NovelToon NovelToon

Antagonis Cantik Tawanan Mafia Kejam

Bagian satu

“Di mana aku?” bingung Lala saat dirinya terbagung di sebuah kamar yang begitu asing.

Seingatnya, ia mengalami kecelakaan mobil saat pulang dari kampus. Tetapi, saat dirinya terbangun… bukan rumah sakit yang dilihatnya, tetapi sebuah kamar yang tidak seluas kamar miliknya.

“Aku benci tempat sempit!” kesalnya sambil turun dari tempat tidur.

Rasanya begitu panas, kalau berada di tempat yang sempit. Jadi, Lala memutuskan untuk keluar dari kamar kecil tersebut. Mata hijaunya terpaku saat melihat pemandangan di depannya, ternyata tempat ini sangat luas, bahkan nyaris mirip dengan Mansion milik keluarga.

“Clara!” panggilan itu tertuju padanya.

Lala tidak menanggapinya, karena namanya bukan Clara. Gadis itu melangkah ke arah lift, tetapi lelaki yang tadi memanggilnya langsung menahan tangannya.

“Kenapa kau mengabaikan panggilanku?” tanya lelaki itu dengan tatapan marahnya.

“Lepaskan tanganku!” Clara meringis pelan, saat lelaki itu mencengkeram tangannya dengan kuat.

“Kau sudah berani melawanku?” Marah lelaki itu.

Lala mengernyit bingung, “Kau siapa? Aku tidak mengenalmu!” Gadis itu menyentakkan tangannya sampai cengkeraman pria itu terlepas.

“Kali ini apa rencanamu? Apa kau berpura-pura hilang ingatan agar tidak dihukum?” Tanya lelaki itu sambil menahan bahu Lala.

“Aku tidak mengerti!” Lala menatapnya dengan bingung.

“Clara Shamora!” Seruan itu membuatnya terkejut.

Clara Shamora, nama tersebut terdengar tidak asing di telinga Lala.

Plak!

Sebuah tamparan keras, Lala rasakan di pipi kirinya. Gadis itu meringis pelan, selama ia hidup… baru kali ini ada orang asing yang sudah berani menamparnya.

“Minta maaf kepada Bella!” Suruh pria yang baru saja menamparnya.

Lala terdiam, mengabaikan tatapan tajam kedua laki-laki yang wajahnya hampir mirip itu. Lala kembali masuk ke dalam kamar yang tadi, ia mencari cermin untuk melihat wajahnya.

“Ini bukan wajahku!” Kagetnya saat melihat wajahnya yang benar-benar berbeda.

“Clara Shamora!” Teriakan itu membuatnya terkejut.

“Clara Shamora, bukannya itu nama antagonis di dalam novel DARK BELLE?” Lala mengingat nama tersebut.

“Jangan bilang, aku memasuki raga Clara?” Lala seakan tidak percaya dengan apa yang dialaminya.

Belum sempat gadis itu mencerna apa yang terjadi kepadanya, tangannya sudah ditarik untuk keluar dari dalam kamar.

“Kak Gabriel, Bella tidak apa-apa. Jadi, Clara tidak perlu minta maaf,” ucap seorang gadis yang memiliki tatapan teduhnya.

“Bella, kau terlalu baik. Tapi Clara sudah keterlaluan, jadi dia harus meminta maaf kepadamu,” ucap pria yang bernama Gabriel.

Gabriel adalah kakak tertua dari Clara, sang antagonis wanita yang raganya saat ini ditempati oleh Lala. Lalu lelaki yang tadi mencengkeram tangan Lala, bernama Joan.

Keduanya adalah kakak kandung Clara, sedangkan gadis yang bernama Bella adalah anak angkat di keluarga Clara. Namun, posisi Bella lebih mirip dengan anak kandung. Makanya Clara menjadi jahat, karena merasa posisinya direbut oleh Bella.

Semua itu hanya sebagian kecil tentang isi novel yang diingat Lala, ia tidak terlalu mengingatnya dengan jelas, karena sudah lama menamatkannya.

“Clara, minta maaflah kepada Bella!” Joan menyuruhnya untuk meminta maaf.

“Maaf,” ucap Lala dengan nada tidak tulus.

“Clara, minta maaf dengan benar!” Seru Gabriel.

Lala yang kini sudah menjadi Clara, hanya tersenyum tipis. Gadis itu memilih untuk kembali masuk ke dalam kamarnya, ia memutuskan untuk pindah ke apartemen saja.

Seingatnya, Clara masih memiliki apartemen yang merupakan hadiah untuk ulang tahunnya ke tujuh belas. Lebih baik ia menjauh dari orang-orang yang tidak menganggapnya ada.

“Clara, kau mau ke mana?” Tanya Gabriel saat melihat adiknya memasukkan baju ke dalam koper.

“Bukan urusanmu,” ketus Clara sambil menarik koper kecilnya.

Gabriel menahan geramannya, ia tidak suka dengan sikap kurang ajar sang adik.

“Dan aku harap, kita tidak pernah bertemu lagi,” ucapan Clara membuatnya terdiam.

Gabriel tertegun melihat adiknya yang benar-benar ingin pergi dari Mansion, tetapi dengan cepat pria itu mengenyahkan rasa tidak nyamannya.

“Nanti dia juga akan kembali lagi, dia ‘kan sering membuat masalah,” gumam Gabriel yang tidak peduli dengan rencana murahan sang adik.

...***...

Clara menaiki taksi untuk pergi ke apartemen, kebetulan di dalam ponsel ada alamat apartemen dan juga nomor unitnya.

Meskipun hari sudah malam, gadis itu tetap nekat pergi dari Mansion. Ia tidak suka keributan, jadi apartemen adalah pilihan yang tepat untuk menenangkan diri.

Sambil melihat jalanan malam yang sedang turun salju, Clara mencoba mengingat lagi isi novelnya. Setelah cukup lama, ia mengingat sedikit alur yang sempat dilupakannya.

“Aku akan mati dibunuh oleh seorang mafia yang mencintai Bella secara diam-diam,” Clara menghela napas dengan gusar saat ingat kalau hidupnya tidak akan aman.

Kini gadis itu harus berpikir keras untuk tidak mati di tangan pria kejam yang bernama Sean Verren Dominic, seorang mafia yang memiliki julukan Grey. Tidak ada yang tahu kalau Sean dan Grey adalah orang yang sama, hanya Clara yang mengetahuinya saat gadis itu merenggang nyawanya di tangan Sean.

“Ada apa?” Tanya Clara saat taksi yang dinaikinya tiba-tiba berhenti.

“Di depan ada seorang pria yang pingsan,” kata sopir taksi.

Clara keluar dari taksi dan ternyata benar, ada seorang pria yang pingsan di tengah jalan. Gadis itu dapat melihat perut pria tersebut mengeluarkan darah, sebab kemejanya putihnya yang sudah kotor dengan darah.

Clara kembali ke taksi, ia meminta sopir taksi untuk membantunya membawa pria yang terluka itu ke dalam taksi.

“Aku akan memberikan biaya tambahan,” kata Clara yang membuat sopir taksi tersenyum senang.

...***...

Dengan bantuan sopir taksi dan petugas keamanan apartemen, Clara bisa membawa pria yang tidak diketahui namanya itu ke dalam apartemennya.

Sebenarnya ia juga bingung, kenapa mau menolong orang yang tidak dikenalnya. Namun, jiwa keluarganya yang merupakan dokter membuat nalurinya harus menolong orang yang sedang membutuhkan pertolongan.

Clara sudah membeli beberapa obat dan alat kesehatan untuk mengobati luka tusuk di perut pria tanpa nama itu, dengan mudah ia menjahit luka yang cukup lebar di perut pria tersebut.

“Akhirnya selesai juga,” gumam Clara setelah semuanya selesai.

Gadis yang sedang menempuh pendidikan kedokteran itu, membereskan alat-alat yang dipakainya.

“Di sini, aku kuliah akuntansi,” Clara baru ingat kalau raga yang ditempatinya mengambil jurusan kuliah yang berbeda dengannya.

Clara akan mencobanya dulu, kalau tidak cocok, ia akan pindah jurusan kedokteran.

“Tapi, dari mana aku bisa mendapatkan uang?” Gadis itu menatap pria yang terlihat sudah sadar.

“Di mana aku?” Tanya pria itu dengan suara beratnya.

“Di apartemenku. Aku yang mengobatimu,” jawab Clara dengan senyuman manisnya.

Gadis itu akan meminta imbalan yang sangat banyak, karena ia yakin kalau pria tersebut bukanlah orang biasa, melihat dari barang-barang yang melekat di tubuhnya.

“Kau harus membayar pengobatan dariku, jadi siapa namamu?” Tanya Clara yang bersiap untuk mencatat nama pria tersebut.

“Sean Verren Dominic.”

Clara membeku, nama itu adalah…

Bersambung…

Selamat datang di ceritaku yang baru, semoga kalian suka sama ceritanya 🥰

Bagian dua

Clara tidak percaya kalau dirinya akan bertemu dengan Sean secepat ini, mendadak ia menjadi takut saat mengingat betapa kejamnya Sean.

“Ada apa?” Tanya Sean saat melihat getaran ketakutan dari mata hijau gadis di hadapannya.

“Tidak jadi, kau bisa langsung pulang!” Kata Clara yang mengusir pria itu secara halus.

“Aku masih terluka dan tidak boleh banyak bergerak, jadi aku akan menginap di sini,” Sean kembali merebahkan tubuhnya di sofa.

“Tidak bisa! Kita tidak saling mengenal—”

“Ini sebagai bayarannya!” Tiba-tiba Sean menyodorkan sebuah kartu berwarna hitam.

Clara terdiam cukup lama, kartu yang diberikan pria itu bisa digunakan untuk kebutuhannya. Clara dengan ragu menerimanya, tidak apa-apa kalau semalam Sean menginap di apartemennya.

“Aku lapar,” ucapan pria itu membuat Clara tersadar kalau dirinya juga belum makan malam.

“Tunggu sebentar!” Gadis itu beranjak ke dapur, ia tadi sempat melihat dua bungkus pasta.

Sean memperhatikannya, ia cukup mengenal sosok Clara yang merupakan putri dari salah satu rekan kerja keluarganya. Namun, baru kali ini mereka bertemu secara langsung.

Sean mendengar suara panik dari salah satu orang kepercayaannya, ia mematikan sinyal di jam tangan canggihnya. Untuk malam ini, Sean ingin tetap tinggal di apartemen kecil milik Clara.

“Clara Shamora,” gumamnya dengan seringai tipis.

Sean tidak menyangka kalau gadis itu bisa mengobatinya, bahkan jahitan di perutnya terlihat lebih rapi dari dokter pribadinya.

Pria itu sengaja memberikan salah satu kartunya, karena dengan kartu itu—Clara bisa mudah ditemukan.

“Aku menyukainya,” seringai Sean yang mulai tertarik dengan gadis itu.

Mata birunya melirik ke arah dapur yang sedang memperlihatkan sosok Clara yang tengah membuatkan makan malam, ternyata gadis itu sangat pandai memasak.

“Dia tidak seperti yang dibicarakan Gabriel,” Sean pernah mendengar cerita Gabriel tentang adik perempuannya yang sering membuat masalah.

“Apa mereka sengaja membuat cerita buruk tentang Clara?” Sean masih memperhatikan gadis itu.

Melihat kelihaian Clara, pria itu semakin ingin mengenalnya. Meskipun Sean sedikit tertarik dengan saudara angkat Clara yang bernama Bella, tetapi saat bertemu dengan Clara… pria itu lebih penasaran dengan gadis yang sudah menyelematkannya.

Sean memejamkan matanya, saat Clara sudah selesai dan berjalan ke ruang tamu. Gadis itu menaruh dua piring pasta yang masih panas, ia kembali ke dapur untuk mengambil minuman dingin.

Sean merasa semakin lapar saat hidungnya menangkap aroma nikmat dari pasta yang dimasak Clara, tetapi pria itu masih memejamkan matanya.

“Kak Sean—”

Clara menghentikan ucapannya saat melihat Sean tertidur, gadis itu memperhatikan wajah tampan Sean. Tidak terlalu menyeramkan, tetapi Sean adalah seorang mafia kejam yang akan membunuhnya.

‘Dia sangat tampan, tapi dia begitu kejam.’

Clara masih takut berdekatan dengan pria itu, tetapi ia sudah menerima kartu hitam yang diberikan Sean.

“Kak Sean bangun!” Gadis itu mengguncangkan bahu Sean dengan pelan.

Pria itu membuka matanya, membuat Clara sedikit terkejut. Namun gadis itu tetap tersenyum, ia tidak akan menunjukkan rasa takutnya kepada Sean. Clara hanya tidak ingin membuat pria itu curiga kalau dirinya sudah tahu siapa sebenarnya Sean yang merupakan Grey.

“Di dapur hanya ada pasta, jadi kita makan pasta,” gadis itu menyerahkan salah satu piring yang berisi pasta buatannya.

Sean menerimanya, sebab ia sudah kelaparan. Clara menghela napas lega, saat pria itu memakan pasta buatannya dengan lahap.

Gadis itu juga ikut makan, karena ia kelaparan. Sebisa mungkin Clara menahan rasa takut, saat menyadari tatapan tajam Sean mengarah kepadanya.

“Ada berapa kamar di sini?” Pertanyaan itu membuat Clara tersedak.

Dengan terburu-buru, gadis itu meneguk minumannya untuk meredakan rasa sakit di tenggorokannya. Sean hanya menatapnya, ia tidak mengerti kepada Clara bisa tersedak, padahal ia hanya bertanya hal yang biasa.

“Untuk apa Kakak menanyakan kamar?” Tanya gadis itu.

“Tidak mungkin aku tidur di sofa yang kecil ini!” Sean tiba-tiba berdiri, membuat Clara panik dan ikut berdiri.

“Di sini hanya ada satu kamar dan kamarnya sangat kecil,” kata gadis itu sambil menghalangi Sean yang hendak menuju ke kamarnya.

“Aku sudah membayarmu, jadi aku yang tidur di kamar.”

Dengan mudah pria itu menggeser tubuh Clara, belum sempat gadis itu melayang protes… pintu kamarnya sudah ditutup.

“Hanya satu malam,” gumam Clara yang memilih mengalah, daripada dibunuh.

...***...

Jam dua dini hari, Sean keluar dari kamar Clara. Pria itu tidak bisa tidur, karena kamarnya sangat sempit.

“Dia tidur di sofa?” Sean melangkah ke arah sofa yang menjadi tempat tidur Clara.

Belum sempat pria itu menyentuh pipi Clara, tiba-tiba pintu dibuka dari luar. Sean menatap sang pelaku yang tak lain adalah orang kepercayaannya.

“Jangan berisik!” Kata Sean dengan tatapan tajamnya.

Sean melangkah ke arah orang kepercayaannya yang bernama Elios, ia mendorong tubuh Elios agar keluar dari apartemen Clara.

“Kau bisa menjemputku besok! Dan hubungi pihak yang memegang apartemen ini, aku ingin membelinya!” Titah Sean.

“Baik, Tuan.” Elios menunduk hormat.

“Tapi bagaimana dengan luka Anda?” Elios khawatir dengan luka di perut sang tuan.

“Clara sudah mengobatinya, bahkan lebih rapi dari dokter pribadiku,” jawab Sean sambil melirik Clara yang sedang meringkuk kedinginan, karena tidak memakai selimut.

“Kau urus sisanya!” Setelah mengatakan itu, Sean kembali masuk ke dalam dan mengunci apartemen Clara.

Pria itu melangkah ke sofa, ia menatap lekat wajah cantik Clara. Ternyata lebih cantik dari Bella, pantas saja Clara tidak pernah dibawa ke acara-acara penting.

Melihat Clara yang kedinginan, Sean berinisiatif untuk memindahkan gadis itu ke dalam kamar. Meskipun perutnya terluka, tetapi pria itu tidak mempermasalahkannya—karena ada Clara yang akan mengobatinya.

Meskipun tempat tidurnya tidak besar, tetapi cukup untuk dua orang. Sean yang mengantuk, memilih untuk tidur di sebelah Clara yang langsung memeluknya untuk mencari kehangatan.

...***...

Clara membuka matanya yang terasa berat, ia masih mengantuk, tetapi cahaya terang dari jendela sangat menganggu.

“Akh!” Gadis itu memekik kaget saat sepasang tangan kekar memeluk perutnya.

Clara menoleh ke belakang, dan betapa terkejutnya ia saat melihat wajah Sean yang begitu dekat.

“Ck, kenapa kau sangat berisik?” Decak pria itu yang merasa kesal dengan suara cempreng Clara.

“Kakak kenapa bisa tidur di sini?” Tanya Clara yang lupa tentang semalam.

“Seharusnya kau berterima kasih, karena aku sudah memindahkanmu ke kamar,” itu jawaban Sean.

Clara langsung turun dari tempat tidur, ia melihat penampilannya yang ternyata masih lengkap. Gadis itu menghela napas lega, ia mengikat rambut panjangnya, sebelum memasuki kamar mandi.

Sejak tadi Sean memperhatikannya, pria itu sempat terpesona dengan penampilan Clara yang sedang mengikat rambutnya.

“Sepertinya kau berhasil membuatku tertarik, Clara.”

Bersambung…

Bagian tiga

Saat Clara keluar dari kamar mandi, gadis itu sudah tidak melihat sosok Sean di dalam kamarnya.

“Baguslah kalau dia sudah pergi,” gumamnya sambil keluar dari kamar.

Hari ini Clara ini belanja kebutuhan dapur, karena ia lebih suka memasak sendiri daripada beli di luar.

“Itu apa?” Gadis itu melihat sebuah bungkusan cukup besar di atas meja makan.

Clara langsung membuka bungkusan tersebut, ternyata makanan. Ia mencoba mencari sosok Sean, karena gadis itu yakin yang membeli makanan tersebut adalah Sean.

“Ada kertas?” Clara menemukan secarik kertas di bawah gelas kosong yang berada di atas meja makan.

Gadis itu membacanya, ternyata dari Sean. Pria itu pamit pulang, lalu makanan yang ada di atas meja untuk Clara semua.

“Aku harap tidak bertemu dengannya lagi,” gadis itu mengendus makanannya, karena takut ada racunnya.

“Sepertinya aman,” Clara memutuskan untuk memakannya.

Pasta tadi malam tidak membuat perutnya kenyang, jadi pagi ini gadis itu makan cukup banyak. Lalu untuk sisa makanannya, akan dimakan nanti siang atau malam.

Clara harus berhemat, karena ia masih belum tahu mau pindah jurusan atau tidak. Namun, Clara merasa tidak cocok kalau kuliah di jurusan yang tidak disukainya.

“Bahkan tidak ada satu pun pesan yang dikirim oleh mereka,” gumam Clara saat tidak mendapatkan pesan apapun dari keluarganya.

“Lebih baik tinggal sendiri, daripada tinggal bersama masalah yang bisa membuat nyawaku melayang.”

Masalah yang dimaksud adalah Bella, karena gadis itu yang menjadi sumber penderitaan Clara.

Clara hanya ingin hidup dengan tenang, tanpa ada gangguan. Namun gadis itu tidak tahu dengan masa depan, untuk sekarang Clara ingin menghindari orang-orang yang menurutnya pantas untuk dihindari, termasuk Sean.

“Tidak ada jadwal kuliah?” Clara melihat jadwal kuliahnya di ponsel.

Kebetulan sekali hari ini gadis itu ingin membereskan apartemennya yang kecil, nanti agak siangan ia akan keluar untuk berbelanja kebutuhan yan diperlukan.

...***...

Hanya membutuhkan waktu sekitaran dua jam untuk Clara membereskan apartemennya, kini gadis itu sedang berada dalam perjalanan menuju salah satu pusat perbelanjaan yang murah dengan menaiki taksi.

Clara menatap jalanan yang dilewatinya, ternyata dunia novel nyaris tidak ada bedanya dengan dunia nyata. Sehingga gadis itu masih belum percaya kalau dirinya benar-benar masuk ke dalam novel yang pernah dibacanya.

“Sudah sampai, Nona,” ucap sopir taksi.

Clara langsung membayarnya, ternyata tempatnya tidak begitu jauh dari apartemennya. Hanya membutuhkan waktu sekitar dua puluh lima menitan.

Gadis itu keluar dari taksi, ia mengikuti orang-orang yang juga ingin berbelanja. Saat tangannya hendak meraih troli belanja, seseorang menahannya dan membuat Clara terkejut.

“Siapa?” Tanya gadis itu yang tidak mengenali lelaki yang sedang memegang tangannya.

Lelaki itu mengernyit alisnya, saat mendengar pertanyaan aneh Clara.

“Jangan berpura-pura, Clara!” Serunya dengan nada tinggi.

Beberapa orang melihat ke arah mereka, dengan cepat Clara menarik tangan dan hendak berlalu dari hadapan lelaki asing yang baru saja membentaknya.

Clara tidak memiliki waktu untuk berdebat dengan orang tidak waras.

Grep!

“Kau ingin menghidariku?” Tanya lelaki itu sambil menahan troli yang didorong Clara.

“Minggir!” Usir Clara yang mulai kesal dengan lelaki tersebut.

“Jangan kekanakan-kanakan Clara! Kau harus meminta maaf kepada Bella!” Marah lelaki itu yang membuat Clara mengernyit bingung.

Gadis itu mencoba mengingat ciri-ciri lelaki menyebalkan ini…

“Aaron?” Nama itu keluar dari mulut Clara.

Aaron Keylo, nama dari protagonis pria dan juga tunangan dari Clara yang nantinya akan menikah dengan Bella.

Semua milik Clara akan direbut oleh Bella, karena Bella adalah pemeran utamanya. Sedangkan Clara hanya seorang antagonis yang nasibnya benar-benar menyedihkan.

“Apa-apa reaksimu itu? Kau ingin berpura-pura tidak mengenalku?” Tanya Aaron dengan tatapan tajamnya.

“Benar—”

“Aaron!” Suara itu membuat ucapan Clara terputus.

Clara mendengus pelan saat melihat sosok Bella yang kini berjalan ke tempatnya, sedangkan Aaron langsung menjaga jarak dengan Clara.

“Kalian sedang membicarakan apa?” Tanya Clara dengan tatapan polosnya.

Clara berdecih di dalam hati, ia baru menyadari sesuatu hanya dengan melihat tatapan mata Bella kepadanya.

“Tidak ada, aku hanya memintanya untuk tidak memperbesar masalah.” Jawaban Aaron membuat Clara muak.

Suara lelaki itu mengalun begitu lembut saat berbicara dengan Bella, berbeda saat berbicara dengannya.

Tanpa memedulikan dua orang yang saling bertatapan dengan penuh cinta itu, Clara memilih keluar dari sana. Gadis itu akan mencari tempat lain, tempat yang tidak ada sosok Bella atau siapapun yang membuatnya kesal.

“Permisi, kau menghalangi jalanku!” Seru Clara saat seseorang menghalangi jalannya.

Gadis itu mendongak, saat orang tersebut masih belum menyingkir. Clara tidak mengenali pria bertubuh tinggi tersebut.

“Saya adalah orang kepercayaan Tuan Sean,” ucapan pria tersebut membuat Clara terkejut.

“Saya datang untuk menjemput Nona Clara, karena luka di perut Tuan Sean kembali mengeluarkan darah.” Kata Elios.

“Menjemputku? Apa urusannya denganku?” Tanya Clara dengan tatapan bingungnya.

Gadis itu merasa urusannya dengan Sean sudah selesai, jadi mereka tidak akan bertemu lagi.

“Bukankah Anda sudah menjadi dokter pribadi Tuan Sean?” Pertanyaan itu membuat Clara semakin bingung.

“Tidak. Aku bukan dokter,” kata gadis itu.

“Sebaiknya Anda ikut dengan saya, karena Tuan Sean tidak suka menunggu,” kalimat itu terdengar seperti peringatan untuk Clara.

Gadis itu menjadi bimbang, tetapi saat mendengar suara Aaron yang memanggilnya… Clara segera menarik tangan Elios agar cepat masuk ke dalam mobil pria itu.

Clara memilih untuk ikut dengan Elios, daripada berdebat dengan Aaron.

“CLARA!” Aaron mengerang kesal saat tunangannya pergi dengan pria asing.

Bella mendekati Aaron, gadis itu mengusap bahu Aaron agar tetap tenang.

“Siapa pria itu? Apa Clara berselingkuh?” Tanya Aaron sambil menatap Bella.

“Aku juga tidak tahu. Tapi Clara lebih memilih pergi dengan pria asing, daripada tunangannya sendiri,” jawab Bella dengan seringai kecilnya.

Aaron menggeram marah, lelaki itu akan mencari tahu siapa pria yang bersama tunangannya. Kalau sampai Clara berani mengkhianatinya, maka Aaron tidak akan memaafkannya.

“Apa dia tinggal di tempat pria asing itu?” Pertanyaan Aaron membuat Bella tersenyum di dalam hati.

“Aku juga tidak mengerti kenapa Clara begitu ngotot untuk keluar dari Mansion, mungkin dia sudah memiliki tempat yang lebih besar dari Mansion,” ujar Bella.

Aaron terdiam, kemarahannya semakin menjadi saat mendengar pernyataan Bella. Kalau benar Clara tinggal di tempat pria asing itu, maka Aaron akan memutuskan pertunangan mereka.

Aaron merasa jijik dengan Clara yang sudah berani bermain di belakangnya, padahal sudah memiliki tunangan.

“Dia gadis yang menjijikkan,” gumam Aaron sambil menatap Bella yang juga menatapnya dengan lembut.

“Tidak sepertimu,” lanjutnya sambil mengusap pipi lembut Bella.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!