NovelToon NovelToon

The Royals

The Royals — Bab 01

SEPERTI MIMPI DI TENGAH KEMEGAHAN

Indonesia — Kota kartapura

Malam itu, Kartapura gemerlap oleh cahaya lampu emas dari istana Archipelago Attar. Bangunan bercat putih gading dengan pilar menjulang itu berdiri megah, seakan menjadi saksi sejarah panjang keluarga bangsawan yang dulu hanya kecil, namun kini menjelma simbol kekuasaan dan kemewahan Indonesia modern. Di halaman luasnya, mobil-mobil mewah berderet, tamu-tamu kenamaan dari politisi, pengusaha, hingga diplomat asing berdatangan.

Suara musik menjadi pembukaan bagi tamu-tamu muda yang kini menikmati pesta mereka di sebuah bagian kompleks Mansion Archipelago Attar.

Kaira seorang reporter yang juga diundang, dengan mata terpana dia tersenyum menikmati pesta dan musik tersebut, hingga ia menoleh ke arah kiri dan melihat sosok pria tampan berkemeja putih dengan dasi pita terbuka. Pria itu menari ringan menikmati musik di sana bersama yang lain. Sampai kontak mata mereka bertemu satu sama lain.

“You!” kata pria tampan tadi yang merupakan anggota keluarga Archipelago Attar yang membuat Kaira tak percaya hingga terbawa suasana saat ia mulai ikut menari mengikuti irama musik yang semakin menarik perhatian pria tadi.

Hingga mereka dekat dan dekat, bersentuhan tangan serta menarik bersama.

Terlihat bagaimana ketertarikan sosok pria bernama Kairo itu sejak awal melihat Kaira. Namun mereka masih tahu satu sama lain, meski Kaira merasa pernah melihatnya.

...***...

Hari ini bukan pesta biasa. Sultan Wijaya Archipelago Attar, kepala keluarga yang dihormati, mengadakan perayaan ulang tahun ke-65 sekaligus pengumuman resmi mengenai calon penerus bangsawan. Para tamu berbisik-bisik, penasaran siapa yang akan ditunjuk sebagai pewaris tunggal kerajaan bangsawan keluarga ini.

Di balik senyum dan salam yang penuh formalitas, udara terasa menegang.

“Tuan! Sudah saatnya.” Ucap seorang pengawal sedikit berbisik.

Sultan Wijaya mengangguk faham. Di ruang utama istana, Sultan Wijaya duduk di singgasananya, mengenakan jas hitam elegan dengan pin emas berbentuk burung garuda di dada. Wajahnya tampak tegas, namun matanya menyimpan lelah yang tak bisa disembunyikan. Di samping kanan berdiri Kalindi, istri pertamanya, anggun dalam balutan kebaya merah darah dengan perhiasan berkilau. Senyum Kalindi begitu lembut di depan tamu, namun matanya penuh kalkulasi.

Di sisi kiri, Kusuma, istri kedua yang tubuhnya tampak ringkih. Wajahnya pucat, sesekali batuk tertahan. Meski sakit-sakitan, aura kesederhanaannya memberi kesan menenangkan.

“Bibi! Kau baik-baik saja?” tanya gadis cantik bernama Lela Archipelago Attar (18th), putri kandung dari Kalindi. Si lugu dan polos.

“Aku baik-baik saja!” balas Kusuma tersenyum tipis.

“Tidak seharusnya kau mengajaknya.” Bisik Kalindi ke telinga Sultan Wijaya saat dia melirik malas ke istri kedua suaminya yang sakit-sakitan itu..

Pria tua itu hanya diam dengan tatapan marah yang tertahan akan bisikan dari istri pertamanya.

Dan di antara kerumunan, berdirilah Raziq—adik kandung Sultan Wijaya, sekaligus orang yang dipercaya menjadi tangan kanan keluarga. Wajahnya tersenyum ramah, tetapi matanya terus mengikuti setiap gerak-gerik tamu yang datang, untuk berjaga-jaga.

.

.

.

Sultan Wijaya bangkit perlahan. Suara beratnya menggema, penuh wibawa.

“Saudara-saudara, malam ini adalah malam bersejarah bagi keluarga Archipelago Attar. Selama berabad-abad, keluarga ini berdiri untuk kejayaan negeri, dan kini di era modern, kita tetap memegang tanggung jawab besar: menjaga nama baik, menjaga bangsa.”

Tepuk tangan bergema. Namun, semua tahu, itu hanya prolog. Yang ditunggu adalah kalimat berikutnya.

Wijaya menoleh ke arah kedua putranya. “Dan malam ini, aku akan mengumumkan siapa yang akan meneruskan kepemimpinan keluarga ini.”

Caesar (31th) menegakkan tubuh, dagunya terangkat penuh percaya diri. Kalindi menyunggingkan senyum tipis melihat ke arah putra kandungnya. Di sisi lain, Kairo tetap tenang, meski jantungnya berdetak lebih cepat. Kusuma menatap anaknya dengan doa dalam diam.

Di saat pidato ringan masih mengalun, seorang wanita cantik bernama Kaira Ayesha (27th) tak berhenti tersenyum karena dia tidak menyangka keberadaan nya saat ini bersama orang-orang terhormat di rumah mewah seorang bangsawan, Archipelago Attar.

Saking fokus dan terpana nya dia akan keindahan dan kemegahan rumah bak istana itu. Kaira hendak berjalan ke sisi kanan sampai— Brugh! “Maafkan saya, saya benar-benar tidak melihat. Tolong ma— ”

“Santai saja!” balas seorang pria tampan yang membuat Kaira terdiam untuk sesaat menatap wajahnya.

Pria itu tersenyum tipis sembari membersihkan noda minuman yang mengotori kemeja putihnya.

“Maafkan saya, Tuan. Sa-saya— ”

“Sudah aku aku bilang, santai saja. Lagi pula... Sangat membosankan berdiam di sini beberapa jam, benar! Dengan kejadian semua ini, aku bisa mendapat alasan untuk keluar dari pesta ini! Terima kasih.”

Jelas sosok pria tampan berkulit putih bersih dengan rambut rapi tadi yang hanya membuat Kaira diam tak bisa bicara.

Bagaimana bisa seseorang tidak betah berada diantara orang-orang bangsawan.

“Apa saya pernah melihatmu? Maaf, saya seperti tidak asing dengan wajah Anda!” ucap Kaira sedikit mengkhayal kemana-mana. Tapi memang, dia seperti pernah melihatnya di poster-poster majalah maupun berita koran.

Pria itu hanya tersenyum kecil. “Semua orang juga berkata seperti itu. Siapa namamu?”

Dengan senang hati, Kaira yang memang gadis polos, baik dan sederhana, ia mengulurkan tangannya. “Kaira!”

Pria itu menerima jabatan tangannya seraya tersenyum ramah. “Nama yang bagus.”

“Tuan— ”

Seketika salaman mereka terlepas disaat seorang pengawal berbisik di telinga pria berkemeja putih dengan noda tadi, sehingga nampak keseriusan di wajah keduanya. Tentu, pria itu juga pamit ke Kaira sebelum dia pergi bersama pengawalnya. Namun tetap meninggalkan penuh tanya dalam benak Kaira.

-‘Dia salah satu bangsawan rupanya. Tapi aku tidak asing dengan wajahnya yang tampan!’ Pikir Kaira hampir gila bila selalu membayangkan menikah dengan pria bangsawan salah satunya putra-putra dari keluarga Archipelago Attar.

“Sedang apa kau di sini? Ayo, ambil beberapa pemotretan di malam yang spesial ini, jangan sampai kalah dengan Chanel lain.” Jelas pria brewok berpakaian rapi yang merupakan atasan dari Kaira, sebagai reporter.

“Apa semua anak dari Sultan Wijaya ramah senyum?” tanya Kaira sekedar iseng saja.

“Cih, tidak ada seorang bangsawan yang ramah senyum di belakang kamera!” balas atasannya yang membuat Kaira berpikir dua kali. Memang semua itu benar, jika sudah ada kamera, wajah seseorang menjadi dua muka.

Wanita cantik itu segera bergegas bersama atasannya, dengan pakaian indahnya ia berdiri paling depan dan menyiapkan ponselnya untuk siap merekam.

Hening beberapa saat ketika Sultan Wijaya akan menyampaikan kabar besar malam ini.

“Saya akan memutuskan bahwa pewaris Archipelago Attar akan diturunkan kepada putraku, Kairo Archipelago Attar.”

Keputusan yang Sultan Wijaya sampaikan disambut dengan tepukan tangan dari para tamu. Tak semuanya senang, bahkan Kalindi selaku istri pertamanya pun terlihat terkejut mendengar keputusan dari suaminya.

Wanita berbalut kebaya merah darah itu menatap ke arah putranya, Caesar yang nampak menahan amarah.

“Lakukan saja!” pinta Kusuma mengangguk kecil ke putra kandungnya, Kairo. Tentu saja pria itu terlihat bertanya-tanya.

Seharusnya Caesar yang mewarisi Archipelago Attar karena dia anak sulung, tapi kenapa ayahnya malah memilihnya?

Karena namanya disebut, tentu saja calon pewaris segera hadir dan berdiri didekat Sultan Wijaya. Tak cuman pria bernama Kairo (28th) saja. Seluruh keluarga utama juga ikut berdiri berjajar untuk mengabadikan momen tersebut.

Kaira yang berdiri paling depan di ujung, wanita itu nampak tertegun melihat sosok calon pewaris bernama Kairo Archipelago Attar. -‘Dia keluarga Archipelago Attar?’ decak nya dalam hati.

sungguh! Kaira tak pernah berpikir bahwa dia sudah berbincang dengan calon pewaris tersebut, bahkan mengotori kemeja putihnya.

Sadar akan seseorang yang sedang terlihat terkejut, Kairo melirik ke arah Kaira sembari tersenyum kecil, seolah dia berhasil menjahili seseorang. Namun bukan itu yang terpenting saat ini, melainkan kenapa dilalah yang dipilih menjadi pewaris? Bukannya Caesar?

...°°°...

Hai Guyssss!!!! Aku hadir membawakan cerita baru yang lebih dag-dig-dug. Bercampur dark romance & Light romance yang akan membuat jantung kalian adrenalin!!!!

Jangan lupa tinggalkan jejak semangatnya untuk mendukung author agar semangat berkarya 😁😁

LIKE ✔️

COMENT ✔️

FAVORIT ✔️

RATE ⭐ 5 ✔️

VOTE ✔️

Thanks and See Ya ^•^

The Royals — BAB 02

SURAT WARISAN

Setelah pesta berakhir dengan meriah dan berjalan lancar. Kaira tak memiliki kesempatan kedua kalinya untuk bertemu dengan pewaris bangsawan yang sangat dia kagumi, namun wanita itu cukup senang karena bisa berbincang dengannya walaupun sedikit.

“Ada apa denganmu?” tanya atasannya yang baru saja masuk ke dalam mobil.

Kaira tak berhenti tersenyum, lalu menggeleng. “Tidak ada Pak! Ayo!” balasnya benar-benar seperti orang yang jatuh cinta.

Sementara di ruangan mewah khususnya sebuah kamar pribadi milik Sultan Wijaya. Pria itu langsung memasang wajah marah ketika seseorang membuka pintu kamarnya dan masuk begitu saja. Tentu saja dia sudah tahu siapa yang saat ini menemuinya.

“Aku tidak menyangka kau akan melakukan semua itu Sultan! Aku ingin penjelasan darimu sebagai istri pertamamu.” Tegas Kalindi yang mulai berjalan tiga langkah ke depan dengan tatapan tajam, kepala mendongak penuh percaya diri.

Mendengar itu, Sultan Wijaya berbalik menatap istrinya dengan kerutan marah.

“Kau ingin tahu alasannya? Akan aku beritahu alasanku menyerahkan keseluruhan warisan Archipelago Attar kepada Kairo.”

Sungguh, balasan dari ucapan Sultan Wijaya membuat Kalindi panik dan cemas sendiri. Namun dia ingin tahu alasannya, sehingga semua kecemasan dan ketakutannya ia singkirkan.

Bruakk!!!! “HAAAAA!!!”

Teriak lantang suara Caesar bersamaan dengan bantingan benda-benda yang ada di atas meja kamarnya. Pria tampan berkemeja putih itu terlihat marah dan tak terima dengan semua keputusan dari ayahnya.

“KETERLALUAN!! SIAL!” kesalnya yang hampir meledak sendiri dan membuat para pelayan yang berjaga di sana ikut ketakutan sendiri.

Karena apa? Karena jika Caesar sudah marah, pria itu selalu melampiaskan kepada siapapun yang dia ingin lukai.

Kemarahannya mereda saat Raziq selaku paman dari anak-anak Sultan Wijaya itu menghampirinya. “Keluar semua!” pintanya kepada para pelayan dan penjaga.

“Apa semua itu? Apa kau ingin merusak nama baik Archipelago Attar?!” tegas Raziq benar-benar penuh kewibawaan seperti kakaknya.

Pria tua berkulit cokelat itu menatap tajam ke keponakannya yang masih terlihat marah hingga menghampirinya.

“Seharusnya aku yang bertanya. Kenapa ayah menyerahkan nya kepada Kairo? Aku adalah anak sulungnya, kenapa bukan aku hah?!” gertak Caesar dengan berani.

Raziq terdiam menatap lekat ke pria yang lebih muda darinya itu. “Tenangkan pikiranmu, sebaiknya kau belajar mengendalikan emosimu, jika tidak... Kau akan menyesalinya. Ini sudah menjadi keputusan Sultan Wijaya.” Jelas Raziq yang akhirnya dia pergi meninggalkan Caesar yang masih menahan emosinya hingga mengepalkan tangannya.

Kepergian Raziq dari kamar Caesar diganti oleh kedatangan Kalindi yang tiba-tiba masuk dan menutup rapat pintu kamar. Wajahnya terlihat ketakutan serta panik, kedua tangannya gemetar dan wajahnya penuh keringat.

“Ibu! Ada apa?”

Caesar menghampiri ibunya, tentu Kalindi merespon putranya, menyentuh kedua lengan kekar Caesar dan menatapnya dengan senyuman paksa disaat ia terlihat ketakutan.

“Sebaiknya kau jernihkan pikiranmu, besok aku akan bicara dengan ayahmu. Dia akan mendengarkan ku.”

“Ada apa denganmu? Apa yang membuatmu terlihat ketakutan?” tanya Caesar berkerut alis menatap ibunya.

Kalindi menggeleng dan mencoba tenang dengan menarik napas dalam-dalam lalu tersenyum menatap ke Caesar sekali lagi.

“Semuanya akan baik-baik saja!” ucapnya yang masih tidak bisa menghilangkan amarah Caesar terhadap keputusan ayahnya malam ini.

Hingga suara gaduh dari sepatu para pengawal mulai membuat Caesar dan Kalindi ikut bertanya-tanya. Mereka membuka pintu kamar dan memastikan apa yang sedang terjadi saat itu, hingga pergi ke ruang keluarga yang sudah terkumpul keluarga di sana. Termasuk Kusuma dan Kairo yang terlihat cemas.

“Minggir!” tegas Raziq yang segera mengawal Sultan Wijaya di atas brankar dalam kondisi kritis akibat serangan jantung mendadak.

Melihat itu, tentu membuat Kalindi dan Kusuma ikut terpukul. Begitu juga anak-anak mereka yang hanya diam menatap kepergian ayahnya yang kini harus di bawa ke ruangan khusus pengobatan yang memang sudah tersedia di mansion megah Archipelago Attar.

Ruangan tersebut terletak di di lantai bawah, terpisah dengan rumah utama dan juga gudang. Sangat besar dan megah.

“Ayah..” Lirih Lela yang kini menangis tersedu akan kondisi ayahnya saat ini.

Dengan tatapan tajam penuh penelitian, Kairo hanya diam mengamati keseluruhan orang-orang yang saat ini berada di ruangan yang sama sepertinya.

“Kairo, ayo!” ajak Kusuma yang hendak pergi mengikuti arah Sultan Wijaya.

Di malam yang sama, di saat keluarga bangsawan satu-satunya yang ada di Indonesia itu turut berdukacita atas kematian Sultan Wijaya. Kaira si gadis cantik dan sederhana itu berbaring di atas kasur kecilnya sembari terus terbayang akan wajah dari Kairo Archipelago Attar.

“Aku yakin tidak semua orang kaya bermuka dua!“ gumamnya benar-benar tak berhenti membayangkan Kairo. Yang jika dilihat oleh orang lain, maka antara Kairo dan Kaira seperti langit dan bumi yang tidak mungkin bisa bersatu.

Tok! Tok! “Kau sudah tidur?” tanya seorang wanita dari balik pintu yang tertutup.

Seketika Kaira segera bangkit dan membuka pintu kamarnya, tersenyum kecil menatap ke sang ibu tercinta yang kini juga terlihat heran sejak kepulangan putrinya dari rumah bangsawan.

“Aku melihat perubahan kecil di wajahmu sejak pulang dari pesta bangsawan. Kau menemukan jodohmu?!” goda Linda yang melipat kedua tangannya.

“Senyum adalah ibadah, jika aku menemukan jodohku di sana, itu artinya suatu keberuntungan!”

“Dasar gadis konyol! Ayo, nenekmu memanggil.” Ajak Linda yang memang mereka hanya tinggal bertiga saja sejak kematian ayah Kaira. Tapi keharmonisan itu tak pudar sedikitpun.

...***...

Kartapura, Archipelago Attar

3 hari berlalu setelah kematian Sultan Wijaya. Kini di ruangan keluarga tepatnya di dekat balkon terbuka. Seluruh keluarga Archipelago Attar sudah menunggu keputusan di sana.

Seorang pria yang merupakan notaris, berbalut setelan jas hitam dengan lambang Garuda kecil di dada sebelah kirinya sembari mengeluarkan surat putusan.

“Berdasarkan apa yang ditulis oleh tuan Sultan Wijaya sebelum meninggal, seluruh warisan Archipelago Attar akan diserahkan sepenuhnya kepada tuan Kairo, namun ada syarat tertentu yang harus dipenuhi sebelum menerima seluruh warisan tersebut.” Jelas notaris itu dengan serius sehingga Kairo sendiri yang mendengarnya iku serius dan sedikit berkerut alis.

“Apa itu?” tanya pelan Kusuma.

“Pernikahan. Pendamping yang harus mendukung nya penuh agar Archipelago Attar bisa berdiri lebih imbang. Selama itu, sang pewaris tidak akan bisa menerima seluruh warisan yang sudah diturunkan dan akan tetap dijaga oleh adik dari tuan Sultan Wijaya.”

Sekilas, seluruh mata tertuju ke arah Raziq yang memang sudah siap membantu kakaknya selalu.

“Bagaimana jika sang pewaris itu tidak memenuhi syarat, apa tidak ada pengganti lain? Bagaimana dengan anak sulung dari Sultan Wijaya?” tegas Caesar menatap tegas ke notaris itu.

“Tidak ada persyaratan lain lagi. Anak sulung akan tetap berada di posisinya dan harus siap membantu sang pewaris. Itu sudah menjadi keputusan terkahir dari tuan Sultan sendiri.” Balas pria paruh baya berkacamata itu menatap tajam nan lekat ke Caesar.

Pria itu menyerahkan surat yang sudah ditandatangani langsung oleh Sultan Wijaya kepada Raziq. Sebelum akhirnya dia pergi dari mansion itu.

Masih tak terima, Caesar langsung memilih pergi dari sana dan membuat Lela sang adik juga ikut sedih atas kekecewaan yang terjadi kepada kakaknya, namun di sisi lain, dia juga turut senang akan kakak tirinya yang mewarisi Archipelago Attar.

The Royals — BAB 03

KEBENARAN DI BALIK KEGELAPAN

Kepergian notaris kini membuat keadaan keluarga bangsawan itu hening. Kalindi dengan tatapan tegasnya menatap ke arah Kairo yang terlihat diam seperti sedang memikirkan sesuatu.

“Jadi... aku akan menyiapkan pernikahan untuk calon pewaris. Dan aku harap tidak ada yang keberatan akan hal itu.” Jelas Kalindi menoleh ke arah Kusuma yang hanya diam menatapnya sendu.

“Aku sendiri yang akan memutuskannya, dan aku harap kau tidak keberatan akan hal itu. Aku memerlukan waktu.” Ujar Kairo yang menatap berani ke ibu tirinya.

Lela yang masih ada di sana, dia merasa situasi keluarganya semakin panas. “Em.. Aku rasa, ini saatnya aku pergi sekolah!” ucap gadis itu tersenyum kecil sembari bangkit dari duduknya dan beranjak pergi begitu saja.

“Tidak ada waktu untuk menundanya, benar begitu Raziq. Jika kau menghormati ayahmu dan jika kau siap dengan keputusannya, maka jangan membuatnya sedih di sana.”

Kalindi dengan gaya angkuhnya mulai bangkit dari sofa mewah dan berjalan pergi sehingga kini hanya ada Kusuma, Kairo dan Raziq saja.

“Berikan Kairo waktu untuk memikirkan nya. Saat ini Sultan Wijaya sudah tiada, dan aku percayakan semuanya kepadamu.” Ujar Kusuma yang didengar oleh dua pria saat ini.

Sungguh! Kairo benar-benar tidak tahu harus apa? Namun di sisi lain dia merasa tak enak hati karena harus membuat Caesar kakaknya merasa kecewa tanpa disengaja.

“Anda jangan khawatir, satu Minggu adalah waktu yang cukup. Dan jangan biarkan Archipelago sampai sirna.” Ucap Raziq lalu melangkah pergi meninggalkan ibu dan anak saat ini.

Kusuma menoleh ke arah putranya, si tampan yang mengenakan kemeja putih, bertubuh kekar. Tanpa mengatakan apapun, Kusuma langsung saja berjalan pergi secara perlahan, mungkin karena dia memang sedang sakit.

“Sshhh...” Desis Kairo yang kini memijit keningnya.

“Tuan Kairo, Anda perlu bantuan?” tanya pengawal pribadinya yang selalu setia dan selalu ada di saat yang tepat. Panggil saja dia, Elon, singkat dan padat.

Kairo menyentuh bahu kanan pria yang lebih tua darinya itu, menatapnya lekat seolah dia benar-benar percaya penuh.

“Bantu aku mencari wanita bernama Kaira yang ada di pesta semalam.” Pintanya dengan serius. Cukup sulit untuk didengar oleh Elon, namun pria itu mengangguk patuh.

“Akan saya carikan.”

...***...

PT.ABCtv — Indoensia, Kartapura

Suara mesin fotocopy terdengar saat sebuah berkas-berkas tengah digandakan. Seorang wanita cantik yang mengenakan kemeja krem dan celana hitam tengah fokus menunggu seraya melihat ke arah jam dinding, lebih tepatnya melihat ke arah jarum arah menit yang semakin maju dan maju.

Tit! “Yes! Go home!!” seru Kaira yang segera mengambil kertas-kertas tersebut dan segera merapikannya dengan baik usai meletakkan nya di atas meja seniornya.

Wanita itu bergegas keluar karena waktunya pulang. Dengan senyum lebarnya, Kaira menyusuri jalanan yang ramai. Tentu saja, kota Kartapura merupakan kota terbesar di Indonesia.

“Nyonya Kaira!” panggil seorang pria berjas rapi yang berdiri di dekat mobil mewah di pinggir jalan.

Sedikit ragu-ragu hingga terheran, Kaira berjalan mendekati pria asing itu dengan wajah penuh tanya. Dan tentunya, dia mengamati sejenak mobil mewah yang ada di belakangnya yang terdapat lambang Garuda kecil terbuat dari perak asli, terpajang di kap mobil paling ujung sebagai simbol milik Archipelago Attar. Bangsawan yang aktif di Indonesia.

Meski bukan kerajaan, namun pengaruh keluarga tersebut sangatlah besar terhadap Indonesia.

“Anda nyonya Kaira yang ikut ke pesta Archipelago kemarin?” tanya Elon.

“Iya. Apa saya akan dipenjara?” tanya Kaira yang sadar akan kesalahannya mengotori kemeja pewaris dari orang kaya se-Indonesia dan nomor 7 se-Asia.

“Tidak.” Elon merogoh saku di dalam jas hitamnya, mengeluarkan sebuah kartu persegi kecil dan memberikannya kepada Kaira saat itu juga.

“Di malam yang ke 5 hari ini, Anda diundang makan malam, saya berharap Anda akan datang. Permisi!” Elon segera masuk ke dalam mobil hitam mengkilap itu dan pergi saja.

Sementara Kaira menatap lekat kartu hitam yang terdapat tulisan nomor dari Elon dan lambang kartu Archipelago Attar. Rasanya seperti mimpi, Kaira masih terdiam, mengamatinya cukup lama hingga dia berkernyit kening. “Apa aku membuat kesalahan? Apa dia kesal?” gumamnya benar-benar merasa seperti orang gila yang kini memukuli kepalanya sendiri.

“Lupakan saja, mereka akan lupa jika aku tidak datang!” wanita itu tersenyum kering dan membuang kartu tersebut begitu saja. Meski jujur saja, hatinya dag-dig-dug memikirkan-nya.

.

.

.

Ctak!! Suara bola Baseball yang dipikul berulang kali hingga memantul ke dinding dan kembali ke Caesar yang terus memukulnya lagi dan lagi.

Pria itu dengan serius melakukannya, sampan tubuh dan wajah tampannya penuh dengan peluh.

“Hari ini Yoona akan datang. Kau tidak ingin menjemputnya ke bandara, dia akan sedih dan mengoceh.” Ujar Kalindi yang melipat kedua tangannya di depan perut ramping seraya menatap malas bila membicarakan soal menantunya yang konyol itu.

“Biarkan saja, suasana hatiku belum membaik.” Balas Caesar yang masih fokus ke bolanya dan rahang tegasnya bahkan berkedut ikut kesal.

Kalindi mengerti dengan apa yang putranya saat ini pikirkan, namun wanita paruh baya itu terdiam bila mengingat akan suaminya. Kejadian malam sebelum Sultan Wijaya tewas.

Menyadari akan ibunya yang melamun, Caesar berkerut alis menatapnya hingga meraih bola Baseball tersebut. “Ada apa? Apa ada sesuatu?”

Pertanyaan Caesar langsung membuat Kalindi Sada kembali dari lamunannya.

“Tidak ada.”

Pria itu semakin yakin akan sesuatu yang ibunya sembunyikan darinya. Dia berbalik menghadap ke arah Kalindi dan menatapnya lekat. “Apa Ibu tahu sesuatu tentang alasan ayah menolakku menjadi pewaris? Sebelum dia memutuskannya, dia mengatakannya kepadaku, bahwa penerus Archipelago Attar adalah aku.”

“Itu hanya omongan saja, Caesar! Kebenarannya adalah... Kairo yang menjadi pewarisnya.”

“Kenapa?”

Kalindi terdiam menatap ke putranya dengan antusias. “Lupakan saja.”

Wanita berpakaian elegan warna hitam itu memilih pergi dan menghindar, namun Caesar yang muak, dia terpancing emosi akan sikap ibunya hari-hari ini.

“Kalau begitu akan aku cari tahu sendiri!” kesalnya yang segera bergegas pergi dari ruangan olahraga dan menyuruh pengawal untuk segera menuruti perintahnya dengan imbalan uang. Tentu saja untuk mencari tahu kejadian sebelum kematian ayahnya, Sultan Wijaya.

Sementara Kalindi yang berjalan pergi menyusuri lorong mansion bak istana itu, ia mengusap pipinya dan mencoba tenang. “Bukan aku yang membunuhnya, aku tidak menyentuhnya sama sekali... Tidak... Hffuuu...” Gumam Kalindi yang benar-benar berusaha untuk tetap rileks bagaimana pun caranya.

...***...

“Kau akan keluar kemana malam-malam?” cemas Kusuma yang saat ini baru saja berbaring di ranjang empuk nan mewahnya.

Kairo tersenyum kecil menatap ibunya. “Ada sesuatu yang harus ku urus, tidur saja dan istirahat lah.”

Hendak pergi usai menyelimuti ibunya. Kusuma menahan tangan kiri Kairo yang hendak pergi, sehingga pria berkemeja hitam itu balik menatap ibunya lagi.

“Jangan melakukan hal yang aneh-aneh Kairo. Jangan sampai emosimu menguasai dirimu. Aku tahu apa yang sedang terjadi sejak kematian Sultan, aku bisa melihat kehancuran keluarga ini semakin terlihat jelas.”

Kairo terdiam beberapa detik, lalu dia tersenyum kecil. “Jangan terlalu khawatir, itu hanya pikir negatif saja!” balas Kairo.

Tak berselang lama, pria itu keluar dari kamar ibunya, senyuman ramahnya hilang menjadi tatapan dingin dan datar, bak dua orang berbeda kepribadian.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!