NovelToon NovelToon

Casanova Of Devil

Chapter 1 - Tentang Yofan

...Jika penderitaan terlalu banyak, bukan berarti kita harus menyerah....

...***...

Bruk!

Seorang lelaki berpakaian lusuh terjatuh ke tanah. Dia ditendang oleh segerombolan preman penjaga gang.

Yofan Rosadi namanya, sering dipanggil Yofan. Dia adalah pemuda berusia 27 tahun. Tubuhnya kurus, kulitnya dipenuhi kotoran tanah, apalagi pakaiannya. Di kesehariannya, Yofan adalah pemulung.

Sejak Yofan dan ayahnya ditinggalkan sang ibu, kehidupan Yofan berubah drastis. Ia yang tadinya miskin jadi tambah miskin. Yofan dan ayahnya tak mampu membayar sewa rumah. Mereka kini terpaksa tinggal di kolong jembatan dengan rumah yang terbuat dari barang bekas.

Yofan putus sekolah saat dirinya menginjak kelas dua SMA. Ia sendiri merasa tak masalah dengan hal itu. Mengingat Yofan merasa dirinya tidak sepintar itu untuk bertahan sekolah. Yang terpenting Yofan sudah bisa membaca dan menghitung.

"Argh..." Yofan merintih kesakitan. Dia berusaha menghentikan para preman yang mengambil uangnya.

"Berhenti! Kembalikan uangku!" pekik Yofan.

Preman yang mengambil uang Yofan tampak menghitung uang. Dia kecewa saat mengetahui jumlah uangnya hanya sebesar tiga puluh ribu.

"Uang segini mau dipakai buat apa coba?!" keluh si preman.

"Kalau begitu kembalikan uangnya padaku! Itu lebih dari cukup untuk membeli makan untukku dan bapakku!" ujar Yofan. Ia mengerahkan semua tenaga untuk merebut kembali uangnya. Namun yang ada dia justru terkena pukulan lagi.

Preman itu memukulnya di perut. Yofan pun kembali terjatuh ke tanah.

"Cuh! Dasar menjijikan! Kau beruntung aku tak memaksamu menjual ginjal! Ayo pergi!" preman itu meludah ke arah Yofan, lalu pergi bersama rombongannya. Meski meremehkan jumlah uang Yofan, dia tetap mengambilnya.

Mata Yofan mendelik. Menatap para preman itu dengan penuh kebencian. Perlahan dia kembali berdiri.

Dengan langkah gontai, Yofan berjalan menyusuri jalan pulang. Ia menghela nafas panjang berulang kali.

Yofan heran pada hidupnya yang terasa begitu sulit. Untuk makan sehari saja susah. Ia juga merasa orang-orang di dunia ini jahat.

Orang seperti Yofan seringkali mendapatkan hinaan. Membuat Yofan selalu berpikir kalau Tuhan tak pernah adil.

"Fan!"

Jamal, teman dekat Yofan mendadak muncul. Ia merangkul pundak Yofan. Membuat lamunan Yofan seketika berakhir.

"Kok bengong? Pasti lagi mikirin nasib kan?" timpal Jamal. Ia merupakan tetangga Yofan yang juga tinggal di kolong jembatan. Hidupnya juga tak kalah susah dari Yofan.

"Uangku diambil preman. Sekarang aku sama bapak nggak makan lagi hari ini," ungkap Yofan.

"Tenang aja. Aku beli pisang goreng. Kebetulan ada tiga. Jadi pas sekali untuk kita," sahut Jamal sambil memamerkan plastik berisi pisang goreng.

Senyuman tipis mengembang di wajah Yofan. "Makasih, Mal..." ucapnya.

"Santai aja kali. Kau juga sering bantu aku. Anggap aja ini balasannya," tanggap Jamal. "Ngomong-ngomong mengenai nasib kita, aku punya usul untuk memperbaikinya," lanjutnya.

"Emang bisa? Kau dapat kerjaan?" cecar Yofan.

"Bukan. Tapi pesugihan!"

"Gila kau! Aneh tahu nggak percaya sama begituan."

Jamal tak peduli dengan pendapat Yofan. Dia berbisik, "Di warung tadi aku dengar ada orang yang membicarakan tentang pesugihan. Namanya pesugihan mbah jenggot. Katanya pesugihan ini bikin enak karena cara mainnya dengan cara bersetubuh dengan banyak wanita."

Mata Yofan terbelalak. "Emang ada begitu?" tanyanya.

"Nggak tahu. Tapi tadi pembicaraan mereka serius banget. Lokasinya di gunung banyu ireng," jawab Jamal. Dia dan Yofan telah sampai di rumah.

"Fan! Bapakmu!" seru Jamal. Saat melihat Pak Arman tergeletak di tanah.

Tanpa pikir panjang, Yofan dan Jamal berlari menuju menghampiri Pak Arman.

"Bapak!" pekik Yofan. "Ayo bantu aku bawa Bapakku ke rumah sakit!" pintanya.

Jamal mengangguk. Dia dan Yofan membawa Pak Arman ke rumah sakit. Mereka pergi dengan menggunakan angkot.

Setibanya di rumah sakit, Yofan langsung meminta penanganan dari pihak medis. Akan tetapi dia ditolak karena penampilan Yofan yang sudah menegaskan kalau dirinya dan Pak Arman tidak punya uang untuk biaya perawatan.

"Tapi ini darurat! Aku mohon selamatkan bapak! Aku akan membayar biayanya dengan apapun. Kalau perlu dengan ginjalku! Aku mohon..." ujar Yofan sambil menangis histeris. Ia memegangi salah satu dokter di sana.

"Apa-apaan! Security! Cepat usir mereka!" perintah dokter itu.

Tanpa mendapat pertolongan, Yofan, Pak Arman dan Jamal di usir dari rumah sakit. Kini keadaan Pak Arman tampak semakin memprihatinkan. Bibirnya sudah membiru.

"Bertahanlah, Bapak... Aku akan lakukan sesuatu..." isak Yofan seraya memegangi tangan Pak Arman yang sudah mulai dingin.

"Fan... Tubuh bapakmu sudah..." imbuh Jamal saat memegangi badan Pak Arman.

"Nggak! Jangan menyimpulkan macam-macam!" tegas Yofan.

Jamal sontak terdiam. Tetapi diam-diam dia periksa denyut nadi Pak Arman. Dirinya terkejut saat mengetahui nadi Pak Arman tak berdenyut. Berulang kali Jamal memeriksa, sampai akhirnya dia benar-benar yakin.

Alhasil Jamal ikut menangis bersama Yofan. Pak Arman telah pergi untuk selamanya.

Chapter 2 - Keputusan Cepat

...Katanya penjahat tidak dilahirkan, tapi diciptakan....

...***...

Yofan sekarang berkabung atas kematian sang bapak. Namun kala itu hanya ada dia dan Jamal yang mengurus kematian Pak Arman.

Memang rumah di kolong jembatan hanya ada dua. Milik Yofan dan Jamal. Sementara itu keberadaan mereka dibenci oleh orang-orang di sekitar, karena keberadaan Yofan dianggap mengganggu.

"Sekarang kita harus kuburkan bapakmu dimana, Fan?" tanya Jamal.

"Aku nggak tahu. Aku masih nggak tega membiarkannya di kubur," jawab Yofan datar.

"Jangan begitu, Fan. Kan kau masih punya aku." Jamal berusaha menguatkan.

Yofan hanya membisu. Ia menatap jenazah bapaknya yang terbaring dengan ditutupi kain kumal dan kotor. Membeli makan untuk sehari saja susah, apalagi kain kafan.

"Woy! Keluar!"

Tiba-tiba terdengar suara keributan dari luar. Jamal lantas memeriksa keluar. Ia melihat ada sekelompok orang yang tampak marah.

"Aku dengar ada yang mati di sini! Aku tidak sudi kalau kalian menguburnya di sini!" ujar lelaki paruh baya yang dikenal Jamal bernama Pak Tono.

Sepertinya ada warga yang melihat Yofan dan Jamal pulang membawa jenazah Pak Arman dari rumah sakit tadi malam. Tidak heran informasinya menyebar cepat.

"Tega sekali kalian. Bukankah harusnya kalian kasihan pada kami?" tanggap Jamal yang tak habis pikir.

"Kami sudah cukup baik membiarkan kalian tinggal di sini. Kami bahkan tidak melaporkan kalian ke satpol pp! Tapi kalau mau menguburkan orang di tanah ini, kami nggak terima! Silahkan pergi dari sini!" balas Pak Tono.

"Tapi kami--"

"Sudah! Ayo kita pergi! Lagi pula aku sudah muak di sini," potong Yofan yang mendadak keluar. Ia lalu menatap warga yang ada di sana dan berkata, "Aku pastikan akan membalas kalian semua! Pokoknya semua orang yang pernah berbuat jahat padaku, bapakku dan Jamal!"

"Omong kosong! Cepat pergi! Biar bisa kami bakar rumahmu yang lebih pantas disebut sampah ini!" imbuh Pak Supar.

Yofan dan Jamal segera bersiap pergi. Mereka juga menyiapkan jenazah Pak Arman untuk dibawa.

"Kita mau kemana, Fan? Kita nggak punya apa-apa lagi," ujar Jamal.

"Kita pergi ke hutan banyu ireng!" sahut Yofan.

"Apa?! Jangan bilang kau mau..." Jamal mencoba menduga.

"Iya. Ayo kita lakukan pesugihan yang kau bilang!" balas Yofan.

"Tapi buat ke sana kita juga butuh biaya bukan? Belum lagi buat memenuhi persyaratannya. Pasti butuh biaya juga. Lagian kau kan nggak percaya sama hal begitu. Resikonya juga besar loh, Fan. Aku cuman iseng aja kemarin ngomong ke kamu," tanggap Jamal.

"Aku akan menemui preman-preman kemarin dan menjual salah satu ginjalku," kata Yofan.

"Apa?! Kau gila!"

"Kau pergi ke tempat aman. Jagalah bapakku bersamamu."

"Kau serius, Fan?" Jamal masih belum bisa menerima keputusan Yofan yang dirasa begitu cepat.

"Ayo kita pergi! Mereka akan segera membakar rumah ini," ajak Yofan.

Jamal mengangguk. Ia dan Yofan bersama-sama membawa jenazah Pak Arman pergi.

Langkah Yofan dan Jamal terhenti saat bisa melihat asap hitam yang mengepul di bawah jembatan. Pertanda kalau rumah mereka sudah dibakar warga.

Puas melihat, Yofan dan Jamal lanjut melangkah.

"Aku dan bapakmu akan menunggu dimana?" tanya Jamal.

"Aku tahu rumah kosong dekat sini. Lokasi itu sepi, kita bisa jadikan tempat tinggal kita sementara," jawab Yofan.

Setelah berjalan cukup jauh, Yofan dan Jamal tiba di tempat tujuan. Jamal terkejut karena tempatnya berada di tengah pepohonan rindang dan rerumputan tinggi. Rumah kosong itu juga tampak mengerikan.

"Kau akan meninggalkanku bersama jenazah bapakmu di sini?" tanya Jamal.

"Iya. Aku akan kembali secepat mungkin," ucap Yofan.

"Tapi..."

"Aku pergi!" potong Yofan yang segera beranjak.

Jamal kini hanya bisa terdiam. Ia sebenarnya merasa takut. Namun apa boleh buat, dia tak punya uang dan tempat tinggal lagi sekarang.

Chapter 3 - Gunung Banyu Ireng

...Ketika tekad sudah bulat, maka ketakutan tak akan bisa menghentikannya....

...***...

Yofan pergi selama beberapa hari. Selama itu pula Jamal menunggunya di rumah kosong. Jamal hanya bisa mengisi perutnya dengan singkong liar yang dia bakar. Ia juga tak lupa mengoleskan dan menutupi jenazah Pak Arman dengan daun pandan untuk meminimalisir bau busuk.

Siang itu Jamal kehabisan singkong liar. Semua singkong di sekitar rumah kosong telah habis dia makan. Kini perutnya terasa lapar. Ia memilih memakan buah jambu untuk mengganjal perut.

Bersamaan dengan itu, dari kejauhan Jamal bisa melihat orang yang berjalan mendekat. Ia yakin orang tersebut adalah Yofan.

Tanpa pikir panjang, Jamal langsung berlari menghampiri Yofan.

"Fan! Akhirnya kau kembali! Kau nggak tahu betapa bosannya aku menunggu," keluh Jamal.

"Maaf lama. Tapi semuanya butuh proses. Kau pasti lapar. Nih aku belikan kau nasi padang," ujar Yofan seraya menyodorkan kantong plastik berisi nasi padang.

Jamal yang kelaparan, langsung menyambar nasi padang dan duduk ke rumput untuk memakannya.

"Aku juga beli martabak dan pakaian baru. Kita akan ke gunung banyu ireng besok," kata Yofan sembari ikut duduk ke atas rerumputan.

Jamal berhenti makan. Ia berucap, "Jadi kau benar-benar ingin melakukan pesugihan itu?"

"Apa kita punya pilihan lain? Kalau kita punya uang, kita bisa dapatkan segalanya. Aku bahkan mungkin bisa membeli ginjalku kembali. Jadi ayo kita pergi," jelas Yofan.

"Tapi bagaimana dengan ayahmu?" tanya Jamal.

"Kita kuburkan dia di sini. Nanti kalau sudah punya banyak uang, kita pindahkan dia ke tempat yang lebih layak," jawab Yofan.

Jamal mengangguk. Dia segera kembali melanjutkan makannya. Sementara Yofan berdiri dan mencari alat untuk menggali tanah.

Sebelum malam tiba, Yofan dan Jamal menguburkan Pak Arman. Keduanya saling bekerjasama menggali tanah. Setelah selesai, mereka beri tanda kuburan itu dengan kayu dan batu.

"Untuk sementara Bapak di sini dulu ya, Pak. Nanti kalau aku udah punya uang banyak, aku akan pindah Bapak ke tempat yang lebih baik," tutur Yofan seraya memegangi kayu yang dijadikan nisan.

...***...

Satu malam berlalu. Tibalah Yofan dan Jamal pergi ke gunung banyu ireng. Keduanya harus menempuh perjalanan panjang untuk ke sana. Mereka tentu tak lupa memakai pakaian baru agar tidak terlihat lusuh lagi. Tidak hanya itu, demi merubah penampilan, Yofan dan Jamal sampai mandi di pemandian umum.

"Wah..." Jamal terkagum saat melihat penampilan Yofan versi bersih dan serba baru. "Kau itu tampan loh, Fan. Harusnya kau daftar jadi model, bukannya pesugihan," komentarnya.

"Ini? Kau bilang ganteng? Hidungku pesek, kulitku hitam. Mana bisa jadi model!" balas Yofan.

"Pesek? Menurutku enggak," bantah Jamal.

"Kenapa memuji banget? Suka sama aku? Sini aku cium mau?!" Yofan sengaja berucap begitu untuk membungkam Jamal.

"Dih! Geli kali!" sahut Jamal seraya menggelengkan kepala.

Yofan tergelak. Dia berkata, "Terserah kau mau bilang apa. Yang jelas orang kayak kita nggak bakalan bisa dilirik kalau kere!"

Jamal hanya terdiam dan mengangguk. Ia kali ini tak bisa membantah pernyataan Yofan.

Usai menempuh perjalanan panjang, tibalah Yofan dan Jamal di sebuah kampung dekat gunung banyu ireng. Di sana mereka menanyakan perihal informasi terkait dukun yang bisa membantu pesugihan.

Yofan dan Jamal tentu bertanya secara diam-diam. Sampai akhirnya Yofan mendapatkan info mengenai seorang dukun bernama Mbah Karso. Dukun itu katanya tinggal di kampung itu.

Hari sudah mulai malam. Yofan dan Jamal sekarang dalam perjalanan menuju rumah Mbah Karso.

Angin malam berhembus pelan. Membuat rasa dingin mulai menusuk. Jamal memeluk tubuhnya sendiri karena mendadak merasa takut. Apalagi saat melihat rumah Mbah Karso.

"Kamu merasa seram nggak sih, Fan?" celetuk Jamal. Berulang kali dia mengusap tengkuknya karena buku kuduknya merinding.

"Apaan sih kau, Mal! Jangan cemen!" balas Yofan. Tidak seperti Jamal, dia berjalan tanpa ragu menuju rumah Mbah Karso. Lalu segera mengetuk pintu rumah tersebut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!