Nayla Marissa, 21 tahun, gadis cantik nan manja. Hidupnya selalu bergelimang harta dan kemewahan. Apapun yang dimintanya selalu dituruti, bagi Andreas dan Yuna putrinya itu adalah permata dan tak ada yang boleh menyakitinya.
Nayla, bukan gadis yang pintar dan sombong tapi dia cukup populer. Dia memiliki banyak teman karena royal dengan uang sehingga banyak yang memanfaatkan keluguannya.
"Ma, aku dan temanku mau jalan-jalan ke luar kota. Apa aku boleh minta uang buat ongkos mereka?" pinta Nayla ketika dirinya dan kedua orang tuanya sedang menikmati sarapan pagi.
"Boleh dong, sayang. Apapun yang kamu minta akan kami berikan, kebahagiaan kamu itu adalah paling utama untuk kami," ucap Yuna, 45 tahun.
"Berapa yang kamu butuhkan, Nak?" tanya Andreas, 48 tahun.
"Lima belas juta, Pa." Jawab Nayla dengan semangat.
"Papa nanti kirimkan," kata Andreas.
"Kapan kamu akan berangkat, sayang?" tanya Yuna dengan nada lembut.
"Lusa, Ma. Kemungkinan kami mau berangkat menggunakan bus khusus," jawab Nayla.
"Kenapa tidak naik pesawat saja, sayang?" tanya Yuna.
"Kalau naik pesawat cepat sekali sampai tujuan, Ma. Menggunakan bus, kami bisa singgah di beberapa tempat," jawab Nayla menjelaskan bahwa dirinya dan teman-temannya ingin berswafoto di pantai-pantai yang akan dilewatinya.
"Baiklah, jika itu mau kamu. Dita harus ikut juga, ya, biar kamu ada yang menjaga," kata Andreas.
"Baiklah, Pa. Aku mau!" Nayla setuju dengan saran papanya.
Selesai sarapan, Nayla berpamitan kepada kedua orang tuanya. Nayla berangkat ke kampus diantar sopir pribadi. Belum sampai kampus, tiba-tiba mobil yang membawa Nayla mogok.
"Kenapa, Pak?" tanya Nayla dengan lembut.
"Tidak tahu, Nona. Sepertinya kita akan terlambat ke kampus," jawab pria paruh baya itu yang merupakan ayahnya Dita.
"Aku naik taksi saja," kata Nayla. "Bawa saja mobilnya ke bengkel," lanjutnya memberikan perintah.
"Nona Nayla yakin mau naik taksi?" tanya Pak Irwan.
"Iya, Pak. Tidak masalah, saya berani," jawab Nayla tersenyum kemudian membuka pintu mobil dan keluar.
Nayla lalu berjalan beberapa langkah dan menghentikan salah satu taksi yang melintas. Nayla kemudian masuk dan meminta sopir mengantarkannya ke kampus.
Sesampainya di kampus, Nayla kemudian menyodorkan selembar uang berwarna merah kepada sopir yang masih fokus menatap ke arah depan. "Ambil saja kembaliannya!"
Pria yang menjadi sopir taksi itu menoleh ke belakang dan menerima uang pemberian Nayla. "Ini kebanyakan, Nona!"
"Tidak apa-apa, saya ikhlas!" ucap Nayla tersenyum.
"Saya tidak bisa menerima sisanya, Nona." Tolak sang sopir taksi memegang dan memandangi selembar uang kertas itu.
"Kenapa? Apa kurang?" tanya Nayla heran karena tak biasanya ada seseorang yang menolak sisa kembalian upah darinya.
"Bukan begitu, Nona. Ongkos taksi cuma separuh dan ini kebanyakan," jawab pria muda itu lagi.
"Ya sudah, kalau begitu kamu kembalikan saja," ucap Nayla dengan suara lembut.
"Saya tidak punya uang kembaliannya, Nona." Kata pria itu beralasan.
"Saya juga tidak punya uang pas," ucap Nayla lagi.
"Nona, pulang dari kampus jam berapa?" tanya sang sopir.
"Jam satu," jawab Nayla.
"Bagaimana kalau saya jemput dan Nona tidak perlu lagi memberikan saya upah?" pria itu memberikan saran.
Nayla sejenak diam dan berpikir.
"Perkenalkan nama saya Dhana, ini nomor telepon saya!" sopir itu memberikan satu buah kartu nama.
Nayla mengambilnya dan tersenyum, "Baiklah, kamu bisa menjemputku. Kebetulan mobilku lagi di bengkel."
"Uang ini saya ambil, ya. Sebelum jam satu saya akan menunggu di sini!" kata Dhana menunjukkan uang pemberian Nayla kepadanya.
"Baiklah, kalau begitu. Sampai jumpa nanti!" Nayla bergegas keluar dari taksi.
-
Tepat jam 1 siang, ketika Nayla keluar dari kelasnya matanya tertuju kepada seorang pria sedang berdiri dekat taksi yang membawanya tadi pagi. Namun, pakaian yang digunakan sang sopir berbeda.
Dhana mendekati Nayla yang berjalan lambat ke arahnya, "Nona, mari kita pulang."
"Kamu Dhana?" Nayla masih tak percaya karena sosok yang ditemuinya siang ini begitu tampan tak seperti seorang sopir.
"Iya, saya Dhana. Kebetulan tidak memakai seragam perusahaan," kata Dhana menjelaskan.
"Kenapa?" tanya Nayla dengan polosnya.
"Karena pakaian seragam saya kotor kena tumpahan kopi," jawab Dhana beralasan.
"Oh, begitu!" Nayla manggut-manggut paham.
"Mari saya antar pulang!" kata Dhana.
Nayla lalu mengiyakan, Dhana lebih dulu melangkah ia kemudian membukakan pintu dan mempersilakan Nayla masuk.
"Terima kasih!" ucap Nayla kemudian masuk dan duduk di belakang.
"Nona, tidak ingin ke mana-mana lagi?" tanya Dhana sebelum menyalakan mesin mobilnya
"Sebenarnya saya ingin ke toko pakaian, tapi....." jawab Nayla terhenti. Ia bingung harus menjelaskannya.
"Saya bisa mengantarkan Nona. Jangan khawatir, Nona tidak perlu menambah ongkos lagi," ucap Dhana.
"Memangnya kamu bersedia menunggu saya memilih pakaian. Saya kalau belanja sangat lama, pasti kamu akan bosan," kata Nayla. Biasanya sopir pribadi keluarganya akan menunggu di luar toko sembari minum kopi dan mengobrol dengan orang-orang sekitar.
"Bahkan, saya bersedia menemani Nona memilih pakaian," ucap Dhana lagi.
"Benarkah? Bukankah pria biasanya tidak suka berbelanja?" tanya Nayla dengan pelan dan lembut.
"Saya suka menemani ibu dan kakak berbelanja. Menyenangkan hati mereka membuat saya merasa senang dan bahagia," jawab Dhana.
"Dia memang pria yang berbeda. Jarang sekali ada pria sepertinya," batin Nayla memuji.
"Apa Nona bersedia saya temani?" tanya Dhana.
"Ya, bolehlah," jawab Nayla kemudian menyebutkan nama toko serta alamatnya.
Taksi yang dikendarai Dhana pun meluncur ke toko pakaian tujuan. Sesampainya di sana, Dhana pun membukakan pintu Nayla. Mereka lalu sama-sama memasuki toko.
"Kamu boleh menunggu saya diluar. Saya tidak apa-apa berbelanja sendiri," kata Nayla supaya Dhana tak bosan menemaninya.
"Saya akan tetap temani Nona," ucap Dhana.
"Hmm, baiklah!" kata Nayla tersenyum tipis.
Keduanya pun berjalan mengelilingi toko seperti pasangan kekasih. Dhana menanyakan pakaian yang diinginkan Nayla, ia pun memberikan masukan kepada gadis itu mana yang cocok dan pantas digunakan.
"Nona lebih pantas memakai pakaian yang sedikit tertutup. Apalagi Nona akan mengadakan liburan ke luar kota," kata Dhana menjelaskan mengapa dirinya begitu cerewet memilih pakaian yang cocok buat Nayla.
"Baru kali ini saya menemukan seseorang yang perhatian dengan cara berpakaian saya. Kedua orang tua saya tidak pernah memperdulikannya," ujar Nayla.
"Cantik itu tak harus terbuka. Pria yang buruk pun juga akan memilih pasangannya yang tidak suka mengumbar tubuhnya," jelas Dhana.
Mendengar penjelasan Dhana yang baru dikenalnya belum 24 jam membuat Nayla begitu kagum. Ia malah jatuh hati kepadanya.
"Apa lusa kamu mempunyai waktu?" tanya Nayla.
"Seperti biasa Nona, saya akan bekerja menjadi sopir taksi," jawab Dhana.
"Apa kamu mau menemani saya berlibur ke luar kota dua hari saja?" pinta Nayla.
Nayla memberitahu kedua orang tuanya saat makan malam bahwa dirinya akan membawa seorang teman pria dalam perjalanannya ke luar kota.
"Teman kamu yang mana lagi, sayang?" tanya Yuna. Mereka memang sudah mengenal beberapa teman dekat putrinya baik pria dan wanita.
"Aku baru mengenalnya tadi pagi, dia mengantarkan aku ke kampus dan menemaniku berbelanja. Dia pria yang baik dan sopan, Ma." Jawab Nayla menjelaskan sosok Dhana.
"Kalian baru berkenalan, jangan mudah percaya. Kamu harus hati-hati," kata Andreas menasehati putrinya.
"Pa, di sana juga aku tidak sendirian. Ada teman sekolah dan kuliah aku, mereka juga bisa mengawasiku. Papa jangan khawatir, apalagi Dita juga ikut," ujar Nayla.
"Ya sudahlah, jika memang itu mau kamu. Ingat, ya, kamu sering mengabarkan kepada Mama dan Papa," kata Andreas.
"Siap, Pa!" Nayla mengacungkan jempol tangan kanannya sambil tersenyum senang.
Selesai makan malam, Nayla mengirimkan pesan singkat kepada Dhana bahwa dirinya sudah meminta izin kepada kedua orang tuanya. Karena Dhana juga yang menyuruh Nayla agar memberitahunya.
Tak lama setelah Nayla mengirimkan pesan, Dhana menelepon Nayla.
"Nah, begitu 'kan enak. Nona sudah mendapatkan izin dan saya juga tidak merasa canggung," kata Dhana.
"Kamu sudah mengambil cuti 'kan?" tanya Nayla.
"Sudah, Nona. Perusahaan memberikan izin cuti saya dua hari," jawab Dhana.
"Bagaimana dengan kedua orang tuamu atau kekasihmu? Apa mereka tidak marah?" tanya Nayla lagi.
"Saya tidak punya kekasih, Nona. Berapa kali saya bilang di toko jika saya belum menikah dan belum memiliki kekasih," jawab Dhana dengan lembut.
Nayla malah tertawa kecil.
"Ternyata Nona juga suka lupa, ya!" Dhana balas tertawa.
"Saya hanya ingin memastikan kamu tidak berbohong," kata Nayla.
"Buat apa saya berbohong, Nona? Malah saya rugi harus berbohong kepada gadis secantik Nona Nayla," ucap Dhana menggoda.
"Hmm... bagaimana dengan kedua orang tua kamu? Mereka membolehkan kamu libur bekerja?" tanya Nayla.
"Orang tua saya tidak ada lagi," jawab Dhana merendahkan suaranya.
"Maaf, saya tidak tahu!" Nayla merasa bersalah.
"Tidak apa-apa, Nona. Saya maklumi, karena Nona belum mengetahui semua tentang saya," kata Dhana menjelaskannya.
"Nanti kita akan cerita banyak di sana. Jangan lupa, lusa kamu datang ke rumah saya. Kita berangkat naik bus dari sini!" ucap Nayla mengingatkan jadwal kepergian mereka.
"Baiklah, Nona."
***
Hari keberangkatan pun tiba, 10 orang teman Nayla yang terdiri 3 pria dan 7 wanita sudah berada dikediaman orang tuanya Nayla. Mereka juga sudah masuk dan menunggu di dalam bus.
"Di mana teman kamu itu?" tanya Yuna tak melihat keberadaan Dhana yang selalu diceritakan putrinya dalam 2 hari ini.
"Mungkin sebentar lagi sampai, Ma." Jawab Nayla juga cemas karena telah lewat 10 menit dari janji yang mereka sepakati.
Dhana pun muncul, ia diantar menggunakan motor. Begitu turun, ia berlari kecil menghampiri Nayla yang tak melihat kehadirannya. "Maaf, saya terlambat!"
Nayla begitu senang akhirnya Dhana menepati janjinya, ia lalu memperkenalkan Dhana kepada ibunya karena Andreas kebetulan sudah berangkat ke kantor.
Nayla juga mengenalkan Dhana kepada Dita. Keduanya saling melemparkan senyuman. Hal itu membuat Nayla sedikit cemburu apalagi Dhana begitu tampan.
"Ayo kita naik ke bus!" Nayla menarik tangan Dhana dan membawanya menaiki kendaraan besar itu.
"Kami berangkat, ya, Ma!" pamit Nayla kepada Yuna.
Dita mengikuti langkah keduanya dari belakang.
Dhana dan Nayla duduk bersebelahan. Nayla lalu melambaikan tangannya di kaca jendela bus berpamitan kepada ibunya tampak juga orang tuanya Dita serta seorang ART wanita yang lebih muda 5 tahun dari ibunya Dita.
Bus pun perlahan meninggalkan kediaman orang tuanya Nayla.
"Apa Nona sering melakukan perjalanan seperti ini ke luar kota?" tanya Dhana.
"Tidak terlalu sering juga, tapi aku senang mengajak mereka jalan-jalan," jawab Nayla bangga menyenangkan teman-temannya.
"Selain cantik, Nona juga sangat baik hati," kata Dhana tersenyum.
Perjalanan yang akan mereka tempuh selama 10 jam, Nayla sudah mengantuk memilih tidur dan biasanya Dita akan menjadi bahunya penyanggah kepala Nayla. Sekarang Dhana yang menggantikan posisinya Dita.
Dhana tak keberatan, ia malah membiarkan gadis itu tidur dengan pulas dan nyenyak.
Selang 3 jam perjalanan, bus berhenti di salah satu tempat wisata. Dhana lalu membangunkan Nayla dengan kelembutan dan kehati-hatian, "Nona, kita sampai pantai."
Nayla mengerjapkan matanya dan melihat ke arah jendela. Ia menarik ujung bibirnya dan berkata, "Ayo turun!"
"Nona, baru bangun tidur. Alangkah baiknya minum air putih dulu!" Dhana memberikan saran sembari mengangsurkan botol air mineral.
Nayla pun mengiyakan, ia meraih botol tersebut dan meneguknya.
Setelah minum, Nayla kemudian turun dari bus sembari menggenggam tangan Dhana. Apalagi pria itu selalu mengarahkan pandangannya kepada Dita.
Nayla tak mau Dhana kepincut Dita maupun teman perempuannya, makanya ia terus berada di dekat Dhana.
"Apa kamu pernah ke sini?" tanya Nayla agar Dhana memalingkan perhatiannya ke sekitarnya.
"Belum, Nona." Jawab Dhana menatap Nayla.
"Apa kamu mau kita setiap Minggu ke sini?" tanya Nayla dengan manjanya.
"Tidak perlu juga, Nona. Uangnya lebih baik di simpan buat digunakan untuk hal yang lain. Liburan sesekali boleh sekedar menghilangkan kejenuhan dari pekerjaan," jawab Dhana.
"Kamu sungguh bijak, ya. Sudah tampan, pintar dan tidak boros. Pasti yang menjadi istrimu kelak akan merasa bahagia," kata Nayla tersenyum.
"Tidak ada wanita yang mau dengan saya, Nona." Dhana sengaja merendahkan dirinya.
"Masa, 'sih? Saya tidak percaya," ucap Nayla.
"Memang benar, Nona. Saya malah sering mendapatkan penolakan dari beberapa wanita," ujar Dhana berbohong.
"Mungkin mereka buta, pria sebaik kamu ditolak. Saya malah mau menjadi kekasihmu," ceplos Nayla kemudian segera menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
Dhana malah tersenyum melihat ekspresi wajah Nayla yang memerah.
"Ayo kita ke sana!" Nayla yang malu sudah mengungkapkan perasaannya menunjuk ke arah pantai lalu dengan cepat berjalan menjauh dari Dhana.
"Memangnya Nona tidak malu mempunyai kekasih seorang sopir?" tanya Dhana yang berjalan dibelakang Nayla.
Namun, gadis itu memilih diam.
"Saat ini saya tidak sedang mencari kekasih melainkan seorang istri, tapi tidak mungkin kita bersatu," ujar Dhana membuat Nayla menghentikan langkahnya dan berbalik badan.
"Kenapa tidak mungkin?" tanya Nayla menatap wajah pria dihadapannya.
"Saya hanya sopir taksi, sedangkan keluarga Nona Nayla kaya raya. Tidak mungkin orang tua Nona memberikan restu," jawab Dhana.
"Selama saya bahagia, mereka akan merestui," kata Nayla penuh yakin.
"Lebih baik Nona mencari pria yang kekayaannya setara dengan kedua orang tua Nona!" Dhana menyarankan.
"Kenapa begitu?" tanya Nayla.
"Biar tidak ada halangan di antara kalian," jawab Dhana.
Hubungan antara Nayla dan Dhana semakin dekat, apalagi selama 2 hari ini melakukan liburan bersama meskipun ada beberapa temannya Nayla juga turut ikut.
Nayla yang begitu tergila-gila dengan pesona dan kebaikan yang diberikan Dhana membuat dirinya akhirnya memberanikan diri mengatakan kepada kedua orang tuanya bahwa ia ingin bertunangan dengan Dhana.
Mendengar permintaan putrinya tentunya menjadi kabar mengejutkan bagi Andreas dan Yuna.
"Nay, kalian belum kenal seminggu. Kamu sudah menyuruh kami untuk meminta dia bertunangan. Jangan aneh, ya, Nak!" kata Yuna dengan lembut.
"Sayang, apa yang sudah dilakukan dia sehingga kamu tiba-tiba minta bertunangan?" tanya Andreas.
"Aku merasa nyaman, Pa. Dia begitu perhatian kepadaku," jawab Nayla menjelaskan sosok Dhana yang memang tak pernah jauh darinya kecuali saat tidur karena mereka memang tak 1 kamar.
"Kamu yakin dia hanya memberikan perhatian? Dia tidak meniduri kamu 'kan?" tanya Yuna yang curiga jika Dhana melakukan hal tidak senonoh.
"Astaga, Ma. Dia sama sekali tak menyentuhku, dia berbeda dari pria lainnya yang aku kenal. Bahkan, dia tidak mau menerima uang dariku," jawab Nayla ketika mereka makan dipinggir jalan, Dhana membayar makanannya sendiri tanpa memakai uang Nayla.
"Mama tidak setuju kamu bertunangan dengannya!" tegas Yuna.
"Ma...."
"Nay, kamu jangan mudah tertipu. Bisa saja dia ingin menipu kamu," kata Andreas menjelaskan kepada putrinya.
"Aku sangat yakin, Dhana itu berbeda, Pa!" ucap Nayla.
"Panggil Dita ke sini!" perintah Andreas menyuruh istrinya.
Yuna kemudian berjalan memanggil Dita yang sedang berada di dapur menyiapkan makan malam.
Yuna dan Dita menghampiri Andreas dan Nayla di ruang keluarga.
"Dita, apa yang dilakukan pria itu sehingga Nayla menjadi berubah?" tanya Andreas kepada anak pembantunya.
"Tidak ada, Tuan." Jawab Dita.
"Kamu yakin? Apa Nayla sedang mengancam kamu?" tanya Andreas lagi.
"Saya tidak diancam Nona Nayla. Selama di sana Dhana menjaga jarak agar tidak bersentuhan langsung dengan Nona Nayla. Selama di sana juga Dhana benar-benar menjaga Nona Nayla, bahkan ketika temannya yang lain sedang beristirahat di kamar hotel. Dhana tetap mengikuti kemanapun Nona Nayla melangkah," jawab Dita panjang lebar.
"Papa dengar sendiri 'kan? Dhana tidak mengambil keuntungan apapun," ujar Nayla.
"Papa dan Mama akan memikirkan lagi keinginan kamu itu," ucap Andreas kemudian berlalu.
"Apa dia hanya seorang sopir taksi, Mama dan Papa tidak mengizinkan pertunangan ini?" tanya Nayla ketika Yuna hendak menyusul langkah suaminya.
"Tidak, Nak. Kamu bahagia saja, itu sudah membuat kami senang. Pekerjaannya tidak kami permasalahkan, tetapi perkenalan kalian yang masih singkat membuat kami harus berpikir lagi," jawab Yuna menjelaskan alasan dirinya dan suaminya menolak permintaan putrinya.
Setelah mengungkapkan keinginannya kepada kedua orang tuanya, Nayla memilih tidak menikmati makan malam bersama. Mengendarai mobilnya sendirian, Nayla pergi ke sebuah hiburan malam.
"Tuan, Nyonya, saya melihat Nona Nayla keluar membawa mobil sendirian," kata Dita.
"Kenapa kamu mengizinkan dia berkendara di malam hari?" Andreas bertanya kepada istrinya.
"Dia tidak mengatakan apa-apa kepadaku," jawab Yuna, ia kecewa suaminya malah menuduhnya membiarkan Nayla sesuka hatinya.
"Pasti karena kita menolak permintaannya!" kata Andreas yang menyesal memarahi putrinya.
"Dita..!" Yuna sedikit meninggikan suaranya memanggil gadis yang sebaya dengan Nayla.
"Iya, Nyonya. Ada apa?" Dita yang tak jauh dari kedua paruh baya itu mendekat dan bertanya dengan sopan.
"Apa kamu punya nomor telepon pria itu?" tanya Yuna.
"Punya, Nyonya. Kebetulan saya memintanya ketika kami pergi liburan," jawab Dita.
"Hubungi pria itu dan suruh dia mencari Nayla. Jika dia berhasil dan membujuk Nayla pulang, dia boleh bertunangan dengan Nayla!" perintah Yuna.
"Kenapa kamu malah setuju mereka bertunangan?" Andreas tampak marah.
"Tidak ada pilihan, Pa. Nayla sangat menyukai Dhana, tak pernah dirinya marah seperti ini," kata Yuna.
Andreas membenarkan ucapan istrinya, tak pernah putrinya itu bercerita mengenai teman dekat pria selain Dhana.
Dita lalu menghubungi Dhana, ia sengaja membesarkan volume suaranya agar kedua orang tuanya Nayla mendengarkan percakapan mereka.
Sementara itu ditempat lain setelah mendapatkan telepon dari Dita, Dhana bergegas mencari keberadaan Nayla.
Tempat hiburan malam yang pertama dikunjungi Dhana tak jauh dari kediaman Dita. Karena dari pesan Dita, majikannya itu beberapa kali mengunjungi tempat tersebut.
Tak butuh lama Dhana akhirnya dapat menemukan Nayla yang sedang menegak minumannya. Dhana menghampiri gadis itu dan menutup tubuh Nayla yang bagian punggungnya terbuka dengan jaket miliknya.
"Nay, kenapa kamu di sini?"
Nayla mengangkat wajahnya dan menatap samar pria dihadapannya. "Kamu siapa?"
Dhana menghela napas, tanpa banyak bertanya Dhana segera menggendong Nayla dan membawanya keluar dari tempat hiburan malam.
"Hei, kamu siapa? Jangan macam-macam kepadaku!" Nayla berusaha turun dari gendongan Dhana.
Dhana membuka pintu mobil dan meletakkan Nayla di bagian depan. Ia juga memasang sabuk pengaman karena Nayla sedang dalam keadaan mabuk.
Tanpa bicara, Dhana segera menyalakan mesin mobilnya dan melesat ke kediaman Nayla.
Sesampainya di kediaman Andreas, Nayla sudah tertidur. "Menyusahkan saja!" gumam Dhana.
Dengan terpaksa, Dhana kembali menggendong tubuh Nayla. Ia membawa Nayla ke kamarnya dan merebahkannya di ranjang tidur.
"Kami perlu bicara dengan kamu!" ucap Andreas yang juga ikut mengantarkan Nayla ke kamar.
Dhana mengangguk mengiyakan.
Dhana kemudian duduk dihadapan orang tuanya Nayla, pria itu siap-siap di sidang.
"Siapa nama kamu sebenarnya?" tanya Andreas.
"Kavi Wardhana," jawab Dhana.
"Kami tidak belum mengenal kamu dan keluargamu, bisa kamu jelaskan!" pinta Andreas.
Dhana lalu menjelaskan mengenai keluarganya dan di mana tempat tinggalnya.
"Apa benar kamu bekerja sebagai sopir taksi?" tanya Yuna.
"Benar, Nyonya." Jawab Dhana.
"Putri kami ingin bertunangan dengan kamu. Apa kamu belum memiliki istri?" tanya Andreas.
"Saya belum mempunyai istri ataupun kekasih, Tuan." Jawab Dhana lagi.
"Apa kamu bersedia bertunangan dengan putri kami?" tanya Yuna.
Dhana terdiam, ia tak segera menjawab.
"Nayla adalah harta kami satu-satunya, dia sangat berharap bertunangan dengan kamu," ucap Andreas dengan mata berkaca-kaca.
"Kami ingin melihat Nayla bahagia, apa kamu bersedia menerima Nayla?" tanya Yuna lagi.
"Saya memang menyukai Nayla, Nyonya, Tuan. Tapi, saya sadar diri bahwa diantara kami tidak mungkin bisa bersatu," jawab Dhana.
"Kenapa tidak bisa bersatu? Apa kekurangan putri kami?" Andreas tampak tak suka dengan jawaban pemuda dihadapannya.
"Nayla tidak memiliki kekurangan, bahkan dia sangat sempurna. Dia bisa mendapatkan pria yang lebih baik dari saya," kata Dhana.
"Berapa yang kamu minta?" tanya Andreas tanpa basa-basi.
"Saya tidak menginginkan apapun kecuali Nayla," jawab Dhana.
"Jadi, kamu bersedia menerima permintaan kami bertunangan dengan Nayla?" tanya Andreas lagi.
"Saya tidak bersedia bertunangan, tapi saya mau menikahinya!" jawab Dhana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!