NovelToon NovelToon

Devil Become Angel

Transmigrasi

Mata Happy terbuka lebar, dan dia menguap dengan lebar sambil meregangkan lengannya. Dia berkedip perlahan, dan yang terlihat di pandangannya adalah sebuah ruangan besar berisi sofa dan meja. Jendela-jendelanya besar dan sinar matahari menyelinap masuk melalui tirai.

Jelas sekali bahwa ruangan ini bukan kamarnya. Dengan gugup, dia segera berdiri dan berjalan mengelilingi ruangan itu. Ada lukisan-lukisan kuno di ruangan itu.

Tempat tidur yang dia tiduri tadi memang besar, tetapi hanya menempati seperempat ruangan. Dia menemukan cermin besar dan memperhatikan sosok yang terpantul di dalamnya.

Menoleh ke cermin, dia menatap pantulannya sebelum jantungnya berdebar kencang. Dia menyentuh pantulan itu dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya menyentuh pipinya.

Rambut lurus panjang berwarna merah tua. Mata tajam berwarna biru menatapnya balik. Tubuh ramping dalam balutan gaun tidur, tangan selembut kulit bayi yang baru lahir. Kulit seputih dan sehalus porselen.

"Apa yang...."

Happy tidak bisa meneruskan kalimatnya saat menyadari bahwa ini bukan tubuhnya.

Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu sebelum sebuah suara berbicara.

"Nona, apakah Anda sudah bangun?"

Pintu didorong terbuka dan berdiri di sana seorang laki-laki muda berpakaian seperti seorang pelayan. Happy menatapnya sebelum melontarkan kata-kata yang tidak ingin dia ucapkan dengan lantang.

"Siapa kamu?"

...****************...

Namanya Winda Happy Azhari. Dia lebih senang dipanggil Happy daripada dipanggil Winda oleh orang lain. Dia seorang pekerja kantoran yang harus bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore dan itu adalah hal yang sangat melelahkan baginya. Tetapi dia punya hobi yang bagaikan penyembuh baginya, yakni menulis.

Dia suka sekali menulis. Dia bahkan mengunggah karya aslinya secara daring yang dibaca dan disukai oleh banyak orang. Karyanya sangat populer hingga dia berhasil menjadikannya buku dan terjual begitu banyak. Dia duduk di depan laptopnya, melihat-lihat komentar yang ditinggalkan pembaca sebelum tersenyum sendiri.

Singkatnya, buku yang dia tulis ini mengisahkan tentang putri seorang bangsawan yang secara tak sengaja menarik perhatian putra mahkota Kerajaan Everwood di sebuah pesta dansa. Cinta mereka pun bersemi sejak saat itu. Sebuah kisah cinta yang manis dan lembut yang membuat siapa pun yang membacanya terisak-isak.

Namun, semua kisah cinta pasti selalu memiliki penjahat atau antagonis di dalamnya, yang kebetulan adalah putri seorang bangsawan dari keluarga Hester bernama Elizabeth Catherine Hester.

Elizabeth sangat mencintai dan bahkan terobsesi dengan sang pangeran sepenuh hati, sehingga ketika dia melihat wanita lain menarik perhatian pangeran, dia pun marah dan dipenuhi kecemburuan.

Dia sering menyiksa protagonis wanita setiap ada kesempatan, bahkan menggunakan pengawal pribadinya sendiri untuk melakukan perbuatan kotornya.

Sang protagonis wanita selalu dilindungi oleh pangeran, sang putra mahkota sehingga semua usaha Elizabeth sia-sia. Dan karena taktik Elizabeth yang sia-sia, dia malah semakin mendekatkan protagonis wanita dan Pangeran. Pangeran dan protagonis wanita pun jatuh cinta dan tak seorang pun bisa memisahkan mereka.

Sedangkan Elizabeth, dia meninggal secara tragis karena ulah pengawal pribadinya yang sudah muak dengan perbuatan jahatnya.

Namun, yang terjadi sekarang Happy malah tiba-tiba bertransmigrasi ke novel karyanya sendiri dan malah menjadi tokoh antagonis dalam novelnya.

Hal terakhir yang dia ingat adalah dia tengah tidur di apartemennya setelah memutuskan untuk menulis buku lain. Hal berikutnya yang dia sadari, dia malah berada di dunia yang dia ciptakan sendiri.

...****************...

Kini dia duduk di sofa di kamar dengan canggung, bingung harus berbuat atau berkata apa ketika laki-laki itu menuangkan teh ke dalam cangkir didepannya.

Rambut pria itu hitam dan disisir rapi ke belakang, tetapi beberapa helai rambutnya dibiarkan tak tergerai, sehingga tetap rapi di sisi kanan.

Dia memiliki mata hitam yang tajam dan ketika kau menatapnya, rasanya cukup mengintimidasi. Namanya Alexander.

Happy mengucapkan terima kasih dalam hati, lalu perlahan meminum teh yang diseduh Alex. Matanya terbelalak kaget. Tehnya sungguh nikmat, teh yang tidak akan bisa dia dapatkan di dunianya.

"Nona," kata Alex begitu Happy meminum teh yang diseduh nya.

Happy menatap Alex, menunggu apa yang akan dikatakannya selanjutnya. Tatapannya tajam ke arah Happy, membuatnya merinding.

"Apakah Nona kehilangan ingatan?" Tanya Alex.

Happy menjilat bibirnya yang kering sebelum menjawabnya.

"Tidak juga..."

Alex mengangkat alisnya dengan curiga, "Lalu kenapa tadi Anda bertanya siapa saya, Nona?" Tanya Alex.

Mata Happy melirik wajah Alex dan tehnya. Dia telah membaca banyak buku dengan kejadian-kejadian seperti ini, tetapi tak pernah menyangka bahwa dia akan mengalaminya sekarang. Dia mempertimbangkan pilihannya sejenak sebelum memutuskan untuk mengikuti firasatnya.

Happy menoleh ke arahnya, dia menjawab, "Aku bercanda."

'Semoga dia tidak bertanya lebih banyak lagi?' pikir Happy.

Alex menatap Happy dengan pandangan tidak yakin, namun mengangguk.

"Saya mengerti." Ucap Alex.

Happy kembali meminum tehnya, merasa senang karena Alex tidak bertanya lebih lanjut. Setelah sekian lama terdiam, dia melirik Alexander dengan waspada. Alexander berdiri diam seperti patung, posturnya sempurna. Jika ada yang melihatnya tanpa mengetahui identitasnya, mereka akan langsung mengira bahwa dia seorang bangsawan.

Alexander kemudian menyadari bahwa Happy sedang menatapnya. Sambil tersenyum dia berbicara dengan sopan.

"Apakah Anda butuh sesuatu, Nona?" Tanya Alex.

Happy menggeleng, mengalihkan pandangannya.

"Tidak apa-apa." Jawab Happy.

Di balik senyuman Alex itu tersimpan kebencian. Pengawal pribadi Elizabeth yang Happy ciptakan dalam novelnya sangat membenci Elizabeth.

Sejak kecil, Elizabeth selalu bertingkah seperti anak manja, yang menganggap dirinya lebih tinggi dari orang lain dan menganggap orang yang lebih rendah darinya hanyalah sampah.

'Mari kita ingat tentang Alexander.' ucap Happy dalam hati.

Alexander adalah pengawal sekaligus pelayan pribadi Elizabeth, karena dialah yang menemaninya sejak usia 12 tahun. Alexander hanyalah seorang pengemis miskin di jalanan, dan kebetulan bertemu dengannya. Awalnya, Elizabeth berniat mengabaikannya dan bahkan mungkin mengusirnya, tetapi ketika melihat wajahnya, dia pun menerimanya.

Mengapa? Karena Alexander tampan, meskipun berlumuran tanah. Jadi, Elizabeth membawanya masuk ke dalam rumahnya dan menjadikannya pelayan pribadinya.

Setiap kali Alex berbuat salah, dia akan memarahi dan membentaknya, bahkan mengacungkan tangan atau membuatnya kelaparan sampai hampir mati. Bahkan sampai mencambuknya sampai berdarah. Sungguh Elizabeth adalah antagonis yang pantas ditenggelamkan di lubang neraka.

Happy bergidik, mengingat latar belakang yang telah dia tulis. Ini pasti karma karena menulis hal sekejam itu.

'Ya Tuhan, ampuni aku. Aku ingin pulang sekarang. Aku akan mengubah latar belakang cerita ini dan memberikan kehidupan yang lebih baik untuk karakter-karakter ini. Jadi, kumohon, izinkan aku pulang...' pinta Happy dalam hati.

Happy tenggelam dalam pikirannya, menangis dalam hatinya, tidak menyadari Alexander sedang menatapnya dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca.

Bersambung...

Alex Curiga

Keesokan harinya ketika Happy atau sekarang sebut saja Elizabeth, terbangun, dia berharap semua yang terjadi padanya hanyalah mimpi dan dia bisa kembali ke apartemen mungilnya. Namun, dia kecewa karena ternyata dia masih berada di dunia ciptaannya sendiri.

Meskipun Elizabeth tidak merasa baik-baik saja, dia harus menghadapi saja semuanya dan berusaha mencoba untuk melewati dunia novel buatannya ini. Dia berpikir, mungkin setelah cerita ini selesai, dia akan bisa kembali ke dunianya sendiri.

Elizabeth kembali berpikir, meskipun dia tidak melakukan apa pun sebagai tokoh penjahat dalam cerita ini, maka pasti wanita lain akan melakukan hal yang sama kepada sang protagonis wanita karena sang pangeran mahkota sangat populer di kalangan wanita yabg memperebutkan nya.

'Mungkin aku lebih baik menghindari tokoh utama wanita dan menunggu hingga cerita ini berakhir dengan dia dan pangeran bisa bersama.' pikir Elizabeth.

Dia lalu menoleh ke arah Alex dan bertanya, "Hari apa sekarang?"

Alex menjawab pertanyaannya.

"Ini tanggal 20 Januari, Nona."

"Tahun?" Tanya Elizabeth lagi.

"1746 Nona." Jawab Alex.

'Setahun sebelum dewasa!' ucap Elizabeth dalam hati.

Dalam latar dunia novel ini, usia enam belas tahun adalah masa kedewasaan yang berarti Elizabeth hanya tinggal menunggu setahun lagi sebelum cerita dimulai.

Elizabeth merasa perutnya berdebar-debar, membayangkan bagaimana dia bisa menyaksikan kisah cinta yang telah dia ciptakan sendiri. Dia merasa sudut bibirnya melengkung ke atas, tetapi segera dia cegah, mengingat Alex masih ada disana.

Meskipun dia bahagia, dia tahu apa yang akan terjadi pada peran antagonis dalam kisah ini yang sekarang diperankan oleh dirinya sendiri.

Setahun setelah menginjak usia enam belas tahun, dia akan dibunuh. Agar hal itu tidak terjadi, dia tidak perlu mengubah alur cerita. Melainkan dia hanya perlu mengubah sosok dirinya yang merupakan sosok Elizabeth yang jahat menjadi baik dan membujuk Alex untuk tidak membunuhnya.

Dengan memikirkan hal itu, Elizabeth diam-diam menghibur dirinya sebelum beralih ke Alex.

"Alex!" Seru Elizabeth.

"Ya, Nona?" Balas Alex.

"Apa kau sudah makan?" Tanya Elizabeth lagi.

Alex menatapnya, bingung dengan perilakunya yang berbeda. Elizabeth tersenyum sambil menunggu dengan sabar sampai Alex menjawab.

Setelah jeda yang lama, akhirnya Alex menjawab,"Ya, Nona. Saya bangun pagi, jadi saya sudah sarapan terlebih dahulu."

'Ah, masuk akal juga...' gumam Elizabeth dalam hati, bertanya-tanya apa lagi yang bisa dia katakan, tetapi Alex malah mendahuluinya.

"Mengapa Anda tiba-tiba bertanya, Nona?" Tanya Alex.

"Aku cuma penasaran, soalnya kalau kamu belum makan, aku pasti nanya kamu mau makan bareng aku atau tidak..." Ucap Elizabeth.

Jawabannya membuat Alex semakin bingung karena cara bicaranya juga berbeda.

Melihat Alex yang tidak membalas pertanyaannya, Elizabeth meraba-raba jarinya sebelum berbicara sekali lagi.

"Ayo... ayo kita keluar?" Ajak Elizabeth.

Mendengar usulannya, Alex tersentak dan mengangguk sebelum membungkuk.

"Kalau begitu, saya akan menyiapkan kereta untuk Nona." Ucap Alex.

Elizabeth cepat-cepat menggelengkan kepalanya.

"Tidak! Ma... maksudku taman, ya, ayo kita pergi ke taman!" Seru Elizabeth.

Alex mengedipkan matanya pada Elizabeth sebelum mengangguk.

"Oh begitu, maaf atas kesalahpahaman ini Nona" Ucap Alex.

Dia terisak dalam hatinya.

'Aku ingin pulang...'

Keduanya keluar dari kamarnya dan berjalan menuju taman. Elizabeth tak bisa menyembunyikan kekagumannya pada taman itu. Taman itu sungguh indah, warnanya begitu hidup dan cerah, namun tak pernah tampak bertabrakan.

Elizabeth bisa merasakan betapa tukang kebun di rumah ini begitu peduli dan merawat bunga-bunganya.

'Aku salut padamu tukang kebun!' seru Elizabeth.

Dia mulai berjalan-jalan di taman, mendapati semuanya tampak menarik. Happy sebenarnya tidak pernah menulis persis seperti apa rumah tokoh antagonis Elizabeth dalam novelnya, selain mengatakan bahwa rumah itu begitu indah sehingga orang-orang yang berkunjung pun selalu berusaha untuk tinggal lebih lama karena keindahannya.

'Gak pernah menyangka semuanya akan seindah ini..' gumam Elizabeth lirih pada dirinya sendiri.

Dia lalu mengusap jarinya pelan pada bunga-bunga itu. Kemudian dia merasakan sesuatu menyentuh jarinya. Elizabeth menunduk dan menyadari bahwa dia telah menusuk dirinya sendiri dengan duri. Darah mengucur deras, tetapi tidak parah karena hanya duri.

"Nona, Anda baik-baik saja?" Tanya Alex sambil mengeluarkan sapu tangan dari saku dada jaketnya.

Alex hendak menyeka darah dari jari Elizabeth ketika dia secara naluriah mengisap jarinya. Elizabeth tidak merasa risih dengan darah itu, tetapi dia pun menyadari betapa terkejutnya Alex dengan tindakan yang dia lalukan barusan. Dia pun menyadari apa yang telah dia lakukan tanpa sadar.

'Sial...' umpatnya dalam hati.

Dengan cepat, dia mengeluarkan jarinya dari mulutnya dan tersenyum gugup.

"Eh, ayo kita kembali ke dalam dan bersihkan luka ini," kata Elizabeth, mencoba mengalihkan perhatian Alex ke hal lain.

Sebelum Alex sempat membalas ucapannya, dia sudah lari kembali ke dalam, mengutuk dirinya sendiri dalam hati karena begitu bodoh dan melakukan kebiasaan yang tidak dilakukan seseorang dalam dunia novelnya ini terutama keturunan bangsawan sepertinya.

Seorang pelayan kemudian membantunya membersihkan lukanya dan memasang plester kecil.

Dia menggumamkan "terima kasih" kecil dan melihat raut terkejut di wajah pelayan itu.

Setelah itu, sepanjang hari dia memutuskan untuk tidak keluar kamar dan memusatkan seluruh pikirannya. Dia harus merencanakan lebih jauh ke depan tentang apa yang harus dia lakukan selanjutnya, kalau tidak, dia akan benar-benar mati sesuai dengan isi novel yang ditulisnya.

Alex tidak berdiri terlalu jauh atau dekat dari Elizabeth, jarak mereka pas. Elizabeth duduk di mejanya, mengambil beberapa lembar kertas, sebuah pulpen, dan menuliskan pikirannya di sana. Karena Elizabeth adalah pencipta dunia ini, jadi dia tahu latar dan sejarahnya. Dia menuliskan semua yang dia ketahui dan ingat di kertas, termasuk setiap karakter yang dia ciptakan dan latar belakang mereka.

Dia tak perlu khawatir Alex akan melihat dan mencoba membacanya karena bahasa di sini berbeda dengan yang dia tulis. Setelah selesai menulis semuanya, dia menatap kertas itu sebelum mengangguk puas, lalu memasukkannya ke dalam laci mejanya. Dia bangkit dan meregangkan tubuhnya sebelum melihat ke luar jendela.

Matahari tampak terbenam, dengan perpaduan warna jingga, kuning, dan merah, menciptakan gradasi warna ombre yang indah di langit. Elizabeth mengagumi pemandangan sejenak sebelum Alex berkata bahwa dia akan keluar untuk menyiapkan air mandi untuknya.

Sambil mengangguk, Elizabeth bergumam, "Terima kasih."

Alex tak berkata apa-apa dan membungkuk, meninggalkan kamarnya. Ketika pintu tertutup, Elizabeth menghela napas panjang, bahunya merosot. Baru sehari dan dia sudah merasa sangat lelah. Dia merasa telah menganggap remeh hidupnya sebelum datang ke dunia novel ini.

Bersambung...

Berlanjut

Tak lama kemudian, Alex kembali untuk memberi tahu Elizabeth tentang mandinya. Elizabeth berjalan ke kamar mandi dan berendam dengan santai di air hangat yang nyaman. Untungnya, ketika dia meminta para pelayan untuk membiarkannya mandi sendiri, mereka diam saja dan pergi tanpa bertanya.

Elizabeth meniupkan gelembung ke dalam air, membiarkan otot-ototnya rileks di dalamnya.

Dia kembali ke kamarnya setelah mandi yang cukup lama, terbungkus jubah mandi panjang dan rambutnya terbungkus handuk.Dia duduk di depan meja rias dan mengeringkan rambutnya dengan handuk yang melilit kepalanya.

"Nona, saya bisa melakukannya untuk Anda," kata Alex sambil melangkah mendekat.

Elizabeth menatapnya melalui cermin dan mengangguk, "Ah baiklah." Ucapnya.

Alex mengambil handuk dari tangannya dan mengeringkan rambutnya dengan lembut, sambil memijat kulit kepalanya. Mata Elizabeth terpejam, menikmati momen ini. Dia benar-benar lupa bahwa dia seorang bangsawan dengan hak istimewa.

Sementara itu, Alex memperhatikan Elizabeth dengan mata elang. Mata Elizabeth terpejam rapat dan senyum santai tersungging di wajahnya. Alex menyipitkan mata, mengamatinya lebih dalam. Sejak kemarin, Elizabeth bertingkah aneh dan bahkan hari ini dia menulis dalam bahasa aneh yang belum pernah dilihat Alex sebelumnya.

Alex curiga, tetapi memutuskan untuk tidak mengatakan apa pun sampai dia bisa memastikan ada yang aneh dengan orang yang dilayaninya saat ini.

"Rasanya enak sekali...." gumam Elizabeth lirih, seakan-akan berbicara pada dirinya sendiri.

Satu-satunya hal yang bisa Alex komentari tentang nonanya adalah bahwa dia bertingkah aneh.

Nona yang dia kenal tidak pernah bertingkah seperti ini. Alex mencatat dalam benaknya untuk mengamatinya lebih dekat.

...****************...

Seminggu telah berlalu sejak Happy atau sekarang telah menjadi Elizabeth lahir ke dunia ciptaannya sendiri. Dia kini berusaha memperbaiki hubungannya dengan semua orang di rumah. Orang-orang pertama yang terlintas di benaknya adalah orang tua Elizabeth dan kakak laki-lakinya yang tiga tahun lebih tua darinya. Mereka jarang muncul di kisah novelnya, hanya muncul sebentar di beberapa bagian saja.

Elizabeth mewarisi mata tajam berwarna biru tua dan rambut merah dari ayahnya, membuatnya tampak tak mudah didekati dan jahat. Di sisi lain, kakak laki-lakinya mewarisi penampilan ibunya. Rambut pirang dan mata coklat. Wajahnya lebih lembut, membuatnya tampak lebih mudah didekati daripada Elizabeth. Namanya Robert Atlas Hester dan dia bekerja di istana.

Happy sebenarnya tidak perlu melakukan banyak hal karena sejak kecil mereka selalu menyayangi dan merawat Elizabeth, karena dia anak bungsu. Itulah sebabnya dia tumbuh menjadi wanita yang manja dan pemarah.

Elizabeth untuk sarapan, ayah dan ibunya sudah ada di sana.

"Selamat pagi, Ayah, Ibu." Ucap Elizabeth tersenyum sambil duduk di hadapan mereka.

"Selamat pagi Elizabeth," sapa ibunya, sambil tersenyum.

"Selamat pagi Elizabeth, bagaimana kabarmu?" Tanya ayahnya sambil tersenyum hangat.

Orang-orang mungkin mengira ayahnya itu dingin dan tegas, tetapi sebenarnya, dia sangat mencintai keluarganya dan kebalikan dari apa yang dipikirkan orang-orang.

"Aku baik-baik saja, bagaimana dengan ayah?" Tanya Elizabeth.

"Ayah sibuk dengan dokumen dan hal-hal lainnya." Balas sang ayah.

Elizabeth mengangguk sebelum mendengar langkah kaki. Menoleh ke samping, Robert yang sedang berjalan ke ruang makan untuk sarapan.

"Selamat pagi kakak," sapa Elizabeth.

Robert tersenyum hangat padanya dan membelai kepalanya.

"Selamat pagi." Balas Robert.

Ketika semua orang telah duduk, para pelayan meletakkan sarapan di hadapan mereka dan setelah mereka berdoa serta bersyukur kepada Tuhan atas makanan tersebut, mereka mulai makan.

"Oh iya, Elizabeth. Bukankah setahun lagi kamu akan menginjak usia dewasa?" Tanya Robert sambil menatap Elizabeth.

Elizabeth mengangguk sambil menggigit makanannya.

"Ya, Kak." Ucap Elizabeth tersenyum dan terkekeh.

"Apakah kamu sudah memesan gaun baru untuk acara khusus ini?" Tanya Robert.

Benar, setelah Robert menyebutkan hal itu, Happy jadi ingat bahwa Elizabeth memang sering membeli baju dan aksesoris baru. Karena ini acara besar dan sangat penting, Elizabeth yang asli pasti akan membuat gaun setahun sebelum acaranya berlangsung.

'Aku bahkan tidak menyangka karena aku membuat tokoh Elizabet seperti ini!' ucap Happy/Elizabeth dalam hati.

Elizabeth menahan napas dan menjawab pertanyaan Robert.

"Tidak, Kakak. Aku akan memesan gaunku beberapa bulan sebelum acaranya berlangsung." Ucap Elizabeth.

Garpu dan pisau yang berdenting di piring tiba-tiba berhenti berbunyi. Elizabeth pura-pura tidak menyadari ada yang salah dengan perkataannya.

“Ada apa? Apakah aku mengatakan sesuatu yang salah?” Dia bertanya, sedikit memiringkan kepalanya ke samping.

"Apakah kamu sakit?" Tanya ibunya tetapi dia menggelengkan kepalanya

"Aku baik-baik saja, ibu." Jawab Elizabeth.

"Ah! Lalu bagaimana dengan aksesorisnya? Aku yakin kamu ingin yang baru untuk dipadukan dengan gaunmu kan?" Tanya Robert.

Elizabeth menoleh ke arah Robert dan menggelengkan kepalanya lagi.

"Aku punya lebih dari cukup di kamarku. Membeli lebih banyak akan membuang-buang ruang dan uang, bukankah begitu, Kakak?" Ucap Elizabeth.

Robert mengerjap padanya sebelum menekan tangannya ke dahi Elizabeth.

"Tidak demam...." Ucap Robert.

Elizabeth meniup poninya pelan.

"Aku kan sudah bilang itu padamu, Kakak." Ucap Elizabeth.

"Ada apa denganmu, Elizabeth? Kau selalu menginginkan hal-hal yang baru dan cantik." Ucap ayahnya.

"Ayah benar, tapi aku baru sadar betapa tidak perlunya itu semua. Aku punya banyak gaun dan aksesoris. Aku juga tidak mau menyia-nyiakan uang kita. Aku tahu aku sudah bertindak buruk dan aku sedang berusaha memperbaikinya." Ucap Elizabeth.

Happy/Elizabeth menatap anggota keluarga barunya dan tersenyum.

"Aku juga ingin meminta maaf atas semua keributan dan kesalahan yang telah aku buat sejak masih kecil." Ucap Elizabeth.

Mereka menatapnya dalam diam. Elizabeth merasakan jantungnya berdebar kencang karena rasa cemasnya tak kunjung hilang setelah dia mengatakan semua itu.

Elizabeth lalu merasakan sebuah tangan di atas kepalanya. Dia mendongak dan melihat Robert menatapnya dengan senyum lebar dan hangat.

"Baguslah, kau belajar memperbaiki dirimu, Elizabeth," katanya sambil membetulkan kacamata berbingkai perak bundar di wajahnya.

"Ya, sebagian besar memang salah kami karena terlalu memanjakanmu sejak kecil," ucap ibunya setuju sambil mengangguk.

"Elizabeth, meskipun kau bersikap seperti itu selamanya, kami akan selalu mencintaimu. Ingat itu," kata sang ayah sambil tersenyum kecil.

"Ibu... ayah... kakak... terima kasih." Ucap Elizabeth.

Dia tersenyum lebar, kecemasan di dalam dirinya sirna begitu menyadari betapa baik dan pedulinya mereka pada dirinya. Sungguh, Elizabeth beruntung memiliki keluarga yang begitu penyayang dan memaafkannya.

Setelah sarapan selesai, suasana hatinya sangat baik. Setiap kali seorang pelayan menyapanya, dia akan tersenyum dan mengangguk. Sesuatu yang belum pernah dilakukan Elizabeth sebelumnya.

"Aku ingin tahu apa yang harus aku lakukan sekarang.." Ucap Elizabeth pada dirinya sendiri.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!