Brraakkkk!!!
Dentuman yang begitu keras terdengar dijalan raya besar. Mobil bagian belakang ringsek akibat diseruduk truk dari belakang. Hanan berusaha melindungi Yura yang tengah hamil delapan bulan.
Beberapa jam kemudian, mereka telah berada diruang instalasi gawat darurat (IGD). Yura menahan sakit diperutnya begitu membuka matanya, darah keluar dari area bawah, ia menoleh kesamping dan melihat Hanan Maheswari, suaminya penuh dengan luka terbaring tidak sadarkan diri.
Dibeberapa bagian tubuhnya terdapat alat-alat medis yang dipasang, Yura tau kalau suaminya tidak baik-baik saja karena melindungi dirinya.
"Bu, operasi harus segera dilakukan! Tapi keluarga tidak ada yang mau tanda tangan!" Seorang perawat menyampaikan pesan untuk Yura.
Sambil menahan tangis dan sakit, Yura menjawab. "Bagaimana, kondisi suamiku?"
"Pak Hanan harus segera melakukan operasi karena benturan keras dikepalanya, dia juga kehilangan banyak darah."
Yura menangis mendengar jawaban dokter. Lalu tidak lama, orang tua Hanan masuk kedalam ruangan. Mereka berjalan dan berhenti diantara Yura dan Hanan. "Ini semua salahmu! Kau memang pembawa sial!" Bentak ibunya Hanan.
Wanita itu tidak pernah menyukai Yura karena hanya gadis miskin, Hanan memaksa menikahi Yura satu tahun yang lalu.
Sedangkan ayahnya Hanan, dia tidak mempermasalahkan Hanan menikah dengan siapapun termasuk Yura.
Keluarga Yura belum tiba karena rumah mereka lumayan jauh, hanya keluarga Hanan yang paling dekat dan tiba lebih awal. Yura tidak bisa meminta tolong pada siapapun kecuali ibu mertuanya.
"Kami akan siapkan ruang operasi untuk pak Hanan dan bu Yura. Tolong urus pendaftaran dan administrasinya!" Dokter dan perawat pergi.
"Saya tidak akan membiayai kamu ataupun Hanan!" Tegas Eva. Suaminya langsung menatapnya.
"Hanan putra kita, Yura juga menantu kita! Nyawa anak dan cucu kita dipertaruhkan!"
"Diam! Jangan ikut campur, pah! Ini urusan mama! Karena wanita itu, putra kita jadi celaka!" Bentak Eva. Yang menjadi donatur uang suaminya adalah Eva, jadi dia lebih berkuasa dan suaminya tidak bisa bertindak apapun.
Yura tidak tau harus melakukan apa. Dia terus memohon supaya ibu mertuanya memiliki belas kasihan apalagi ada anak dan cucunya yang nyawanya dipertaruhkan. "Yura mohon, ma. Tolong selamatkan Mas Hanan dan bayi ini! Jika bukan untuk Yura, untuk anak dan cucu mama!"
Yura hanya gadis biasa, dia bekerja di perusahaan Maheswari sebagai sekretaris, lalu Hanan jatuh cinta dan menikahinya, namun ibunya tidak merestui karena bibit bebet bobot Yura sebagai menantu tidak memenuhi kriteria Eva.
"Seharusnya saya dari awal memisahkan kalian! Sekarang, anak saya kritis itu semua karena kamu yang pembawa sial!" Maki Eva dengan amarah yang memuncak.
Eva tidak akan menerima Yura sebagai menantunya, bahkan sampai dia mati. Yura hanya gadis miskin, tidak pantas bersanding dengan putranya apalagi menjadi menantunya. Bagi Eva, Yura seperti aib, dia bahkan tidak pernah diperkenalkan pada semua orang dan dijadikan seperti babu dirumah.
Air mata Yura menetes deras, rasa sakit diperutnya semakin menjadi. Namun dia juga merasakan sakit dihati, bukan hanya perkataan ibu mertuanya, namun melihat kondisi suaminya yang belum ada tindakan.
"Aku akan melakukan apapun, tolong! Aku berjanji, apapun yang mama katakan aku akan lakukan!" Disela menahan sakitnya, Yura masih terus memohon untuk anak dan suaminya.
"Baik, saya akan membayar administrasinya. Tapi dengan satu syarat, kamu harus meninggalkan Hanan dan bayi itu setelah kamu melahirkan!"
Duarrr!!!
Bagai tersambar petir, Yura menggelengkan kepalanya dengan pelan. Dia tidak sanggup untuk berpisah dari suami apalagi anaknya yang belum lahir.
"Kalau kamu tidak mau, silahkan urus sendiri. Sejak Hanan menikahimu, hati saya sudah beku dan tidak akan iba melihatnya meregang nyawa, meskipun dia putra kandungku!" sambung Eva.
.....
Lima jam kemudian, operasi berjalan dengan lancar. Hanan telah dipindahkan keruang pemulihan begitu juga Yura, namun mereka berbeda ruang kamar.
Kondisi Yura cukup membaik, dia sudah sadar satu jam yang lalu. Yura hanya diam dengan pandangan kosong, berbaring diatas ranjang didalam ruangan dingin dengan bau karbol.
Beberapa saat yang lalu, Eva masuk kedalam ruangan. Mengatakan kalau bayinya sudah lahir, namun yang membuat hati Yura hancur, dia tidak diizinkan bertemu anaknya yang berada didalam inkubator karena lahir secara prematur.
"Saya sudah memenuhi janji saya, sesuai kesepakatan. Kamu harus pergi dari sini! Jangan pernah muncul lagi!" Tegas Eva. Dia mengeluarkan sebuah amplop coklat lalu menyodorkannya untuk Yura.
"Didalamnya ada uang dua puluh juta. Anggap saja sebagai imbalan karena kamu sudah melahirkan cucu pertama keluarga Maheswari!"
Begitu pedih dan menyakitkan perkataan yang keluar dari mulut wanita itu. Yura menahan tangisannya. "Aku tidak menyewakan rahimku. Aku tidak butuh uang ini. Aku tulus mencintai Hanan!"
Mendengar jawaban Yura, Eva merasa muak. Gadis itu hanya pura-pura menolak saja, padahal ia tau, Yura menikahi Hanan hanya untuk harta dan kehidupan mewah. "Cih! Kau pikir kau itu siapa? Sampai saya mati pun, kamu tidak akan bisa masuk kedalam keluargaku!"
"Tolong izinkan aku bertemu anakku! Aku ingin melihatnya!"
"Tidak bisa! Kau tidak bisa bertemu anakmu! Aku tidak ingin, cucuku terkena sial! Mulai hari ini, jangan pernah muncul dihadapan Hanan. Hanan tidak pantas memiliki istri sepertimu, dan cucuku tidak pantas memiliki ibu yang miskin sepertimu!"
Setelah mengatai Yura dengan kalimat menyakitkan, Wanita itu melangkah pergi dengan sombong. "Tapi aku yang melahirkannya!" Yura berusaha berteriak, namun Eva tidak perduli. Sejak cucunya lahir, maka hubungan mereka sudah putus dari Yura.
.....
Lima tahun kemudian.
Seorang gadis kecil berlari ditepi jalan, mengejar balonnya yang terbang, namun saat berusaha menggapai talinya, balon itu semakin menjauh.
"Balonku, berhenti!" Gadis itu memanggil, berharap balon warna merah mudanya berhenti.
Disisi lain, Seorang wanita dewasa baru saja keluar dari sebuah toko pakaian untuk melamar pekerjaan, namun ternyata tidak ada. Yura Alexandria, dalam sehari sudah melamar beberapa pekerjaan namun tidak ada yang menerimanya.
Memang benar, dikota jauh lebih sulit. Dulu dia begitu mudah masuk ke perusahaan karena direkomendasikan oleh dosennya, Selama empat tahun, Yura bekerja disebuah perusahaan besar, namun sayangnya dia terkena masalah dan difitnah mencuri, alhasil didipecat atasannya.
"Yatuhan, aku harus mencari pekerjaan kemana lagi?" Gumam Yura. Gadis itu memilih berjalan sembari melihat kanan kiri barangkali ada yang membuka lowongan pekerjaan.
Namun meskipun berjalan ratusan kilo, sepertinya memang susah. Kalau seperti itu, lebih baik Yura pulang ke rumah orang tuanya dan mencari pekerjaan disana, meskipun dengan gaji kecil. Yura pikir dia bisa membiayai ayahnya yang sakit, tapi ternyata pekerjaan pun belum ia dapatkan.
Saat Yura tiba-tiba menoleh kejalan, ia melihat seorang gadis kecil yang berlari. Di sisi jalan lain, ada mobil yang melaju kearahnya. "Hei nak! Awas!" Dia berteriak, namun gadis kecil itu tidak mendengar. Yura akhirnya berlari dan menangkap gadis kecil itu, tapi dia tersenggol lampu sein mobil.
Seakan tidak menghiraukan rasa sakitnya, Yura mendekap tubuh kecil itu kedalam pelukannya. Pemilik mobil keluar kemudian menanyakan kondisinya.
"Aku akan bertanggung jawab, nona."
Yura merasa baik-baik saja, tapi justru dia khawatir dengan kondisi anak itu. Entah kenapa Yura begitu takut dan perasaannya berbeda. "Kamu baik-baik saja kan, sayang?" Tanya Yura.
Gadis kecil itu menganggukkan kepala. Dia menatap Yura dengan senyuman kecil yang nampak manis dan menggemaskan. Wajahnya cantik dan imut dengan hidung mancung. Rambutnya di gerai dengan kepang dibagian atas.
"Bibi baik-baik saja?" Tanya gadis itu dengan suaranya yang lembut. Yura menganggukkan kepala, dia lalu menggandeng anak itu untuk berjalan ketepi jalan, menyebrang jalan dengan hati-hati.
Tidak lama, seorang wanita berjalan cepat menuju kearah Yura dan gadis kecil yang dia tolong. Wanita itu berjalan dengan raut wajah khawatir. "Sayang, kamu baik-baik saja? Mama tadi suruh kamu duduk disana kan, kenapa bisa sampai disini? Mama nyariin kamu kemana-mana!" Wanita itu begitu khawatir, meraih tubuh kecil putrinya lalu memeluknya.
"Aura baik-baik saja, Mama. Tadi Aura mau ditabrak mobil, untung saja, ada bibi baik. Dia nolongin Aura..." Suara kecil itu terdengar lembut saat menjelaskan kejadian yang menimpanya barusan.
Mendengar penjelasan putriny, Gendhis begitu bersyukur karena ada orang baik yang menyelamatkan Aura. Kalau tidak, dia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri kalau sampai Aura kenapa-kenapa. Apalagi suami dan keluarganya, mereka pasti akan marah. "Terimakasih banyak sudah menolong putriku, mbak."
Yura tersenyum, melihat anak kecil itu, ia jadi teringat anak yang dia lahirkan, anak kandungnya yang tidak pernah ia lihat seperti apa wajah mungilnya. "Sudah tugas kita saling tolong menolong."
Gendhis menganggukkan kepala tanda setuju dengan ucapan Yura. Wanita itu lalu tidak sengaja melihat pergelangan tangan Yura yang tergores aspal jalan dan terserempet mobil. "Yaampun, tanganmu terluka. Kita kerumah sakit saja!" Gendhis panik.
Yura menyentuh tangannya dan sedikit meringis, ia baru merasakan sakit. Tapi Yura merasakan baik-baik saja. "Tidak perlu. Aku baik-baik saja. Hanya diolesi obat merah nanti akan sembuh sendiri!" Jawab Yura.
Bagi Yura baik-baik saja, tapi justru gadis kecil itu yang memohon supaya Yura kerumah sakit. Seakan takut kalau wanita yang telah menolongnya itu kenapa-kenapa. "Bibi, ayo kita kerumah sakit. Pliss, Aura mohon..."
Gendhis tersenyum melihat sikap putrinya yang merayu Yura. Namun sayangnya Yura menolak, karena dia masih ada urusan. Satu jam lagi dia akan melamar pekerjaan lagi ditempat lain.
Tentu saja Gendhis merasa berhutang budi kepada Yura, wanita cantik yang nampak terlihat sederhana itu tidak mau dibawa kerumah sakit apalagi dikasih uang. Gendhis tidak sengaja menatap map coklat yang sedang dipegang Yura.
"Mbak sedang mencari pekerjaan?" Tanya Gendhis.
Yura menoleh, kemudian tersenyum tipis. "Iya. Saya sudah melamar beberapa pekerjaan hari ini, tapi tidak ada yang menerima!" Jawab Yura. Raut wajahnya terlihat lelah dan penat.
Gendhis justru tersenyum. Dia sedang mencari seorang pengasuh untuk putrinya, Aura yang berusia 5 tahun. Gendhis dan suaminya bekerja, Gendhis memiliki toko pakaian. Karena kesibukannya, dia jadi kurang fokus pada Aura, apalagi harus bolak-balik jemput sekolah.
Sudah hampir satu bulan dia mencari baby sitter yang cocok, namun semua yang datang selalu Aura tolak. Sekarang saja Gendhis khawatir kalau Aura juga menolak Yura.
"Kebetulan saya sedang cari pengasuh anak. Apa mbak mau? Nanti soal gaji kita bisa diskusikan!"
Yura berbinar mendengar tawaran Gendhis, menjadi pengasuh mungkin Yura belum pernah. Dia lulusan sarjana terbaik dengan jurusan management, tapi apapun pekerjaannya tidak masalah kan.
"Saya bersedia, tapi saya tidak memiliki pengalaman mengasuh anak!" Jawab Yura dengan jujur.
"Aku mau, kalau bibi baik ini, yang menjadi pengasuh Aura, mama." Celetuk gadis kecil itu dengan cepat.
Yura dan Gendhis tersenyum. Yura merasa hatinya begitu tenang melihat Aura, wajahnya yang cantik dan manis, begitu sempurna, tapi Yura merasa kalau Aura dan Gendhis tidak ada kemiripan sama sekali. Apa mungkin Aura mirip ayahnya?
"Oh ya, kita belum kenalan. Aku Gendhis mbak, ini putriku namanya Aura, usianya lima tahun!"
"Lima, tahun?" Yura tiba-tiba teringat lima tahun yang lalu.
"Tolong izinkan aku bertemu anakku! Aku ingin melihatnya!"
"Tidak bisa! Kau tidak bisa bertemu anakmu! Aku tidak ingin, cucuku terkena sial! Mulai hari ini, jangan pernah muncul dihadapan Hanan. Hanan tidak pantas memiliki istri sepertimu, dan cucuku tidak pantas memiliki ibu yang miskin sepertimu!"
Seandainya dulu kecelakaan itu tidak terjadi, mungkin sekarang dia sudah bahagia bersama anak dan suaminya, bersama Hanan. Yura tidak tau dimana mereka, saat Yura memaksa untuk bertemu anaknya maupun Hanan, mereka sudah dipindahkan keruang lain.
Hanan dan keluarganya sudah pindah, tidak lagi tinggal dirumah yang dulu. Semakin hilang kesempatan untuk Yura melihat wajah anaknya. Sekarang mungkin usianya tidak jauh berbeda dari Aura.
"Tidak masalah kalau mbak belum berpengalaman. Yang penting anak saya nyaman bersama Mbak. Oh ya, nama mbak siapa?"
Yura lega mendengar jawaban Gendhis. Dia bisa melihat kalau Gendhis sepertinya baik dan penyayang. "Panggil saja Yura."
"Mulai hari ini mbak Yura resmi menjadi pengasuh putriku. Ikut aku ke boutique dulu ya mbak, aku akan menghubungi suamiku dulu!"
Yura mengangguk patuh. Belum ada satu jam Aura diasuh Yura atau bahkan kenal, gadis kecil itu bahkan sudah menggandeng tangan Yura dengan erat.
.....
Ditempat lain, disebuah perusahaan yang bergerak di bidang properti. Hanan duduk di kursinya dengan pandangan yang fokus ke layar laptop.
Pria yang sekarang terkenal dingin dan arogan itu sudah sembuh dari koma-nya akibat kecelakaan lima tahun lalu.
Saat sedang fokusnya, ponselnya berdering. Telepon masuk dari istrinya setelah Yura.
"Ya hallo!" .
"Aku sudah mendapatkan pengasuh untuk Aura. Dia masih muda, anak kita menyukainya!"
"Baguslah kalau begitu. Bawa saja kerumah, biarkan mama melihat orangnya!" Jawab Hanan.
"Begini, aku sudah menerima orangnya. Karena dia sudah menolong Aura, tadi Aura hampir ketabrak mobil. Tapi orangnya tulus dan sangat baik!"
Empat setengah tahun yang lalu Hanan menikah lagi, dengan wanita pilihan ibunya yang menurut Eva, dia gadis yang sesuai untuk Hanan.
Hanan sempat terkejut kalau putrinya hampir saja ketabrak mobil. Tapi dia lega setelah mendengar suara putri satu-satunya.
"Ya. Baiklah, kita harus membalas kebaikan wanita itu. Siapa namanya?"
"Yura!"
Deg!
*****
Yukk diabsenn dikolong komentar kalian, semakin banyak like dan komen, othor semakin semangat updatenyaaa...🥰🥰
Semoga kalian suka dengan cerita baru desifa. Semoga tulisan amburadul dari penulis amatiran receh ini bisa membuat kalian terhibur.
Besok insyaallah update novelnya Yasmine ya, maafkan othor, harusnya update hari ini tapi diserang flu dari kemarin🤧🤧
See you next chapter😍🥰
Hanan cukup terkejut mendengar nama yang diucapkan oleh istri sambungnya. Yura? Oh tidak, pasti orang yang menolong putrinya adalah Yura yang berbeda. Ada banyak nama Yura, bukan hanya satu saja.
"Baiklah kalau begitu." Pria itu menutup teleponnya sepihak. Meletakkan ponselnya diatas meja. Akibat Gendhis yang menyebut nama Yura, suasana hati pria itu tidak baik.
Beberapa bulan setelah sembuh, Hanan menikah dengan Gendhis. Kekecewaan yang mendalam dan sakit hati atas keputusan Yura yang meninggalkannya dan anak mereka yang bahkan butuh asupan nutrisi dari wanita itu, semenjak saat itu Hanan melupakan Yura dan membawa kebencian dalam hatinya.
Perbuatan Yura tidak akan bisa Hanan lupakan, karena Hanan telah menentang ibunya demi menikahi Yura, namun ternyata balasannya wanita itu pergi saat ia terbaring lemah dan membutuhkan sosoknya menemaninya.
Disisi lain, Yura menemani Aura belajar menggambar saat Gendhis menelpon suaminya. Yura tidak curiga apapun dan menebak siapa suamu Gendhis. Yang penting ia dapat pekerjaan yang baik.
"Bibi Yura, bagus tidak, gambarku... Aku belajar sendiri lohh..." Aura memperlihat hasil gambarnya.
Yura mengangguk dan tersenyum, suara kecil Aura membuatnya seperti rindu, wajahnya yang cantik dan menggemaskan, Yura merasa tidak asing. "Cantik sayang. Kamu pintar sekali.." Puji Yura.
Dalam hati Yura ketika Aura memanggilnya dengan sebutan Bibi, Yura merasa perih. Tapi tidak tau apa yang membuat hatinya sedih, melihat Aura seperti mengobati rasa rindu, pada anaknya yang tidak pernah ia lihat satu detik pun setelah lahir.
"Mbak Yura!" Gendhis muncul dan memanggil Yura. Wanita itu mendongak kemudian berdiri.
"Ya, bu Gendhis?" Meskipun Gendhis sepertinya lebih muda dari Yura, tapi Yura menghormatinya karena dirinya akan bekerja untuk wanita itu.
Gendhis memang cantik dan penampilannya modis, tapi jika mereka bersama, mereka seperti seumuran. Yura tak kalah cantik, yang membedakan hanyalah status sosial, Yura dari keluarga biasa sementara Gendhis keluarga berada.
"Aku sudah menelpon papa nya Aura. Mbak bisa ikut kami pulang kerumah. Nanti aku akan jelaskan semuanya dirumah, apa saja yang disukai dan tidak disukai Aura!"
Yura mengangguk patuh. "Baik bu!"
Gendhis tersenyum tipis. Dia yakin kalau Yura wanita yang baik dan bisa menjaga Aura dengan baik. Tapi Gendhis tidak suka, panggilan Yura untuknya. "Mbak bisakah jangan memanggil bu? Saya merasa lebih muda!" Wanita itu terkekeh pelan.
"Kalau begitu saya panggil Nyonya?" Tanya Yura.
"Jangan mbak. Yasudah, panggil sesuai keinginan mbak Yura saja. Ayo kita pulang! Ayo sayang..." Gendhis beralih pada putrinya, mengajak Aura untuk pulang.
Aura berdiri, Yura membantunya membereskan barang-barang yang Aura bawa, termasuk keperluan sekolahnya.
Usia Aura, sama dengan usia anaknya. Mungkin anaknya sudah sebesar Aura sekarang, Yura berharap meskipun terlahir prematur, anaknya bisa seperti Aura, secerdas Aura, dan sehat.
"Mama, Aura mau makan ice cream..." Aura memegang tangan ibunya dan memohon.
"Besok saja ya sayang..." Jawab Gendhis.
"Maunya sekarang... Ayo mama...kan sudah satu minggu Aura tidak makan ice cream!" Aura terus memohon dan mendesak supaya ibunya menurutinya.
Gendhis memang membatasi Aura makan ice cream, karena perintah Hanan dan keluarganya untuk menjaga kesehatan tubuh Aura.
"Yasudah. Kita mampir sebentar! Tapi belinya yang kecil saja ya..." Sahut Gendhis.
Aura tersenyum cerah dengan anggukan cepat. Gendhis mencium keningnya dengan gemas. Sementara Yura, merasa terharu dengan pemandangan disampingnya.
.....
Didalam kedai Ice cream, Yura dan Gendhis menemani gadis kecil itu makan Ice cream. Yura dan Gendhis memesan minuman lain, dah mereka juga mengobrol ringan.
Saat mereka tengah bicara, Aura tiba-tiba menginginkan sesuatu lagi. "Bibi, Aura mau, disuapin, bibi Yura..." Gadis kecil itu mengungkapkan permintaannya.
Yura terkejut, tiba-tiba ia merasa gugup mendengar permintaan Aura. Yura merasakan hatinya berbeda, seperti ada sesuatu yang membuatnya terharu.
Dia menatap Gendhis, wanita itu menganggukkan kepala. Yura lalu mengambil sendok ice cream milik Aura dan menyuapinya dengan lembut. "Kenapa aku merasa begitu menyayangi Aura. Padahal kami baru bertemu" Gumam Yura didalam hatinya.
Beberapa menit kemudian, mereka sudah kembali kedalam mobil. Gendhis ditelpon Hanan kalau pria itu sudah dalam perjalanan pulang.
Tidak lama, mereka akhirnya tiba disebuah rumah berlantai dua, besar dan megah. Yura bisa menebak kalau keluarga Gendhis pasti kaya raya.
Dulu Yura dicampakkan keluarga Hanan karena status sosialnya, kalau Gendhis dari penampilan saja Yura menebak dia bukan dari kalangan biasa. Gendhis pasti diterima baik oleh keluarga suaminya.
"Ayo mbak, turun!" Ajak Gendhis.
"Ayo bibi. Ini rumah papaku! Kami tinggal disini..." Ucap Aura.
Yura tersenyum lalu ikut turun dari mobil milik Gendhis. Mereka berjalan masuk kedalam rumah, Aura begitu tidak sabar ingin memperkenalkan Yura sebagai pengasuh barunya. Selama ini, gadis kecil itu begitu sulit didekati pengasuh manapun, pertama kalinya Yura yang bisa mengambil hatinya.
"Silahkan duduk, mbak Yura. Nanti saya akan tunjukkan dimana kamar mbak dan kamar Aura. Saya mau bersih-bersih sebentar! Nggak apa-apa kan, saya tinggal sebentar?" Tanya Gendhis.
Yura mengangguk. "Nggak apa-apa!"
"Aura sayang. Tolong temani Bibi Yura dulu ya. Sekalian tunggu papa! Mama mau ganti baju!"
Aura mengangkat satu tangannya, membentuk lingkaran menggunakan ibu jari dan telunjuk, lalu tiga jari lainnya berdiri tegak. "Oke mama!"
"Saya tinggal ya mbak!" Wanita itu lalu pergi menaiki tangga menuju lantai dua, dimana kamarnya berada.
Aura mengeluarkan buku gambarnya dan membukanya lagi. "Bibi, temani aku, belajar menggambar, lagi ya..."
"Iya sayang. Tentu." Jawab Yura.
Dihalaman depan, Hanan turun dari mobil lalu berjalan masuk kedalam rumah. Pria itu melihat mobil Gendhis yang sudah berada di carport, sudah pada Gendhis sudah pulang.
Hanan berjalan masuk kedalam rumah, sementara Aura tiba-tiba ingin buang air kecil, saat Yura ingin mengantarnya, Aura menolak.
Yura berdiri, berada diruang tamu dan melihat-lihat furniture yang bersih dan rapi. Pelayan datang membawakan air minum untuknya. "Mbak, ini minumnya. Kalau perlu apa-apa, nanti langsung kebelakang ya. Saya ada pekerjaan lain!" Pelayan itu lalu pergi setelah Yura mengangguk dan menjawab.
Tiba-tiba saja, Yura melihat sebuah foto keluarga diatas meja hias didepan dinding. Yura mengerutkan keningnya, ia mendekati foto itu dengan hati berdebar. Tangannya gemetar begitu melihat foto didalamnya.
Dibelakangnya, Hanan berdiri mematung melihat punggung wanita didepannya, Hanan tidak mungkin salah ingat punggung dan aroma parfum itu milik siapa. Tapi tidak mungkin wanita dihadapannya adalah Yura, yang dimaksud Gendhis Yura, Yura yang sama.
"Ekkheemmm!" Untuk memastikan, pria itu berdehem.
Yura terperanjat kaget mendengarnya, sontak dia menoleh kebelakang. Kedua mata mereka terbelalak lebar, tangan Yura gemetar hingga foto Hanan, Aura dan Gendhis meleset lepas dari tangannya.
Pyaarrrrr!!!
*****
Dag dig dag dug, hatiku dag dig dug...
Bar debur kedebar, hatiku tak sabar...
😂😂😂
Nah lo, ikutan syak syok syok gak? Jangan lupa tinggalin jejak kalian yaaa... Nulis satu jam akhirnya kelar, mata ngantuk, badan kurang fit, tapi tetap semangat demi kaliaaannn😍😍
Yuk, Follow akun me, dan kenalan sama othor juga yuukk, lewat ig : @dsifaadian_
Tik-tok @dsifaaadian_02
See you next chapter🥰🥰🥰
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!