"Aw.. sakit sekali kepala ku." ucapku sambil memegangi kepala.
Kepalaku terasa sangat pusing dan berat, aku berusaha untuk membuka mata untuk melihat sekeliling namun mataku sangat buram, pandanganku kabur. Aku pun mengucek kedua mataku dengan tangan.
"Atap jerami?" aku melihat ke atas, samar-samar terlihat bayangan atap yang terbuat dari jerami.
'Uhuk - uhuk.' Aku terbatuk.
Tenggorokanku terasa kering dan sakit sekali.
"Apa di sini ada air untuk minum?" Gumamku dalam hati sambil terus mengerjapkan kedua mata.
Tidak lama kemudian, mataku sudah bisa melihat dengan jelas.
"Hah dimana ini? Gubuk?" Aku pun buru-buru bangun dari posisi tidurku.
"Akh.. sakit. Apa ini?" Ucapku dengan suara serak.
Sepertinya tadi aku jatuh pingsan di rumah sakit. Seharusnya mereka membawaku ke ruang UGD atau ruang rawat inap. Kenapa sekarang aku malah berada di gubuk tua.
Aku mendapati luka memar di perutku sudah mulai membiru.
"Apa aku diculik?" aku terus berfikir dan melihat sekitar untuk menemukan jawaban atas situasiku saat ini.
"Kenapa bisa ada luka memar diperutku?" Ucapku sambil mengecek kondisi tubuhku barangkali ada luka lain.
"Beneran nih ada yang menculikku? Atas dasar apa mereka menculikku, hm.. wajar sih kalau aku diculik lagipula wajah cantikku ini memang aset yang sangat berharga ditambah aku ini sangatlah kaya." Fikirku.
"Ah.. masa bodo lah, sekarang cari air dulu buat minum. Ngelak sekali tenggorokanku ini." Ucapku sambil memegangi luka di perut.
Aku perlahan bangun dari dipan bambu tempatku berbaring, berjalan gontai sambil pegangan palang dinding dari bambu. Gubuk ini ternyata hanya ada satu sekat untuk tempat tidur dan dapur.
...----------------...
Di atas meja kecil di dapur, kebetulan ada sebuah teko. Aku segera mengambil gelas bambu dan menuang teko itu.
"Hah kosong?" aku sangat kesal.
"Aduduh kasihan sekali diriku ini." Ucapku sambil bersender di dinding kayu.
Aku melihat area dapur, benar-benar kosong jangankan makanan, air saja tidak ada.
"Setidaknya kalau menculikku siapkan aku makanan dan minuman enak."
"Ah, coba aku keluar gubuk ini barangkali di sana ada air." Aku berjalan menuju pintu keluar sambil tertatih memegangi perut.
Seketika pintu terbuka, mataku langsung terbelalak. Sungguh pemandangan yang begitu asing bagiku namun sangat indah.
"Wah.. pemandangannya bagus banget. Mirip sekali seperti yang ada di lukisan yang pernah aku lihat." Aku sangat terpesona dan kagum dengan pemandangan yang sedangku lihat ini.
Aku berjalan menuju ke arah sungai sambil membawa wadah yang ada di luar gubuk untuk mengambil air yang akan aku rebus.
Bayanganku terpantul jelas di permukaan air sungai, wajah yang sangat cantik bak model dan artis papan atas, mata yang indah dan tajam, kulit bersih dan halus, bibir cantik ditambah hidung mancung, rambut panjang hitam terurai. Porsi badan yang sangat ideal, tinggi dan langsing namun berisi dibagian depan dan belakang sungguh tubuh impianku selama ini.
"E.eh, sejak kapan tubuhku jadi langsing begini ya?" ucapku sambil berkaca di air sungai.
"Aku memang secantik ini waktu masih muda tapi bagaimana bisa aku yang sudah berusia 45 tahun kembali ke usia 19 tahun." Ucapku sambil menyentuh wajah dan bagian tubuhku yang lain.
"Uwlek, tubuhku sangat kotor dan bau." Ucapku jijik melihat tubuhku yang kotor karena tertutup tanah dan juga bau.
"Di sini tidak ada siapapun kan?" Aku melihat sekitar gubuk namun aku tidak melihat adanya orang selain diriku.
"hm.. mandi dulu disungai ah.. sekalian aku cuci pakaian ku ini yang sudah seperti kain pel." Ucapku sambil melepas pakaian yang aku pakai.
...----------------...
Selesai mandi, aku duduk di bebatuan tepi sungai. Sembari menikmati suasana alam yang begitu indah. Sambil mengompres luka memar dengan kain yang telah aku basahi.
"Wah.. di sini tanaman obat tumbuh di mana-mana. Bahkan di tepian sungai juga tumbuh sangat subur." Ucapku merasa takjub melihat begitu banyak tanaman obat.
Dulu aku bahkan susah payah memanjat gunung demi mencari tanaman obat, itupun sangat sulit aku menemukannya. Sedangkan sekarang ini di mana mataku memandang di situ ada berbagai macam tanaman obat.
Aku pun memetik tanaman obat di pinggiran sungai dan menumbuknya untuk dibalurkan ke luka memar di perutku.
"Dipikir-pikir situasi ini sangat aneh. Jika ini mimpi aku tidak akan merasakan sakit. Tapi sekarang aku merasakan sakit karena luka ini." Ucapku sambil mengoleskan tanaman obat.
"Berarti ini dunia nyata, tapi mengapa aku kembali muda? Tapi sewaktu aku muda tubuhku tidak sebagus ini." Ucapku lagi sambil berfikir keras.
"Apa aku masuk ke dunia lain? Bagaimana dengan tubuhku yang sudah berumur itu?" Semakin memikirkan hal itu semakin pusing pula kepala ku ini.
Sudahlah akan aku nikmati saja apa yang ada di depan mata. Jangan memikirkan yang tidak-tidak. Nanti cepat muncul kerutan di wajah cantikku ini.
Aku berusaha menepis pikiran negatif yang ada di benakku.
Mungkin ini hadiah untukku yang sudah bekerja keras dari muda sampai tua di masa lalu. Dulu aku hanya berusaha mencari banyak uang, sekarang saatnya ku ubah dengan mencari lelaki tampan dan uang untuk masa depanku yang lebih cerah. Aku harus mencari bibit yang baik dan berkualitas tinggi.
"Tapi lelaki seperti apa yang akan ku pilih nanti ya? Apakah yang sudah berumur seperti umurku dulu, atau yang masih muda?" Aku membayangkan lelaki yang mungkin aku pilih.
"Asalkan tubuhnya kuat dan wajahnya tampan serta berbakat mungkin bisa aku pertimbangkan." Ucapku sambil senyum-senyum sendiri macam orang gila di tepi sungai.
"Hemm..." Gumamku sambil memandangi aliran air sungai.
Sungai kecil dengan air yang sangat jernih ini ternyata di dalamnya terdapat banyak ikan air tawar yang tumbuh dengan sangat baik. Nampak tubuh ikan-ikan itu sangat segar dan ukurannya besar-besar. Ada banyak udang dengan ukuran besar pula yang bersembunyi di bebatuan.
"Banyak sekali ikan di sungai ini, besar-besar pula pasti dagingnya sangat tebal dan enak sekali kalau dimasak." Ucapku sambil mengelap air liur.
'Kcupuk-kcupuk'
Tiba-tiba ikan-ikan itu berlarian menjauhiku seakan tau apa yang sedang aku bicarakan.
"Hm.. sekarang aku biarkan kalian lari, tunggu saja nanti kalian pasti akan menjadi menu makanku hahaha.." ucapku sambil tertawa jahat.
Seketika aku memikirkan banyak menu makanan enak yang terbuat dari ikan. Aku jadi ingin memakan ikan sayur kuning, ikan bakar pedas manis, ikan saus asam manis dan lainnya.
'krruyuk..'
Perutku berbunyi, setelah memikirkan makanan enak pasti aku merasa lapar. Sepertinya siang ini sudah waktunya ikan-ikan itu menjadi santapanku.
"Bersiaplah kau ikan, aku datang.. Hahaha."
"Hm.. gimana caraku menangkap ikan-ikan itu ya?" Gumamku sambil mendekapkan ke dua tanganku.
"Lihat saja walaupun tubuhnya itu besar-besar tapi larinya cepat sekali. Apa kalian pelari maraton?" Membuatku semakin bingung saja mencari cara untuk menangkapnya.
Baru ditatap saja ikan-ikan itu langsung berlarian seperti melihat hantu saja. Atau jangan-jangan..
"Hm.. Aku tau, pasti kalian semua pada salah tingkah karena yang menatap kalian itu wanita secantik diriku." Ucapku sambil menyibakkan rambut panjangku.
"Tenang saja, akan aku olah dagingmu dengan sebaik mungkin. Jadi kemarilah, mendekatlah ke padaku." Aku berusaha mendekati ikan yang sedang bergerombol.
'Cpakk - Cpakk.'
Ikan itu terus menghindar melarikan diri dariku. Sudah dari tadi aku mengendap-endap tapi percuma saja. Satu ekor pun belum ada yang berhasil aku tangkap.
"Argh.... menyebalkan sekali, kesabaranku sudah habis." Aku berteriak sambil memegang kepalaku yang sudah mulai memanas.
"Hey, lama kelamaan akan ku racun saja kalian semua." Kakiku sudah mulai berkerut karena kedinginan.
Aku pun naik ke atas, di tepian sungai sambil terus menatap ikan-ikan gendut itu yang kembali bergerombol dengan teman-temannya seperti sedang mengejekku.
"Dasar ikan gendut tukang ngerumpi." Ucapku marah-marah ke ikan yang ada di sungai.
"Tidak bisa, ini tidak bisa dibiarkan terus-terusan begini. Nanti yang ada aku mati kelaparan." Ucapku sambil menggelengkan kepala.
Aku berjalan menuju gubuk untuk mencari alat yang bisa aku gunakan untuk menangkap ikan, namun hasilnya nihil juga.
"Kenapa alat untuk menangkap ikan saja tidak ada, semiskin apa pemilik asli tubuh ini.." Ucapku geram.
"Huft.. ya sudah aku coba buat bendungan saja."
Akhirnya aku putuskan untuk membuat bendungan dengan menyusun batu agar ikan-ikan itu tidak bisa kabur lagi.
Belum sempat menyusun batu tiba-tiba ikan-ikan itu mendekat ke arahku.
"E.eh.. nanti dulu dong belum selesai ini bendungannya. Jangan ke sini dulu."
"Bukan begini aturan mainnya, ah.. sudahlah yang penting bisa nangkep nih ikan." Aku langsung menangkap ikan yang mendekat ke kaki ku.
"Hap, yey.. akhirnya dapat juga.." Aku sangat senang karena sudah satu jam lebih tidak mendapatkan ikan akhirnya dapat juga.
"Beres deh, jadi tidak perlu melanjutkan bikin bendungannya." Kini sudah ada empat ekor ikan yang berhasil aku tangkap.
'Cpakk-Cpakk'
"Loh-loh, yah.. kabur lagi tuh ikan." Satu ikan berhasil lolos dan kembali berenang ke sungai.
Ikan-ikan itu memberontak, jadi aku biarkan lolos karena memang dari awal aku hanya akan menangkap dua ekor ikan saja.
Aku pun membawa ikan yang ku tangkap menuju gubuk untuk aku masak.
Di dapur dalam gubuk. Aku berjalan menuju tempat memasak ternyata menggunakan tungku yang memakai kayu bakar. Tapi nampaknya kayu bakar di penyimpanan sudah habis.
"Apa berarti aku harus mencari kayu bakarnya dulu dengan menahan perut laparku ini?" Aku mendengus kesal.
Akhirnya mau tidak mau aku berjalan keluar gubuk untuk mencari kayu bakar.
Ketika sedang mencari kayu, mataku tanpa sengaja tertuju di sebuah gundukan tanah berumput tidak jauh dari gubuk.
"Hm.. aku sangat penasaran." Ucapku sambil berjalan menuju gundukan tanah.
Sesampainya di dekat gundukan tanah itu, aku terkejut. Ternyata itu merupakan sebuah pemakaman.
"Makam siapa ini?" Aku mendekat ke makam dan tiba-tiba kepalaku sangat pusing.
"Akh.. sepertinya aku mau kesurupan. Apa aku akan menjadi aing macan?"
Aku terjatuh duduk, sebuah ingatan melintas di benakku. Makam ini milik nenek yang tinggal di gubuk tua sekaligus nenek yang sudah mengasuh pemilik asli tubuhku ini.
Tubuh ini memang sangat mirip sekali dengan tubuhku, tapi ternyata tubuh yang saat ini aku tempati adalah tubuh milik orang lain yang sepertinya sudah tidak ada lagi di dunia ini.
Namaku Rayna, sebelum aku berpindah ke dunia ini, dulunya aku adalah seorang kepala asosiasi dokter bedah di Rumah Sakit ternama.
Sebenarnya aku ahli dalam bidang pengobatan apapun. Tapi karena menurutku menjadi dokter bedah adalah pekerjaan yang paling cepat menghasilkan uang banyak. Jika dibandingkan dengan hanya menjadi peramu obat tradisional. Aku hanya memikirkan soal mana yang lebih menguntungkan di dalam hidupku. Jadi aku lebih memilih pekerjaan itu.
Hal itu yang ku yakini selama hidupku sebagai dokter, karena bagaimanapun aku yang hanya seorang yatim piatu dari panti asuhan dari kecil hidupku miskin dan tidak memiliki apapun. Jadi aku berusaha lebih keras dari siapapun agar bisa menjadi kaya.
Namun kenyataannya, aku setelah menjadi dokter bedah yang setiap waktu melihat banyak pasien hampir kehilangan nyawa. Bahkan tidak sempat memikirkan seberapa besar bayaran yang aku terima. Karena yang ada di fikiranku saat itu hanya bagaimana cara agar tetap bisa menyelamatkan nyawa seseorang sebanyak mungkin.
Maka dari itu, terkadang aku pun juga mengeluarkan uang pribadiku untuk membayar biaya operasi pasien yang tidak mampu membayar.
Hidupku enak dan tidak kekurangan apapun. Banyak para koas yang diam-diam mengidolakanku. Namun karena terlalu bersemangat mengumpulkan uang, maaf maksudku karena semangat kerjaku ini tinggi, jadi aku sampai sering lupa waktu istirahat.
Begitu aku tersadar dengan usiaku yang sudah tidak muda lagi, akhirnya memutuskan bahwa aku yang selama ini gila kerjaan saat ini juga akan angkat kaki dari dunia kerja untuk menikmati kekayaanku.
Aku sudah menyia-nyiakan masa mudaku dan kini usiaku bahkan sudah 45 tahun namun masih belum menikah juga karena terlalu sibuk mencari harta.
"Aku sungguh menyesal hidup hanya mendekam di ruang operasi!" Seketika mataku berkunang-kunang lalu..
'Klap' gelap.
Saat membuka mata aku sudah berada di sini, ditubuh ini, dan hidupku malah jadi miskin seperti ini.
"Argh... uangku! Hidup mewahku! Dimana kalian semua." Teriakku frustrasi.
"Kya..! Kaget aku, apa ini tiba-tiba ada layar." Ucapku terkejut melihat sebuah layar muncul tepat di depan mataku.
"Apa lagi ini?" Ucapku sambil mencoba menyentuh layar tembus pandang itu.
Layar itu berisi seperti online shop, terdapat berbagai jenis barang yang dijual. Ada situs penyimpanan juga ternyata.
"Hm.. seperti di novel fantasi yang pernah aku baca." Ucapku sambil mengangguk.
"Tapi.. apa-apaan sistem ini, masa tidak ada yang gratis. Semuanya berbayar, mana aku juga tidak punya uang sepeserpun." Ucapku kesal.
Bagaimana aku tidak kesal, semua yang disediakan oleh sistem terkunci dan harus dibeli menggunakan uang untuk mendapatkannya.
"Lihat pakaian lusuh anak ini, sudah pasti dia tidak punya sepeserpun uang."
"Ah sudahlah, aku mau makan dulu untuk mengisi perutku ini." Aku berusaha bangun untuk kembali mencari ranting pohon kering yang berjatuhan.
Di depan tungku untuk memasak. Ternyata tidak ada korek untuk menyalakan api, aku pun membuat api dengan teknik bor busur atau apalah itu.
"Huhu.. Ternyata sulit juga, tidak semudah yang biasa aku lihat di Yubut." Tanganku sampai lecet dan capek sekali menggerakan busur kayu itu.
Tapi aku tidak boleh menyerah, ini demi kelangsungan hidupku.
Tidak lama kemudian setelah aku mempercepat gerakan tanganku dengan stabil akhirnya api berhasil aku buat.
Karena tidak ada apapun di dapur, jadi setelah ikan dibersihkan lalu akan aku tusuk menggunakan ranting untuk ku bakar saja sampai matang.
"Hm... lembut sekali daging ikan ini, rasanya juga sangat manis padahal tidak ditambahi bumbu apapun." Aku langsung menyantap habis ikan bakar ini sampai kenyang.
Tanpa terasa, hari sudah menjelang malam. Suasana hutan menjadi menakutkan, tidak ada listrik hanya ada pencahayaan dari tungku api.
Ikan tadi siang masih tersisa dua ekor untuk makan malam ini. Setelah membakar ikan, aku juga merebus air untuk minum.
Di dapur ini hanya ada peralatan seperti pisau dapur, kuali, panci, teko, gelas bambu, piring, keranjang dan rantang. Peralatan itu pun sudah retak-retak beberapa ada yang sudah tidak bisa dipakai lagi.
Suhu di hutan semakin dingin, namun di gubuk hanya ada pakaian tipis. Andai saja ada selimut tebal atau jaket untuk aku pakai.
Entah bagaimana nasib penghangat ruangan yang baru aku beli di duniaku dulu. Aku belum sempat menikmatinya.
"Besok aku harus berkeliling hutan mencari jalan keluar barangkali di luar sana ada manusia hidup selain diriku." Ucapku sambil memakan ikan bakar.
"Aku harus secepat mungkin untuk mendapatkan uang."
...----------------...
Ke esokan hari, aku segera bersiap diri untuk pergi berkeliling hutan. Aku membawa keranjang dari dapur untuk memuat beberapa benda tajam seperti pisau dapur dan kapak yang biasa digunakan untuk memotong kayu bakar sebagai senjata.
Aku harus selalu waspada dan berjaga-jaga karena takut ada hal buruk yang terjadi.
Di sepanjang jalan terbentang luas, banyak sekali tanaman obat yang tumbuh liar.
"Wah, ada kelinci.. ayam hutan juga ada." Mataku berbinar melihat banyak mangsa.
"Aku tandai kalian semua akan ku masukkan ke daftar menu makanku selanjutnya hahaha."
Hutan ini sangat luas, karena takut kesasar sepanjang perjalan aku membuat tanda. Aku ini pelupa sekali kalau soal arah jalan.
Tidak lama kemudian, aku sampai di sebuah perkebunan di tengah hutan.
"Siapa yang membuat perkebunan buah dan sayur di sini?" Aku melihat sekeliling.
"Woah.. subur sekali tanaman-tanaman yang ada di sini." Aku mendekat ke tanaman buah.
Ada buah naga, apel, jeruk, strawberry, nangka dan lainnya. Mereka berbuah lebat, sungguh berjalan di sini seperti berada di surganya buah-buahan.
Bersebelahan dengan tanaman buah, ada pula berbagai macam sayuran yang juga tumbuh subur.
"Apa aku bisa memiliki perkebunan ini? tidak ada yang punya kan?" Ucapku bersungguh-sungguh.
"Siapapun itu hay pemilik kebun, kebunmu ini untukku saja ya? Akan sayang sekali kalau sampai buah dan sayur sebanyak ini cuma dianggurin saja." Teriakku meminta izin ke pemilik kebun yang tampaknya tidak ada.
"Iya, silahkan semua kebun ini untukmu saja." Jawabku ke diri sendiri.
"Baiklah, sekarang kebun ini menjadi milikku hahaha. Hebat sekali diriku ini." Aku pun segera memetik beberapa macam buah dan sayur.
...----------------...
Aku sudah berjalan kesana kemari, namun sepertinya memang tidak ada siapapun disini, hanya ada aku sendirian.
"Hm.. memangnya tidak ada pemukiman di sekitar sini ya?" Aku berhenti sejenak di bawah pohon besar untuk mengisi perutku yang lapar ini.
"Wah.. enak sekali buah apel ini..eum.. buah yang lainnya juga sama-sama enak." Aku sangat bersemangat mencoba buah-buahan yang sudah aku petik tadi.
"Tubuhku merasa kembali segar setelah memakan buah-buahan ini. Apa karena sudah lama tidak makan buah ya?"
Matahari sudah mulai tenggelam, aku pun kembali ke gubuk dan berencana melanjutkan perjalanan lagi besok.
Aku mencoba lewat jalan lain namun masih satu arah menuju gubuk. Tidak disangka-sangka aku menemukan harta karun lain di hutan ini.
"Kyahaha.. ternyata di sini juga banyak sekali tanaman berharga!" Ucapku sangat senang.
Di sebelah sini, banyak sekali umbi-umbian, pohon kelapa, pohon bambu, dan lainnya yang membuatku semakin kegirangan.
"Wah.. ada pohon tebu juga tanaman padi, semua yang ku butuhkan hampir ada semua di sini." Hal ini membuatku semakin bersemangat menjalani hidup.
"Ini sih bakal bikin aku tambah betah banget di sini, tidak perlu kerja bisa makan enak sepuasnya." Ucapku.
Aku mencoba mencabut tanaman singkong untuk makan malam nanti sebagai sumber karbohidrat.
"Eng.. em.fuah.. berat sekali. Alot, percuma saja aku coba tarik sekuat tenaga." Nafasku sampai ngos-ngosan dan keringat pun bercucuran.
"Tidak bisa lagi, sudah cukup aku tidak kuat. Tanganku sakit sekali, aku harus mencari alat untuk ku jadikan tuas buat mencongkel singkong dari bawah." Ucapku sambil mengelap keringat.
Akhirnya aku menemukan dahan pohon yang sepertinya kuat.
"satu dua tiga, em.. Huah..Kya.." Aku terjungkal jatuh ke tanah, namun akhirnya berhasil mengangkat singkong dari dalam tanah.
"Woah.. besar dan banyak sekali singkong ini." Ucapku merasa puas akan hasil dari jerih payah yang telah aku lakukan.
Aku pun pulang ke gubuk dengan full senyum sepanjang jalan. Bernyanyi dan menari sambil berjalan. Suasana hatiku sedang dipenuhi kebahagiaan.
Sepertinya hutan ini aman, selama di perjalan aku belum melihat adanya tanda-tanda binatang buas atau binatang yang tampak berbahaya.
...----------------...
Sesampainya di gubuk, awan mendung menutupi langit yang cerah diikuti angin besar. Aku segera masuk ke dalam gubuk.
'Jderr!'
Suara petir menyambar dengan suara pepohonan yang tertiup angin kencang, ditambah posisiku sekarang berada di tengah hutan sendirian membuat suasana makin menegangkan.
'Jblakk! Brug!'
"Kya...atapnya hilang!" Teriakku sambil merunduk.
Tiba-tiba atap jerami terbang terbawa angin kencang, air hujan pun segera membasahi seisi gubuk begitupun denganku.
Aku tidak tau harus berlindung ke mana, alhasil aku masuk ke bawah kolong dipan.
"Huhu.. dingin sekali.. baru saja bersenang-senang kenapa jadi begini." Ucapku sambil menggigil kedinginan.
Akan lebih berbahaya jika aku keluar dari gubuk, karena banyak pepohonan tinggi dan besar. Apalagi lokasi gubuk dekat dengan sungai ditambah semuanya basah karena air hujan.
Aku terus meringkuk di bawah dipan sampai hujan petir mereda.
Setelah hujan reda, kondisi gubuk benar-benar hancur.
"Bagaimana ini, aku tidak memiliki pengalaman dalam hal pertukangan." Ucapku sedih.
"Atap gubuk itu tinggi, sedangkan tidak ada tangga di sini. Apa aku harus membuat tangga sendiri? Huhu.. kenapa hidupku jadi seperti ini." Ucapku sedih.
Karena semua pakaian yang aku punya haya ada dua dan itu pun basah semua karena hujan. Jadi aku tetap memakai pakaian basah sambil mencari kayu untuk membuat tangga.
'Ctak-ctak Brakk!'
"Berat sekali kapak ini." Baru saja memotong satu kayu saja tenagaku sudah habis.
"Ah.. bodoh sekali aku, kenapa malah pakai kayu? bukannya ada bambu yang lebih mudah di buat tangga?" Aku pun langsung bergerak menuju tempat tanaman bambu berada sambil membawa pisau dapur dan kapak.
...----------------...
Setelah cukup memakan waktu yang lama, akhirnya aku berhasil membuat tangga bambu.
"Huft.. akhirnya atapnya sudah terpasang lagi." Ucapku sambil mengelap keringat dingin.
Tubuhku sudah mencapai batasnya, aku melepas pakaian yang ku pakai di dalam gubuk. Aku ingat sepertinya masih ada kain yang tersisa dan aman dari terpaan hujan. Memang kainnya tidak terlalu besar dan nampak kotor, kain itu ada di dalam panci tertutup yang biasa aku pakai sebagai cempal saat mengangkat panci saat panas.
Mau bagaimana lagi dari pada aku mati kedinginan. Suhu tubuhku juga semakin tinggi.
"Uhuk-uhuk, sepertinya aku demam." Aku memeriksa tubuhku.
Malam itu aku dalam kondisi tubuh yang demam tinggi dan kedinginan. Meringkuk di atas dipan yang lembab karena terkena air hujan.
Gelap, hanya ada cahaya bulan yang nampak terang sehabis hujan. Aku sungguh tidak berdaya, tidak ada siapa pun yang bisa aku mintai tolong. Sebelum aku benar-benar menutup mataku yang terasa sangat berat. Samar-samar aku melihat ada bayangan seseorang yang masuk ke dalam gubuk.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!