NovelToon NovelToon

Kisah Senja

Senja Punya Impian

"Senja, kamu benar-benar luar biasa! Nilai-nilaimu sangat bagus dan prestasi kamu di sekolah sungguh hebat," kata Bu Tet dengan tersenyum lebar di ruangan kelas yang sunyi.

"Terima kasih, Bu," jawab Senja dengan suara yang lembut, sambil menundukkan kepala karena merasa sedikit gugup.

"Kamu memiliki kemampuan yang sangat baik dan dedikasi yang tinggi dalam belajar. Oh ya, satu lagi, persiapkan diri kamu untuk ujian nasional agar bisa lulus dengan nilai terbaik," tambah Bu Tet.

Senja tersenyum malu, tapi pikirannya langsung teralihkan ke biaya ujian. "Bagaimana cara kami membayar biaya ujian ini?" pikir Senja.

"Oh ya satu lagi, "Semoga kamu bisa masuk universitas yang terkenal dan mewujudkan impianmu, Ibu percaya kamu bisa!" ucap Bu Tet lagi dan langsung pergi.

"Duarrr, kuliah?" tanya Senja dalam hati.

"Wah, kamu emang hebat, Sen! Bu Tet dan kepala sekolah bangga padamu. Aku yakin kamu akan lulus ujian nasional dengan nilai terbaik tahun ini dan bisa masuk Universitas yang terbaik," ucap Novi sahabat Senja.

"Terima kasih, Nov. Dukunganmu sangat berarti bagi aku. Tapi kamu tahu sendirikan, untuk biaya ujian tidak sedikit bagi kita yang tidak punya uang, apalagi untuk biaya kuliah," ucap Senja sedih.

"Kamu benar, Sen. Aku teringat juga, jika kita mau ujian harus bayar dulu."

"Itu yang aku pikirkan Nov. Ayah dan ibuku sudah bekerja keras, tapi untuk uang sebanyak itu tidak mungkin bisa terkumpul cepat.

****************

Di rumah Senja, saat makan siang.

"Senja, apa yang kamu pikirkan?" tanya Ibu sambil memperhatikan Senja yang terlihat khawatir.

"Bu, Senja memikirkan tentang biaya ujian nasional," jawab Senja dengan nada yang sedih.

Ibu tersenyum lembut. "Jangan khawatir, Nak. Kami akan mencari cara untuk membayar biaya ujian itu. Yang penting kamu tetap fokus pada pelajaranmu dan tidak terlalu khawatir tentang biaya."

"Tapi, Bu... bagaimana jika kita tidak bisa membayar biaya ujian? Apakah Senja akan gagal dalam hidup Senja?"

Ibu memeluk Senja. "Kamu tidak akan gagal, Nak. Kamu memiliki kemampuan dan bakat yang besar. Ibu percaya bahwa kamu akan berhasil jika kamu terus berusaha dan tidak menyerah."

"Ibu, tapi Senja juga mau kuliah setelah lulus nanti," ucap Senja sedih.

Ibu cukup lama terdiam." Hmm nanti jika ada rezeki kamu boleh kuliah ya, Nak," ucap Ibu lembut yang juga ragu apakah anaknya bisa kuliah atau tidak nantinya.

"Apa Ayah akan izinkan Senja kuliah Bu?

"Iya, Nak. Walaupun Ayahmu bekerja sebagai petani kecil dan kadang-kadang juga bekerja keladang orang untuk mendapatkan upah tambahan, Ayah juga pengen kamu kuliah, sukses," jawab Ibu Senja dengan sabar.

"Apa yang Ayah dapatkan dari ladang orang itu, Bu?

"Upah yang diterima dari ladang orang tersebut yang bisa nanti digunakan untuk membayar listrik, membeli kebutuhan pokok, dan tambahan uang jajan untuk kamu," jawab Ibu dengan senyum.

Senja merasa sedih memikirkan kondisi ekonomi keluarga mereka, tapi ia juga merasa bersyukur karena Ayah dan Ibunya selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan mereka.

****************

Saat makan malam, Senja, Ibu, dan Ayah menikmati makan sederhana yang dibuat Ibu, sayur pucuk ubi yang diambil di belakang rumah, oseng tahu dan tempe.

"Ayah dengar dari Ibu bahwa sebentar lagi kamu ujian nasional, ya?" tanya Ayah sambil menikmati makanannya.

"Iya, Ayah," jawab Senja dengan suara yang lembut.

"Kamu belajar yang rajin ya, jangan pikirkan uangnya. Nanti biar Ayah yang pikirkan," ucap Ayah dengan nada yang penuh kasih sayang.

Senja tersenyum dan mengangguk, merasa lega karena Ayahnya memahami keadaannya. "Baik, Ayah. Senja akan belajar yang rajin," kata Senja dengan tekad yang kuat.

Tapi, sebelum itu, Ibu menceritakan sesuatu kepada Ayah. "Ayah, tadi Ibu pergi ke rumah tetangga untuk meminjam uang untuk beli beras," kata Ibu dengan nada yang sedih.

"Apa yang terjadi?" tanya Ayah dengan rasa ingin tahu.

"Tetangga itu menghina Ibu dan mengatakan bahwa kita tidak bisa mengelola uang dengan baik," jawab Ibu dengan suara yang bergetar. "Dia bilang, 'Minjam terus, bayar telat terus, sampai sekarang hidupmu tak pernah berubah ya'."

Senja yang sedang makan, tiba-tiba merasa patah semangat ketika mendengar cerita Ibunya. Ia merasa bahwa mencapai mimpinya semakin sulit dan tidak mungkin.

"Ayah dan Ibu percaya bahwa kamu bisa melakukannya, Nak," kata Ibu dengan nada yang penuh dukungan, tidak menyadari bahwa Senja sudah merasa patah semangat.

Senja hanya tersenyum tipis dan mengangguk, tapi di dalam hatinya, ia merasa sedih dan kecewa. "Apakah saya benar-benar bisa mencapai impian saya?" pikir Senja dengan rasa keraguan.

****************

Pagi hari.

"Ibu, Senja mau kesekolah. Apakah Ibu memiliki uang jajan untuk Senja?

Ibu hanya memiliki uang 10.000 rupiah. "Uang ini hanya cukup untuk membeli beras untuk makan siang, Nak. Tapi Ibu tidak tega jika kamu tidak membawa uang jajan sama sekali," kata Ibu.

Ibu memberikan Senja uang 2.000 rupiah. "Terima kasih, Ibu, tapi uang ini untuk Ibu saja," kata Senja dengan suara yang lembut.

Ibu tersenyum dan memeluk Senja. "Ibu tahu bahwa kamu anak yang pengertian dan tidak pernah menuntut. Tapi Ibu ingin kamu tahu bahwa Ibu menyayangimu."

Senja tersenyum dan mengangguk, lalu berpamitan kepada Ibu dan Ayahnya. "Assalamualaikum, Ibu, Ayah. Senja berangkat ya," ucap Senja dengan suara yang lembut.

"Waalaikumussalam, Ayah doakan kamu lancar di sekolah, Nak. Belajar yang rajin ya," kata Ayah dengan nada yang penuh kasih sayang.

Senja mengangguk dan tersenyum, lalu berangkat ke sekolah dengan semangat yang masih membara di dalam hatinya, meskipun ada sedikit keraguan tentang masa depannya..

Cerita sahabat Senja

Di rumah Novi.

"Assalamualaikum Novi, apakah kamu sudah siap?" tanya Senja. "Iya, aku sudah siap," jawab Novi. "Ayuk, kita berangkat!" ucap Senja.

"Tunggu sebentar, Sen... Aku mau minta uang buat jajan. Siapa tahu ada rezeki hari ini," ucap Novi. "Ok.

5 menit kemudian. "Sen, ayo kita langsung pergi ke sekolah!" "Apakah kamu dapat uang hari ini, Nov?" tanya Senja. "Iya, Alhamdulillah dapat lima ribu, hehe."

"Wah, enak dong. Aku hari ini zonk," Senja pura-pura sedih. "Hehe, jangan sedih, Sen. Nanti aku traktir kamu."

"Haha, aku sudah tahu kalau kamu akan jawab itu," ucap Senja. "Aku pura-pura sedih kok." "Hmm, kamu ini Sen terlalu banyak gaya. Aku sudah tahu kalau kamu itu pura-pura sedih," hahaha mereka tertawa bersama.

Ketika dalam perjalanan ke sekolah, Novi tiba-tiba berhenti dan menunjuk ke arah sebuah pohon yang rindang.

"Senja, lihat! Burung kecil itu sedang bernyanyi," katanya dengan mata yang berbinar-binar. Senja tersenyum dan melihat ke arah burung itu. Kami berdua berdiri sejenak, menikmati suara merdu burung itu.

Kemudian terus bercerita di jalan hingga sampai di sekolah.

"Nov, sebentar lagi kita ujian nasional, aku khawatir tidak bisa bayar untuk ujian ini," kata Senja dengan nada yang sedih.

"Aku juga, Senja. Tapi kita harus tetap optimis," jawab Novi dengan senyum.

"Uang ujian nasional kita belum ada, Nov. Aku sudah cerita ke orang tua, tapi Ayah bilang jangan pikirkan, biar Ayah yang urus," ungkap Senja sedih.

"Tapi kamu tahu bahwa orang tua kamu tidak memiliki uang yang cukup, kan?" tanya Novi dengan nada yang memahami.

"Ya, aku tahu. Ayah dan Ibu sudah bekerja keras, tapi masih belum cukup," jawab Senja dengan nada yang sedih.

"Kita harus mencari solusi bersama, Sen. Kita tidak boleh menyerah," ucap Novi.

"Kita berdua memang memiliki kesamaan dalam banyak hal ya, Nov, termasuk keluarga sederhana dan masalah finansial.

"Ya, memang benar. Tapi kita tidak boleh menyerah, Sen. Kita harus terus berusaha dan berdoa," jawab Novi dengan tersenyum.

"Terus apakah kita bisa kuliah ya, Nov? Sedangkan untuk biaya ujian saja kita tidak ada, SPP kita saja masih menunggak," kata Senja dengan nada yang penuh keraguan.

"Itu benar, Senja. Tapi kita tidak bisa memikirkan hal itu sekarang. Yang penting kita lulus ujian nasional dulu.

Mereka sampai di sekolah dan langsung masuk kedalam kelas.

"Sen, aku duduk di sini ya," kata Novi sambil menunjuk tempat duduknya.

"Baik, aku duduk di sana," jawab Senja sambil menunjuk tempat duduknya yang terpisah dari Novi.

"Kita tidak bisa duduk bareng, ya?" tanya Novi dengan nada yang sedikit sedih.

"Kalau kita duduk bareng, nanti kita tidak belajar malah bercerita terus," jawab Senja.

"Hehe benar juga sih. Kita memang suka membahas hal-hal yang tidak penting," ucap Novi.

"Seperti apa?" tanya Senja dengan rasa ingin tahu.

"Seperti kehidupan sehari-hari, masalah ekonomi, artis, dan... mantan aku yang sudah punya gebetan baru, hehe," ungkap Novi .

"Haha," mereka tertawa

Mereka berdua terus bercanda dan bercerita sebelum pelajaran dimulai.

"Bel sudah berbunyi, tanda sudah masuk kelas." Semua teman Senja masuk kelas.

"Hai Sen, selamat pagi," sapa Susan dengan wajah cerianya. "Iya, pagi juga," jawab Senja senyum. "Sen, kamu tahu tidak malam tadi aku mimpi apa?" tanya Susan. "Mana aku tahu kamu mimpi apa! Karena setiap hari kamu mimpi terus deh, San," hehe jawab Senja.

"Emang kamu mimpi apa sih, San?" baru duduk langsung bahas mimpi. "Tanya kek tugas akuntansi kelompok kita bagaimana!" celetuk Senja. "Ya Allah, Senja jangan pagi-pagi itu kita bahas tugas! Nanti kita bisa stres, apalagi ingat wajah Bu Tet mengerikan," ungkap Susan sambil membayangkan wajah Bu Tet.

"Hai, jangan kayak gitu ngomongnya! Nanti terdengar sama Bu Tet, bahaya tu. Apalagi kelas kita ini dekat dengan kantor ruang guru," balas Senja. "Ya habis kamu itu! Aku sudah semangat pagi-pagi mau ceritain mimpi terbaikku, malah bahas tugas yang hitung modal, rugi tentang uang yang tidak jelas itu. Boro-boro uangnya ada, ini kan tidak," celetuk Susan.

"Haha, lucu kamu, San. Tapi benar juga ya, kita hitung uang yang tidak ada," balas Senja. "Ok, ngomong-ngomong kamu mimpi apa, San?" tanya Senja. "Oh iya, hampir aku lupa cerita tentang mimpi terbaik aku. Kamu sih ada-ada saja," jawab Susan.

"Haha, Senja tertawa. "Malam tadi aku bermimpi ketemu Sahrulkhan. Dia ngasih aku bunga sambil bernyanyi, suaranya merdu sekali, di tambah ya Sen, dia ganteng sekali. Aku langsung terpesona." Susan langsung mengkhayal.

 "Ya Allah, ni anak, kirain mimpi dapat emas atau uang, eh malah mimpi artis India," ucap Senja sambil tepuk jidatnya. "Itu mimpi terkeren lo, Sen, hehe," jawab Susan sambil senyum-senyum sendiri. "Ya sudah, nanti kita bahas lagi ya mimpi tidak masuk akalmu itu! Sekarang kita fokus belajar dulu. Itu kamu lihat Miss Lila udah jalan menuju kelas kita," ungkap Senja.

"Ya, ya, ya, oke, Bu Bos," jawab Susan sambil cengingisan. "Oh, ya, jangan lupa juga kita nanti di jam istirahat tidak ada yang keluar kelas!" ungkap Senja. "Haaa, kenapa begitu?" tanya Susan.

"Ya Allah, anak ini! Mau aku pukul kepalamu nanti," kata Senja yang gemes melihat Susan. "Jangan, dong," kata Susan yang cengingisan sambil memperlihatkan giginya. "Aku kan hanya bertanya dengan lemah lembut," jawab Susan dengan wajah yang pura-pura sedih.

"Tak usah deh kamu pasang tampang sok sedih begitu, San!" kata Senja dengan nada gemes. "Kamu kan tahu tugas kelompok kita yang dikasih Bu Tet kemarin belum selesai! Jadi, kita harus menyelesaikannya dulu."

Kemarin sudah aku coba buat di rumah sendiri. Tapi tidak balance hasilnya bagi aku, mungkin ada yang salah hitung atau gimana, aku tidak tahu, jawab Senja. "Oh, itu masalah kecil, Sen. Aku juga tidak ngerti,hehe," jawab Susan.

"Ya Allah, anak ini! Kirain masalah kecilnya dia bisa, ternyata juga tidak," jawab Senja yang geleng-geleng kepala. "Hehe, maaf, Buk Bos," ucap Susan. "Ya sudah diam! Itu Miss Lila sudah masuk," kata Senja. "Iya, aku diam lagi," jawab Susan.

Susan adalah teman yang asik juga bagi Senja, selain dia yang ceria dan polos. Susan ini anak yang tipikal mudah berbaur dengan teman yang lainnya. Tapi sayangnya dia suka ceplas-ceplos saja dalam berbicara, hehe.

Miss Lila masuk, dan semua membaca doa belajar, ya, agar dapat ilmunya.

"Ok anak-anak untuk pengambilan nilai praktek, kalian harus presentasikan dialog yang kalian buat minggu kemarin. Untuk pertama tampil adalah Senja dan Susan," ucap Miss Lila.

Senja dan Susan tampil. "Hello, my name is Senja. Nice to meet you."

"Halo, mai nem ais Sosen. Naisu tu mit yu."

Senja tidak bisa menahan tawa melihat kesalahan Susan.

Susan mencoba lagi, tapi masih salah, "Halo, mai nem... eh... is... Sosan?"

Kelas pun meledak dalam tawa.

Guru tersenyum dan memberikan saran, "Mungkin kamu perlu banyak berlatih membaca bahasa Inggris, Susan." Susan menjawab dengan malu-malu, "Iya, Miss. Aku akan berusaha lebih baik lagi."

****************

Pelajaran pertama sudah selesai, dilanjutkan dengan mata pelajaran yang kedua.

"Kenapa gurunya sudah langsung masuk, ya, Sen?" tanya Susan yang kaget. "Tidak biasanya Ibu Rozanya datang tepat waktu, biasanya molor mulu 10 menit atau lebih. Bahkan cerita dulu atau gosip dulu sama guru yang lain," ucap Susan sambil bisik-bisik.

"Husss, diam! Nanti terdengar sama Ibu-nya bagaimana? "Dapat nilai rendah, rugi kita," jawab Senja.

"Tapi benar juga, ya, apa katamu, San? Hehe," kata Senja lagi. Mereka tertawa bersama. "Mungkin Ibu-nya lagi dapat hidayah atau dapat teguran dari Bapak Kepala Sekolah, kali, Sen," jawab Susan. "Iya, mungkin juga," jawab Senja.

"Oh iya, San, apakah kamu sudah ada uang untuk bayar ujian nasional nanti?" tanya Senja. Alhamdulillah, kalau aku sudah ada Sen," balas Susan tersenyum.

Kamu bagaimana Sen? "Aku belum ada San, doain saja ya semoga nanti aku bisa bayar untuk ujian," jawab Senja.

"Aamiin," ucap Susan."

Kegalauan Senja

"Pelajaran selesai. Waktunya istirahat, sesuai dengan kesepakatan antara Senja dan Susan. Mereka tidak ada yang keluar kelas. Mereka langsung mengerjakan tugas kelompok mereka bersama.

"Satu kelompok terdiri dari lima orang. Senja dan Susan berada di kelompok 3. Selain mereka, masih ada Hendri, Resi, dan Putri. Susan sudah memberikan instruksi kepada teman-temannya bahwa tidak ada yang keluar kelas.

"Teman-teman, kita kerjakan di sini saja, ya!" ucap Susan. "Oke," jawab yang lain.

"Tidak lama kemudian, Novi datang dan mengajak Senja keluar kelas. "Sen, ayo kita keluar! Beli gorengan," ajak Novi. "Maaf, Nov, aku tidak bisa!

"Lo kenapa?" tanya Novi bingung.

"Aku harus buat tugas kelompok dulu, nanti Bu Tet masuk, tugas kelompok kami belum selesai," jawab Senja.

"Ya Allah, iya ya, apa tugas kelompokku sudah selesai ya sama Mega?" tanya Novi. "Ya, mana aku tahu," balas Senja yang mengangkat bahunya. "Kamu itu tugas masa Mega yang mengerjakan sendirian! Harus bersama," ungkap Senja lagi.

"Iya, kan Mega lebih pintar dan rajin dari pada aku, Sen," jawab Novi lagi sambil tersenyum besar. "Hehe, iya Nov, dan di kelompokku Senja lah yang paling pintar akuntansi, jadi aku lihat Senja saja," timpal Susan. "Hehe, kan sudah pas ya, San. Masing-masing kelompok sudah ada master-nya," jawab Novi lagi. Haha, mereka tertawa bersama.

"Ya sudah! Senja, kalau begitu aku keluar dulu, ya!" mau beli goreng tahu dulu. "Kamu nitip, sen?" tanya Novi. "Hehe, tidak, karena kamu sudah tahu jawabannya," balas Senja.

"Ya Allah, anak ini! Tenang, nanti aku belikan buat sahabat tercinta aku, ya. Aku belikan dua goreng tahu dan air mineral gelas, hehe," ungkap Novi.

"Wah, kamu baik bangat, Nov!" Aku juga mau dong ditraktir sama kamu," sela Susan dengan wajah yang berseri-seri. "Enak saja, uangku hanya lima ribu! Kalau aku juga traktir kamu, mana lagi buat aku," timpal Novi dengan wajah gemes melihat Susan.

"Ya sudah, berarti aku tak dapat traktir ya kayak Senja," jawab Susan yang pura-pura sedih. "Tidak," jawab Novi. "Ya sudah, kalau begitu aku nitip saja goreng bakwan sama tahu, ya Novi tercantik dan termanis. Sekalian air mineralnya dua, ya, hehe," ucap Susan dengan nada manja.

"Kalau aku ikut keluar juga, nanti aku takut dikeluarkan dari kelompok sama Senja," timpal Susan lagi yang pura-pura takut.

"Kamu banyak gaya bangat, bilang saja emang lagi malas keluar! Mana uangmu?" ucap Novi. "Hehe, ini," ucap Susan yang langsung memberikan uangnya pada Novi.

"Terima kasih, ya Novi cantik. Semoga Allah mudahkan urusanmu, dapat jodoh yang sholeh," ucap Susan lagi sambil bercanda. "Haha, aamiin," jawab Senja. Senja geleng-geleng kepala kalau melihat Susan dan Novi selalu beradu argument. Karena pasti saja ada lucunya bagi Senja.

"Alhamdulillah, selesai juga tugas kelompok kita," ucap Susan. "Iya ya, terima kasih, ya Senja," ucap Putri. "Kalau kita kelompok sama Senja, nilai kita pasti aman, dan tugas kita cepat selesai," hehe, ungkap Hendri. "Iya ya, benar juga," timpal Resi, mereka tertawa bersama.

"Senja hanya tersenyum atas ucapan teman-temannya."

"Tak lama kemudian, Novi datang. "Ini, Sen, buatmu! Jangan lupa dimakan! 10 menit lagi kita masuk, tuh," ucap Novi. "Lo punya aku mana, Nov?" tanya Susan sambil mengadahkan tangannya. "Sudah aku makan semua!" jawab Novi dengan nada kesal.

"Ya Allah, Novi... Badanmu ini sudah subur lebih kayak ini, masih makan teman kamu," ucap Susan ceplas-ceplos. Haha, tawa Senja mendengar ucapan Susan. "Enak saja kamu bilang aku makan teman! Teman mana yang aku makan?" tanya Novi kesal pada Susan.

"Ya itu punyaku, kamu makan semua! Tidak boleh memakan hak orang lain, lo Nov, dosa. Nanti kamu susah cari aku di akhirat, kalau aku tidak ikhlas. Entar kamu masuk neraka, lo!" ucap Susan sambil serius. "Haha, kepalamu kena apa barusan, San? Siang-siang sudah ceramah," tanya Novi sambil tertawa.

"Ini punyamu! Makan cepat sebelum kita masuk, sebentar lagi kamu ketemu guru idola-mu, Bu Tet," ucap Novi, hehe. "Terima kasih, Novi cantik dan bohai," ucap Susan sambil tersenyum lebar. "Tapi jangan bawa-bawa Bu Tet, dong," balas ucapnya lagi sambil cemberut. Haha, Novi dan Senja tertawa bersama.

"Bel sudah berbunyi, tanda masuk kelas pelajaran ketiga, akuntansi. Ya, Senja dan Novi jurusan IPS. Jadi, wajar mereka belajar akuntansi. "Gurunya masuk. "Siang, anak-anak," ucap Bu Tet. "Siang juga, Bu," jawab anak-anak.

"Oke, tugasnya kemarin sudah selesai, kan?" tanya Bu Tet. "Nanti kita bahas bersama, ya. "Sudah, Bu," jawab yang lain. "Oh, ya, Ibu mau kasih informasi! Sebentar lagi ujian nasional, jadi kita harus banyak membahas soal yang tahun lalu. Agar bisa nanti menjawab saat ujian nasional. Nah, karena kita sekolah swasta, pasti ada pembayarannya.

Bu Tet ini selain sebagai guru mata pelajaran, juga menjabat sebagai bendahara di sekolah ini. Berapa, Bu, bayarnya?" tanya Nanda, ketua kelas. "Mungkin sama seperti tahun kemarin, sekitar 600-700 ribu. Jadi, jangan lupa diingatkan lagi orang tuanya masing-masing, ya," jawab Bu Tet.

"Senja dan Novi hanya terdiam. Jangankan untuk membayar uang ujian, untuk jajan saja mereka sudah susah. Kadang ketika Senja ada uang jajan, dia yang mentraktir Novi, begitupun sebaliknya.

"Pikiran Senja tidak fokus, dia hanya memikirkan masalah uang.

"Apakah aku bisa membayar uang ujian nasional? Kalau tidak bisa membayar, apakah bisa ikut ujian?" gumam Senja.

"Novi memperhatikan Senja. Dia juga sama seperti Senja, galau memikirkan uang untuk ujian nasional. "Aku sudah yakin pasti Ibuku nanti yang kaget duluan, tambah dapet omelan aku," ucap Novi lirih.

"Pelajaran selesai. Sekarang sudah jam 12 siang, waktunya istirahat, sholat, makan. Senja dan Novi pulang ke rumah. Ya, karena rumah mereka sangat dekat dengan sekolah, jadi tidak masalah jika tidak ada jajan, karena bisa makan siang di rumah.

"Sen, ayo kita pulang. Aku lapar," kata Novi sambil memandang Senja.

"Iya, Nov. Aku juga lapar. Kita makan siang di rumah saja," jawab Senja sambil tersenyum.

Saat jalan pulang, Senja hanya diam, begitu pun dengan Novi. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Sen, aku tahu jika kamu galau memikirkan uang untuk membayar ujian nasional! Aku juga galau, Sen," ucap Novi sambil memandang Senja dengan mata yang peduli.

"Iya, Nov, bagaimana kita membayar untuk ujian, ya Nov?" tanya Senja sambil menghela napas.

"Aku juga tidak tahu, Sen. Aku berharap ada jalan keluar," jawab Novi dengan nada yang khawatir.

Mereka berdua terus berjalan sambil memikirkan masalah yang dihadapi, mencari solusi untuk membayar biaya ujian nasional.

"Terus aku juga bingung, Nov. Orang tuaku tidak tahu berapa nominal untuk ujian ini, kalau mereka tahu pasti juga kaget. Karena ini adalah uang terbesar bagi kita yang tidak punya uang.

"Iya, Sen," balas Novi sambil mengangguk paham. "Aku juga mikirin hal yang sama, Sen. Orang tua kita pasti akan kaget kalau tahu jumlahnya."

Senja menundukkan kepala, merasa sedikit tertekan dengan masalah biaya ujian nasional yang harus dibayar. Novi mencoba menenangkannya dengan senyum lembut. "Tapi nanti kita coba kasih tahu orang tua kita dulu, Sen, siapa tahu nanti ada saja rezeki buat kita," kata Novi dengan nada yang penuh harapan.

Senja mengangguk, sedikit merasa lega karena ada Novi yang selalu mendukungnya. "Iya, Nov, kita coba saja."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!