NovelToon NovelToon

Batas Sabar Mencintaimu

Setelah empat tahun pernikahan

"Nanti malam kita ke rumah mami."

Nara menganggukkan kepalanya dengan perasaan enggan. Jayandru-suaminya baru saja pulang kerja. Tepatnya baru pulang dari luar kota setelah seminggu lamanya tanpa kabar apa pun padanya.

Nara juga baru pulang dari kantornya, satu jam sebelum suaminya pulang.

Dia membantu suaminya melepaskan jasnya dan menaruhnya di tempat khusus pakaian yang untuk laundry.

"Masih belum ada tanda tanda?" tanya Jayandru sambil melonggarkan ikatan dasinya. Dia melirik istrinya.

Nara tau maksud ucapan suaminya. Dia menggeleng pelan sambil menunduk. Pertanyaan yang akhir akhir ini sering Jayandru gaungkan yang entah disadarinya atau tidak, sudah melukai hatinya.

Nara bisa bersikap masa bodoh kalo ada orang lain yang bertanya bahkan menyindirnya karena setelah empat tahun menikah belum juga hamil. Tapi sekarang, seperti penyakit menular, Jayandru juga mulai sering ikutan bertanya.

Ini bukan salahnya juga, kan? Suami juga bisa disalahkan, bukan hanya istri saja. Kalimat protes itu selalu dia teriakkan di dalam hatinya. Hanya di dalam hati.

Terdengar helaan nafas berat Jayandru.

"Kata kata mami nanti jangan kamu pikirkan," ucapnya sambil menerima handuk dari istrinya. Istri yang dia inginkan sejak mereka masih SMA. Demi Nara dia menolak gadis yang dijodohkan oleh maminya.

Nara ngga menjawab.

"Aku mandi dulu," pamitnya sambil melangkah ke kamar mandi tanpa menunggu Nara menyetujui keinginannya.

Nara menatap punggung tegap yang sudah menjauh memasuki kamar mandi. Dia sudah mandi tadi. Nara berpikir kalo Jayandru akan pulang besok. Ternyata komunikasinya dengan Jayandru sudah semakin buruk

Nara menghembuskan nafas panjang. Jayandru juga semakin dingin dan sibuk bekerja. Dia juga begitu. Sejak pertanyaan hamil makin sering dia dengar, demi kesehatan mentalnya Nara memilih makin sibuk bekerja.

Nara menyiapkan pakaian yang akan dikenakan suaminya, setelah itu bergegas ke dapur lagi. Setelah menikah, dia rajin mengaplikasikan resep resep yang ada di yutub. Kemampuan memasaknya juga sudah semakin meningkat, tidak seperti awal awal saat dia baru menikah.

Tadi Nara sedang memasak sup bakso ketika tiba tiba Dru pulang. Lebih baik dimakan sekarang selagi Jayandru mandi. Walaupun di rumah Jayandru sudah tersedia banyak makanan mewah, tapi lambungnya pasti akan meolak menerimanya.

Lebih baik goreng telor di rumah, begitu prinsipnya.

Sup bakso yang sudah terhidang masih hangat. Nara duduk kini menghadap makanan yang sempat menggugah seleranya sebelum Jayandru pulang.

Dia mulai menggigit pelan sub bakso itu dengan mata yang memanas. Semua perkataan orang tuanya terngiang lagi.

"Nara, kamu serius mau menikah dengan Jayandru?" Papanya yang otoriter memberikan pertanyaan dengan suara dalamnya.

"Iya, pa."

"Keluarganya ɓeda jauh dengan kita." Nara mengerti maksudnya. Keluarga Jayandu yang punya kerabat dengan orang orang penting di pemerintahan, berbanding terbalik dengan papanya yang lebih suka menjalin hubungan dengan kaum duafa.

Tapi keluarga besar Nara juga hedon walaupun ada yang hidup di batas garis kemiskinan.

Nara yang mendapatkan Jayandru dianggap sudah membuka peluang bagi keluarga besarnya. Awalnya hal itu tidak disadari oleh Nara, tapi kini jadi merepotkannya.

Pernikahan.yang harusnya tenang tapi malah dibumbui hal hal yang ngga perlu, terutama dari keluarga besarnya.

Dan yang anehnya setelah empat tahun ini pun keluarga besarnya ikut ikutan memojokkannya.

"Jangan sampai kamu dicerai Jayandru karena belum juga punya momongan, Nara."

"Lebih baik ijinkan Jayandru poligami. Kamu tetap bisa menikmati kekayaan Jayandru, kan."

Nara muak mendengarnya. Bahkan dia ngga pernah hidup hedon walaupun Jayandru memberinya uang dan kartu yang sangat banyak. Dia juga bekerja bukan seperti beberapa orang di keluarga besarnya yang selalu menadahkan tangan tapi kemudian menjatuhkannya ketika dia mengalami masalah besar.

Nara cepat membawa mangkoknya yang sudah kosong ke wastafel untuk dicuci ketika mendengar langkah Jayandru yang mendekat.

"Kamu belum ganti pakaian?"

"iya. Aku ganti sekarang." Setelah meletakkan mangkok yang sudah dia cuci di rak piring, Nara berjalan melewati Jayandru tanpa menatapnya.

Jayamdru menghela nafas perlahan. Dia menatap panci kecil yang ada di atas kompor.

Kenapa dia ngga menawarinya? Jayandru mendekat dan membuka tutupnya. Masih ada beberapa butir bakso di dalam sana.

Tadi dia mencari Nara setelah berganti pakaian dan mencium aroma harum dari arah dapur.

Jayandru mengambil mangkok dan mengambil sisa sup bakso itu. Dia tau, Nara selalu menghindari makan di tempat orang tuanya yang mulai cerewet menanyai calon cucunya. Istrinya lebih suka makan di rumah lebih dulu sebelum mereka pergi.

Dia mengira kabar yang dia sampaikan mendadak bisa membuat Nara terpaksa makan di rumahnya karena belum sempat memasak. Tapi ternyata Nara sudah membuat masakan untuknya sendiri sebelum dirinya pulang.

Enak, batinnya setelah mencicipi kuahnya. Kemudian menggigit baksonya.

Enak, pujimya lagi dalam hati. Sudah jarang dia mencicipi masakan istrinya karena kesibukannya. Nara juga begitu. Dia bahkan menolak tawaran darinya agar berhent bekerja saja, dan menemaninya melakukan kunker atau bekerja di ruangannya.

"Aku susah payah mendapatkan pekerjaan itu," tolaknya dulu.

Jayandru tau Nara sosok pekerja keras. Dia pintar, itulah yang membuat Jayandru tertarik. Juga wajah imut dan senyumnya yang selalu menenangkan.

Nara yang sudah mengganti pakaiannya tertegun saat melihat Jayandru.

Laki laki itu sedang menikmati sup baksonya.

Tatap mereka kini beradu. Jayandru menunjukkan mangkok kosongnya.

"Sisa tiga, jadi aku habiskan."

Nara mengangguk kaku.

Dia.mendekat dan mengambil mangkok kosong di tangan Jayandru.

"Aku saja." Kalo.mamimya tau anak kesayamgannya mencuci bekas wadah makanannya, dia pasti akan mendapat omelan.

Jayandru ngga menolak. Dia terdiam hingga Nara membilas mangkoknya.

Jayandru mulai mendekat dan menggelungkan kedua tangannya ke pinggang Nara membuat istrinya agak tersentak. Sebelah tangan Jayandru mengambil mangkok yang hampir terlepas dari tangan Nara dan meletakkannya ke rak piring.

Kemudian bergerak pelan ke atas perut Nara membuat istrinya mendes@h.

"Dru..... Nanti kita telat." Nara mencoba menolak tapi tubuhnya tidak.

Jayandru mengecup tulang selangka yang terbuka itu dengan lembut

"Aku rindu." Sudah hampir dua minggu Jayandru tidak mendapatkan jatah wajibnya.

Nara tidak bisa menolak lagi karena tangan tamgan Jayandru sudah mendarat di tempat yang tepat hingga suara suara desisan mereka yang sahut menyahut semakin intens terdengar.

Jayandru melepas gespernya dan mengangkat ujung rok Nara dan menurunkan underwearnya. Kemudian menuntaskan h@sr@t mereka di sana.

2. Terlambat

"Kita ke kamar?" bisik Jayandru sambil menggendong tubuh Nara seperti koala. Nara hanya bisa memeluk erat tubuh tegap Jayandru.

"Kita ke kamar?" bisik Jayandru sambil menggendong tubuh Nara seperti koala. Nara hanya bisa memeluk erat tubuh tegap Jayandru. Milik Jayandru masih berada di dalamnya. Setiap ayunan langkah yang dilalui Jayandru membuat Nara menggigit bibir untuk menahan des@hnya. Tapi sesekali tetap terdengar juga.

Jayandru seperti sengaja menyiksanya seperti itu. Karena bagi Jayandru silent treatment yang selalu dilakukan Nara akhir akhir ini sudah membuatnya hampir gila. Sekarang dia bisa mendengar suara indah Nara yang selalu dia rindukan.

Hanya saat saat begini saja dia bisa menaklukkan Nara. Kekeras hatian gadis itu akan langsung luruh. Sepenuhnya Nara akan menjadi miliknya. Tidak ada lagi penolakan dari gadis itu.

Kini istrinya sudah dia baringkan dan aktivitas panas kembali mereka lanjutkan lagi.

"Aku mencintaimu, Nara. Aku sangat mencintaimu." Selalu kalimat kalimat itu yang Jayandru katakan dalam menjemput g@ir@hnya. Nara hanya membalas dengan des@h@n dan rintih@n sambil memeluk tubuh suaminya erat.

Hingga Jayandru tersadar kalo mereka bisa terlambat untuk memenuhi undangan maminya

Harumnya percintaan mereka tidak mungkin ditutupi hanya dengan menumpahkan sebotol parfum saja.

"Kita mandi?" bisiknya menawarkan di dekat telinga Nara yang masih memejamkan mata.

Nata hanya mengangguk. Tulang tulangnya seakan dilolosi. Setelah dua minggu, sekarang Jayandru membuatnya kehilangan akal sehatnya.

Jayandru tersenyum. Dia pun membawa Nara ke kamar mandi ala brydal. Guyuran shower membasahi tubuh mereka.yang saling berpelukan.

Jayandru memanfaatkan semua kesempatan. Dia ngga tau kapan lagi bisa menuntaskan hasrat mereka setelah kembali dari rumah maminya. Selain itu mereka juga sangat sibuk. Nara juga ngga bisa menemaninya kunker besok, seperti istri istri teman kerjanya yang lain.

*

*

*

Nara selalu berharap kalo dia hanya bisa hidup berdua saja dengan Jayandru. Mereka saling mencintai. Tapi tentu saja ngga mungkin. Saat bercinta, Nara selalu merasa Jayandru adalah miliknya seorang saja. Tapi setelah sesi ini berakhir, semua cinta itu seakan berlalu pergi.

Sekarang mereka sudah tiba di restoran yang terletak di dalam hotel bintang lima. Nara yakin, ini bukan sekedar undangan biasa.

Jayandru juga ngga .mengatakan apa apa. Dia menggandeng tangan Nara. Mereka hampir telambat.

"Kalian terjebak macet?" tanya mami Adel saat menyambut kedatangan mereka. Dia memeluk Jayandru dan Nara bergantian. Untung Nara tetap berusaha keras mengeringkan rambutnya waktu di mobil hingga mami mertuanya ngga tau alasan hampir terlambat mereka yang sebenarnya.

Jayandru yang memperhatikannya diam diam menahan tawanya

"Iya, mam." Jayandru yang menjawab. Tapi kemudian dia tertegun ketika melihat ada Monica dan orang tuanya di sana. Tersenyum manis menatapnya.

"Monica dan keluarganya rupanya.ada di restoran ini, jadi mami ajak bergabung aja," ucap maminya seakan tau apa yang dipikirkan Jayandru dan Nara. Perkataan yang diucapkan maminya seakan tidak mengandung rasa bersalah sama sekali. Terutama terhadap Nara.

"Monica sudah lama bercerai. Dasar suaminya tidak bersyukur dan bertanggung jawab. Padahal Monica sudah memberikannya anak yang tampan."

Nara menahan nafasnya, juga lukanya. Dia berusaha tetap tersenyum seolah perkataan maminya bukan belati yang menghunjam tajam di dalam hatinya.

Jayandru melirik Nara yang tetap tenang seolah perkataan mami ngga berimbas apa pun padanya.

Monika dan putra tampannya yang baru berusia dua tahun mendekat.

"Marlo, kenalkan ini istri om Jayandru dan tante Nara."

Anak tampan itu tersenyum menggemaskan. Harus Nara akui, setiap mata yang menatapnya pasti akan timbul rasa suka. Ngga terkecuali Jayandru. Apalagi Monica mantan terindahnya.

Jayandru tanpa sungkan meraih Marlo begitu Monica menyerahkan padanya. Nara menatap nanar sesaat.

Mereka sudah seakrab itu? batinnya ngga percaya. Nara yakin ada yang disembunyikan Jayandru darinya.

"Monica juga anggota dewan, Nara. Mereka baru saja kembali dari kunker di tempat yang sama," jelas mami Adel membuat Nara harus benar benar menyembunyikan keterkejutannya.

Nara tidak menemani saat suaminya resmi disahkan menjadi anggota dewan, karena maminya yang kemarin suaranya kalah memintanya untuk menemani putranya di acara resmi itu. Nara tidak menolak, dia memberikan ijin dan haknya sebagai istri. Tapi ternyata Monica anggota dewan yang terpilih juga.

Ternyata ini maksudnya? Kenapa mereka harus menyembunyikan darinya? Jadi sejak itu atau sudah sejak lama? batinnya sakit.

Jayandru menghindar dari tatapan tajam Nara. Menyibukkan diri dengan Marlo.

"Marlo dekat sekali dengan Dru. Bahkan dengan papinya ngga begitu. Ya, kan, Monica."

"Iya, mam," jawabnya dengan senyum manis yang tersungging di bibirnya.

Lihatlah, dia masih memanggil mami pada mami Jayandru. Padahal hubungan mereka sudah lama berakhir.

"Kamu salah, sih, melepaskan Dru," tawa mami Adel tanpa merasa kalo hati mantunya terluka mendengar ucapannya.

Monica juga ikut tertawa.

"Ayo, ikut mami aja. Kasian papi Dru," ucap Monica yang tambah mengagetkan Nara.

Papi Dru?

"Biar nanti Jayandru terbiasa kalo sudah punya anak dari Nara," ucap mami Adel sambil menoleh pada mantu aslinya.

"Sudah positif, Nara?" tanya mami Adel melanjutkan ucapannya sambil menatap Nara dengan pertanyaan tak terduganya.

Walaupun sudah Nara prediksi, tapi dia ngga menyangka akan terlontar pada momen sekarang.

Nara menggeleng dengan perasaan malu yang muncul tiba tiba.

"Belum, mam."

Wajjah ceria Mami Adel berubah kesal.

Jayandru menatap Nara dengan raut bersalah.

Saat Jayandru akan memberikan Marlo ketika Monica terulur, Mami Adel mencegah.

"Biar Marlo sama Dru aja. Kamu kasian gendong gendong Marlo terus." Mami Adel malah menggandeng lengan Monica.

"Ngga apa, kan, Nara?" tanya mami Adel dengan tatapan masih kesal.

"Ngga apa, mam." Jawab Nara dengan lidah hampir patah.

"Ayo, bergabung, papi sama om om Dru sudah ngga sabar nunggu kalian."

Jayandru meraih jari jari istrinya, menggenggamnya.

"Ayo," ucapnya lembut sambil mengabaikan tangan maminya yang terulur padanya.

Mami Adel hanya mendes@h kesal, ketika putranya mengabaikannya. Tapi senyumnya terkembang lagi ketika Monica mengusap lengannya lembut.

"Ayo, sayang."

Nara harus punya sabar yang seluas samudra melihat sikap mami Jayandru dan juga keluarga besarnya yang lain. Perhatian mereka terfokus pada Monica dan Marlo. Karena Jayandru yang menggendong anak itu--suaminya juga harus berada di sana. Nara tetap berdiri di samping Jayandru, tapi sebagai pemeran kedua--pelengkap. Tidak ada yang mengajaknya berbicara hangat selain pertanyaan yang menyakitkan.

"Belum hamil juga Nara?"

"Kamu terlalu sibuk bekerja."

"Luangkan waktu lebih banyak dengan Dru."

Bahkan yang lebih menyakitkan terlontar perkataan dari mami Jayandru--suaminya dan mami Monica

"Marlo bisa jadi anak Dru, nih."

"Loh, maminya Marlo bagaimana? Ikut Dru juga?"

Anehnya mereka semua tertawa. Ngga merasa sama sekali sudah menyakiti hati seseorang yang lebih berhak ada di sana.

3. Kesal

"Besok berangkat bareng Dru aja, Monica," ucap Mami Adel ketika Jayandru menurunkan Marlo dan mendekatkan bocil itu pada maminya-Monica.

Nara reflek menoleh pada Jayandru yang tampak memasang wajah ngga enak. Jantung Nara berdetak makin cepat. Hatinya yang sudah terluka jadi tambah berdarah.

"Nara sibuk, sih, ya. Harusnya ngga usah kerja. Jadi bisa menemani Dru," ucap Tante Yanti dengan sikap agak menyayangkan keputusan Nara.

"Iya, Nara. Kamu juga kecapean, kan? Makanya sulit hamil, kan," sambung Tante Melani semakin membuat luka Nara makin dalam.

"Lagian apalagi yang harus kamu cari? Kalo uang, kan, Dru pasti bisa ngasih kamu berkali kali lipat dari gaji kamu," tukas Tante Yanti dengan wajah yang habis mikir. Keponakannya Dru sangat kaya raya, tapi Nara seperti ngga mau memanfaatkannya.

Mungkin hanya itu poin yang dia sukai dari Nara. Dia gadis pekerja keras dan tidak materialistis. Kalo perempuan lain yang jadi istri Dru pasti akan hidup dengan sangat hedon.

"Kami memang belum ingin punya anak, tante," bantah Jayandru membela istrinya.

"Masa? Sudah empat tahun, loh?" Tante Melani menatap Jayandru ngga percaya.

"Bohong dia. Buktinya sayang banget sama Marlo," kilah mami Adelnya kemudian tertawa berderai.

Kedua tante Jayandru pun tergelak.

"Artinya Dru sudah mau punya anak, Nara," tiimpal Tante Melani.

Kalo belum dikasih sama yang Di Atas, memangnya bisa apa, batin Nara kesal.

"Jayandru terlalu cinta sama kamu, Nara," ucap Tante Yanti di sela tawanya.

"Cinta saja tidak cukup. Sebentar lagi juga pudar. Empat tahun loh. Sudah cukup kesabaran Dru," timpal Mami Adel lumayan tajam dan menusuk hati Nara.

"Iya, Nara. Kalian harus segera hamil. Dru itu sayang banget sama anak anak. Marlo aja dimanja sama Dru." Mami Monica ikut menyahuti.

"Besok katanya mau dibelikan robot transformer lagi. Dru mau lengkapi koleksinya," tukas Mami Adel.

Lagi? Sebenarnya hubungan mereka sudah sejauh apa? Baru tiga bulan mereka dilantikkan? batin Nara mulai marah.

Kenapa omnya ngga mengatakan apa apa? batinnya lagi.

Kakak papanya juga anggota dewan yang baru terpilih.

Tapi selama ini ngga ada cerita apa pun tentang kedekatan Dru dengan wanita lain.

Atau mereka menggibahkannya tanpa setau dia? tebaknya lagi mencoba menerka nerka.

"Kamu ngga mau makan puding?" tanya Jayandru tiba tiba.

Nara ngga menyahut. Pikirannya tidak berada di sana.

"Makanlah walaupun sedikit, ya." Jayandru mengambil sepotong puding.

"Kamu ngga mau makan sate, Dru?" tanya Mama Adel.

"Nanti, mam." Jayandru menyenggolkan lengannya pelan pada lengan Nara. Dia tau gadis ini sedang melamun.

"Harusnya kamu yang mengambilkan makanan buat Dru, Nara. Bukan sebaliknya," sindir Mami Adel yang melihat putranya memberikan puding untuk istrinya.

Nara ngga berkata apa apa lagi. Dia hanya mengambil piring potongan puding yang diulurkan Jayandru. Hanya memegangnya saja. Sindiran mami mertuanya semakin menambah luka saja di hatinya.

"Dru memang romantis," puji Tante Melani.

"Harusnya Dru mendapat istri yang romantis juga," balas mami Adel, tapi kemudian dia menoleh ketika suaminya memegang lengannya. Kemudian suaminya memberikannya isyarat agar tidak menganggu menantu mereka lagi.

Mami Adel terpaksa menurut dengan wajah cemberut.

Jayandru mengambil sate kambing buat dirinya sendiri. Percintaan mereka tadi sudah membuatnya sangat lapar. Mungkin nanti akan dia tawarkan pada Nara.

Jayandru menghela nafas panjang melihat Nara masih memegang puding yang dia berikan.

Rupanya undangan dari mami Jayandru malam ini memang spesial untuk merayakan keberhasilan Jayandru mendapatkan tender yang bernilai hampir satu trilyun.

"Kamu ngga suka pudingnya?Memang agak pahit," komen Tante Yanti ketika melihat Nara tidak memasukkan sedikitpun puding itu ke dalam mulutnya.

"Makan yang lain aja, Nara," ucap tante Yanti lagi.

Nara hanya tersenyum. Akhir akhir ini dia tidak pernah bisa makan di acara mami mertuanya, apalagi sekarang ditambah banyaknya pikirannya tentang praduga tentang hubungan suaminya dengan Monica.

Nara berusaha tetap memberikan senyum santunnya.

"Makanlah," ucap Jayandru sambil menyodorkan setusuk sate pada Nara.

Nara menatap tajam laki laki di depannya, menuntut penjelasan

"Nanti akan aku jelaskan. Makanlah. Kamu pasti sangat lapar," ucapnya sangat lembut.

"Makan Nara, satenya lumayan loh rasanya," ucap Tante Yanti.

"Kamu jarang banget makan kalo mami undang akhir akhir ini, ya? Kenapa?" todong Mama Adel sambil melipat tangannya di atas dadanya, menatap Nara penuh selidik. Dia mengabaikan peringatan suaminya.

Nara membeku. Haruskah dia berterus terang kalo lambungnya menolak semua asupan makanan mewah ini?

Tante Melani dan Tante Yanti juga menatap Nara ingin tau.

"Ehem....." Jayandru batuk batuk sebentar.

"Salah Dru, mam. Dru selalu dadakan ngasih taunya, jadi Nara sudah makan tadi," katanya cepat membela Nara..

Terdengar helaan nafas kasar Mami Adel.

"Kamu, ya, Dru. Selalu saja jadi tameng buat Nara."

Setelah itu Mami Adel pergi menuju tempat Marlo dengan wajah kesal.

"Nara, lihat tuh mami Dru. Sayang banget sama Marlo. Jangan tunda lagi punya anak," saran Tante Yanti sebelum pergi bergabung bersama suaminya.

"Itu betul, Nara. Keluarga Dru perlu pewaris," tukas Tante Melani juga sebelum beranjak pergi.

Setelah keduanya pergi, Nara menghembuskan nafas panjang.

"Makan, ya. Diperhatikan mami."

Nara terpaksa menggigit sate yang disodorkan suaminya.

"Dru, aku sudah pernah bilang, kan," ucapnya pelan setelah menelan daging satenya.

Jayandru ngga menyahut. Dia sudah hapal kelanjutan ucapan Nara.

"Aku ngga keberatan kalo kamu mau nikah lagi. Tapi ceraikan aku dulu," sambungnya lagi. Nara berusaha tegar. Dia menahan emosi yang sudah siap memenuhi tiap sudut dadanya.

Sejak pembicaraan soal anak yang belum juga hadir diantara mereka, Nara sudah membebaskan Dru untuk memilih.

Sekarang ditambah lagi dengan kehadiran Monica. Jayandru ngga pernah cerita kenapa dia dan Monica berpisah. Padahal hubungan mereka didukung keluarga masing masing.

"Kamu bicara apa?" tepis Jayandru sangat tenang.

Nara melemparkan sorot gusarnya

"Buktinya kamu senang senang aja sudah ketemu mantan kamu. Udah punya anak lagi." Walaupun marah Nara mengecilkan volume suaranya. Apalagi sekarang dia yakin banyak anggota keluarga suaminya yang sedang menperhatikan mereka berdua.

"Nara, kita bicarakan hal ini di rumah, oke," pinta Jayandru.

Nara mengalihkan tatapnya. Dia hanya ingin suaminya jujur. Nara ngga suka mendengar dari orang lain. Persepsinya pasti jadi beda.

Nara juga ngga tau, apakah setelah mereka tiba di rumah, pembicaraan ini akan dteruskan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!