“Aku tidak mencintainya, aku menikahinya hanya karena tidak ingin kehilangan saham!” kata Ethan Mo.
Tiga tahun yang lalu, dari balik pembatas ruangan Grace Li mendengar perkataan ini. ketika di hari pernikahannya. Saat itu dia hanya bisa mengepalkan tangannya. Menahan mati-matian air matanya agar tidak terjatuh. Bagi Ethan dia adalah orang asing. Tapi, bagi Grace pria itu adalah segalanya.
Meski hanya sebagai pengantin pengganti, tetap saja menikah dengan orang yang dicintai selama bertahun-tahun dalam diam, sama saja itu disebut kebahagian diri. Bagi Grace mencintai Ethan sudah menjadi bagian dari hidupnya.
Pada awalnya Ethan ingin menikahi Nona Muda Kedua dari keluarga Li, hanya saja Kakek Mo tidak merestui, dan lebih memilih Grace Li, sebagai cucu menantunya. Ethan pada saat itu, ingin membatalkan pernikahan. Tapi, demi menjaga nama baik keluarga, Kakek Mo mengancamnya, Jika tidak menikah, maka siap-siap kehilangan semua saham yang akan diberikan kepadanya.
Bahkan setelah menikah, Kakek Mo, mengatur Grace menjadi sekretaris pribadi Ethan. Berharap mereka berdua bisa semakin dekat. Meski mereka menikah sudah tiga tahun. Terkadang Grace merasa baru kemarin dia mendengar kenyataan pahit yang dikatakan oleh Ethan.
Selama tiga tahub pernikahan mereka, meski ini adalah sebuah pernikahan bisnis. Namun, Grace tetap menjalankan tugasnya sebagai istri yang baik. Dia selalu mengingat semua apa yang Ethan suka dan apa yang Ethan tidak suka.
Hari ini, dia baru saja mendengar, jika Adiknya, sarah sudah kembali. Pada saat ini, Grace sedang berada di rooftop Grup Mo, memandang Langit biru yang luas. “Tiga tahun... Tiga tahun, hidup dibenci. Apa ini hidup yang kau inginkan Grace!” tanyanya dalam hati.
“Kau hanyalah si penyimpan rasa yang tidak tahu bagaimana caranya bersuara!” pikir Grace lagi sambil menghapus air matanya.
“Ethan, aku sangat mencintaimu. A-aku … akan melepaskanmu!” lirih Grace dengan suara tercekat.
Pada saat ini, ponsel Grace berdering, itu adalah panggilan telepon yang meminta Grace pulang ke kediaman Li, untuk makan malam menyambut kepulangan Sarah Li, Adiknya.
“Jangan Lupa ajak suamimu!” kata Nyonya Li.
Bagi keluarga Li, siapa pun yang menikah dengan Ethan sama saja, yang penting mereka dapat dukungan bisnis dari keluarga Mo. Ketika kakek Mo, memberi syarat untuk mengirim Sarah keluar negeri, tentu saja mereka menyanggupinya.
Pada saat ini, Grace berdiri di depan ruangan Ethan, dia mendorong pintu dan masuk. Tubuhnya langsung membeku ketika mendengar Ethan berkata. “Ya Sarah, tentu saja aku akan datang!”
Grace menggigit bibir bawahnya, Ethan menoleh kepada Grace yang terlihat masih tertegun. “Ada apa? tanya Ethan.
“Eum... ada makan malam di rumah?” jawab Grace.
Ethan mengangguk, mengambil jaket panjangnya, “Jika begitu jangan sampai terlambat!”
Grace masih tertegun sesaat, lalu segera mengambil tasnya dan menyusul langkah suaminya itu. “Tiga puluh hari, beri aku waktu tiga puluh hari untuk melepasnya!” pinta Grace kepada dirinya sendiri.
Melepaskan seseorang yang sudah dia cintai sedari masa remaja, sungguh bukan hal yang mudah. Pada saat ini Mobil keduanya pun tiba di kediaman Li. Begitu masuk, sarah sudah menunggu, memancarkan pesona yang sulit diabaikan.
Gaun pastel yang membalut tubuhnya jatuh lembut hingga ke mata kaki. Senyuman sarah terlihat ramah dan menenangkan. Ethan terlihat berdiri terpaku menatap mantan kekasihnya itu. Grace pura-pura tak melihat, tak ingin menyiksa diri sendiri lagi, jadi dia lebih memilih mengabaikan rasa.
“Kak Ethan, lama tak bertemu... Kakak apa kabar?” sapa Sarah kepada Grace sambil menggandeng lengan pria itu di depan Grace.
Tuan Li menyambut Ethan dengan ramah, “Kalian sudah datang, ayo kita ke ruang makan!”
Mereka pun pergi ke ruang makan. Saat ini Nyonya Li masuk, dengan beberapa pelayan di belakangnya. “Sarah yang menyiapkan semua makanan ini, dia bilang Ethan paling suka makanan-makanan ini!”
Di bawah meja, Grace mengepalkan kedua tangannya. Dia semakin menyadari, seharusnya tidak menikahi pria yang belum selesai dengan masa lalunya. Seharusnya dia tidak menerima pinangan dari keluarga Mo.
Selesai makan malam, Grace masuk ke kamarnya. Dia berdiri di sebuah meja yang diatasnya berjejer foto-foto. Dia pun mengambil tempat sampah, lalu keluar dari kamae dan membuang semuanya. Dari balkon ruang keluarga Ethan melihat Grace yang sedang membawa tempat sampah dan melemparkannya.
Alis Ethan mengkerut, dia menangkap bahasa tubuh yang aneh. Istrinya itu terlihat seperti baru saja membuang segala beban dari tubuhnya. Begitu Grace membalikan badan, wajahnya sedikit panik, matanya beradu pandang dengan Ethan. Lalu dengan sedikit gugup dia langsung masuk ke dalam mobil dan melajukannya.
Bahu Ethan di tepuk oleh Sarah. “Sedang melihat apa?”
“Ah… Eum…!” kata Ethan sambil mengusap tengkuk lehernya sendiri.
Merasa penasaran dengan apa yang baru saja Grace buang, dia pun menyudahi percakapannya dengan Sarah. Entah mengapa sedari tadi dia berbicara dengan Sarah, getaran yang dulu dia rasakan terasa menguap entah kemana.
“Nanti aku hubungi kau lagi, ok!” kata Ethan sambil berjalan pergi, dia juga terlihat serius sedang menulis pesan kepada supirnya. “Bawa pulang sampah yang baru saja Nyonya buang!”
Hari-hari berlalu seperti biasa, tidak ada yang berubah dengan Ethan tetap sama dinginnya. Hanya saja terkadang, dia terlihat lebih hangat di tiap kali bertemu dengan Sarah. Sementara, Grace tampak seperti patung ketika mendengar tawa canda mereka ketika mengisi makan siang atau makan malam bersama.
Keesokan harinya Ethan merasa seperti ada yang hilang di ruangan kerjanya itu. Berkali-kali dia melirik ke jam tangannya, lalu melihat ke sudut meja, biasanya di jam sepuluh pagi, sudah ada segelas kopi.
Namun, sudah lewat daei jam sepuluh, belum ada segelqs kopi hangat di meja kerjanya. Ethan melihat ke jam tangannya lagi. Dengan sedikit marah, dia menghubungi saluran telepon yang langsung tersambung ke meja Grace. “Apa kau melupakan sesuatu!”
“Tidak! Semua jadwal kerja satu minggu ke depan sudah aku kirim ke emailmu. Kontrak-kontrak Kerjasama yang harus di tandatangani sudah ada di atas meja!” jawab Grace sambil menjempit gagang telepon ke pipinya. Sementara dua tangannya sambil mengetik balasan email.
“Apa Perusahaan ini sedang kekurangan uang, sampai tidak mampu membeli kopi!” kata Ethan sedikit kesal.
“Ah...kopi ya!” imbuh Grace.
“Maaf Tuan, hanya saja persediaan kopi yang biasanya memang sedang habis!” jawab Grace sedikit santai, terdengar acuh tak acuh.
“Tuan … sampai kapan dia mau memanggilku Tuan!” pikir Ethan yang sudah mulai meresa kata itu tidak enak didengar di telinga.
“Apa kau ini bodoh! Buatkan dengan kopi yang lain!” kata Ethan sambil menutup sambungan teleponnya.
Ethan pasti akan tercengang, jika saja dia tahu, jenis kopi apa yang biasanya Grace seduhkan untuknya. Itu adalah jenis kopi yang sulit di dapat, karena kopi ini hanya tumbuh di ketinggian tertentu dan hanya di beberapa lahan di Panama. Dan, hanya bisa di dapatkan di pelelangan internasional, di karenakan jumlah panen yang sedikit, karena itu tidak bisa dijual disembarang tempat.
Salam untuk semua pembaca, ini adalah novel terbaru Author tentang drama rumah tangga yang penuh lika liku. Maukah kalian selalu beri dukungan agar selalu semangat up toap hari.
Yang perlu kalian lakukan:
LIke di setiap bab
beri rating penilaian bintang 5
Subscribe atau berlangganan ----> Tiap kali Author Up bab baru, akan selalu ada pemberitahuan di akun baca kalian
jangan lupa rajin rajin komen di tiap bab-nya juga ya
Vote di tiap minggu
Arigato untuk semua kesayangaaaaan ^__^
Melihat jawaban berupa jempol tangan, Grace pun membalas, "Ok, sore ini aku ke sana!"
Begitu jam kerja usai, Grace langsung melajukan mobilnya di jalan yang berliku-liku. Pemandangan selama perjalanan itu sangat terlihat indah. Sepadan dengan langit senja yang indah. Ini seakan membuat siapa saja yang melihatnya merasa ingin menetap di momen senja ini.
Berkendara beberapa jam, Grace tiba di Villa bambu kuning. Dia turun dari mobil sambil mengeluarkan kartu akses masuk ke Villa. "Bibi Tan... lama tak bertemu, mengapa aku merasa semakin awet muda saja!" pujinya kepada Ibu Nania Tan, teman dekatnya.
Bibi Tan memeluk Grace dengan tersenyem sembari berkata, “Andai Nania sedikit saja sepertimu…”
"Anak itu... hish... aku hanya punya satu putri. Sulit sekali mengendalikannya. Jika bukan karena kau, pasti dia masih bermain main diluar sana!" kata Bibi Tan mengeluh.
"Bibi... jika dia ingin menikah, pasti nanti akan menikah!" hibur Grace.
"Yang aku inginkan hanya seorang cucu yang berpipi gembul kemerahan!" kata Bibi Tan lagi sambil bersedekap kesal.
Grace mengambil kedua tangan Bibi Tan, seraya berkata, "Menikah itu seumur hidup, jadi jangan sampai menikah dengan orang yang salah, menyesal kemudian!"
Suara Grace terdengar lirih, Bibi Tan pun berkata, "Apa baik-baik saja?"
Grace memaksakan senyumannya," Baik, semua baik-baik saja!"
Tiba-tiba terdengar suara lantang. "Sayang, aku datang membawa hadiah!" Kata Nania sambil memeluk Grace.
Bibi Tan yang tadi baru saja mengeluh langsung tersenyum ketika melihat persahabatan putrinya itu dengan Grace. Baginya Grace ada teman ternormal putrinya itu. Anggun, pintar dan menyenangkan hati orang tua.
Bibi Tan berdiri sambil berkata, "jika saja kau ini pria, aku pasti akan menikahkan kau dengan putri nakal-ku ini!"
"Ma... aku ini masih muda lho, masih ingin mengejar karir!" Protes Nania.
"Karir modelmu itu! Tanpa bekerja, statusmu itu juga sudah bisa menghidupimu seumur hidupmu!" kata Bibi Tan dengan nada sedikit kesal.
Grace langsung mengambil alih situasi agar tidak ada perdebatan lebih panjang. "Bibi! Tenang saja, nanti aku akan kenalkan dengan temanku,, dokter terbaik!"
Bibi Tan langsung tersenyum, "Aku dan leluhurku akan sangat berterima kasih, seandainya anak nakal ini bisa menikahi orang berbakat sepertimu!"
Bibi Tan berkata lagi, sambil tersenyum. "Kau makan malam di sini ya, aku akan memasak makan malam spesial untukmu?"
"Iga bakar?" kata Grace.
"Tentu saja, itu kan kesukaanmu!" Jawab Bibi Tan.
"Lalu aku, dimasakan apa?" tanya Nania sambil menunjuk ke dirinya sendiri.
"Sayur kecambah!" jawab Bibi Tan sambil berlalu ke dapur.
"Ma, aku ini kan putri kandungmu!" protes Nania.
Grace langsung menarik lengan Nania, "Mana kopi-ku?"
"Ayo ke kamar!" ajak Nania.
Di kamar Nania terpajang foto-foto masa sekolah mereka. Mereka berteman dari masa taman kanak-kanak. Hanya saja berpisah tidak satu universitas, karena Grace memilih menjadi dokter, tapi berhenti menyerah tidak meneruskan kuliah kedokterannya.
Nania menarik Grace duduk di ranjang, "Apa orang taumu tahu kau akan bercerai?"
Pada saat ini Grace memandang teman baiknya itu, lalu dia menggelengkan kepalanya dengan tenang.
Nania merasa senang akhirnya Grace memutuskan bercerai. Tapi, sekaligus merasa khawatir karena dia tahu betul perangai orang tua Grace yang hanya menakar kehidupan dari untung dan rugi.
"Kau tenang saja, jika kedua orang tuamu membuangmu, aku dengan segala kekayaanku ini siap menampungmu!" Janji Nania sambil merentangkan kedua tangannya.
Grace tersenyum sambil memeluk Nania. "Terbaik!” pujinya
Nania menepuk tepuk punggung Grace seraya berkata, "Nanti aku carikan model pria yang tampan untukmu!"
"Lebih tampan dari Ethan brengsek itu!" kata Nania lagi dengan nada sedikit berapi-api.
"Mana kopiku?" tanya Grace lagi.
"Hish! Kau ini masih saja ingat dia!" kata Nania seraya bangkit berdiri dan mengambil kopi yang baru dia dapat dari pelelangan internasional.
"Terbaik!" puji Grace lagi sambil mengambil kotak kayu mahoni solid berisi kopi kesukaan Ethan.
“Hei! Apa kau sudah punya pengacara?” tanya Nania.
Grace menggelengkan kepala, lalu dengan semangat berapi-api, Nania berkata, “Tenang sayang, aku akan memberikanmu pengacara terbaik dari yang terbaik!”
Grace mengangguk, lalu Bibi Tan membuka pintu kamar Nania. “Makan malam sudah siap, ayo!”
Perut sudah kenyang, Kopi sudah di tangan. Selama ini, Grace selalu meminta Nania agak membelikan kopi Ethan, bekerja sebagai model, kerap kali membuat Nania berpergian keluar negeri dan memiliki lingkaran pertemanan di belalahan dunia, sehingga memudahkan bagi Grace untuk mendapatkan kopi untuk Ethan.
Grace pun bergegas pulang, hujan lebat sedikit menghambat perjalanan. Dia pun tiba menjelang tengah malam di kediaman Mo. Tapi siapa sangka malah di perjalanan alami insiden kecil, ban mobil bagian belakang sebelah kiri kempis, bahkan sudah mulai sobek, tak ada pilihan lain selain menggantinya di tempat itu juga.
Baru sebentar beridiri di luar mobil, tubuh Grace sudah langsung kuyup meski sudah berusaha berteduh dengan jaket tipis yang kini menempel dingin di kulitnya.
Gracfe membuka bagasi, mengankat ban cadangan yang terasa lebih berat karena tubuhnya lelah dan dingin. Jemarinya gemetar, bukan hanya karena udara malam yang sangat dingin, tetapi juga karena rasa cemas berada sendirian di tengah hujan. Kunci roda di tangannya beberapa kali terlepas, licin oleh air hujan.
Grace berlutut, mencoba melepas mur ban, otot lengannya tegang, dia menghela napas panjang, memandang langit yang kelam seakan meminta kekuatan. Rambutnya menempel di wajah, mascara tipis mulai luntur.
Setiap mur yang berhasil terlpas terasa seperti kemenangan kecil. Roda cadangan akhirnya berhasil Grace pasang, meski pakaian dan tubuhnya kotor, tangan penuh noda hitam dari besi dan tanah.
Grace masuk ke dalam mobil, menyalakan penghangat mobil. Pada akhirnya dia pun tiba di Kediaman Mo. Baru saja tiba dan mengganti sapatu dengan sandal rumah, suara yang familiar sudah menyapanya. “Kakak!”
“K-kau di sini!” kata Grace sedikit terbata.
“Kak Ethan memintaku untuk tinggal menginap di sini, karena diluar hujan sangat deras!” kata sarah.
“Merasa khawatir sesuatu terjadi padaku, dia pun memintakku tidur di sini malam ini!” sambung kata sarah lagi.
Grace membasahi bibirnya sambil mengangguk, lalu berlalu begitu saja, pergi ke kamar. Yang dia inginkan saat ini adalah segera mengganti baju basahnya dan mengeringkan rambutnya yang kuyup.
Sarah menarik tangan Grace, “Kak! Kau tidak marah kan?”
Tatapan kakak beradik itu saling beradu, Grace ingin lekas mengganti pakaian basahnya dia pun menghempaskan tangan sarah. Tapi, siapa sangka hempasan kecil itu malah membuat Sarah jatuh ke lantai, dan ini terjadi tepat di saat Ethan datang.
“Grace! Apa yang baru saja kalu lakukan!” hardik Ethan sambil memapah Sarah berdiri.
Melihat keduanya seperti sedang memamerkan kasih sayang di depannya, rasa hati Grace seakan ingin meledak. Enggan meladeni, Grace lebih memilih diam dan bergegas pergi. Tapi, pergelangan tangannya langsung di Tarik oleh Ethan.
“Minta maaf pada Sarah!” kata Ethan Tegas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!