek neneknya.
Rosetta tersenyum lalu memeluk sang cucu penuh sayang.
“Berhati-hatilah di jalan. Belajar dengan baik. Jika ada apa-apa, beritahu kami” Ucap Rosetta setelah melepaskan pelukannya dan mengelus lembut rambut cucunya itu.
“Aku berangkat” Ucap gadis itu singkat tanpa menoleh pada kakek neneknya.
Gadis itu pun kembali menuruni anak tangga.
“Tunggu, Gabby. Kau berangkat naik apa? Mobil dan motor mu ada di sebelah sini”
Ebru heran karena melihat sang cucu yang malah jalan lurus dan bukannya berjalan ke arah mobil dan motornya yang sudah terparkir di halaman.
Namun gadis itu tidak menggubris. Ia terus berjalan hingga ke dekat sebuah sepeda.
Ebru dan Rosetta mengernyit, bahkan mereka terbelalak saat cucu mereka itu menaiki sepeda tersebut.
“Sayang.. Apa tidak apa-apa kita membiarkan cucu kita pergi dengan sepeda?” Tanya Rosetta dengan raut khawatir nya.
“Aku tidak tau. Tapi untuk kenyamanan Gabby, kita biarkan saja dulu” Jawab Ebru dengan lembut.
Rosetta pun menganggukkan kepalanya dengan perlahan.
Keduanya pun berbalik hendak kembali masuk, namun langkah kedua terhenti oleh Gallilea dan Zerga yang baru saja keluar.
“Anak-anak sudah berangkat?” Tanya Gallilea.
“Sudah, mereka sudah berangkat” Jawab Rosetta.
Gallilea mengernyit saat melihat mobil dan motor yang masih terparkir di halaman.
“Gabby belum berangkat? Mobil dan motornya masih disini” Tanya Gallilea dengan bingung.
“Dia sudah berangkat” Jawab Rosetta dengan sendu.
“Bersama siapa?” Tanya Gallilea.
“Dia pergi menggunakan sepeda” Jawab Ebru dengan nafas yang berat.
“Apa? Sepeda? Kenapa?” Cecar Gallilea.
“Kami juga tidak tau. Tapi ini untuk kenyamanan nya, jadi biarkan saja dulu” Balas Ebru.
Gallilea pun mendesah panjang.
“Tidak apa-apa sayang, apa yang di katakan oleh ayah benar. Kita harus membuat Gabby merasa nyaman. Supaya dia pun tidak stres nantinya” Ujar Zerga mencoba memberikan sang istri sebuah pengertian.
“Ya sudah. Kalo begitu ayo kita berangkat. Ayah, ibu, kami berangkat dulu”
Gallilea pun akhirnya mengalah dan berpamitan pada kedua orangtuanya.
Ebru dan Rosetta pun menatap kepergian keduanya hingga hilang dari pandangan.
“Sayang, apa teman-teman mu jadi kesini?” Tanya Ebru pada sang istri.
“Entahlah. Sebenarnya aku sedang tidak ingin berkumpul dengan mereka. Aku tau, mereka kesini hanya untuk bergosip” Jawab Rosetta dengan tanpa minat.
“Haha!! Itu kan memang kebiasaan perempuan” Balas Ebru.
“Jadi jika aku tidak melakukan itu, aku bukanlah perempuan? Begitu?”
“Hahaha!! Tidak sayang, bukan begitu maksud ku”
Ebru pun menggiring sang istri untuk masuk ke dalam.
.
.
.
Sebuah mobil dengan dua motor sport menarik atensi semua orang yang masih berkeliaran di halaman sekolah.
“Anjai! Mobil siapa tuh?!”
“Nicholas kah?”
“Bukan! Itu rombongan Nicholas baru dateng!”
Sebuah mobil sedan berwarna hitam memasuki area sekolah dan melaju tepat di samping mobil merah yang tadi sempat menarik perhatian semua orang.
Dan tidak lama, semua orang terkesiap saat dua pengendara motor membuka helm full face nya.
“Astaga! Pagi-pagi udah liat beginian!! AAAKKK!!! GANTENG BANGETT!!!”
Para gadis pun mulai menjerit-jerit dengan begitu menggila.
“Buset! Gede juga nih sekolah. Jadi penasaran gue sama lapang basket nya” Ujar Gabriel setelah membuka helm full face nya.
Gabrian membalasnya dengan anggukan coolnya.
Lalu dari dalam mobil pun keluar empat orang yang kembali membuat semua orang terkesiap.
“Buset! Cewek cantik cok! Bening amat!”
“AAKKK!! OMAYGAT!!! APA ITU JODOH GUE YANG GUE TUNGGU-TUNGGU?!!!”
“Wah! Zora! Sekolahnya bagus banget! Besar banget!” Ujar Gevanya yang begitu takjub dengan bangunan sekolah di depan nya.
“Iya! Aku jadi ga sabar mau masuk!” Balas Gheazora dengan penuh antusias.
“Kak! Ayo masuk! Kita mau liat kelas kita!” Ujar Gevanya pada keempat kakaknya yang malah berkumpul di depan mobil.
“Kalian ga sabaran banget sih. Kita tunggu kak Gabby dulu ya. Mungkin sebentar lagi sampe” Ujar Gabrian dengan lembut.
“Oky dokky!” Balas Gevanya dengan senyum lebar yang tidak surut.
Percakapan ke-enam nya harus terhenti saat tiba-tiba saja pemilik dari mobil sedan yang terparkir di sebelah nya mendatangi mereka dengan tidak ramah.
“Murid baru huh?” Tanya seorang laki-laki yang sialnya terlihat tampan itu.
Di belakang nya berdiri dua orang laki-laki yang seperti nya saudara kembar, karena keduanya memiliki wajah yang begitu sama persis. Sedang di sampingnya terdapat seorang gadis cantik yang menatap mereka dengan tajam.
“Oh, iya, kami murid baru” Jawab Gabrian dengan sopan dan ramah.
“Perlu lo semua inget! Disini! Itu lahan parkir milik gue! Dan kalian harusnya ga parkir disini!” Desis laki-laki itu.
“Oh? Sorry, kita gatau” Ujar Gabrian.
“Sekarang lo semua udah tau, jadi singkirin benda-benda itu sekarang!”
“Emangnya kalian bayar berapa buat beli parkiran ini?” Tanya Gian dengan begitu berani.
“Asal lo tau, bokap gue, donatur terbesar di sekolah ini!” Geram laki-laki itu dengan begitu nyalang.
“Ck! Nyusahin!”
Gabriel berdecak lalu mengeluarkan handphone nya dari balik jaketnya. Ia pun menempelkan handphone nya pada telinga nya.
“Halo kek. Kakek bisa bayar sekolahnya lebih banyak ga kek? Soalnya kita gabisa parkir kalo ga bayar sekolah nya kek”
Semua orang di sekitar Gabriel mengernyit dalam.
“Iya kek, parkir disini harus bayar katanya”
“Gabriel! Lo ngapain sih?!”
Gabrian berusaha menghentikan aksi Gabriel yang membuat nya malu.
“Oke kek! Ditunggu kabar baiknya....”
Gabriel pun memutuskan sambungan telepon nya. Ia lalu menyeringai ke arah laki-laki yang sudah bersikap sombong itu.
“Cih! Drama banget!”
Sindir gadis yang bersama dengan laki-laki itu.
Tak lama kemudian, seorang penjaga pun datang.
“Permisi dek, kami sudah menyiapkan parkiran nya. Tempatnya ada disana” Ujar sang penjaga.
“Wih! Lebih luas tuh! Bagus deh! Nih, Tolong pindahin kesana ya. Sama, nih. Upahnya”
Gabriel memberikan kunci motor dan beberapa lembar uang pada si penjaga.
“Waduh! Banyak banget dek”
“Gapapa, rejeki ga boleh di tolak kan?”
Penjaga itu pun menganggukkan kepalanya lalu mengucapkan terimakasih.
“Udah yuk! Kita masuk aja. Vanya sama Zora ga sabar kan?”
Gabriel pun mengajak para saudara nya untuk masuk. Mereka semua pergi meninggalkan keempat orang menyebalkan itu.
“Siapa mereka? Gaya nya so banget!” Ujar salah satu dari mereka.
“Kak! Ga boleh ada yang lebih tenar dari kita! Ingat itu! Jadi lakuin sesuatu! Mereka beli parkiran dan tempat itu jauh lebih luas dan nyaman! Kita juga harus lakuin sesuatu kak!” Cecar gadis itu.
“Berisik Naomi! Apa yang mau kita lakuin?! Mereka beli parkiran! Sementara kita, hanya menggunakan nama ayah! Dapat parkiran disini saja sudah untung!” Geram laki-laki itu dengan kesal.
Laki-laki itu pun melenggang pergi lebih dulu dengan wajah yang begitu terlihat garang.
Sementara gadis bernama Naomi itu menghentakkan kakinya dengan kesal.
.
.
.
.
TBC.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!