Atharya Dewantara, putra ketiga dari pengusaha Dewantara ini harus menelan pil pahit tak kala ia menyetir mobilnya dengan oleng di tengah malam itu.
Badannya terasa panas sekali dan dia merasa ingin sekali menyalurkan hasratnya saat itu juga. Tapi dia tak bisa pulang ke Jakarta dalam keadaan seperti ini.
Usai acara reuni dengan teman temannya di villa kota Bandung, ia berniat akan langsung pulang ke Jakarta. Tapi saat di jalan pandangannya agak kabur, ia menjalankan mobilnya pelan pelan.
Arah dari villa ke jalan besar memang cukup jauh dan melewati rumah warga sekitar. Ia terus memegang kepalanya yang pusing dan badannya yang panas.
"Brengsek!!! Syalan...siapa yang memasukan obat itu? Badan ku kenapa ya Tuhan..." Geram Atharya.
Pandangannya semakin blur, dia mengerem mobilnya mendadak, dia keluar dari mobil dengan sempoyongan. Saat itu juga petir dan hujan berbarengan muncul.
Ketika di jalan tadi ia di beritahu oleh temannya, jika temannya itu melihat ada orang asing yang memasukkan sesuatu ke minumannya Atharya dari kejauhan. Kemungkinan itu obat perangs*ng.
"Ahhh panass...!"
Dia terus berjalan meraba rumah yang ada di depannya. Berharap ada yang bisa menolongnya. Rumah yang sangat sederhana jauh dari kata mewah.
Dia menerobos masuk begitu saja ke dalam. Seperti ikan yang menemukan mangsanya, tatapannya tertuju pada seorang gadis muda yang sedang tidur.
"Argh syalaaaan!" Atharya sudah tak tahan lagi dia pun menindih gadis asing itu. Pusakanya sudah sangat tegang ia tak bisa menahan hasratnya yang sudah panas.
"SIAPA KAMU? LEPASIN....LEPASIN AKU MOHON....TOLONG...!"
Gadis itu terbangun ketika merasa ada yang menindihnya, ia terus berontak dan memukul mukul tubuh Atharya.
"LEPASIN AKU.... TOLONG JANGAN hiks hiks hiks."
Namun tenaga Atharya jauh lebih besar. Dengan gelap mata Atharya memperko*a gadis tak bersalah itu. Gadis itu terus berteriak minta tolong. Suara petir dan hujan deras malam itu menutupi teriakan keduanya.
"LEPASIN AKU MOHON...BAPAK TOLONG HULYA." Hulya terus berontak melawan Atharya. Namun tenaganya kalah jauh dari Atharya.
Gadis itu terus merintih kesakitan dibawah kukungan Atharya. Kesuciannya hilang dalam sekejap. Atharya yang masih tak sadar terus saja memompa Hulya dengan penuh nafsu.
Cukup lama Atharya melakukannya, hingga membuat Hulya pingsan. Akhirnya Atharya pun tumbang dia ambruk sebelah Hulya dan menutupnya dengan selimut. Matanya sudah tak kuasa lagi. Dia pun memejamkan matanya.
-
-
-
Ketika menjelang subuh, orang tua Hulya pulang baru kerumahnya. Mereka habis menengok saudara jauhnya.
"Kasihan Hulya pak sendirian ayo pak. Dia pasti belum makan kalau enggak ada kita pak." Ucap seorang ibu bernama Anisa.
"Bangunkan Hulya, bu. Sudah jam tiga subuh. Biasanya dia tahajud dulu." Kata pak Jafar.
Bu Anisa menuju kamar Hulya, namun ketika masuk ke kamar betapa terkejutnya bu Anisa melihat anak gadis satu satunya yang berusia 18 tahun dalam keadaan telanj*ng di kasur bersama seorang pria.
"HULYA!"
Di tambah baju baju yang berserakan di lantai membuat dada bu Anisa semakin bergemuruh.
"Astaghfirullah...bapak...!"
Bu Anisa berteriak kencang dan menangis histeris. Pak Jafar bergegas menemui istrinya, beliau juga sama terkejutnya dengan apa yang di lihatnya.
"Astaghfirullah....Hulya bangun, bangun!" Teriak pak Jafar.
Hulya dan Atharya bangun secara bersamaan saat mendengar teriakan pak Jafar yang sangat keras.
"Pak, Hulya bisa jelasin ini enggak seperti perkiraan bapak, sumpah demi Allah pak." Hulya menangis histeris.
Athar yang baru sadar dia pun sama terkejutnya "Kenapa aku disini? Astaga! Obat itu? Kamu? Ma-maafkan aku!" Atharya terus memohon pada gadis di sampingnya.
Namun Hulya menangis histeris, begitupun bapak dan ibunya. Atharya merasa sangat berdosa. "Kalian pakai baju cepat! Bapak tunggu di luar!" Pak Jafar sangat murka sekali. Dia memegang dada kirinya.
Ibu dan bapak Hulya menunggu di luar. Sementara di kamar Atharya juga ikut menangis, itu benar benar diluar kendali dia.
"Saya minta maaf, saya akan bertanggung jawab. Demi Allah, ada yang memasukan obat perangs*ng ke minumanku." Atharya terus menjelaskan pada Hulya.
Hulya tak memperdulikan Atharya, masih dengan selimutnya dia memakai baju dengan tubuh yang bergetar. Sungguh Atharya tak pernah bermaksud jahat. Dia juga memakai bajunya dengan cepat.
-
-
-
Hulya dan Atharya duduk terpisah. Mata Hulya sudah sembab, Atharya juga sudah lemas sekali. Memang ini semua salahnya.
"Siapa yang mau bicara duluan?" Tanya pak Jafar.
"Saya! Saya yang memperko*a anak bapak! Seribu kata maaf pun tak akan bisa mengembalikan keadaan. Saya...akan bertanggung jawab!" Ucap Atharya dengan tegas.
"Astaghfirullah, kenapa kau tega pada anakku? Apa salah dia sama kamu hah?" Pak Jafar benar-benar murka.
PLAK PLAK
Pak Jafar menampar Atharya dengan keras hingga bibir Atharya terluka. Hulya terus menangis dan menunduk, tak tahu harus apa sekarang.
"Ya Allah nak maafkan ibu dan bapak, harusnya kami tidak meninggalkan mu sendirian dirumah." Ucap bu Annisa dengan menangis sesegukkan.
Ternyata ditengah keributan itu, ada seorang warga yang tak sengaja lewat dan mendengar, lalu ia bergegas lapor kepada RT setempat.
Masih dengan kemarahannya, pak Jafar terus memarahi Atharya. Sementara ibu dan Hulya hanya bisa menangis. Pria bertato ini hanya diam menunduk meratapi kebodohannya.
DUGH DUGH DUGH
Pak Jafar membuka pintu rumahnya, dan pak RT datang bersama warga. Mereka ramai ramai datang kerumah pak Jafar. Pak RT juga menjelaskan tujuannya datang kesana.
"Pak Jafar, apa benar yang dikatakan Tono?" Ucap pak RT.
"Geus kawinkeun pak."
"Dasar maraneh berbuat mes*m."
Beberapa warga sana teriak meminta supaya Hulya di nikahkan dengan Atharya, daripada di arak di kampung. Atharya yang mulai kesal dia pun menggebrak meja.
BRAK
Semua orang reflek terdiam dan kaget pastinya, termasuk Hulya. "Saya akan menikahi dia, tapi tolong beri saya kesempatan untuk menghubungi keluarga saya agar mereka menjadi saksi." Ucap Atharya tegas dan lantang.
Pak RT dan para tetua berunding sebentar "Baik, silahkan pakai hp saya, tolong di keraskan suaranya agar kami bisa dengar!"
Atharya mengambil ponselnya dan menghubungi papihnya. "Papih, ini Athar pakai hp pak RT." Ia sendiri lupa ponselnya masih ada di dalam mobilnya.
"Kamu dimana? Kenapa belum pulang juga?"
"Pih, bisa tolong datang ke Bandung? Athar...Athar akan menikahi seorang gadis."
"Kamu ada masalah?" jawab!"
"Tolong pih! Papih kesini sekarang juga! Athar kirim alamatnya. Nanti Athar akan jelaskan semuanya!"
TUT TUT TUT
Atharya memberikan ponselnya "Papih saya dari Jakarta, tolong kirim alamat rumah ini ke nomor yang tadi." Kata Atharya dia melirik wajah Hulya yang terus menunduk.
"Kamu pasti sangat terluka akibat ulahku! Aku janji akan menebus semua kesalahanku padamu."
Sesuai kesepakatan mereka menunggu kedatangan orang tua Atharya. Selang 3 jam papih Atharya datang bersama anak pertamanya, Athala, Alana dan suaminya. Beserta Ray dan Bastian.
-
-
"Sepertinya Athar ada masalah, lacak alamatnya Ray!" Ucap papih Alarich yaitu papihnya Atharya.
"Baik boss!"
Papih Al menceritakan apa yang dia dengar dari Atharya ke istrinya, mamih Aleesya. Bukan hanya mereka yang terkejut, semua anggota keluarga pun sama.
"Apa? Menikah? Bukannya Athar ke Bandung untuk reuni kan? Kenapa bisa menikah? Pih, Athar enggak kena masalah kan?" Cemas mamih Aleesya.
"Papih juga enggak tahu, makanya papih akan kesana."
"Alana ikut pih, sama mas Erlan juga. Mamih tunggu dirumah yah. Alana cuma enggak mau mamih syok." Ucap Alana kakak kedua Atharya.
Akhirnya mereka pun pergi saat itu juga. Mereka hanya packing baju seadanya saja. Dan juga Alana membawa beberapa baju Atharya.
-
-
Perjalanan mereka memakan waktu cukup lama. Karena lokasi yang dikirim sangatlah jauh dan masuk ke pedalaman. Untungnya masih ada sinyal. Mereka kesana dengan dua mobil terpisah.
Setelah bertanya tanya pada warga sekitar akhirnya mereka sampai juga. Dua mobil mewah tiba di kediaman pak Jafar. Semua warga memandang keluarga Atharya yang good looking bak artis.
Alana dan suaminya saling menatap. "Firasat aku enggak enak mas. Semoga Atharya baik baik aja." Lirih Alana.
"Ayo masuk, kita dengarkan penjelasan Athar dulu." Jawab Erlan sambil menggenggam tangan istrinya.
-
-
SAH ALHAMDULILLAH
Papih Al sebagai ayah dari Atharya memperkenalkan diri dan juga mengenalkan keluarganya pada keluarga pak Jafar.
"Ada apa Atharya? Jelaskan!" Tak ada senyum dimata papihnya. Alana dan suaminya, beserta yang lainnya menunggu penjelasan Atharya.
Dengan sedikit ketakutan namun dengan penuh kejujuran akhirnya Atharya menjelaskan semuanya. Tepat di hadapan pak RT juga. Untungnya di dalam rumah, hanya ada perwakilan saja.
Para warga menunggu di luar. Pak RT dan para tetua akhirnya paham. Mereka juga akan merahasiakan kenapa Atharya bisa masuk kerumah ini. Hulya juga mulai mendongakkan kepalanya menatap Atharya dari pinggir.
Padahal Athar sudah menjelaskan sebelumnya pada Hulya saat di kamar. Namun Hulya masih terguncang jadi ia tak bisa berpikir jernih
"Siapa nama mu nak?" Tanya papih Al pelan.
"Hulya pak!" Jawab Hulya dengan menunduk.
"Berapa umurmu nak?" Tanya papih Al lagi.
"Umur saya 18 tahun pak!" Jawab Hulya yang terus menunduk. Malu? Tentu saja! Ini aib besar bagi dirinya dan keluarganya.
Semua keluarga Atharya terkejut ketika mendengar umur Hulya yang masih sangat muda. Papih Al berdiri dan membawa Atharya lalu bogem mentah itu mendarat di wajah anaknya.
BUGH BUGH BUGH
Dengan penuh emosi papih Al menghajar Atharya tanpa ampun! Semua orang kaget melihatnya, Erlando, om Bastian, Athala juga Ray berusaha menahan papih Al yang sangat emosi.
"Pih, udah pih kasihan Athar."
Alana ingin melerainya. Namun suaminya melarangnya, ia menarik istrinya ke belakang dirinya. Ia takut Alana terkena pukulan papihnya yang sedang tersulut emosi.
Pak RT tak menyangka jika orang tua Atharya yaitu papih Al akan memb4bi buta menghajar anaknya. Bu Anisa dan pak Jafar juga sedikit khawatir melihat Atharya yang babak belur. Begitu juga Hulya ia sama cemasnya.
Hulya dengan nekad melindungi Atharya supaya tak dipukul lagi. Jujur saja meskipun Atharya jahat padanya, tapi dia paling tidak tega jika melihat orang dipukuli.
"CUKUP PAK! CUKUP!" Teriak Hulya yang menghalangi papih Al memukuli Atharya.
Dengan nafas yang naik turun, papih Al memarahi Atharya habis habisan di depan semua orang. Atharya pun pingsan di tangan Hulya setelah mendapat pelajaran dari papihnya.
"Ya ampun...Ray cepat bawa ke kursi." Kata Athala. Mereka panik ketika Atharya pingsan. Begitu pun keluarga Hulya.
-
-
Setengah jam sudah Atharya pingsan, hingga akhirnya dia mulai sadar. Bu Anisa sudah membersihkan bekas luka di wajah Atharya. Ia merasa kasihan melihat Atharya babak belur namun ia juga marah dengan Atharya.
Selama dia pingsan, om Bastian berkoordinasi dengan RT setempat untuk menyiapkan pernikahan dan jamuan makan makan sederhana.
Hulya sudah ada dikamar bersama istri pak RT, bu Indah. "Neng Hulya, yang sabar ya. Semoga pernikahan ini nantinya bisa membawa keberkahan. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi kedepannya." Nasihat dari bu Indah.
"Iya bu hatur nuhun nasihatnya." Lirih Hulya yang sudah tak bertenaga sama sekali.
Hulya tengah di dandani seadanya oleh Alana, karena peralatan makeup yang Alana bawa hanya ala kadarnya.
"Hulya, aku sebagai kakak minta maaf atas kelakuan Atharya. Aku juga perempuan, aku mengerti perasaanmu." Ucap Alana dengan lembut. Hulya mengangguk lemah.
Alana memeluk Hulya dengan erat "Mulai sekarang, kamu adik ipar aku. Kamu cantik sekali. Kita ke depan yah!"
"Panggil teteh Alana atau kakak Alana?"
"Hehehe boleh, apa aja terserah kamu!"
Alana dan bu Indah membawa Hulya ke depan, disana penghulu sudah hadir. Mereka akan menikah secara Agama dulu. Setelah itu pernikahan mereka akan di resmikan secara negara.
Atharya tak berkedip memandang Hulya yang di balut gamis simple. Namun dia tak mau berharap banyak, dia berjanji akan menyembuhkan luka Hulya.
Memang jika diperhatikan, keluarga Hulya jauh dari kata cukup. Rumah mereka saja dari kayu yang sudah reot. Pak Jafar dan bu Anisa bekerja sebagai petani. Hulya yang baru lulus SMA ikut membantu pekerjaan orang tuanya.
Papih Al berbisik pada Athala, untuk segera merenovasi rumah calon menantunya. Ini salah satu bentuk rasa tanggung jawab papih Al terhadap keluarga Hulya atas kesalahan anaknya.
"Siap pih. Nanti Athala hubungi Andre." Kata Athala.
-
-
SAH ALHAMDULILLAH
Hulya dan Atharya resmi menikah. Pernikahan tak terduga ini membuat mereka sedikit canggung. Hulya menyalami punggung tangan Atharya yang kini jadi suaminya. Begitu juga Atharya yang merapalkan doa di ubun ubun sang istri.
Para warga pun makan makan sederhana di sana. Hulya masih tak menyangka dia harus menikah karena di perk*sa Bukan karena saling mencintai. Hulya dan Atharya hanya diam seribu bahasa di kursi tak ada yang bicara.
Papih Al berbicara dengan orang tua Hulya, ia meminta ijin membawa Hulya ke Jakarta malam ini juga. Karena mamihnya Atharya sudah bertanya terus keadaan anaknya.
Papih Al juga memberikan kontaknya. Karena pak Jafar sedikit tak percaya dengan keluarga Atharya. Meskipun kelihatannya Atharya anak orang kaya. Tetap saja pak Jafar takut melepaskan anak satu-satunya.
"Bapak dan ibu bisa ikut juga bersama kami. Supaya kita bisa saling mengenal sebagai besan." Ucap papih Al.
Bu Anisa melirik suaminya "Kita ikut saja pak, kasihan Hulya. Ibu masih ada tabungan kok pak!" Ucap bu Anisa.
"Iya bu, kita kesana. Baik pak, kami akan ikut setelah melihat anak kami di perlakukan baik, kami akan pulang lagi." Kata pak Jafar.
-
-
-
Didalam kamar, pengantin baru ini sama sama diam hingga Atharya mulai bersuara.
"Eum, Hulya. saya minta maaf atas dosa yang ku perbuat, saya akan menebus kesalahanku. Tolong beri saya kesempatan untuk bertanggung jawab!"
"Kan sudah, kita sudah menikah!" Jawab Hulya lemas.
"Kamu ikut saya ke Jakarta malam ini, orang tuamu juga ikut. Saya akan kenalkan kamu dengan mamih saya!"
Hulya menoleh ke wajah Atharya "Iya gimana baiknya aja, bukannya seorang istri harus nurut kan sama suami?"
"Iya ya udah kamu bisa siap siap. Saya tunggu di luar."
Ketika Atharya ingin keluar kamar, Hulya menahan tangan Athar "Tunggu! Umur kamu berapa?"
"25 tahun!" Ucap Atharya datar "Eum, aku panggilnya apa?"
"Terserah kamu aja!"
Atharya melepaskan tangan Hulya dia pun keluar kamar. Hulya tak memikirkannya lagi dia membereskan pakaiannya. Setelah semuanya siap, mereka semua pergi ke Jakarta malam itu juga.
Atharya dan Hulya ikut mobil kakaknya, yaitu Alana dan suaminya. Selama di dalam mobil pengantin baru itu tak bicara sedikit pun. Padahal kakak iparnya Atharya, sudah menyuruh mereka mengobol.
Atharya justru tidur tak memikirkan istrinya. Hulya lebih banyak melamun dan sedikit takut. Karena ini pertama kalinya dia ke Jakarta.
Pikirannya sudah jauh sekali, bagaimana jika dia dijual oleh keluarga suaminya? Secara Atharya anak orang kaya, tapi melihat Alana sepertinya baik dimata Hulya. Wajar saja Hulya baru 18 tahun dan terpaksa harus menikah karena kecelakaan.
-
-
-
Akhirnya sampai juga mereka semua di rumah orang tua Atharya. "Thar, bangun udah sampai. Kamu masih pusing? Mau kakak gendong?" Ucap Erlando datar.
"Hoaaaamm....ck... Emang aku bayi apa? Iya ayo turun." Kedua kakaknya sudah turun dari mobil, Athar dan Hulya turun belakangan.
Namun kaki Hulya serasa dipaku di tempat. Dia melihat rumah suaminya bak istana di negeri dongeng. Pilar-pilar kokoh dan halaman yang luas sekali. Bangunan tinggi juga mewah. Tangan Hulya bahkan sudah keringat dingin.
"Ayo masuk, mamih udah nungguin di dalam." Ketika Athar jalan duluan, dia menoleh ke belakang Hulya malah diam, terlihat dari raut wajahnya yang cemas.
Atharya menghampiri istrinya dan menggenggam tangan Hulya. "Kenapa?"
"Ta-takut mm-mmas...kalau ibunya mas ngusir aku gimana?"
Atharya tersenyum hangat ketika Hulya memanggilnya mas. "Tenang aja...ada aku. Mamih orangnya baik. Percaya sama aku yah!"
"Ii-iya mas Athar."
"Athar...!" Mamih Aleesya berlari berhambur memeluk anaknya itu.
"Ya Allah nak, muka kamu kenapa?" Mamih Aleesya menoleh ke suaminya. Namun papih Al memalingkan wajahnya.
"Papih yah? Kenapa di hajar pih?" Lirih mamih Aleesya.
"Mamih tanya aja anaknya!"
"Kenapa nak?" Tanya mamih Aleesya. Sementara Hulya dan orang tuanya masih berdiri.
"Besar sekali pak rumahnya, juragan Rusdi juga kalah." Ucap bu Anisa berbisik ke suaminya. "Sssttt bu diam!"
Atharya berlutut dan memohon ampun pada mamihnya. Hal itu di saksikan oleh semua anggota keluarga. Termasuk omah Winda dan opah Arya yang ada disana juga.
Atharya menjelaskan apa yang terjadi tanpa ada yang terlewat sedikit pun. Dia memohon ampun pada mamihnya. Tubuh mamih Aleesya bergetar dan hampir tumbang, untung saja Athala dan Anna menahannya.
"Astaghfirullahala'dziim Atharya! Mamih kecewa sama kamu! Tega sekali kamu berbuat jahat? Kamu punya adik perempuan, Atharya!" Teriak mamih Alessya.
"Mana perempuan yang sudah kamu sakiti?" Tanya mamih Aleesya.
"Ini mih, Hulya namanya." Athar menoleh dan menunjuk Hulya yang dari tadi diam mematung.
Mamih Aleesya mendekati Hulya dan menyentuh wajah imut yang sudah jadi menantunya itu.
"Nak, maafkan mamih yah yang tak bisa menjaga Atharya. Sampai dia bisa menyakiti mu." Lirih mamih Aleesya.
Hulya tak menjawab, matanya berkaca kaca. Ia tahu jika mertuanya ini orang baik dan tulus.
Atharya menunduk lemas, kata kata mamihnya sangat menohok baginya. Ia takut akan karma menimpa pada adiknya.
Mamih Aleesya reflek memegang dada kirinya yang sakit. Seperti di tusuk jarum besar. Papih Al dan Alana mengambil alih mamih Aleesya.
"Athar, Hulya kalian istirahat. Nanti bibi yang antar makanan ke kamar kalian juga ke kamar pak Jafar." Papih Al membawa mamih Aleesya ke kamar.
Opah dan omah pun pulang dulu malam itu. Karena ada urusan bisnis yang harus di urus besok pagi.
Semua kembali ke kamar masing masing. Om Bastian dan Ray juga pulang. Athar membawa Hulya ke kamarnya.
Athala mengantarkan pak Jafar dan bu Anisa ke kamar tamu. Ia pun masuk ke kamarnya karena istri dan anak anaknya sudah tidur.
-
-
CEKLEK
"Ini kamarku...eum kamar kita maksudnya!" Atharya mempersilahkan Hulya duluan masuk kamar. Hulya pun melongo ketika masuk ke kamar suaminya.
"Besar banget...ini sih bukan kamar, tapi lapangan bola."
"Ehm...Hulya, ini kamar mandinya, kamu bisa bersih bersih dulu. Nanti baju kamu dimasukin ke lemari yang kosong disana." Athar mengantar Hulya ke kamar mandi.
"Eum..mas maaf. Ini cara nyalainnya gimana? Enggak ada gayung sama ember?" Tanya Hulya yang sedikit kampungan memang.
Bajunya saja sangat sederhana. Untung saja wajah Hulya cantik dan imut jadi pakai baju apapun akan tetap terlihat cantik.
Atharya tertawa kecil, dia mengajari istrinya cara memakai shower dan bathub. Juga closet otomatis.
"Hah? Pakai kaki tutupnya?" Tanya Hulya dengan wajah kagetnya.
"Iya ini closet otomatis." Jawab Atharya datar.
Dia juga memberikan bathrobe baru untuk istrinya. "Ini sama kayak handuk, tapi berbentuk baju. Nanti kamu pakai ini seudah mandi. Tapi jangan dipakai keluar. Cuma boleh dikamar, mengerti?"
"Mengerti mas."
Atharya keluar dulu memberikan space untuk istrinya mandi. Sepertinya Hulya sudah mengerti cara pakai shower, terdengar dari luar bunyi shower menyala.
"Masss.....tolong!"
Atharya yang sedang rebahan reflek lompat dari kasur ke kamar mandi karena mendengar teriakan Hulya. "Kenapa?"
"Mas, ini panas banget. Aku gimana mandinya?"
Atharya mendekati Hulya dan mengatur shower itu. Dia juga mengajari lagi istrinya "Hangat kan?" Tanya Atharya.
"Hangat mas. Maaf ya mas, aku baru pertama kali." Ucap Hulya dengan menunduk malu.
"Eum hijab kamu mana?" Atharya sedikit berdesir ketika melihat Hulya tanpa hijabnya. Lehernya putih mulus, dan rambutnya yang hitam panjang. Tapi masih dengan gamisnya.
Padahal malam kelam itu, Atharya sudah menjamah tubuh Hulya. Tapi tetap saja saat ini setelah menikah rasanya beda.
"Aduh..maaf mas." Hulya mencari hijabnya namun tangan Athar menarik Hulya.
"Jangan dipakai kalau dikamar, kamu cantik." Atharya mengecup kening Hulya dan pergi dari kamar mandi.
"Kenapa waktu dia cium, hati aku degdegan yah? Ahh ini pasti karena kecelakaan kemarin. Lagian aku di sini pasti nanti di jadikan pembantu. Mana mau sih anak orang kaya punya istri miskin kayak aku?"
Hulya melanjutkan mandinya dia tak mau memikirkannya lagi. Selesai mandi dia keluar dan saat itu juga dia melihat Athar yang tak pakai baju hanya mengenakan celana training panjang, dan terlihat tatto yang ada tubuhnya.
"Aaaaarrrgggghhh!" Hulya reflek menutup wajahnya. Atharya juga sama kagetnya "Kamu kenapa? Lihat apa?"
Athar mencoba membuka tangan istrinya. Namun Hulya justru menggelengkan kepalanya "Jangan mas, pakai baju dulu kenapa enggak pakai baju sih?" Gemas Hulya.
"Hahaha emang dirumah aku kayak gini, tidur aja aku enggak pakai baju. Jadi kamu harus terbiasa!" Atharya meninggalkan Hulya, dia pergi ke kamar mandi.
-
-
-
"Ayo tidur udah jam 11 malam."
"Di-disini?" Hulya menunjuk kasur. Athar mendekati Hulya dan melepas hijabnya perlahan. Awalnya Hulya sedikit kaget takut suaminya ini melakukan seperti malam itu. Namun Atharya menjelaskan pelan pelan.
"Kita dikamar berdua, enggak ada yang lihat kecuali aku. Lepas aja nanti kusut. Ayo tidur."
Athar langsung merebahkan dirinya sungguh hari ini kepala dia pusing sekali dengan segala masalah yang terjadi. Ditambah pukulan dari papihnya yang membuat mukanya lebam dan bengkak.
Mereka sudah terlelap tadinya, namun Atharya bangun di tengah malam menjelang subuh. Hulya merasa kasurnya goyang, dia membuka matanya perlahan.
Hulya melihat suaminya bangun. Ternyata Athar sedang mengobati lukanya yang sedikit parah akibat pukulan papihnya.
"Asssshhh sakit banget sih, si papih kalau mukul udah kayak orang kesurupan. Gimana mau tidur coba?" Ucapnya, Athar menggerutu sendiri ditengah cutton bud yang dia pegang untuk membersihkan lukanya.
Hulya merasa kasihan dia bangun dan menghampiri sang suami, dia mengambil alih obat obatan itu. Athar sedikit kaget, dia hanya memandang wajah Hulya dari jarak dekat. Hulya mengobati luka yang ada di wajah suaminya.
"Sssshhh...pelan pelan..perih!"
"Iya mas, tahan ya mas aku pakaikan alkohol biar enggak infeksi." Hulya meneruskan kegiatannya. Athar tak kuasa menahan sakitnya dia terus meringis.
"Udah mas." Hulya membereskan tempat obat itu.
"Hulya tunggu!" Athar menahan tangan Hulya.
"Kenapa mas?" Hulya duduk lagi disamping suaminya.
"Aku minta maaf atas semua kesalahan dan dosaku sama kamu. Aku udah...udah merusak kamu." Lirih Athar yang sudah berkaca kaca dia juga tak berusaha membela diri. Hulya yang melihat itu merasa iba dan kasihan. Walaupun dia juga sama hancurnya.
"Tolong...kasih aku kesempatan untuk bertanggung jawab sebagai mana mestinya menjadi suami kamu!"
Hulya tak menjawab, dia menatap lekat bola mata suaminya yang menurutnya sangat indah. Dia menitikan air matanya dan menunduk. Sebetulnya, memang Atharya tak sepenuhnya salah di sini. Dia juga di jebak oleh seseorang.
Namun sebagai lelaki, Atharya merasa dia wajib bertanggung jawab atas perbuatannya. Dia menghapus air mata sang istri pelan.
"Aku akan mencari tahu, siapa yang sudah memasukan obat perangsang ke dalam minumanku."
"Ayo tidur, subuh masih 2 jam lagi. Kepala ku pusing." Ucap Atharya, dia menarik pergelangan istrinya ke kasur. Hulya menurut saja, dia juga tak menolak.
Keduanya tidur saling membelakangi. Hulya masih dengan tatapan kosongnya. Sementara Athar sudah mendengkur, dia kelelahan sekali hari ini. Hulya bangun dan mengambil air wudhu, dia melaksanakan shalat malam.
Hulya meminta petunjuk pada sang Maha Kuasa untuk pernikahannya ini. Selesai shalat dia menatap suaminya dalam dari atas kasur.
"Semoga keputusanku benar."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!