"Meri." Mai memegang pundak adik nya yang duduk terdiam di bangku taman belakang rumah.
Semenjak kematian Mama nya satu bulan yang lalu, memang Meri jadi pendiam dan gampang sedih serta kadang kala emosi nya sangat lah tidak terjaga. gampang sekali tersinggung hanya dengan kata kata kecil saja, jadi semua keluarga tidak ada yang berani bicara macam macam.
Lebih baik tidak usah bicara dari pada nanti malah jadi masalah dengan Meri, padahal dulu nya Meri adalah gadis yang ramah dan juga periang sekali sikap nya. tidak pernah bicara kasar walau sekali pun, semua nya berubah memang setelah kematian sang Mama yang mendadak.
Jiwa nya menjadi pemurung serta tidak mau di ganggu oleh banyak orang, Mai juga kadang kala merasa heran dan takut bila ini semua terus berlanjut sampai kapan. ingin rasa nya memberi hiburan untuk Meri, tapi sekali bicara saja kadang bisa menyebabkan masalah besar yang tidak ada habis nya di rumah ini.
Ada saran untuk di bawa ke psikolog saja karena mereka semua yakin Meri mengalami ganguan jiwa setelah kepedihan di tinggal sang Mama, anak yang biasa di sayang sayang malah mendadak saja di tinggal begitu sehingga sudah pasti akan sangat tertekan batin nya, merasa tidak ada yang sayang lagi pada dia.
Belum lagi desas desus mengatakan kalau sebentar lagi anak anak dari Nyonya Ajeng pasti akan ribut soal pembagian harta, sebab Mama mereka kan memang orang yang sangat kaya, punya banyak harta yang pasti nanti akan jadi rebutan oleh anak anak, di tambah anak nya ada empat orang dan semua sudah menikah kecuali Meri saja.
"Kenapa duduk di luar sudah malam?" tanya Mai menatap adik nya.
"Lalu memang nya kenapa kalau malam?" Meri balik bertanya.
"Banyak angin, nanti kamu malah sakit." Mai berkata lembut.
"Bukan kah bagus bila aku mati bersama Mama? pembagian harta menjadi lebih sedikit orang nya!" seringai Meri membuat Mai merinding juga.
"Apa yang kau bicarakan ini, jangan termakan omongan orang soal harta." sergah Mai yang tidak punya pikiran begitu.
"Jangan munafik kau, Mai! kau paling ingin membuat aku mati." teriak Meri langsung mencekik leher Kakak nya.
"Meri!" Mai kaget sekali dengan tindakan sang adik yang beringas secara tiba tiba.
Cekikan tangan Meri sangat kencang sehingga Mai tidak bisa mau bernafas sedikit pun, bahkan mata nya saja sudah mulai putih karena Meri seolah memang berniat untuk membunuh sang Kakak. untung nya tak lama Devan datang dan menghalau Meri, apa bila sampai terlambat maka Mai sudah pasti akan celaka.
"Apa yang kau lakukan, Meri?!" bentak Devan sangat marah.
"Hahhh!" Meri juga tersentak kaget karena dia habis mencekik saudara nya.
"Mai bernafas perlahan, hei sadar lah." Devan mengguncang tubuh adik nya.
"Aaaahh, leher ku sakit sekali." Mai memegangi leher nya yang terasa ngilu bekas tangan nya Meri.
"Kakak! ak...aku, maafkan aku." Meri ketakutan setelah sadar sudah berbuat jahat.
Devan masih mau memarahi adik bungsu nya ini, namun cepat di tahan oleh Mai karena dia tidak mau ada keributan lagi. di tambah par saudara yang lain ada di ruang tamu, sebab mereka memang sedang kumpul dan apa bila kumpul maka Meri pasti akan bersikap begini.
Sejak acara tiga hari dan tujuh hari, Meri memang seolah punya sesuatu di dalam tubuh nya yang tidak mau apa bila kumpul dengan orang banyak. ini sudah kali kedua untuk Mai, masih terbayang di mata nya saat tadi wajah Meri sangat dekat dengan wajah nya.
"Masuk kamar mu, Meri." suruh Mai tidak ingin memperpanjang masalah.
"Aku sungguh tidak sengaja, maafkan aku." Meri tampak bingung juga.
"Ya tidak apa apa, masuk lah dalam kamar mu dan istirahat." suruh Mai yang memang selalu sabar sejak dulu.
"Sekali lagi maafkan aku." Meri segera masuk dalam kamar nya.
Devan menatap langkah Meri yang sudah hilang dari pandangan mata, sungguh dia tidak mengerti dengan sikap sang adik yang tiba tiba saja menjadi begitu. mungkin Mai bisa sabar menghadapi dia, tapi tidak dengan Devan karena menurut nya Meri sudah kelewat batas dan sering menyakiti saudara nya yang lain dalam waktu satu bulan ini.
"Jangan terlalu memanjakan dia!" geram Devan.
"Lalu Abang mau apa? mau aku memarahi dia habis habisan, apa Meri tidak akan semakin gila!" sengit Mai.
"Tapi mau sampai kapan dia akan begitu, Mai!" Devan sudah tidak sabar.
"Sabar lah, Bang. Meri baru delapan belas tahun, dia belum dewasa dan tidak bisa menerima kematian Mama yang sangat mendadak." ujar Mai lembut.
"Hahhh, lagi pula kenapa Mama memang mendadak saja meninggal nya." Devan mengusap wajah nya kasar.
"Kita yang dewasa saja sangat syok dengan kematian Mama, apa lagi Meri yang apa apa selalu saja dengan Mama." lirih Mai mengingat semua nya.
"Apa benar kata Tante Rindu ya kalau kita bawa saja ke psikolog?" Devan menatap adik nya.
Mai membuang nafas nya kasar karena itu nanti akan jadi debat lagi dengan Meri, entah kenapa hati Mai seolah berkata lain dengan sikap adik nya ini. kabar selentingan yang tidak sedap pun ada juga, namun tidak seberapa di tanggapi karena mereka tinggal di kota sehingga kurang percaya akan hal seperti itu.
"Kita bawa Meri ke ustad saja bagai mana?" tawar Mai.
"Gila kau! mulai percaya dengan omongan Om Burhan kalau Meri kerasukan arwah." sengit Devan yang jelas tidak percaya.
"Tapi tadi wajah Meri jelas sangat berbeda saat mencekik aku, Bang." ucap Mai.
"Buang pikiran mu yang tidak waras itu, aku tidak mau adik ku jadi bahan percobaan ustad!" tegas Devan langsung menolak nya.
"Lalu solusi mu apa?" tanya Mai yang sudah bingung juga.
Devan hanya diam saja karena dia pun tidak tau harus bagai mana dengan adik nya ini, bingung harus di buat apa karena Meri jauh sekali perubahan nya. namun walau pun begitu, dia tetap tidak percaya kalau Meri ada gangguan ghaib, sebab itu semua menurut dia hanya lah mitos saja.
"Bagai mana ini, jelas tadi aku merasakan kalau Meri seperti orang lain." batin Mai yang sudah mulai percaya arah sana.
Tapi tidak bisa juga mau ambil keputusan sendiri karena mereka kan keluarga besar sehingga kalau ada apa apa pasti harus rundingan dulu, mana mungkin kau ambil keputusan sendiri. nanti yang ada malah di salahkan apa bila ada kesalahan serius, tidak berani Mai mau ambil resiko itu.
Up di mulai malam hari ya, semoga kalian suka dan hasil nya juga bagus. salam hangat dari Novita Jungkook, terima kasih pembaca setia othor.
Mela melihat Meri yang masuk dalam kamar dengan wajah yang ketakutan, maka dia pun segera mendekati adik nya itu karena sebagai Kakak tertua kadang peran nya lebih besar dari pada yang lain. apa lagi dalam surat yang di tinggalkan oleh Mama nya bahwa mereka semua harus sangat menjaga Meri, jadi para Kakak pun berusaha untuk melakukan nya.
Tidak ada yang punya pikiran aneh aneh kala itu, mereka beranggapan karena Mama nya sangat sayang pada si bungsu sehingga berpesan demikian pada Kakak Kakak yang sudah mandiri. ini sekarang saja mereka harus tinggal serumah untuk menjaga Meri, padahal sudah punya rumah sendiri sendiri.
"Meri." Mela mengetuk pintu kamar adik nya.
"Hahaaaaa...."
"Sama siapa dia di dalam? apa kah ada Devan ya!" batin Mela agak kaget karena mendengar tawa laki laki.
"Kenapa Mel?" Tante Rindu datang mendekati keponakan nya.
"Tidak apa apa, cuma mau ngobrol sama Meri saja." jawab Mela sambil tersenyum ramah.
Tante Rindu orang nya agak keras hampir sama juga dengan Mama Ajeng, apa lagi keanehan Meri kan tidak bisa lagi mau di sembunyikan dari keluarga besar. sikap pemurung nya itu membuat yang lain cemas, Tante Rindu yang mengusul kan untuk pergi mencari psikolog agar Meri bisa sedikit bangkit dari luka ini.
Cekleeek.
"Dia tidur ternyata?" kaget Mela karena Meri sedang tidur meringkuk.
Padahal jelas sekali tadi ada suara laki laki yang sedang tertawa, suara nya tidak berasal dari mana mana. Mela yakin sekali kalau suara itu berasal dari dalam kamar ini, sungguh sekarang keanehan kian menjadi saja pada adik bungsu nya.
"Kenapa, Kak?" Meri bangun dan menatap Mela.
"Kamu sendirian saja di kamar?" tanya Mela duduk di pinggir ranjang.
"Enggak sendiri sih, tapi Kakak tidak akan percaya juga." Meri menjawab sambil menarik sudut bibir nya.
"Tadi Kakak mendengar suara tertawa, kirain ada Devan di sini." Mela mengabaikan ucapan adik nya.
"Memang ada yang tertawa kok, tapi dia bukan Devan." jawab Meri.
Mela melirik sudut kamar adik nya yang menurut dia ada sesuatu, tapi ketika di lihat langsung sama sekali tidak ada apa apa. perasaan Mela sangat tidak nyaman saat di kamar ini, seperti sedang di perhatikan oleh sesuatu dan tatapan yang ganas.
"Buka jendela kalau siang ya, kamar mu kok lembab sekali rasa nya." Mela ingin berbaring namun tidak jadi ketika mendengar jawaban Meri.
"Dia tidak suka kalau kamar nya bersih dan wangi." sahut Meri.
"Dia siapa?!" Mela mulai merasa dia harus menanggapi adik nya.
"Dia...dia." mata Meri menutup lurus arah jendela yang kalau di buka akan langsung menghadap kolam.
"Cerita yok sama Kakak, apa yang kamu lihat?" Mela berusaha membujuk nya.
Namun Meri sudah terdiam dan detik kemudian menarik selimut lalu menutup sekujur tubuh, Mela menarik nafas berat karena selalu saja begini selama satu bulan ini. isak tangis mulai terdengar dari dalam selimut itu, pertanda Meri sudah kembali pada duka nya lagi.
"Kakak tau kehilangan Mama sangat membuat kamu sedih, tapi masih ada Kakak yang akan menjaga kamu." bujuk Mela penuh kelembutan.
"Dia akan marah padaku." isak Meri dari dalam selimut.
"Dia itu siapa?" tanya Mela dengan tubuh yang mendadak merinding.
Blaaaaap.
Mendadak saja kamar Meri gelap gulita seolah sedang mati lampu, Mela kaget dan merasa rasa takut nya kian besar saja. Meri di dalam selimut, maka di raba nya agar rasa takut ini berkurang walau hanya sedikit, mau keluar belum berani turun dari ranjang karena Mela memang merasakan ada yang aneh akan kamar adik nya.
"Mer, kamu di mana? Meri!" Mela kaget karena Meri sudah tidak ada di dalam selimut.
Tangan Mela segera mengambil ponsel nya untuk menghidupkan senter dan melihat di mana keberadaan Meri, bahkan kalau bisa mau lari keluar dari dalam kamar yang seram nya luar biasa ini. tidak sanggup dia memang ada di kamar Meri, ada sesuatu yang aneh dan sangat seram.
"Hihihiiii....Melaaaaaa!" suara Meri memanggil Kakak nya.
"Mer kamu di mana? jangan menakuti Kakak!" teriak Mela sudah ketakutan.
"Aku di sini, selama nya aku di sini untuk bermain." jawab Meri yang tidak jelas ada di mana.
Saat lampu senter menyorot maka baru lah terlihat kalau Meri sudah ada di atas dengan gaya merangkak itu, Mela berteriak kaget bukan main karena tiba tiba saja adik nya sudah ada di sana dengan wajah yang menghitam serta mata nya juga merah seperti darah dan menatap dia tajam.
"Meri apa yang kau lakukan di atas sana?!" Mela gemetaran dan akan lari.
"Heheeee...aku suka bermain begini, seru sekali main seperti cicak." jawab Meri merayap pada dinding dan juga atas kamar nya.
"Jangan begini, Meri. tolong jangan begini, kamu kenapa?" Mela menangis melihat keadaan adik nya jadi begitu.
"Aku tidak kenapa napa, seru loh main dengan dia." Meri menjawab dan sekarang sudah turun di depan Mela.
Sorot mata yang sangat aneh serta begitu seram, sekujur tubuh Mela merinding karena ketakutan melihat Meri yang jadi begini. pokok nya dia sudah yakin kalau Adik nya dapat gangguan ghaib, harus segera di obati agar Meri tidak semakin parah saja sakit nya.
"Jangan begini, Meri. Kakak takut melihat nya!" Mela sudah menangis.
"Kakak takut pada nya? aku juga takut, aku takut sekali pada dia!" mendadak saja Meri juga menangis dan dari senter itu Mela bisa melihat bahwa itu air mata darah.
"Meri kau kenapa?!" pekik Mela sangat histeris.
Braaaaak.
Devan yang mendengar Mela berteriak keras dari dalam kamar adik bungsu nya langsung mendobrak, di sana Mela sedang berdiri dengan wajah pucat dan dia juga menangis seolah ada sesuatu yang sudah terjadi, banyak orang yang menunggu di luar kamar karena mereka semua mendengar suara itu.
"Kak kau kenapa?" Devan menatap Mela yang masih gemetar.
"Ada hantu...Meri bersama dengan hantu!" isak Mela memegang tangan adik nya.
"Tangan mu dingin sekali, kamu lagi sakit! iya kan, Kak?" Devan menatap Mela yang seperti orang kebingungan.
"Meri tidur di sini, kamu ngapain masuk kamar dan berteriak begitu!" Tante Rindu juga heran.
"Tidur?!" Mela menoleh dan melihat adik nya memang tertidur pulas.
Padahal baru saja Meri berdiri di hadapan nya, adik nya menangis darah sehingga membuat Mela sangat syok. namun sekarang ketika lampu sudah menyala semua, Meri tampak tidur dan ada suara dengkuran juga dari dia sehingga mereka semua yakin kalau Meri sudah tidur.
Selamat pagi besty ku, jangan lupa like dan komen nya seperti biasa ya, up masih santai dulu ya guys.
"Meri sudah tidak bisa lagi di biarkan begitu saja keadaan nya." Mela membuka suara saat mereka bertiga kumpul dalam satu kamar.
"Apa yang membuat dia tidak bisa di biarkan? soal sedih ya wajar saja lah, Mel!" Devan membuka suara lagi.
"Di dalam kamar tadi apa yang terjadi, Kak?" Mai menatap Kakak nya yang pucat ketakutan.
Mela menarik nafas berat dan berusaha untuk mengontrol diri agar tidak semakin runyam saja keadaan ini, dai tau kalau adik kedua nya ini tidak bisa mau di ajak bicara soal hal hal ghaib. namun apa yang terjadi pada Meri bukan lah hal biasa lagi, ada sesuatu yang memaksa nya untuk dia berbuat begitu.
Sebab dari sorot mata nya saja terasa sangat berbeda, jelas tadi Mela melihat bagai mana ketika Meri menempel pada dinding dan dia juga menangis dengan air mata darah. dan ketika sudah di buka pintu kamar, dia malah tertidur pulas di atas kasur nya.
Apa arti ini semua dan kenapa rasa aneh kian muncul setiap hari nya, sedangkan ini keluarga besar sehingga banyak sekali pikiran yang bertentangan satu sama lain. satu berpikir begini maka sekitar lima yang menolak pemikiran itu, kecuali mereka cuma berempat saja maka pasti akan sedikit lebih gampang solusi nya.
Ini para adik adik nya Mama Ajeng juga ikut campur karena selama ini memang apa bila ada masalah, maka keluarga besar akan turun tangan untuk mengurus nya. tidak bisa cuma mereka berempat saja, Meri memang jadi kesayangan selama ini karena dia bungsu dan sekarang begitu syok setelah kematian Mama mereka.
"Tadi saat mati lampu dia seolah menjadi orang yang berbeda." lirih Mela.
"Kapan pula mati lampu, Kak?" Mai tambah heran saja.
"Saat kejadian itu! apa listrik di luar tidak padam?" Mela menatap adik nya.
"Sekarang aku tau kalau Kakak yang kena gangguan jiwa, sejak tadi listrik baik baik saja tidak ada masalah." sahut Devan.
"Demi Allah kamar nya Meri tadi mati, aku masuk itu karena melihat dia masuk dengan wajah yang tidak mood." jelas Mela kian gelisah saja.
"Dia habis dari belakang dan sempat mencekik aku." jawab Mai pula membuat Mela kian kaget mendengar pernyataan Mai barusan soal adik mereka.
"Sudah lah hal begini tidak usah di bahas lagi, kalau kalian terus begini maka yang ada akan gila!" Devan keluar dari kamar dan memilih untuk pergi.
"Hal ghaib itu ada, kau saja yang tidak percaya!" teriak Mai kesal juga lama lama dengan Devan yang sangat keras kepala karena tidak percaya setan.
Mela menarik nafas berat karena dia adalah saudara paling tua di sini sehingga tanggung jawab nya jelas lebih besar dan dia harus berusaha semampu nya untuk mengatasi ini semua, tidak bisa mau santai santai saja dan menganggap ini akan selesai dengan sendiri nya, karena bukan hal yang mudah untuk mengurus hal hal begini.
"Sudah azan itu, ayo sholat dulu biar pikiran Kakak tenang." ajak Mai.
"Aku sedang haid, Mai." jawab Mela pelan karena masih bingung.
"Oh ya sudah, kalau gitu aku duluan ya." pamit Mai segera keluar kamar juga.
"Doa kan untuk adik kita, kasihan dia terus begitu." pesan Mela.
"Aku selalu berdoa untuk nya, semoga hal begini tidak terjadi lama." angguk Mai yang resah juga pikiran nya.
Mela menarik nafas berat karena tidak tau harus apa sekarang agar semua masalah selesai, Mai sudah pergi dan dia hanya tinggal sendirian dalam kebingungan yang sangat besar karena dia yakin ada yang tidak beres akan semua ini.
"Ya Allah apa ini semua? Mama pun kematian nya masih belum jelas karena apa." lirih Mela mengusap air mata nya.
"Melaaaaa...
"Hah!" Mela menoleh karena ada suara seperti memanggil nama nya.
Tidak ada apa apa di belakang atau pun di samping nya, cepat Mela keluar dari kamar ini karena takut ada yang terjadi lagi seperti kamar nya Meri. bahaya kalau sampai nanti dia di cekik sampai mati, dari pada kejadian begitu maka lebih baik kabur saja.
"Mela."
"Allahu Akbar!" Mela tersentak walau yang menegur nya Tante Rindu.
"Kenapa lagi kamu ini? jangan tambah aneh saja!" Tante Rindu menatap keponakan nya.
"Tante, aku sudah tidak mau bicara jadi aku mau istirahat." Mela merinding dan ingin diam di kamar nya.
"Tante cuma tau tanya sedikit soal kejadian di kamar Meri, kamu kenapa berteriak di sana?" Tante Rindu sangat penasaran akan masalah yang baru saja terjadi ini.
Namun Mela mengabaikan nya agar tidak jadi masalah lagi, sebab dia juga tidak tau mau mengarang cerita apa. nanti di ceritakan yang sebenar nya pun mereka tidak percaya seperti hal nya Devan, jadi lebih baik dia pendam saja dulu sampai rasa takut ini hilang dalam hati nya akibat tatapan sengit serta air mata darah itu.
"Perut ku sakit, Tante!" Mela segera kabur masuk kamar nya.
"Astaga, ini anak nya Mbak Ajeng kok jadi aneh semua sih." keluh Tante Rindu yang di tinggal begitu saja.
"Kenapa lagi?" Om Bram muncul karena mendengar keributan.
"Mela itu loh kok tambah aneh saja seperti Meri, adik nya belum di urus dengan baik malah tambah pula sekarang dia." keluh Tante Rindu.
"Sudah lah jangan marah marah, wajar saja mereka begitu karena sebenar nya belum bisa menerima kematian Ajeng." Om Bram berpikiran dewasa karena memang dia sudah mulai tua dengan usia enam puluh tahun.
"Ya kan tapi mau sampai kapan?" Tante Rindu tak sabar juga.
Om Bram tidak menjawab karena kadang dia juga kesal akan sikap adik nya ini, yang nama nya duka ya tidak tau mau sampai kapan apa lagi ini duka untuk kematian Mama nya. mana mungkin lah hanya sehari dua hari, sebab yang nama nya Mama mereka akan pergi dengan membawa separuh hidup kita.
"Sudah tidur dia, tidak usah kau ganggu Meri." Om Bram membuka pintu kamar keponakan nya.
"Memang sejak tadi dia tidur kok, maka nya aku heran kenapa Mela teriak tidak jelas di kamar adik nya." sahut Tante Rindu sangat kesal.
Kamar yang cukup luas dengan tatanan yang sangat cantik membuat orang pasti nyaman tinggal di sini, Om Bram juga menatap sekeliling kamar yang berwarna kuning bercampur putih. jadi ya memang aneh saja kalau Mela berteriak ketakutan di sini, seolah ada sesuatu yang membuat dia sangat takut, padahal Meri saja tidur berguling di dalam selimut.
Kamar Meri.
Selamat pagi besty, jangan lupa like dan komen nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!