Mighty, seorang gadis berusia 25 tahun, berasal dari Centro Est di Genova, duduk diantara tamu undangan dengan elegan. Menyaksikan acara fashion show salah satu brand pakaian dalam wanita yang terkenal di Los Angeles.
Dengan rambut pirang kecoklatan yang bergelombang, mata coklat ekspresif berbinar, Mighty memancarkan aura yang ceria dan hangat. Dia mengenakan gaun hitam yang sederhana namun terlihat elegan, menonjolkan kulit cerahnya dengan sedikit kemerahan karena sinar matahari Mediterania.
Saat model-model berjalan di atas catwalk, Mighty tidak bisa menahan kegembiraannya. "Whuuu ...." teriaknya nyaring sambil bertepuk tangan, saat para model memperagakan desain lingerie terbaru, membuatnya terpesona.
"Oh my Gosh, it's so hot. Aku harus punya." katanya dengan mata berbinar, sambil memperhatikan detail desain yang menurutnya sangat unik, dan menarik pada lingerie yang sedang di peragakan.
Dengan sikap supel dan wajah cantiknya, Mighty membuat kesan yang baik di antara tamu undangan lainya. Termasuk beberapa artis Hollywood dan pebisnis berpengaruh dunia, yang juga menghadiri acara tersebut.
Ia merasa berada di dunia yang berbeda, di mana fashion dan keindahan adalah bahasa universal, yang dipahami semua orang.
"Bagaimana menurut, Tuan?" bisik Mighty pada seorang pria yang duduk di sebelahnya.
"Bukankah lingerie itu sangat indah?" wajahnya menatap kearah catwalk, namun ekor matanya melirik pria yang diajaknya bicara. Sedangkan pria dengan stelan klasik berwarna hitam itu tidak menanggapinya.
Hal itu membuat Mighty kesal sekaligus penasaran dengan pria itu. Wajahnya datar dan dingin, tidak ada ekspresi sama sekali.
Berbeda dengan pria lainya, yang terlihat berbinar saat para model itu berjalan dihadapan nya, memamerkan keindahan tubuh mereka yang hanya di balut lingerie.
Pria mana yang tidak senang melihat pemandangan seperti itu? Kecuali pria yang duduk disebelah Mighty. "Kalau tidak suka kenapa menghadiri acara ini?" gumam Mighty. Karena ia membutuhkan waktu satu hari penuh untuk bisa sampai ke Los Angeles.
Mighty memang sangat suka menghadiri acara tersebut, ia akan bekerja keras untuk menghadiri acara besar seperti Big Four.
Yaitu London Fashion Week, Paris Fashion Week, New York Fashion Week, dan Milan Fashion Week. Ketertarikannya pada dunia mode sangat kuat, meskipun ia harus bekerja banting tulang.
Karena tak kunjung mendapat tanggapan dari pria yang ada di sebelahnya, Mighty kembali fokus menyaksikan pertunjukan dengan antusias, hingga selesai. Setelah itu, ia menemui seseorang yang berperan penting dalam kehadirannya, di acara tersebut.
"Abby!" serunya memeluk wanita paruh baya.
"Kau sudah puas?" Abby melepaskan pelukan Mighty. Dia salah satu staff dari brand yang baru saja melakukan pagelaran fashion show. Karena dia juga, Mighty bisa hadir dan duduk diantara orang-orang penting.
Itulah salah satu manfaat nya mengenal orang dalam, Sangat menguntungkan karena ekonomi Mighty tidak selalu berlebih.
"Hmmm, terimakasih." ucap Mighty mengecup pipi Abby, singkat. "Jadi, aku bisa mengikuti after party dinner?" tanya Mighty memastikan.
Abby tersenyum hangat. "Tentu, kali ini kau sangat beruntung." jawabnya membuat Mighty terlihat semakin berbinar.
Gadis itu memekik pelan dan melompat kecil, karena terlalu senang. "Kau yang terbaik. Terimakasih, aunty." ucap Mighty tulus.
"Hei, jangan memanggilku aunty, aku tidak setua itu." protes Abby, dia memang tidak suka di panggil aunty, meskipun kenyataannya memang begitu. Abby adalah adik dari ibunya Mighty, tapi ia lebih suka di panggil nama.
Mighty terkikik geli melihat reaksi Abby, hingga ia ingat sesuatu. "Abby, apa kau tahu siapa pria yang duduk di bangku sebelahku?" seharusnya Abby tahu siapa pemilik kursi yang duduk di sebelah bangkunya, karena Abby usher membagikan undangan tamu kehormatan.
Wanita 45 tahun itu terdiam sesaat, mengingat sesuatu. "Ahh, aku ingat. Dia Tuan Max, seorang pebisnis dari Rusia." kata Abby menjelaskan.
"Kau tidak membuat ulah dengannya, bukan?" tanya Abby dengan tatapan menyelidik. Ia tak mau berurusan dengan orang seperti Max yang terkenal tak punya ampun.
Mighty malah tersenyum lebar. "Tentu saja tidak, tapi Max siapa? Siapa nama lengkapnya?" tanya Mighty antusias.
"Maximilian Gorevoy, jangan macam-macam dengannya." ujar Abby memperingatkan.
"Abby, can you come quick? I need your help." teriak salah seorang rekan kerjanya.
"I'm right there." sahutnya, lalu menatap Mighty. "Baiklah, aku pergi dulu. Dan jangan membuat ulah," ucapnya lalu pergi meninggalkan Mighty.
Gadis itu tersenyum miring lalu menuju ruangan tempat after party dinner itu di adakan. Alunan musik klasik yang santai menyapa indera pendengarannya saat memasuki ruangan itu, Mighty mengedarkan pandangannya, mencari seseorang.
"Sorry, Abby. Tapi aku butuh dia," gumam Mighty berjalan mendekati Max, dan mengabaikan peringatan Abby, tantenya.
Mighty memasang wajah manisnya. "Hai, boleh aku duduk di sini? Semua tempat sudah penuh. Jadi ...." ia melihat reaksi Max, namun Max hanya diam dan menatapnya datar. "Aku mohon," ucap Mighty memelas.
Max memainkan gelas berisi Champagne, lalu melihat Mighty dari ujung kaki sampai ujung kepala. "Duduk saja jika kau berani," suaranya rendah dan dingin, tapi itu tidak membuat Mighty takut sama sekali.
Gadis itu langsung duduk dan tersenyum manis. "Terimakasih, Tuan. Ternyata kau sangat baik." ujarnya, sambil melirik kiri kanan, ternyata banyak mata yang melihat kearah mejanya.
Max menyesap champagne nya, matanya menatap datar Mighty. "Sepertinya kau orang baru," kata Max, masih dengan suara dinginnya.
Mighty mengambil salah satu minuman yang ada di meja, untuk menghilangkan kegugupannya. Jujur saja, dia sangat gugup berhadapan dengan Max, belum lagi tatapan remeh para tamu undangan lainya. Namun Mighty mencoba mengabaikannya.
Setelah menyesap minuman nya, ia melihat Max yang menatapnya tak berkedip. "Aku baru pertama kali menghadiri acara seperti ini, bagaimana dengan mu?" Mighty bersikap santai. "Tunggu, bukankah kau pria yang tadi duduk di sampingku?" tanyanya berpura-pura.
Max menarik sudut bibirnya, pria dewasa itu menyeringai. "Apa yang kau inginkan?" ia tahu jika wanita yang ada dihadapannya sedang berpura-pura.
"Terlalu murahan," batin Max mengamati mimik wajah lawan bicaranya.
Mighty tergelak pelan, ternyata sandiwara nya sudah di ketahui Max. "Apa yang bisa kau berikan," sahut Mighty, ia membalas tatapan Max tanpa takut dan ragu.
Max tersenyum tipis, kali ini Mighty bisa melihat senyum tampan itu, meskipun senyum itu bukan pertanda baik. Ia sangat tahu berhadapan dengan siapa, namun ia sudah bertekad untuk menjatuhkan dirinya pada seorang Maximilian Gorevoy.
Mighty sempat mencari tahu tentang Max melalui internet, tidak banyak informasi yang ia dapatkan, selain keberhasilan dan kesuksesan seorang Max. Sisanya hanya sekedar informasi, jika Max adalah pria dingin dan kejam, Max juga tak pernah terlihat dekat dengan wanita, selama delapan tahun terakhir.
Media tidak menyebutkan detailnya, karena kehidupannya memang tidak se-terbuka itu. Namun, lagi-lagi Mighty tidak perduli. Ia merasa sudah menemukan orang yang tepat, orang yang selama ini ia inginkan dan butuhkan.
*
*
*
*
*
TBC
Happy reading 🤗
Ini sekuel dari novel Saoirse yaaaa, maaf karena lama up nya. Sebab author juga ngerjain beberapa novel lainya, ada novel baru, ada juga spin-off dari novel-novel yang lama.
Nanti, satu persatu akan author up, mudah-mudahan para readers masih setia baca karya receh author amatiran ini🤗
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian di kolom komentar, like, subscribe, dan vote 😉
Sarangeeee sekebon jagung tetangga 🫰🏻🫰🏻🫰🏻
Mighty berdiri didepan pintu sebuah kamar presidential suite, jantungnya berdetak kencang, jarinya saling meremas satu sama lain. Masih ada keraguan dalam hatinya, namun ia menyakinkan diri, jika ia harus masuk kedalam.
Setelah cukup mantap, perlahan tangannya mengetuk pintu itu. Tidak perlu menunggu lama, seseorang membukanya dari dalam, dan mempersilahkan Mighty masuk.
"Sepertinya kau sudah biasa melakukan hal seperti ini." sindirnya, Max menatap sinis pada Mighty yang duduk dihadapannya.
Mighty menarik napas dalam-dalam, membalas tatapan Max. "Itu tidak penting, Tuan. Yang terpenting adalah kita saling membutuhkan." sahutnya tenang.
"Kau butuh kepuasan dariku dan aku butuh uang mu. Tidak ada yang dirugikan disini."
Mighty menyandarkan tubuhnya di sofa sambil terus menatap Max.
"Bukankah kata-kata mu terlalu murahan?" cibir Max, ia tidak menyangka jika Mighty akan bicara terus terang seperti itu.
"Bukankah pria bajingan, yang membuat wanita menjadi murahan." balasnya, Mighty masih terlihat tenang, meskipun dalam hatinya bergejolak.
Ia beranjak mendekati Max. "Tidak perduli seberapa murahan nya diriku, dan seberapa brengsek dirimu. Tapi malam ini kita saling membutuhkan," katanya setengah berbisik, tangannya mulai meraba dada bidang Max.
"Aku akan memulainya jika kau tidak keberatan." kata-katanya terdengar sensual, matanya menatap penuh damba.
Dengan cepat Max mencengkram rahang Mighty, hingga wanita itu mengaduh kesakitan. "Kau terlalu berani bermain denganku," ucap Max geram.
Untuk pertama kalinya setelah ia menjadi duda, ia bertemu dengan wanita yang menurutnya tak tahu malu seperti Mighty. Sangat berbeda dengan mendiang sang istri, Saoirse.
Dulu Saoirse mati-matian menolaknya dan sangat menjaga diri, walaupun pada akhirnya menyerahkan diri padanya. Namun saat itu mereka sudah saling mencintai, hingga keduanya berani berbuat jauh.
Namun Mighty? Wanita itu sangat berani, agresif, dan tak tahu malu. Bahkan Max belum tahu namanya, namun ia dengan berani mengajaknya bercinta. Bukankah hal itu sangat menjijikkan?.
Ya, dalam hatinya, Max memang selalu membandingkan wanita-wanita yang ditemuinya dengan mendiang istri tercinta. Kisah mereka terpaksa berakhir karena takdir, sedangkan cinta masih begitu membara dalam hatinya.
Tentu saja bukan hal yang mudah bagi Max melanjutkan hidup, bayang-bayang kebersamaan nya dengan Saoirse masih begitu melekat di pelupuk mata. Ia juga rutin mengunjungi makam Saoirse yang ada di kota Galway, Irlandia.
Meski merasa kesakitan, tapi Mighty mencoba untuk tersenyum. "Dan sepertinya kau yang takut bermain denganku." desis Mighty seolah menantang.
Max mengeraskan rahangnya, wanita dihadapannya sangat berani. "Jangan bermain-main denganku, Nona." ucapnya memperingatkan.
Namun Mighty malah sengaja menjilat jari tangan Max yang berada di pipinya. "Hanya satu permainan, aku janji." tangannya dengan berani membuka gesper mahal Max, membuat pria 35 tahun itu menggeram kesal, lalu melepaskan cengkraman nya dengan kasar.
"Kau benar-benar jalang, dan aku tidak pernah bermain dengan barang bekas banyak pria." kata Max sinis, ia membuka kancing jas dan melonggarkan dasinya.
Mighty mengepalkan kedua tangannya mendengar kata-kata pedas Max, ingin sekali ia memukul mulut tajam itu, namun sebisa mungkin ia menahan diri.
"Kau terlalu cepat mengambil kesimpulan, Tuan. Bahkan kita belum bercinta ...."
"Aku tidak akan pernah bercinta dengan wanita jalang seperti mu!" sungut Max semakin muak dengan Mighty.
"Tapi kau membuatku semakin penasaran," Mighty menyandarkan kepalanya di dada bidang itu. "Aku masih sangat layak untuk dinikmati," ia meraih tangan Max dan meletakkan di dadanya dengan sedikit menekan.
Max memejamkan matanya, ia berusaha keras menahan gejolak yang mulai tersulut. Ingat, Max dulu adalah seorang pemain, petualangan, penjajah kenikmatan sebelum akhirnya bertemu dengan Saoirse.
Sudah lima tahun ini ia tidak melepaskan hasratnya, bukankah itu sebuah rekor untuk ukuran pria berpengalaman sepertinya? Dan malam ini, ia bertemu Mighty yang agresif, tentu apa yang dilakukan Mighty sangat berpengaruh.
"Aggghhhhhh ...." desah Mighty manja, saat Max dengan sengaja meremas kuat dadanya.
"Aku tahu kau juga menginginkan hal ini terjadi." ia sengaja menghembuskan napas hangatnya di ceruk leher Max.
"Kau terlalu percaya diri!" Max melepaskan tangannya, namun tangan Mighty berhasil menyentuh senjatanya.
Wanita itu menyeringai penuh kemenangan. "Kau mungkin tidak menginginkan ku, tapi dia sangat menginginkan ku." kata Mighty merasakan senjata itu mulai mengeras.
Tanpa menunggu jawaban Max, ia mulai mencium bibir tebal Max meskipun tanpa ada perlawanan. Sedangkan tangannya aktif memberikan pijatan yang sulit ditolak empunya.
"Jangan menolaknya, Tuan. Karena kau akan mendapatkan sesuatu yang tidak pernah kau bayangkan." ucap Mighty, sejenak melepaskan cumbuannya kemudian memulai kembali.
Max yang sejak tadi berusaha menahan diri, kini mulai terhanyut dalam permainan Mighty. Perlahan tapi pasti, ia mulai merespon ciuman itu, hingga Mighty mengeluarkan desahan-desahan kecil.
Kini Mighty berada di pangkuan Max, keduanya sama-sama terhanyut. Bahkan tangan Max aktif menjelajah setiap inci tubuh seksi Mighty, sedangkan Mighty sengaja menggoyangkan pinggulnya, yang berada tepat diatas senjata Max.
Tanpa melepaskan pagutannya, Max membawa Mighty menuju ke ranjang, tangannya mulai melepas kain yang menempel di tubuh Mighty, lalu menghempaskan tubuh langsing itu keatas kasur.
"Owwhhh ...." teriak Mighty terkejut. Ia tidak sadar jika kini sudah seperti bayi yang baru lahir.
Sedangkan Max, mulai melepas pakaian nya dan melempar ke sembarang arah. Kini keduanya sama-sama naked, Mighty terus menatap senjata Max yang berdiri gagah. Ia menelan ludahnya berkali-kali, membayangkan benda itu memasukinya.
"Kau bersikap seolah baru melihatnya," Max mulai mengungkung tubuh Mighty. "Bagaimana? Apakah ukurannya bisa memuaskan mu?" tanya Max, sambil menjilat daun telinga Mighty.
"Enghhhh ...." desah Mighty tertahan. Ia mulai memejamkan matanya, menikmati sentuhan Max.
Max sendiri mulai tak terkendali mengeksplor setiap inci kulit mulus Mighty. Ia pastikan jika wanita yang ada dibawah kendalinya, akan menjerit kenikmatan dan tidak akan pernah melupakan permainannya.
Setelah cukup lama melakukan pemanasan, Max bersiap memulai permainan inti. Ia membuka laci yang ada disamping ranjang, dan mengambil pengaman.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Mighty heran karena Max menghentikan aktivitasnya.
"Memakai pengaman, aku belum gila hingga bercinta dengan wanita sepertimu tanpa menggunakan pengaman." sahut Max, sambil memasang pengaman itu. Kemudian memulai penyatuan.
Namun tidak semudah yang Max bayangkan. "Apa kau tidak bisa melakukannya?" kesal Mighty, karena Max belum berhasil.
Pertanyaan Mighty membuat keraguan Max menguap begitu saja, tadinya ia sempat berpikir jika Mighty belum terjamah. Namun setelah mendengar kalimat yang seolah meremehkan, membuat Max menghentak dengan kasar, hingga ia berhasil membobol pertahanan Mighty.
"Awwhhh, sakit." desah Mighty kesakitan, bahkan air matanya keluar.
Max merasakan sesuatu yang aneh. Ia melihat kearah senjatanya yang kini bersarang dalam tubuh Mighty. Terlihat darah segar keluar, bahkan menetes ke seprei putih, karena ia melakukannya dengan kasar.
"Are you virgin?" tanya Max tak percaya.
Ia sering melakukannya dengan wanita yang berpengalaman, ia dulu juga menjadi pria pertama bagi Saoirse. Dan kini, Max kembali menjadi pria pertama untuk gadis yang bahkan tidak ia ketahui namanya.
*
*
*
*
*
TBC
Max terlihat frustasi melihat Mighty meringis kesakitan. Ia menarik tubuhnya, namun dengan cepat Mighty mengunci tubuh kekar itu dengan keduanya kakinya. Membuat Max menatap heran padanya.
"Setidaknya selesaikan dulu permainan ini, jangan membuatku merasa seperti jalang yang tidak berguna." kata Mighty sambil menahan sakit, perih, dan panas di bagian intinya.
"Kau sengaja melakukan ini? Kau menjebak ku? Apa yang kau inginkan?" tanya Max kesal, ia merasa dipermainkan.
"Sudah aku katakan, jika aku butuh uang mu. Aku akan meminta bayaran yang mahal untuk ini, sekarang mari kita nikmati." kata Mighty, seolah tidak terjadi apa-apa.
"Seharusnya kau memberikan hal ini pada suamimu." kata Max, namun ia mulai mengayunkan pinggulnya.
"Engghhh ... Itu yang sedang aku lakukan ahhh ...." sahut Mighty, ia sama sekali belum bisa menikmati permainan Max.
Max hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Mighty, seharusnya semua wanita menjaga dirinya seperti Saoirse. Setidaknya, sampai mereka menemukan pria yang benar-benar mencintainya.
Tidak begitu mudah menyerahkan diri pada sembarang pria. Seperti yang dilakukan wanita yang kini dibawah kendalinya, langsung bercinta setelah beberapa jam bertemu.
Namun begitu Max tidak segan lagi. Ia benar-benar menikmati tubuh Mighty, malam ini ia akan menuntaskan hasratnya. Ia juga akan membayar mahal, seperti permintaan Mighty.
Dengan begitu, ia tidak akan dihantui rasa bersalah. Karena sudah merusak seorang gadis, terlebih gadis itu sendiri yang menyerahkan diri padanya.
Setelah mencapai pelepasan, Max beranjak dari tubuh Mighty, ia melepaskan pengaman itu dan membuangnya ketempat sampah. Dilihatnya Mighty masih berbaring, menikmati sisa pelepasan.
Max tidak perduli, ia mengambil selembar cek yang sudah ditandatangani. "Kau bisa menuliskan nominalnya sesuai keinginanmu." kata Max, melemparkan cek kosong itu pada Mighty, lalu ia masuk ke kamar mandi.
Mighty mengambil cek kosong itu dan meremasnya, kedua tangannya terkepal kuat. "Aku butuh dirimu, bukan hanya sebuah kertas kosong." gumamnya, perlahan bangkit dan memunguti pakaiannya.
Dengan tertatih, ia berjalan mendekati tempat sampah mencari sesuatu. Mighty tersenyum puas setelah mendapatkan apa yang ia cari, diliriknya pintu kamar mandi, dan belum ada tanda-tanda Max akan keluar.
"Kita akan segera bertemu lagi." gumamnya melangkah keluar dari kamar mewah itu.
.....
Max memejamkan matanya dibawah guyuran shower, menikmati tetesan air hangat yang membasahi tubuhnya. Sesekali ia mengusap kasar wajahnya dan menjambak rambutnya sendiri.
Ia masih tak percaya jika bisa menggila seperti itu, sepertinya sisi buruknya kembali. Sudah lama sekali Max tidak merasakan kenikmatan itu, membuatnya ingin mengulang kembali. Hanya satu kali bermain, tentu tidak cukup memuaskan hasrat yang selama ini ia tahan.
Max menarik sudut bibirnya sambil mengusap air yang mengaliri wajahnya. Ia berencana akan menjadi Mighty sebagai wanita penghangat ranjangnya, mengingat ia pria pertama bagi wanita itu.
Ia akan menawarkan harga yang sangat tinggi, dan ia yakin jika Mighty tidak akan menolaknya. Kali ini, Max setuju dengan kata-kata Mighty, jika mereka saling membutuhkan.
Jika hal itu benar-benar terjadi, maka keduanya akan sama-sama diuntungkan. Itulah yang Max pikirkan, ia segera menyudahi mandinya dan menyambar sebuah bathrobe putih yang tergantung disisi kamar mandi.
Max keluar dari kamar mandi dengan langkah mantap. Hatinya memang belum terbuka, namun dirinya butuh sesuatu untuk menjadi pelampiasan dan pelepasan, dan ia merasa jika sudah menemukan orang yang tepat.
Max mengerutkan keningnya sambil celingukan mencari keberadaan Mighty, wanita itu tadi masih terkapar diatas ranjang. Lalu sekarang kemana perginya? Max hanya sebentar di kamar mandi.
Setelah mencari kesana-kemari dan memastikan jika wanita itu benar-benar pergi, Max mengepalkan kedua tangannya, rahangnya terkatup keras, matanya menyala dengan kemarahan yang memuncak.
"Berani sekali dia meninggalkan ku!" buku-buku jarinya memutih karena tangannya terkepal kuat.
Max benar-benar marah, harga dirinya terluka mengetahui apa yang dilakukan Mighty. Ia berjalan ke ruang tamu, mengambil ponselnya yang ada di meja dan menghubungi asisten pribadinya, Jake.
"Temukan wanita itu!" ucap Max setelah panggilan itu tersambung, namun langsung dia matikan tanpa mendengar jawaban Jake.
Max membuka botol champagne yang ada diatas meja, ia menuangkan cairan kuning bening itu dalam gelas kaca, kemudian menyesap sedikit. Napasnya terdengar memburu, terlihat dari dadanya yang naik turun.
Ia kembali menyesap minumannya, rasa manis kering itu kembali membasahi tenggorokan nya. Matanya menatap lurus kedepan, tangannya memutar-mutar gelas kaca yang masih berisi setengah.
Pyarrrrrrrr
Max membanting gelas itu hingga pecah, bagaimana bisa seorang wanita begitu berani mempermainkan nya? Terlebih wanita itu bukan siapa-siapa, atau memang ia yang tak tahu apa-apa tentang wanita itu?.
.....
Sedangkan di tempat lain, Abby terlihat gemetaran dengan jari terus menggulir diatas layar ponselnya. Ia berusaha menghubungi Mighty, karena seseorang mencarinya dan orang itu bukan orang sembarangan.
Meskipun ia belum tahu jika orang yang dicari bernama Mighty, namun orang tersebut jelas bertanya tentang bangku yang menjadi tempat duduk Mighty, saat acara fashion show itu berlangsung.
"Kemana anak itu?" gumam Abby, matanya melihat sekitar. "Sudah aku ingatkan, agar tidak berurusan dengan Tuan Max, tapi dia memang keras kepala." geramnya.
Abby tadi sedang berkoordinasi dengan team vendor, karena acara itu telah selesai. Namun siapa sangka, jika atasannya tiba-tiba memanggil nya. Karena salah seorang dari tamu VIP, membutuhkan data tamu yang ada padanya.
Abby kebetulan 'Usher' dalam acara bergengsi tersebut, tentu ia tahu siapa saja tamu yang duduk di bangku VIP. Dan orang yang membutuhkan data itu adalah Jake, asisten pribadinya Maximilian Gorevoy.
Abby tidak bisa menolak saat Jake meminta data tamu yang ada padanya. Ia sempat mendengar, jika Jake mencari identitas gadis yang duduk tepat di sebelah Max, tuanya. Otomatis ingatannya tertuju pada sang keponakan.
"Aku benar-benar tidak bisa menolong mu, Mig." gumamnya pasrah, karena ponsel Mighty tidak bisa di hubungi.
"Abby, everything okay?" tanya salah satu rekannya, melihat wajah Abby gelisah.
Abby menoleh dan menggeleng pelan. "Kate, I'm not sure," katanya dengan tatapan kosong.
Kate mengangguk mendengar jawaban itu. "Yeah, I see it." ujar Kate. Pertanyaan memang sekedar basa-basi, karena ia bisa melihat jika Abby sangat kacau.
Kate duduk bersandar tembok disebelah Abby. "What's wrong? Share with me, maybe I can do something." katanya, namun kata-kata itu malah membuat Abby semakin lemas.
Siapa yang bisa membantunya berhadapan dengan beruang Rusia itu? Bahkan raja hutan Afrika tidak akan ikut campur, apalagi menolongnya. Memikirkan hal itu, membuat kepalanya semakin sakit.
"Carikan aku pria yang lebih berkuasa dari tuan Maximilian Gorevoy, dan katakan padanya jika aku siap menikah." sahutnya asal, membuat Kate mengerutkan keningnya.
Karena, dari yang Kate ketahui. Abby salah satu wanita yang tidak percaya dengan cinta dan pernikahan. Tidak heran jika di usianya yang sudah memasuki 45 tahun, dia hidup sendiri dan tidak punya kekasih.
"Apa hari ini matahari terbit dari selatan?" ucap Kate, namun mampu membuat Abby tertawa, hingga kedua wanita yang tak lagi muda itu sama-sama tertawa.
"Hemmm aku rasa, aku sudah gila." ujarnya, terkekeh geli namun raut wajahnya seperti orang yang putus asa.
"Dan aku teman si gila." timpal Kate, hingga tawa mereka kembali pecah. Hanya mereka yang mengerti arti kata-kata random itu, terdengar tidak nyambung dan tidak masuk akal, namun mampu melepaskan ketegangan, walau sesaat.
*
*
*
*
*
TBC
Hai, bagaimana pendapat kalian sampai chapter ini? Tolong tinggalkan jejak kalian yaaa, biar novel author gak sepi-sepi bangetttt😤
Author memaksakan diri tetap rilis novel, meskipun selalu sepi, sepi, dan sepiiii😔😔😔
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!