"Jadi kau adalah Kiara?" Orion menyandarkan tubuhnya di kursi sambil menatap lekat wanita di depannya itu.
Kiara mengangguk. Tatapannya penuh percaya diri dan tersirat tekad yang bulat. Orion menghela nafas panjang lalu melonggarkan dasinya.
"Aku tidak menyangka kak Leo meninggalkan seorang wanita yang cantik sepertimu. Kukira dia pria yang baik, ternyata kelakuannya sama seperti ayahnya." Orion kembali menyesap wine yang telah dipesannya dari tadi.
"Aku tau ini mendadak. Tapi aku tak menyangka kau mau menemuiku setelah insiden di kantor kemarin." Kiara merutuki kebodohannya saat mengingat ia berteriak memanggil Orion yang sudah mencoba mengusirnya dengan cara halus di kantor tempo hari lalu.
Orion terkekeh pelan. Menurutnya sendiri peristiwa itu cukup lucu. Untuk dikatakan sebagai kejadian yang memalukan.
"Jadi, apa yang sebenarnya kau inginkan dariku nona Kiara yang menawan?" Alis mata Orion terangkat setengah dengan tatapan tengilnya, seraya meminum wine dan tersenyum.
Kiara menghela nafas sejenak. Lalu berucap, "Menikahlah denganku Orion Alaric Hadinata." Ucapnya tegas.
Orion lantas tersedak dan menyemburkan winenya begitu saja sesaat setelah mendengarkan ucapan gadis itu. Kiara mendadak panik dan memberikan tissue untuk pria malang tersebut.
"Kau tidak apa-apa?" Ia menyodorkan beberapa lembar tissue pada Orion.
Orion langsung mengambil tissue tersebut. Untuk mengelap dagu dan juga kemejanya yang basah.
"Me...nikah?" Ujarnya masih tak percaya.
Lagi-lagi Kiara mengangguk. Wajahnya masih tetap yakin dengan tekadnya. Orion kembali menghela nafas. Kali ini lebih panjang dari biasanya.
"Kenapa harus aku?"
"Karena anda adalah anggota keluarga Hadinata." Jawab Kiara singkat namun tegas.
Orion menggoyangkan gelas winenya. Ia melihat air anggur keunguan itu bergerak mengikuti alur gerakan tangannya. Ia menatap gadis itu kembali. Kini sorotan mata Orion berbeda. lebih tajam, tegas, dan terlihat ada kemarahan.
"Aku bukan anggota keluarga Hadinata. Aku hanyalah anak haram dari keluarga itu." Suaranya begitu pelan. Menyiratkan rasa lelah dan kecewa saat mendengar nama keluarga yang selama ini melekat padanya.
"Saya tau. Leo pernah bercerita soal anda."
Orion menyeringai. Rasa kesal kembali muncul begitu saja. Apa yang ia harapkan dari seorang Leo selain menjelekkan nama Orion pada semua orang yang pernah dia temui.
"Saya ingin melihat respon apa yang akan Leo berikan pada saat dia tau jika saya menikahi adik tirinya." Tangan Kiara mengepal. Ia masih merasa marah dan kecewa dengan kepergian mendadak Leonard.
"Baiklah, tapi ijinkan saya untuk memikirkannya secara matang. Karena ini adalah soal pernikahan. Yang artinya kita harus seumur hidup bersama." Jelas Orion. Lagi-lagi menyesap wine.
"Baik, saya mengerti" Kiara mengangguk memaklumi apa yang baru saja Orion ucapkan.
Pertemuan malam itu cukup panjang. Dengan langkah pelan, Orion mengucap kata perpisahan dan harapan untuk bertemu kembali dengan Kiara. Dan tepat di jam sepuluh malam mereka berpisah. Orion memasuki mobilnya dalam keadaan sedikit mabuk.
"Kau tidak lebih hanya seorang putra pengganti Orion. Akulah orang yang akan mewarisi seluruh bisnis Hadinata. Bukan kau!" Ucapan Leonard masih begitu jelas dalam pikirannya. Lagi dan lagi, ia hanya bisa menahan amarah dan tak mampu ia keluarkan.
"Kiara. Jadi dia gadis yang bisa membuat hubungan ayah dan kakak hampir rusak" Gumamnya.
Orion terus menyusuri jalanan lengang ibu kota dengan mobil mewahnya. Ia mulai memasuki kawasan perumahan elit area Menteng dan memarkirkan mobilnya pada suatu rumah cukup besar. Seorang pelayan langsung membukakan pintu mobil dan memberikan kunci agar mobil itu dipindahkan ke garasi. Sebelum masuk, ia menatap kediaman utama Hadinata. Ia menghela nafas, lalu melangkahkan kakinya dengan tegap. Pintu terbuka, suasana begitu sepi.
Apa yang ia harapkan, selama ini tak ada menyambut Orion si anak haram dalam rumah ini. Ia menunduk sejenak lalu melangkahkan kaki untuk menuju kamarnya.
"Kakak!" Suara wanita mengisi seluruh ruang tamu yang besar itu.
"Celine? Kau belum tidur?" Seketika Orion langsung tersenyum saat melihat gadis kecil yang tengah berlari kearahnya.
"Belum. Aku sedang menunggu kakak. Lihat, aku ulangan hari ini dapat nilai sempurna loh." Celine dengan bangga menunjukan kertas hasil ulangannya pada Orion sambil cengengesan.
Orion mengambil kertas tersebut dan melihatnya sebentar. Senyumnya kembali merekah. Ia kemudian menepuk-nepuk kepala gadis itu dengan pelan.
"Adik kakak memang hebat. Apa kau sudah memberitahu ayah dan ibu soal ini?"
Celine menggeleng.
"Ayah dan ibu tidak mungkin mau melihat hasilku yang seperti ini. Kakak tau kan, di rumah ini hanya kakak yang bisa menghargai setiap kerja kerasku" Suara Celine lebih pelan.
Orion paham. Di rumah ini, setiap pencapaian kecil tidak akan dianggap. Karena Hadinata adalah keluarga yang hanya mengakui sesuatu hal yang besar. Orion menepuk pundak Celine, memberinya senyuman sekali lagi.
"Kakak, sangat bangga padamu adik. Sekarang tidurlah. Besok kita buat hal yang lebih membanggakan dari hari ini. Okay?"
Celine mengangguk lalu membalas senyuman kakaknya.
"Iya. Selamat malam kak Orion." Celine berlalu sambil melambaikan tangannya dan menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua.
Ruangan kembali sepi. Kini hanya tersisa dirinya sendiri. Ia langsung menuju kamarnya untuk beristirahat.
"Kiara, nama yang bagus. Tak masalah jika aku punya istri sepertinya. Lagipula wajahnya cukup cantik." Gumam Orion saat memasuki kamar.
......................
Kiara berdiri di meja kasir sambil terus memperhatikan ponselnya. Sudah dua hari semenjak pertemuannya dengan Orion malam itu, namun tak ada jawaban dari pria tersebut.
"Hah...!!!" Kiara mengacak-acak rambutnya karena begitu frustasi.
Dikejauhan, Kieran dan Kenan. Dua pelayan termasuk pegawai Kiara terus memperhatikan bosnya.
"Kurasa dia sedang banyak pikiran." Ucap Kenan sambil memainkan lap di tangannya.
"Apa dia ditinggalkan oleh seorang pria lagi?"
Kenan dan Kieran langsung berpandangan.
"Heh... Tidak mungkin" Ucap mereka serentak.
"Jangan-jangan, kedai bos akan bangkrut!" Mendadak wajah Kieran menjadi panik.
Seketika, nampan langsung menumbuk kedua kepala mereka. Asha, memelototi dari belakang.
"Berhenti bicara omong kosong dan lanjutlah bekerja!" Bentakan Asha mampu membubarkan kedua pelayan kembar nan tampan itu. Hingga mereka kocar-kacir menuju station mereka masing-masing.
Asha melihat Kiara yang masih gundah. Ia menjadi kepikiran dengan omongan Kieran kalau kedai ini akan bangkrut. Bagaimana tidak, semakin hari kedai ini semakin sepi. Jadi ada kemungkinan Kiara akan mengalami gulung tikar dikarenakan sedikitnya pembeli.
Ting... Ting...
Bel pintu berbunyi. Semuanya melihat konsumen yang baru saja datang hari ini. Setelan jas kualitas tinggi, sepatu pantofel, dan dandanan kelas atas begitu terlihat jelas.
"Orion?!" Kiara langsung berlari menuju pria itu.
Orion yang mengenakan setelan jas dan rambut tertata rapi langsung tersenyum melihat Kiara.
"Kenapa kau ada di sini?"
"Tentu untuk bertemu denganmu. Bisakah aku memesan makanan, dan membicarakan tentang perjanjian yang kau ajukan tempo hari lalu?" Orion begitu tinggi jika dia sedang berdiri di depannya.
Asha dan si kembar diam-diam mengintip dan menguping. Kiara yang mengetahui hal tersebut menepuk jidat. Ia tak mau para karyawannya mengetahui soal kesepakatan yang tengah ia ajukan pada pria di depannya ini.
"Kita bisa bicara di tempat lain. Aku tak mau mereka mengetahuinya." Kiara menatap tajam pada ketiga anak itu.
Orion mengikuti pandangan Kiara. Ia mengerti, lalu tersenyum.
"Baiklah. Mari kita bicara di tempat lain."
"Asha! Aku keluar sebentar. Tolong jaga kedai ini dulu." Kiara langsung keluar tanpa menunggu jawaban dari Asha.
Dan kini, Kiara telah pergi bersama pria misterius itu.
"Apakah dia pacar baru bos?" Kieran menyempil diantara Asha dan Kenan.
"Sepertinya." Jawab Kenan
"Tidak bisakah kalian berhenti menggosip!" Asha mengayunkan nampan pada mereka hingga mereka berlari menghindar.
"Asha galak!" Teriak Kieran berlari menuju dapur. Asha pun langsung mencoba mengejarnya, namun terhenti saat seorang konsumen datang untuk memesan.
Kiara masih memegangi seatbelt dengan kencang. Ia terlihat begitu canggung menaiki mobil bersama pria yang baru dikenalnya.
"Rileks saja. Aku tidak akan berbuat macam-macam padamu. Lagipula kita kan rekan." Orion tersenyum sambil mengemudikan mobil. Matanya masih fokus pada jalanan.
"Kita mau kemana?"
"Menurutmu? Mari kita menemui pengacaraku dulu." Orion memutar mobil dan memarkirkannya di salah satu kompleks apartement di Jakarta.
Orion turun terlebih dulu, lalu membukakan pintu. Kiara turun dari mobil, lalu menatap bangunan menjulang tinggi di depan. Dengan tatapan bingung, ia menoleh ke Orion sambil menunjuk bangunan itu dengan penuh tanda tanya.
"Pengacaraku berada di sana. Ini adalah rahasia kita berdua bukan? Sebaiknya kita memilih tempat yang aman untuk merundingkan kesepakatan kita." Orion maju duluan untuk masuk ke lobi apartement. Kiara langsung mengikuti dari belakang seperti anak kucing mengikuti induknya.
Orion memencet tombol lift untuk menuju ke lantai dimana pengacaranya berada. Setelah pintu lift terbuka, mereka masuk dan masih tak berucap satu sama lain. Yang mereka lakukan hanyalah berdiam diri. Sampailah dia di lantai yang mereka tuju.
kiara melihat sekeliling. Lorong apartement ini terasa begitu mewah. Hingga tak sadar mulutnya terbuka dengan pahatan di dinding lorong yang membentuk pola batik khas Indonesia.
"Nona Kiara? Sebelah sini." Orion membuka salah satu pintu dan menunggu Kiara untuk masuk duluan.
Kiara mempercepat langkahnya. kemudian masuk dalam sebuah unit apartement dimana di dalam sana sudah ada seseorang duduk dengan menyeruput secangkir kopi.
"Anda telat sepuluh menit tuan Orion." Pria itu menunduk, melihat jam tangannya.
Orion hanya terdiam. Merapikan jasnya dan langsung menyuruh Kiara duduk di sampingnya.
"Apa kau sudah menyiapkan semua dokumen yang aku minta?"
"Sudah tuan. Silahkan anda cek dokumennya."
Orion langsung mengambil dan membuka dokumen-dokumen yang telah tertata rapi. Lembar demi lembar ia baca dengan seksama.
"Anda pasti nona Kiara. Perkenalkan nama saya Albert. Pengacara sekaligus teman dari kecil calon suami anda" Albert menjulurkan tangannya. Dengan cepat Kiara menjabat tangan Albert, pria berkacamata dengan wajah kecil dan juga rambut belah tengah yang menawan. Bahkan senyumannya membuat wajah gadis itu sedikit memerah.
"Saya Kiara." Ucapnya malu-malu dengan senyum tipis yang amat cantik.
"Ehem!" Orion menatap sinis pada mereka berdua.
Albert dan Kiara langsung menyudahi salaman mereka dan membenarkan posisi duduk masing-masing.
"Disini, kau akan menikah denganku nona Kiara. Bukan dengan playboy berwajah manis itu." Orion menatap sinis pada Albert yang masih mempertahankan ekspresi profesionalnya.
"Ah... Maafkan saya."
"Hahaha... Apakah anda merasa cemburu karena saya bersikap manis pada calon istri anda?" Albert masih tersenyum. Seperti menantang pria di depannya. Sedangkan Orion mendengus kesal, namun sesegera mungkin merubah ekspresinya agar terlihat baik-baik saja.
"Kiara, bacalah dokumen perjanjian ini. Aku sudah menyuruh Albert untuk memasukan syarat darimu dan juga dariku." Orion menyerahkan dokumen yang dipegangnya pada Kiara.
Kiara menerima dokumen itu. Ada beberapa lembar berisi perjanjian pernikahan kontrak disana. Halaman pertama berisi tentang kesepakatan tentang pernikahan kontrak yang diajukan. Lalu, halaman kedua dan ketiga berisi tentang syarat yang diajukan masing-masing pihak. Dan halaman keempat berisi tentang denda atau sanksi jika salah satu pihak melanggar isi kontrak. Kemudian halaman terakhir berisi penutupan dan nama Orion sebagai pihak pertama, Kiara pihak kedua, dan Albert sebagai saksi.
"Jadi bagaimana menurutmu? Apakah kontrak itu sudah sesuai dengan keinginanmu?"
Kiara mengangguk.
"Baiklah, jika kedua belah pihak sudah setuju, silahkan tanda tangan diatas materai." Albert menyerahkan pulpen pada mereka berdua.
Pertama, Orion yang membubuhkan tanda tangan, lalu Kiara, dan terakhir Albert.
"Jadi nona Kiara dan tuan Orion, kalian telah resmi menandatangani kontrak ini. Dan mulai dari detik ini kontrak ini resmi berlaku. Selamat, kalian berdua sebentar lagi akan menikah." Albert tepuk tangan masih dengan senyuman manis yang menggoda.
Orion menghela nafas panjang, lalu menoleh pada wanita disampingnya.
"Mohon kerja samanya, nona Kiara Elana Pertiwi."
"Mohon kerja samanya juga, tuan Orion Alaric Hadinata."
Mereka berdua pun berjabat tangan.
......................
Langit malam Jakarta memang tak terlihat istimewa dan sama saja setiap hari. Namun entah mengapa malam ini terasa ada yang berbeda. Kiara masih duduk di balkon apartement miliknya sendiri sambil meminum secangkir teh hangat. Ia melihat ada setitik cahaya di langit malam ini. Sebuah bintang kah? Ya, itu adalah bintang. Jarang sekali bintang bisa terlihat di langit yang penuh polusi ini.
Kiara masuk, ia merebahkan diri di kasur. Ia melihat foto dirinya dan Leo yang masih berdiri di nakas pinggir ranjang. Ia mengambil foto itu.
"Kamu dimana? Kamu kenapa nggak ada kabar sampai sekarang?" Ucapnya sambil mengelus foto pria yang tengah memakai bando telinga micky mouse dengan membawa permen kapas. Senyuman pria itu begitu menawan. Meski rasa sakit terus menggelayuti hati setiap melihat wajah pria itu.
"Sebentar lagi aku akan menikah dengan adikmu. Aku akan berusaha menemukanmu Leo." Kiara memeluk foto itu. Dalam senyap, harap, gadis itu yakin pasti akan bertemu kembai dengan sang pujaan hati.
......................
"Kau, yakin akan menikah dengan mantan pacar kakakmu sendiri?" Albert menghembuskan rokoknya dan diterpa angin menuju Orion.
Orion yang langsung terbatuk, karena ia tak tahan dengan asap rokok sejak kecil.
"Maaf, maaf. Aku lupa kau sensitif dengan nikotin." Albert langsung mematikan batang rokok tersebut.
"Albert. Apakah aku jahat jika ingin menghancurkan keluarga Hadinata?" Tatapannya kosong kedepan.
"Secara hukum iya. tapi dunia ini tak selalu soal benar salah ataupun baik dan jahat. Semua tergantung pada setiap sudut pandang. Tak ada kebenaran atau kesalahan mutlak. Begitulah paradoks kehidupan kawan." Albert juga ikut bengong. Menatap kosong seperti Orion.
"Aku hanya ingin kak Leo merasakan kehilangan orang yang dia sayangi. Keluarga itu sudah merebut ibu kandungku. Mereka memaksaku masuk dalam neraka yang bernama Hadinata." Orion tertunduk. Tangannya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.
"Setidaknya mereka membuatmu menjadi orang yang kaya raya bukan?"
Orion terkekeh sinis mendengar perkataan Albert.
"Buat apa menjadi kaya jika tidak bahagia? Kau tau harga apa yang harus kubayar? Aku kehilangan ibu kandungku. Aku dicaci maki, direndahkan, dan tak dianggap sama seperti anggota keluarga lainnya. Ayah saja hanya tersenyum padaku jika aku melakukan hal yang menguntungkan perusahaan. Aku hanya dijadikan sapi perah dalam keluarga itu Albert!" Suara Orion mendadak tinggi saat di akhir kalimat, namun langsung terdiam sejenak dan menghela nafas lagi.
Albert menepuk pundak Orion pelan. Mencoba memberi kekuatan dan dukungan.
"Aku tau kau selama ini menderita. Aku adalah pengacara sekaligus sahabatmu. Apapun yang terjadi aku akan tetap berada dipihakmu. Kuharap pernikahan kontrakmu dengan wanita itu berjalan lancar." Albert berdiri. Lalu melangkah pergi.
"Beri aku undangan jika pernikahannya akan diselenggarakan. Aku akan memberimu hadiah yang menarik." Albert langsung keluar dari apartement tersebut.
Orion masih terduduk lesu di sofa. Ia melihat salinan kontrak diatas meja. Satu ditujukan untuk dirinya, dan satu lagi untuk Kiara. Ia tak ada waktu untuk gundah. Semuanya sudah dimulai, tidak mungkin untuk mundur sekarang. Orion mengambil salinan itu, memasukannya ke dalam tas kerjanya dan beranjak pulang.
"Akan kuhancurkan kalian semua. Dan pertama, dimulai darimu kak Leo. Sang penerus Hadinata akan hancur dalam genggamanku." Sorot mata Orion begitu tajam. Keraguannya kini sirna tak tersisa. Dengan langkah mantap, Orion pulang dan akan melanjutkan rencananya.
"Jadi siapa lelaki itu bos? Apakah pacar baru bos?" Kieran terus membuntuti Kiara kemana-mana sejak pagi tadi sampai sekarang. Sementara Kiara hanya bisa mendesis kesal. Lelah dengan pertanyaan yang terus dilontarkan.
"Kieran? Apa kau sudah membersihkan toilet?" Kiara berbalik menatap jengah.
Kieran menggeleng dan cengengesan. Kiara hanya bisa memegang kepalanya pusing menghadapi sikap pegawai satu ini.
"Bersihkan sekarang. Dan berhenti mengganggu bosmu!" Nada bicara Kiara penuh penekanan.
Kieran paham, lalu memberi hormat dan langsung berbalik. Sedangkan Kiara membuka kembali ponselnya. Sebuah pesan dari Orion kembali ia baca.
"aku akan ke tempatmu saat istirahat makan siang nanti."
"Asha." Panggil Kiara.
Tanpa sepatah kata, Asha menghampiri Kiara. Seperti biasa, gadis yang didapuk menjadi manager itu hanya diam menunggu sampai si bos bicara atau menyuruhnya untuk melakukan sesuatu.
"Hari ini aku akan kedatangan tamu di jam makan siang nanti. Bisakah kau menyiapkan menu spesial?"
Asha mengangguk paham. "Baik, akan saya suruh koki untuk memasaknya." Asha langsung undur diri menuju dapur.
Tick... Tock... Tick... Tock...
Kiara masih menunggu kedatangan Orion. Hari ini ia bermaksud ingin mengenalkan pria yang akan menjadi suaminya pada semua. Ia terus menghela nafas. Meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Dan jika dipikir-pikir, ia hanya akan mengenalkan Orion pada para pegawainya, jadi tentu tidak perlu segugup ini bukan?
Kriiing... Seseorang masuk dalam kedai milik Kiara. Pria kemarin, orang yang membawa Kiara pergi. Kenan langsung menghampiri karena melihat pria itu celingukan mencari sesuatu.
"Ada yang bisa saya bantu?" Kenan dengan stelan santai dan memakai celemek siap memberikan list menu yang ia bawa.
"Dimana Kiara?" Orion masih menelusuri seluruh ruangan dengan pandangannya untuk menemukan gadis itu.
"Oh! Bos. Dia sedang ada di ruangannya. Jika boleh tau ada perlu apa anda mencari bos saya?" Nada Kenan mulai terdengar sengak namun masih terbilang sopan.
Orion langsung menatap wajah pria yang sedikit lebih pendek darinya.
"Bilang pada bosmu, kalau Orion sedang mencarinya. Dengar itu anak kecil?" Nada bicara Orion juga ikut meninggi setelah ia mendapat perlakuan yang kurang nyaman.
Kenan menatapnya sebentar sebelum ia menuju ruangan Kiara. Setelah menunggu beberapa lama, Kiara keluar dengan tergesa-gesa.
"Orion!"
"Hai sayang. Aku sangat merindukanmu." Orion tiba-tiba langsung meletakkan tangannya pada pinggang gadis itu. Sontak semua terkejut tak terkecuali si pemilik pinggang itu sendiri, Kiara.
"Apa yang kau lakukan?" Kiara meronta agar segera dilepaskan. Namun, tangan Orion semakin kuat mencengkram pinggang tersebut.
"Diamlah, aku sedang berpura-pura menjadi calon suami idaman di depan para pegawaimu." Orion berbisik lembut di telinga Kiara dengan senyuman yang tak mampu diartikan.
Tentu saja mata para karyawan langsung tertuju pada dua orang itu. Dan ini adalah moment yang tepat untuk memperkenalkan diri dengan baik.
"Selamat siang semua. Perkenalkan, aku adalah Orion, calon suami dari Kiara." Senyum Orion terus tersungging manis di wajah tampannya.
Semua terkejut, bahkan Kenan menjatuhkan nampan yang ia bawa, membuat semuanya kaget. Hatinya langsung terasa sesak saat mendengar apa yang barusan ia dengar.
"Bos, apa itu benar?" Kenan perlahan menghampiri dan meraih tangan Kiara.
"Iya Kenan, sebentar lagi aku akan menikah dengannya." Ucap Kiara pelan dan menarik lengannya kembali.
Asha dan Kieran juga langsung menghampiri Kiara. Sorot mata mereka masih tak percaya. Kiara yang selama ini mereka kenal adalah wanita jomblo dan galak. Tiba-tiba datang seorang pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Masih segar dalam ingatan, baru enam bulan lalu dia patah hati akibat ditinggal kekasihnya pergi. Membuat Kiara sedih berhari-hari bahkan sampai jatuh sakit hingga dirawat.
"Kalian jangan melihatku begitu. Maaf jika memberitahu kalian belakangan. Aku hanya tidak ingin membuat kalian mengkhawatirkanku." Jelas Kiara.
"Tapi kan..." Kalimat Kenan menggantung, karena masih shock.
"Percayalah padaku, aku tidak apa-apa. Kalian seharusnya mendukungku. Asha, koki sudah membuat menu spesial kan? Tolong antarkan ke meja kami ya. Dan Orion, ayo duduk. Aku membuatkanmu menu spesial di kedai kami." Kiara langsung menarik tangan Orion untuk duduk di salah satu meja.
"Kenan, kau tidak apa-apa kan?" Kieran terlihat begitu khawatir dengan saudara kembarnya.
"Tidak, aku tidak baik-baik saja." Kenan langsung mundur ke belakang, menuju dapur.
Orion tampak menikmati menu spesial berupa sei daging sapi asap bersama nasi dan minumannya. Orion terlihat lahap saat menyantapnya.
"Ini sangat enak. Aku belum pernah makan sei seenak ini." Pria itu terus menyendok dan memasukannya ke mulut.
Kiara tersenyum senang. Ia merasa lega jika Orion menyukai menu dari kedainya. Kiara pun langsung melanjutkan makannya.
"Kiara, nanti setelah pulang kerja aku jemput ya. Aku akan memperkenalkanmu dengan ayah." Suara Orion begitu lembut.
Kiara terhenti sejenak. Ingatan masa lalu mendadak muncul memenuhi pikirannya. Ia masih teringat jelas bagaimana omongan Aditya Pramana Hadinata, kepala keluarga Hadinata saat ini begitu mengusik relung hatinya. Dengan nada rendah dan biasa, namun ia tau maksud setiap kata yang terlontar dari pria tua itu.
"Aku tak suka ada minyak yang mengotori kolamku." Ucapan yang masih terngiang hingga saat ini.
"Kiara?" Orion mengetuk meja berkali-kali agar membuat gadis itu sadar dari lamunannya tadi.
"Ah maaf. Iya. Aku akan ikut denganmu." Akhirnya suaranya keluar, menghentikan rentetan kenangan yang menyakitkan.
Ia harus bangkit. Dan kali ini, ia tidak akan menyerah seperti dulu lagi.
......................
Pukul enam sore. Suasana jalanan di depan kedai Kiara makin ramai. Kiara terlihat sibuk saat beberapa konsumen mengunjungi kedai kecilnya. Jam pulang kerja memang merupakan waktu yang ramai dikunjungi oleh konsumen.
"Sampai bertemu kembali." Kiara mengucap pada seorang konsumen yang baru saja pergi.
"Sepertinya kau cukup sibuk ya." Orion tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Orion?! Sejak kapan kau sampai?" Tanya Kiara.
Orion dan Kiara telah sampai di sebuah restoran bintang lima. Tampilan dari luar begitu luar biasa dan berkelas, tidak seperti kedai miliknya yang jauh terlihat lebih sederhana.
"Kiara, ayo."
Kiara melangkah pelan di belakang Orion memasuki restoran bintang lima tersebut. Sesampainya di resepsionis, Orion berkata reservasi atas nama Hadinata. Begitu mendengar nama Hadinata, salah satu staff langsung mengantar mereka berdua menuju ruangan VIP.
"Tuan besar sudah menunggu di dalam" Staff tersebut membukakan pintu dan menutupnya kembali sesaat setelah mereka berdua masuk.
Didalam mereka melihat ada pria berumur lima puluhan duduk dengan membawa segelas wine di tangan dan ditemani seseorang yang berdiri di sampingnya.
"Dasar anak kurang ajar! Beraninya kau membuatku menunggu!" Pria itu langsung melontarkan bentakan.
"Maaf ayah, jalanan sangat macet, jadi kami terlambat." Orion menanggapi dengan santai seperti hal ini sudah sering terjadi.
Orion duduk di hadapan pria tua itu. Siapa lagi kalau bukan Aditya Pramana Hadinata sang kepala keluarga sekarang. Kiara membungkuk padanya terlebih dulu sebelum duduk di samping Orion.
"Kau lagi. Sepertinya kau sangat terobsesi dengan putra-putraku ya." Tatapan Aditya begitu tajam.
"Ayah, jangan bicara seperti itu pada Kiara. Bagaimanapun dia adalah calon istriku."
"Heh!" Aditya mencibir kesal. Wajahnya sudah malas melihat wanita ini. Tapi dia mengingat perkataan Orion kemarin malam.
"Ayah, jika aku menikah dengan Kiara, ayah tidak perlu mengkhawatirkan kak Leo lagi. Anggap saja ayah menumbalkan aku agar kakak berhenti mengejar wanita itu. Bukankah ini lebih menguntungkan ayah?"
Aditya mendengus, meminum wine miliknya. Ia tak menyangka akan menerima wanita yang dulu diusirnya menjadi menantu untuk anaknya dari wanita simpanan.
"Ingat, mungkin kalian akan segera menikah. Meski aku sudah memberi restu pada kalian, jangan harap kalian bisa menikmati sepeserpun uang dari keluargaku. Terutama kau Kiara." Tatapan tajam Aditya begitu jelas hingga membuat suasana sedikit tak nyaman.
"Saya berjanji akan selalu setia pada Orion. Leo telah meninggalkan saya dan membawa luka yang amat dalam. Saya..." Kalimat Kiara terhenti saat tiba-tiba Aditya menggebrak meja.
"Jangan sebut nama anakku dengan mulut kotormu!" Suara Aditya menggelegar mengisi seluruh ruangan.
Kiara tersentak lalu tertunduk. Ia hanya bisa mengucap kata maaf.
"Hah! Terserah kalian menikah atau tidak. Aku tidak peduli. Kiara, kau harus sebisa mungkin menjauhi Leonard dan lahirkan anak Orion dari rahimmu jika kau memang benar-benar tak memiliki tujuan lain." Suara Aditya pelan tapi penuh penekanan.
Kiara mengangguk tegas. Sorot wanita itu penuh dengan keyakinan saat menatap kepala keluarga Hadinata. Aditya tersenyum puas. Perlahan ia bangun dan beranjak pergi.
"Aku akan mencarikan tempat untuk pernikahan kalian." Ucap Aditya sebelum pergi keluar bersama ajudannya.
Suasana kembali hening. Sekarang hanya ada Orion dan Kiara seorang dalam ruangan itu.
"Kau tidak apa-apa?" Tanya Orion sambil menyandarkan dirinya ke kursi. Nafasnya begitu panjang.
"Aku pernah diperlakukan lebih buruk saat bersama Leo. Jadi... Ya, aku baik-baik saja." Kiara mengikuti gerakan Orion yang menyandarkan tubuhnya.
"Kiara? Apa yang akan kau lakukan saat bertemu kakak nanti?" Orion menengok wajah gadis yang bersandar disamping.
"Entahlah, mungkin aku akan memukulnya. Meski aku tau itu akan sulit kulakukan." Jawab Kiara pelan. Ia tau betul hatinya masih begitu mendamba sosok pria yang tiba-tiba pergi saja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!