"Berhenti di perempatan jalan, aku akan turun sendiri!" Kata seorang wanita paruh baya dengan topi pandoranya.
Sang supir pribadi menoleh, dan menjawabnya dengan lugas "Baik, Madam!"
"Baiklah, Billy setelah aku keluar kau boleh pulang ya. Aku akan menemui calon menantuku," ujar wanita paruh baya itu sembari membenarkan topi pandoranya.
"Baik, Madam."
Wanita paruh baya yang masih cantik itu menuruni mobil, dibantu oleh supir pribadinya. Ia meraih telapak tangan sang supir, yang saat ini sedang membantunya menuruni mobil. Wanita paruh baya bernama Isabella Alexandra itu, berhasil turun dari mobil. Kemudian sang supir menutup pintu mobilnya kembali.
"Oke, sekarang kamu boleh pergi!"
Sang supir memberi hormat, dengan menundukkan kepalanya sembari menyimpan tangan kanannya didepan dada. Dan, Isabella memberikan isyarat supaya supir bernama Billy tersebut segera pergi dari pandangan nya. Wanita paruh baya itu, melepaskan sarung tangan yang dipakainya, dan memasukkannya pada tas branded miliknya.Ya memang, sedari tadi ia memakai sarung tangan.
Karena, ia adalah wanita bangsawan yang sangat mengedepankan mode alias fashion yang saat ini sedang populer di kalangan kelas atas.Tidak hanya itu, dengan adanya sarung tangan, menurutnya bisa melindunginya dari virus agar tidak terkena penyakit.Tapi, untuk kali ini ia akan melepaskan sarung tangan tersebut. Karena, ia sedang menjalankan sebuah misi perjodohan untuk anak semata wayangnya tersebut.
"Ya ampun, gang ini begitu kumuh. Bagaimana bisa anak itu tinggal di tempat seperti ini?" batinnya.
Padahal, Negara Etiora adalah sebuah negara yang sangat makmur, dan juga terkenal dengan kekayaan alam serta budaya nya. Tapi itu menurut penglihatan dunia saja, kenyataannya tidak demikian. Ketika Isabella Alexandra yang seorang sosialita ini turun langsung ke lapangan. Untuk mencari alamat rumah gadis yang selama ini menjadi target calon menantunya. Ia begitu tercengang dengan apa yang saat ini dilihatnya. Kemudian membaca alamatnya, dan anak perempuan yang ia cari selama ini kebetulan sekali sedang keluar dari rumahnya. Rumah kayu bercat coklat dengan lampu penerang yang lucu tertempel pada dinding pintu masuk itu, menghiasi rumah kuno tersebut.
"Ya Tuhan, mengapa rumah inipun sangat tidak layak huni. Nak, Ibu datang untuk menolongmu. Semoga kamu tidak menolak tawaran Ibu." batin Isabella.
"Permisi Nak, apakah ini rumah Hannah Louise?" Tanya Isabella berpura-pura tidak mengenal gadis cantik berpakaian sederhana di depannya tersebut.
Gadis bernama Hannah itu memiringkan kepalanya, kemudian ia mengangguk mengiyakan.
"Benar, ada perlu apa ya mencari saya?" tanyanya.
Isabella tersenyum lebar, "Oh Astaga, ternyata kamu sendiri ya? Hahahaha," ia tertawa kecil.
Hannah menggaruk kepalanya yang tidak gatal tersebut. Ada apa ya Ibu ini mencariku,batinnya.
Wajah Isabella tiba-tiba saja memelas, ia kemudian menyentuh kedua tangan gadis itu"Nak, bisakah saya masuk? Ibu ingin sekali berbicara dengan kamu!"
Hannah mengangguk ragu, ia nampak malu-malu mempersilakan Isabella masuk ke dalam rumahnya.
"Terima kasih ya Nak!" Ujar Isabella sembari memasuki kediaman Hannah.
Setelah masuk, Hannah menutup pintunya, dan mempersilakan Isabella duduk di sofa sederhana miliknya "Silakan duduk Bu!" katanya.
"Terima kasih, Nak."
Gadis itu mengangguk, kemudian dia berkata, "Bu, ingin meminum apa? Saya akan menyiapkannya sekalian saya akan membuat camilan untuk Anda."
"Dia memanggilku Ibu, ini pertanda yang baik. Biasanya orang-orang akan memanggilku Madam. Tapi, memang Hannah ini anak kampung, jadi mana tahu sebutanku. Mungkin disini sama rata, memanggil orang yang lebih tua dengan sebutan Ibu atau Bapak. Ah aku tidak peduli, aku bahagia saat dia memanggilku seperti itu." batin Isabella.
"Ibu, Anda tidak apa-apa kan?"
Isabella menggeleng
"Oh iya Nak, bisakah Ibu membantumu. Ibu sungguh tidak pernah ke dapur sebelumnya, jadi ibu sekalian belajar dari kamu. Bolehkan?" Tanya Isabella penuh harap.
Sementara itu, Hannah mengernyit heran. Ia jadi semakin penasaran, sebenarnya apa tujuan wanita paruh baya itu datang bertamu ke rumahnya. Dia menatap Isabella dari atas hingga bawah, dan sudah tertebak jika Isabella itu bukanlah orang sembarangan.
"Ehm, Iya Bu mari ikuti saya!" Ujar Hannah sembari mempersilakan Isabella mengikutinya.
Mata Isabella berbinar, saat mendengar jawaban dari calon menantunya tersebut.
"Ibu mau minum apa?"
"Ibu, mau minum teh hangat saja. Karena, saat ini sedang musim penghujan."
"Ah iya, baiklah Ibu mari saya ajari anda." kata Hannah.
Isabella mengangguk pertanda setuju.
"Baik Ibu, kalau begitu pertama kita akan merebus air dulu."
Dengan senang hati Hannah memberitahu cara membuat teh hangat. Terlihat sekali ia memang gadis mandiri tidak seperti calon menantunya yang berselingkuh itu, Sofia Delbara. Yang merupakan seorang wanita sosialita yang terkenal di negara ini. Desainer papan atas, yang sangat terkenal di kalangan kelas atas. Memiliki karier yang cemerlang membuat wanita itu lupa diri. Padahal, dulunya ia hanyalah wanita biasa, bahkan Daniel sendirilah yang meminta padanya dan suaminya untuk membiayai pendidikan Sofia. Begitu lulus, Sofia membuka butik pakaian untuk kalangan kelas atas awalnya desainnya tidak disukai. Tapi, sebagai calon mertua yang baik, ia membantu Sofia mengenalkan desain buatan wanita itu pada rekan-rekannya sesama sosialita. Dan usahanya berhasil, Sofia kini telah menjadi desainer sukses dan juga memiliki label pakaian sendiri, yaitu D.S collection.
Namun, sayang sekali kepercayaannya telah dinodai oleh perselingkuhan wanita itu dengan rekan bisnis anaknya. Sudah beberapa kali, ia memergokinya berada di hotel yang sama dengan rekan bisnis putranya tersebut. Membuat dirinya menaruh curiga dan mau tidak mau menyelidiki kedekatan keduanya. Ternyata benar dugaannya, Sofia berselingkuh dengan Mike rekan bisnis putranya. Bukti-bukti perselingkuhan mereka sudah ia dapatkan. Tapi sayang sekali, anaknya itu tidak mempercayai dirinya. Padahal sebagai seorang Ibu, ia tidak ingin melihat putranya menderita. Putranya itu tidak percaya kalau Sofia selingkuh dengan Mike. Padahal bukti-bukti nya sudah sangat kuat, dan Daniel masih tetap tidak percaya. Justru pria itu memutuskan untuk menikahi Sofia tiga bulan lagi.
Hal itu membuatnya sangat kecewa, putranya sendiri tidak mempercayai dirinya sebagai seorang Ibu. Masih terngiang di telinganya, saat Daniel mengatakan kalau itu hanyalah rekayasa. Sebab, jaman sekarang banyak sekali rekayasa seperti itu. Bukan hanya foto, tapi video juga banyak yang bisa direkayasa.
"Ibu, tehnya sudah jadi. Mari kita hidangkan!" Kata Hannah sembari membawa teh buatannya dengan nampan.
Membuat Isabella tersadar dari lamunannya, dan mengangguk mengiyakan,"Baik Nak, terima kasih. Ibu bantu bawa tehnya, biar kamu bereskan saja dapurnya."
"Tidak Ibu, biar saya saja. Setelah menghidangkan teh dan camilan saya akan segera membersihkan dapur, Ibu nikmati saja teh dan camilan nya."
"Baik Nak, terima kasih ya!"
Hannah mengangguk, kemudian ia menyajikan makanan dan minumannya. Setelah itu, ia berpamitan dan kembali ke dapur untuk membereskan peralatan yang tadi dipakainya. Sementara itu, Isabella menunggunya kembali. Sehingga, wanita paruh baya itu duduk begitu sopan menunggu sang calon menantunya.
Bersambung
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Isabella bisa berbicara dengan calon menantunya.
"Ibu akan langsung pada intinya saja. Tujuan dari kedatangan ini adalah Ibu ingin kamu menjadi istri dari anak ibu. Daniel William, CEO DWAN Group. Kamu pasti tahu kan?" tanya Isabella terus terang.
Sementara itu, Hannah yang sedang meminum teh hangatnya itu terkejut, dan, hampir saja menyemburkannya pada wanita paruh baya di depannya itu.
"Anda bercanda, kan?" Tanya Hannah sembari menatap wajah Isabella.
Wanita paruh baya itu tertawa sembari menutup mulutnya dengan anggun. Ia kemudian meraih jari-jemari sang calon menantu idamannya itu "Nak, Ibu mohon padamu, tolong menikahlah dengan Daniel. Ibu ingin memiliki menantu seperti kamu." Jawab Isabella sembari menunjukkan wajah melasnya.
"T-Tapi Bu, Tuan Daniel kan sudah memiliki tunangan. Saya tidak bisa menerima ini, saya tidak pantas menjadi menantu Anda." Katanya sembari melepaskan genggaman tangan Isabella.
"Nak, Ibu mohon!"
Hannah menatap wajah cantik wanita paruh baya di depannya ini. Ia menghela napasnya, "Bu, pernikahan itu bukanlah sebuah lelucon, saya tidak bisa menerima ini. Meskipun saya membutuhkan uang, tapi, saya tidak mau menjadi penghancur hubungan Tuan Muda Daniel, dan Nona Sofia!"
"Ibu tahu, tapi pikirkanlah baik-baik, Nak. Usiamu juga sudah memasuki usia pernikahan, kamu berhak bahagia. Begini saja, besok kita bertemu dengan Daniel. Kita bicarakan ini dengannya, supaya kalian saling kenal juga." Ucap Isabella sembari menggenggam erat tangan calon menantunya tersebut.
"Kenapa ibu ini bersikeras untuk menikahkan aku dengan putranya? Bukankah, ini tidak boleh dilakukan, sebab Tuan Daniel sudah memiliki calon istri. Lalu, mengapa beliau menjodohkan aku dengan anaknya?" batin Hannah.
"Nak Hannah, ibu sepertinya ingin membuang air kecil. Bolehkah Ibu menumpang ke toiletmu?" tanya Isabella.
Terlihat sekali, wajah Isabella pucat menahan hasrat buang air kecilnya. Sehingga, Hannah dengan senang hati mengantarnya pergi ke toilet.
"Baik Ibu, mari saya antar!"
Setelah berjalan sekitar satu menit, akhirnya Isabella bisa melihat toilet juga. Kemudian, Hannah pamitan padanya untuk kembali ke dapur, karena sepertinya cemilan yang tadi dibuatnya sudah jadi. Sehingga, ia meninggalkan Isabella sendiri dan Isabella pergi ke toilet untuk membuang air kecil.
Beberapa menit kemudian, Isabella keluar dari toilet. Dia dikagetkan dengan sebuah bingkai photo yang jatuh dari atas dinding. Seketika, bulu kuduknya bergidik. Lalu, ia berjalan ke arah bingkai yang jatuh tersebut. Lalu, setelahnya ia membalikan bingkai foto tersebut. Betapa terkejutnya ia saat melihat sosok yang dikenalnya ada di dalam bingkai itu. Seketika, air matanya mengalir tanpa kompromi. Ia teringat pada sahabatnya, Elizabeth yang menikah dengan pria biasa bukan dari kalangan atas. Bahkan Elizabeth rela hidup sederhana dan meninggalkan semua hartanya hanya demi menikah dengan Rovan .
"J-jadi, Hannah adalah putri Elizabeth? Ya Tuhan, tindakanku ternyata memang benar. Baiklah, aku tidak akan menyerah, Eliza aku akan menikahkan anak-anak kita."
Isabella kembali ke ruang tamu, ia melihat anak sahabatnya itu dengan tatapan nanar,"Selama ini kamu sudah hidup menderita Nak? Aku akan membawamu keluar dari kesengsaraan ini!"batinnya.
"Bu, Anda kenapa?" Tanya Hannah yang melihat Isabella menatapnya begitu dalam.
Wanita paruh baya itu menggelengkan kepalanya,"Ibu tidak apa-apa Nak, oh iya bolehkah Ibu bertanya padamu?"
"Ya silakan!"
Isabella meminta Hannah untuk duduk di sampingnya, kemudian ia menanyakan perihal Elizabeth pada Hannah. Lalu, Hannah menceritakan semuanya pada Isabella kalau selama ini Elizabeth diperlakukan seperti sampah oleh suaminya sendiri. Makanya Hannah takut untuk menikah, apalagi dengan Daniel yang notabenenya pria sukses di negara ini.
"Jangan dipikirkan, Ibu akan membujuk Daniel. Dia anak yang baik kok. Ibu yakin, dia akan menyukai kamu. Karena, kamu anak yang baik, Hannah."
Hannah menggelengkan kepala, "Bu, saya keberatan. Karena, Tuan Daniel sudah memiliki tunangan. Tolong jangan begini,"katanya memelas.
"Nak, percayalah pada Ibu. Besok kita bertemu Daniel ya!"
Hannah hanya bisa pasrah, wanita paruh baya di depannya ini memang sulit ditebak.
"Ibu pulang dulu ya, kamu jaga diri baik-baik!"
"Iya Bu, hati-hati di jalan ya!"
Isabella tersenyum, ia kemudian mengusap punggung Hannah dan berpamitan padanya.
***
"Mama, aku enggak mau! Gak mikirin tentang perasaan Shofia ya? Bagaimana kalau dia tahu aku menikahi gadis lain?"
Isabella memandang wajah putra semata wayangnya tersebut, ia kemudian menggenggam tangannya."Nak, bisakah kamu bertemu dengan Hannah dulu, setelah itu kamu boleh menolak permintaan Mama. Tolong jangan cepat menolaknya!"katanya.
Daniel menatap nanar sang Ibu, bisa-bisanya Ibunya ini memintanya untuk menikahi wanita lain? Padahal, jelas-jelas ia telah memiliki seorang tunangan yang sebentar lagi akan menikah dengannya. Lalu, mengapa ibunya ini begitu ngotot agar ia menikahi wanita pilihannya. Sungguh tidak masuk akal, pikirnya.
Isabella menghela napas panjang, ia kemudian menarik tangannya kembali, "Sudahlah, kamu memang tidak sayang Mama. Silakan saja kamu berbuat sesukamu. Mama, tidak peduli lagi!"
Mendengar nada bicara ibunya yang penuh penekanan itu, alhasil Daniel meminta maaf pada Ibunya dan setuju untuk menikah dengan wanita pilihan sang ibu. Meskipun dia sangat mencintai Shofia, kalau ibunya sudah marah dia pasti akan menyetujuinya,"Baiklah, Daniel setuju. Asalkan, Daniel bertemu dengannya dulu secara langsung. Setelah itu, barulah membuat surat perjanjian."katanya.
Isabella tersenyum lega, ia kemudian memeluk tubuh putra semata wayangnya tersebut. Lalu, ia mengusap punggung anak tercintanya itu.
"Ya sudah, ini sudah malam kamu istirahatlah!"
"Baik Ma."
Daniel menghela napasnya dan membuangnya kasar saat sang ibu membalikkan punggungnya. Pria itu segera memasuki kamarnya, dan merebahkan diri pada ranjang king size nya tersebut.
Ia teringat perkataan ibunya, dulu sebelum Ibunya itu menyukai wanita bernama Hannah dan menuduh kekasihnya selingkuh,"Ranjang ini sudah lama kamu beli, tapi Shofia masih belum mau menikah denganmu. Apa yang kurang dari kalian sekarang?Apapun sudah didapat. Mengapa masih menunda-nunda pernikahan?Kalau begini caranya, kapan keluarga William akan mendapatkan seorang penerus?"
"Maafkan aku Shofia, aku ingin membahagiakan Mama."batin Daniel.
Pria itu menatap foto kekasihnya yang tertempel di dinding kamarnya, ia melipat kedua tangannya sebagai bantalan. Kemudian, ia bangkit dari ranjangnya dan mencari tahu tentang gadis bernama Hannah, tentunya informasi itu dari Ibunya. Di sana tertulis kalau Hannah adalah pemilik toko bunga "Elizabeth" yang berada di pinggir jalan kota ini. Tepat sekali tokonya bersebelahan dengan kantor perusahaannya. Jadi, besok ia bertekad untuk menemui gadis itu sebelum jam kerja ke kantornya.
"Hannah Louise, pemilik toko bunga Elizabeth. Usia 29 tahun. Hmmm, hanya berbeda 3 tahun denganku. Baiklah, aku akan menemuinya. Aku penasaran, seperti apa wanita itu?" batinnya.
Ia kemudian menghubungi bawahannya,
Asisten pribadi Daniel:"Hallo Tuan Muda, ada apa?"
Daniel :"Besok pukul 07.00 kamu jemput aku, Benny!"
Asisten pribadi Daniel:"Hah? Pagi-pagi sekali Tuan. Ada jadwal mendesak kah? Kok saya lihat besok enggak ada jadwal apapun, cuma bekerja seperti biasanya."
Daniel:"Jangan membantah, tidak sopan tahu!"
Pria itu langsung mematikan ponselnya, sementara itu Benny mengernyit heran. "Yang benar saja?"umpatnya.
Bersambung
"Mengapa pagi-pagi sekali Tuan Muda?" Tanya Benny penasaran.
"Jangan banyak tanya, segera kita berangkat!"kata Daniel ketus.
"Baik, maafkan saya Tuan,"Benny menganggukkan kepalanya dan segera mengemudikan mobilnya.
Dalam perjalanan, Daniel terus terbayang ucapan kedua orang tuanya semalam. Terutama ucapan sang ayah, yang mengatakan kalau dulu sebenarnya ayahnya itu tidak mencintai Ibunya. Mereka menikah murni karena aliansi, agar memperkuat keluarga keduanya. Tapi, makin lama cinta itu tumbuh dengan sendirinya. Jadi, mereka menyarankan agar ia menikah dengan wanita pilihan mereka, apalagi ibu dari Hannah wanita adalah sahabat dari ibunya. Jadi, meskipun sudah bertunangan dengan Shofia, ia mungkin akan menikah di catatan sipil dengan Hannah. Ia rasa ini hanya akan sementara saja, tidak mungkin untuk selamanya. Sebab, cintanya hanya untuk Shofia seorang.
"Berhenti di toko bunga itu, Ben!"
Mobil itu terhenti begitu Daniel memberikan perintah, Benny kemudian menepikan mobil itu di sebuah toko bunga. Ia keluar, lalu membukakan pintu mobilnya untuk sang atasan.
"Terima kasih, Benny!"
Benny menganggukkan kepalanya, dan menutup pintu mobilnya kembali.
"Benny, kamu pergi duluan saja. Ada sesuatu yang ingin saya lakukan di sini!"
Benny sekali lagi menganggukkan kepalanya, lalu ia kemudian berpamitan dan memasuki mobilnya. Sementara itu, Daniel melangkahkan kakinya menuju toko bunga tersebut. Sementara itu, Hannah baru saja membukakan pintu tokonya, ia kemudian menyiapkan segala keperluannya. Lalu, tanpa di duga keduanya beradu pandang, gadis itu tersenyum sembari menampilkan deretan giginya dan menunjukkan mata indah bulan sabitnya. Sementara itu, Daniel masih berdiri mematung menatap gadis yang ada di hadapannya.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?"Tanya Hannah sambil menghampiri Daniel.
Daniel menganggukkan kepalanya, "Nona bisakah Anda bantu saya untuk memilihkan bunga yang bagus untuk kekasih saya?"
"Tentu saja, tapi tunggu sebentar ya Tuan. Saya masih belum buka, jadi Anda duduk dulu di sini. Sebentar, saya ambilkan camilan dan teh hangat untuk anda!"Kata Hannah sambil mendorong kursi, dan mempersilakan Daniel untuk duduk di sana.
"T-terima kasih, Nona."
Hannah menganggukkan kepalanya, ia kemudian berlalu dan meninggalkan Daniel yang telah duduk di kursi yang dia sediakan.
"Daniel, apa yang kamu lakukan?Kenapa bodoh sekali sih, seharusnya kamu katakan apa yang sebenarnya membawamu ke sini. Bodoh!"batin Daniel.
Seolah tengah merutuki kebodohannya, Daniel nampak begitu gelisah. Ia berdiri dan mondar-mandir tidak karuan, saking gelisahnya. Sampai-sampai menabrak Hannah yang hendak menyediakan teh dan camilan untuknya. Pada akhirnya, camilan dan teh yang hendak Hannah sediakan justru jatuh berserakan di lantai. Dan membuat pakaian keduanya kotor karena air teh yang terciprat pada pakaian keduanya.
Namun, Hannah segera bangun dan meminta maaf pada Daniel, ia juga mengulurkan tangannya untuk Daniel. Dan, tanpa sadar Daniel meraih uluran tangannya, pria itu bangkit dan melakukan hal yang sama dengan Hannah. Keduanya kini saling meminta maaf,"Maafkan saya tidak sengaja!Tidak, saya yang salah!" kata mereka berbarengan.
Setelah kejadian itu suasana canggung seketika menghampiri keduanya.
"Emh, anu Tuan. Pakaian Anda kan basah, saya punya handuk dan kebetulan di depan sana ada toko pakaian lelaki. Bagaimana kalau Tuan mandi dulu, saya akan belikan pakaian untuk Tuan sebagai tanggung jawab. Tunggu sebentar!" Hannah meletakkan nampan berisi gelas kosong ke atas meja.
Sementara itu, Daniel segera ke dalam sesuai arahan Hannah. Pria itu segera pergi ke kamar mandi, guna membersihkan diri. Sebab, terkena air teh begitu banyak di bagian atas tubuhnya. Membuatnya terasa begitu tidak nyaman.
***
Daniel keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk kimono yang diberikan oleh Hannah. Pria itu berjalan sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk yang telah disiapkan juga.
Sementara itu, Hannah sedang membeli pakaian untuk ukuran Daniel, di toko sebrang jalan, "Totalnya berapa Brian?"
"Totalnya 250.000!"
"Ini uangnya, terima kasih ya!"
"Sama-sama, Hannah. Oh iya, pakaian ini pasti untuk pria tadi ya? Aku lihat dia saat dia turun dari mobilnya, kelihatannya orang kaya. Tapi, kenapa kamu kasih baju yang murah? Ah aku tahu, pasti pacarmu itu bukanlah orang yang cerewet ya. Aku turut bahagia, akhirnya sahabatku yang manis ini memiliki kekasih lagi. Jangan lupa, nanti kita double date ya!"cerocos kasir di toko itu, alias Brian sahabat Hannah.
"Double date apanya? Dia itu...."
"Hannah, kenapa kamu di sini?" ucapan Hannah terpotong oleh seorang pria yang baru saja datang ke toko pakaian ini, ia adalah mantan kekasih Hannah.
Hannah menoleh menatap pria itu,"Bukan urusanmu, itu Brian aku pergi dulu ya. Sampai jumpa!"
Pria itu menatap nanar kepergian sang mantan kekasih, "Apakah benar tidak ada kesempatan untukku?"ujarnya lirih.
"Jimmy, Jimmy mengapa kau bodoh sekali? Wanita secantik Hannah kau sia-siakan dulu. Sekarang menyesal kan, telah mengkhianatinya?" sindir Brian, sahabat Hannah.
"Aku dulu merasa gengsi memiliki kekasih seperti Hannah. Makanya aku selingkuh dengan Irene bunga sekolah. Tapi, setelah aku selingkuh dan putus dengan Hannah. Kenapa rasanya aku begitu merindukannya? Dia sungguh sangat berbeda dengan Irene. Hannah begitu langka dan unik, di negara kita wanita seperti dia hanya ada satu atau dua saja bisa terhitung dengan jari. Sungguh aku menyesal!"
Brian menatap wajah sedih temannya, dia memukul pundak Jimmy, "Sudahlah ikhlaskan saja, Hannah sudah bahagia. Dia telah memiliki kekasih, makanya dia belanja di sini. Mungkin kekasihnya sedang mandi, jadi dia yang belanja ke sini!"
"Apa? Kamu bilang dia punya kekasih? Benarkah? Memang, sepertinya aku tidak memiliki kesempatan lagi untuk bersama Hannah. Ya Tuhan, mengapa Engkau menghukum aku seperti ini!"
"Sudahlah, jangan berlagak nelangsa. Hannah sudah bahagia, doakan saja kebaikannya. Kau juga harus menyusulnya, agar kau bahagia. Jangan begini, tidak baik!" kata Brian menasihati Jimmy.
Hannah kembali ke toko bunga, ia kemudian mengetuk pintu ruangan istirahatnya. Daniel membukakan pintu tersebut, dan menemui gadis itu. Melihat Hannah yang merenung sambil memeluk erat pakaian yang dibelikannya, membuat Daniel merasa heran, dan penasaran,"Kamu kenapa?" tanya nya.
Hannah menggelengkan kepala, "Tidak apa-apa, ini pakaian untuk Anda Tuan. Saya, mau beres-beres dulu!"
Daniel yang merasa ada yang janggal dengan wajah pucat pasi Hannah, membuatnya memberanikan diri menggenggam tangannya,"Katakan dengan jujur kamu kenapa?" bentaknya.
"Tuan, ini tidak pantas. Anda ini bukan siapa-siapanya saya, jangan berlebihan!"ujar Hannah sambil menepis tangan Daniel dari pergelangan tangannya.
"Nona Hannah, aku calon suamimu. Aku berhak tahu apa yang terjadi padamu saat ini!"
Mendengar Daniel membentaknya Hannah menoleh, menatap nanar wajah tampan di depannya itu,"Apa? Anda putra Ibu Isabella? Daniel William?"
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!