"Jangan bilang kalau lo butuh duit lagi Van?" tanya Calista sahabatnya.
"Hmm, itu lo tau Ca, gue harus punya duit banyak buat lawan tante peot itu, lo tau sendiri kan Papa gue gimana sekarang." jawab Vanya sambil menghembuskan rokok dari bibir mungilnya itu.
"Lo jangan gila Van, apa lo yakin kuat, malemnya lo tanding di ring boxing siangnya kerja di cafe. Lo ini udah kaya dari lahir anjir jangan gila...!" omel Calista panjang lebar.
Ya yang di maksud tante peot adalah Mama tiri Vanya yang bernama Rosse Montgomery. Saking liciknya menghasut, sekarang bahkan Papanya yang bernama Arka Montgomery itu membencinya dan sering memukulnya.
Vanya Laraysa Montgomery gadis mungil yang masih duduk di bangku SMA berambut panjang dengan tinggi badan 165cm.
Wajahnya yang baby face serta bodynya yang seperti gitar Spanyol membuat lelaki manapun langsung menyukainya.
"Papa gue terlalu buta sama cinta, lo gak perlu khawatir Ca gue bisa jaga diri." ujar Vanya dan langsung pergi dari gudang sekolahan itu.
Dengan kemeja atas yang tak di masukkan Vanya jadi pandangan para murid cowok di sekolah Garamosador ini.
"Van minta nomor wa nya dong!"
"Cantik sendirian aja mau abang temani enggak?"
"Eitsss...tunggu dulu dong sayang mau kemana sih aku anter ayok?" tawar Raka yang merupakan mencengkeram erat lengan Vanya.
Ya tiga orang yang mengganggu Vanya tadi adalah Raka, Leo dan Galih. Raka yang terobsesi pada Vanya membuat Vanya jengah bukan main.
BUGH!
"AARGHH.....!"
"Jangan sentuh gue brengsek!" ujar Vanya dengan marah.
Kedua tangannya terkepal erat, ia belum pernah sekalipun mencintai seorang pria. Sungguh baginya laki laki tak ada yang bisa di percaya di dunia ini termasuk Papanya sendiri.
"Woy jangan ganggu temen gue sialan!" teriak Calista sambil berlari ke arah Vanya.
"Bos lo gak papa?" tanya Leo sambil menolong Raka yang terjungkal karna tendangan dari Vanya tadi.
"Minggir, jangan bantu gue!" jawab Raka dengan marah.
"Van, jangan kasar bisa gak sih? gue cinta sama lo, kenapa sih lo gak mau buka hati buat gue? Gue akan kasih lo uang berapapun yang lo mau. Asal lo mau jadi cewek gue." ujar Raka sambil menatap wajah cantik Vanya.
"Gue gak butuh! Minggir dan jangan pernah usik gue lagi atau lo akan tau akibatnya!" jawab Vanya dan langsung pergi dari sana.
"Tapi Van, gue cinta sama lo. Apapun resikonya gue akan kejar cinta lo Van, kalau cara baik baik gak bisa miliki lo, jangan salahin gue kalau gue pakai cara licik suatu hari nanti!" jawab Raka dengan raut wajah liciknya.
Tentu saja Calist menatap tajam Raka juga, "Urusan lo sama gue kalau sampai lo berani ganggu Vanya lagi. Minimal cowok punya harga diri, dasar banci kaleng!" ancamnya dan langsung lari dari sana.
"Van....tunggu...."
Namun Vanya tak menghiraukannya, dengan cepat ia langsung menuju parkiran sekolahnya, ia memakai helem full face nya.
"Vanya lo jangan pakai motor crf itu lagi. Itu bahaya anjir, lo mau mati konyol hah...?!" teriak Calista namun tak di gubris sama Vanya.
Dengan cepat Vanya menarik gas motornya.
"Aargh...sialan kenapa hidup gue gini banget, ouhh shit sakit banget squisy kembar gue." ujar Vanya sambil meringis pelan.
Ya Vanya memiliki riwayat penyakit aneh, di umurnya yang baru 18 tahun ini ia sudah bisa memproduksi asi sendiri padahal ia sama sekali belum pernah hamil dan melahirkan.
"Males banget mau pulang ke rumah, tapi kalau gak pulang seragam gue udah basah. Dah lah gak papa daripada lengket gini gak enak banget." ujar Vanya dengan raut wajah kesalnya.
Namun saat akan berbelok ke jalan yang lebih sepi Vanya malah di tabrak orang tak di kenal dengan mobil.
BRAK....!
"AAARGHH....BERHENTI GILA....!!" teriak Vanya dengan kerasnya.
Sungguh kedua siku dan lututnya berdarah kerna bergesekan dengan aspal. Tentu saja pemilik mobil itu langsung keluar.
"Oyy cil, maaf ya kakak gak sengaja. Gak luka kan?" ujar seorang pria yang tak lain adalah Zan.
"Gak sengaja lo bilang? punya mata gak lo om, lihat gue luka luka begini!" marah Vanya sambil menatap Zan dengan tajam.
Namun mata Zan malah jelalatan kemana mana, ia salfok dengan kedua squisy bocil di depannya ini yang basah.
BUGH!
BUGH!
BUGH!
"MATA LO DI JAGA OM KALAU GAK MAU GUE KELUARIN DARI TEMPATNYA...!" teriak Vanya sambil memukul dan menendang Zan.
"Aaargh berhenti sakit cil, maafin kakak ya, sakit aaarghh....!" jerit Zan.
Sungguh perempuan yang ia kira bocil manja ini bisa menumbangkannya dalam hitungan detik, kini seluruh tubuhnya sakit semua. Karna Vanya memukul dirinya pada titik sarafnya.
"Ekhemm.....!" dehem seorang pria dengan suara seraknya.
Sungguh suara itu membuat Vanya langsung merinding.
"Lo kan yang punya mobil itu, kalau punya anak buah yang gak bisa bawa mobil mending lo buang ke kandang buaya, dasar gak guna!" omel Vanya sambil menatap tajam Kael.
Tentu saja Karl langsung tersenyum miring, dari ia di dalam mobil tadi udah menatap kagum bocil di depannya ini.
"Malah senyum dasar gila, minggir gue mau pulang!" ujar Vanya sambil mencoba menarik motornya yang berada di tengah jalan itu.
Namun masih kalah cepat dengan tangan Kael yang menariknya dengan erat.
DEG...DEG....DEG....
Jantung mereka berdua berdetak keras saat saling tatap, "lepasin tangan gue om, jangan pernah sentuh gue!" ujar Vanya.
Senyum Kael semakin merekah saat ini.
"Kamu cantik aku suka, apalagi bibir kamu yang menggoda ini." celetuk Kael secara tiba tiba.
"Apa suka sama gue? what the hell big om, look at me, lo itu udah om om sedangkan gue masih cantik kinyis kinyis begini mau berjodoh sama lo gak mungkin banget dong ya." jawab Vanya dengan tegasnya.
Bara yang kesal pun langsung menatap Vanya dengan tatapan tajamnya, ia tak percaya, apa ketampanannya sudah luntur? Mengapa gadis di depannya ini menolaknya.
BUGH!
Vanya yang ketakutan dengan cepat langsung menendang aset milik Kael.
"OUH SHIT SAKIT BANGET....!" teriak Kael dengan kerasnya.
"Dasar cowok gila, gue harap gak pernah ketemu sama kalian berdua lagi. Bye om om jelek....!" pekik Vanya sambil berlari menaiki motornya.
Bahkan helem full face nya yang terlepas dari kepalanya tadi masih tertinggal di sana. Sebelum bener benar pergi Vanya menoleh ke belakang sambil menunjukkan jempol terbaliknya seolah mengejek Kael dan Zan.
"Bocil kematian." ujar Kael yang merasakan ngilu saat melihat aset sahabatnya di tendang oleh Vanya tadi.
"Sialan, bantu gue ke mobil, ambil tuh helem jangan sampai lecet." ujar Kael sambil menggertakkan giginya.
Baru kali ini ia merasakan ingin memiliki seseorang, namun dengan beraninya gadis itu malah menolaknya mentah mentah.
"Bos tuh cewek tadi beneran nolak lo?" tanya Zan yang masih tak percaya.
"Diam!" jawab Keel yang masih sangat kesal itu.
"Mulai hari ini kamu milikku, akan ku cari sampai ke ujung dunia sekalipun. Sekali jadi milik Kaelion Garamosador tak ada lagi celah untuk melarikan diri!" ujar Kael sambil menggigit bibir bawahnya sendiri.
"Bos lo....lo beneran....?"
Sesampainya di markas tentu saja Kael langsung masuk ke dalam.
"Selamat malam bos." ujar salah satu anak buahnya.
Namun tak ada sahutan dari Kael.
"Bos lo kenapa anjir, lah ngapain lo bawa helem kan tadi bawa mobil?" tanya Daryl pada Zan.
"Nanti gue ceritain, gue urus helem ini dulu, kalau sampai lecet kepala gue taruhannya soalnya." jawab Zan dan langsung masuk mengikuti Kael.
Tentu Daryl yang bingung langsung menyusulnya juga, dengan kedua tangan yang membawa berkas penting.
"Sial, baru kali ini gue kepo." ujar Daryl.
Sedangkan Kael ia langsung berhenti di depan pintu ruangannya, dengan cepat menarik helem dari tangan Zan. "Jangan ganggu gue, gue sibuk. Urus pengiriman revolver malam ini." titah Kael dengan nada dinginnya.
BRAK!
Pintu itu ditutup dengan kerasnya.
"Ouh shit, kalau bukan bos udah gue bejek-bejek tuh muka tembok." ujar Zan dengan raut wajah kesalnya.
Tentu saja Daryl yang ada di belakangnya langsung tertawa keras.
"Anjir muka lo kocak banget, ada apa sih sebenarnya. Kasih tau gue." desak Daryl dengan raut wajah penasarannya.
Zan langsung menatap sinis Daryl.
"Lo tau pak bos tadi asetnya abis di tendang sama cewek, dan satu lagi. Lo harus lihat baik-baik wajah tampan gue ini babak belur karna cewek yang gue tabrak di jalan tadi." jelas Zan panjang lebar.
Kedua mata Daryl langsung melebar. "Yang bener lo? Gak mungkin kan pak bos di tolak sama perempuan?!" tanya Daryl.
"Dan itulah kenyataannya." jawab Zan sambil duduk di kursi dekat ruangannya itu.
"Sialnya tuh cewek beneran masih kaya anak kecil, Lo tau dia bahkan pendek kaya bocah, tapi ya bodynya beuh bikin adik gue tegang." celetuk Zan yang membuat Daryl makin penasaran.
CEKLEK!
"Kerja, jangan makan gaji buta kalian berdua!" ujar Kael dengan nada tegasnya.
Tentu saja Zan dan Daryl langsung kabur, bisa-bisa mereka jadi santapan Kael kalau lagi kesal kaya gini.
"Oke bos, kita masih sayang nyawa. Siap bekerja!" jawab mereka berdua dengan kompaknya.
Kael memejamkan kedua matanya, sungguh ia masih merasa kesal dengan penolakan gadis tadi.
"Vanya Laraysa M., siapa M? Aku akan cari kamu sampai ketemu, sekali kamu masuk ke kehidupanku tak akan pernah ku biarkan kamu lolos begitu saja." ujar Kael sambil tersenyum miring.
Sedangkan Vanya ia baru saja tiba di mansion besar milik Papanya.
PLAK!
"Kamu dari mana aja jam segini baru pulang hah? Emang benar ya kata Mama kamu, kamu tuh semenjak Papa beliin motor jadi susah diatur kaya gini." marah Arka Montgomery sambil menampar keras putrinya itu.
Vanya langsung menatap tajam Papanya sambil terkekeh pelan, "Bukannya Papa yang banyak berubahnya setelah ketemu sama tante peot itu? Asal Papa tau, tante Rosse...."
"Panggil Mama, dia Mama kamu Van." potong Arka Montgomery.
"Sampai aku mati sekalipun tak akan pernah aku panggil wanita perusak itu Mama, Vanya membencimu Pah!" ujar Vanya dan langsung masuk ke dalam kamarnya.
"Hey Van, mau kemana kamu? Jawab pertanyaan Papa dulu kamu dari mana? Dasar anak gak tau diuntung. Menyesal saya besarin kamu...!" ujar Arka Montgomery dengan nada dinginnya.
"Sejak kapan Papa besarin Vanya? Bahkan dari Mama meninggal Vanya hidup sendiri, cari uang sendiri. Uang yang Papa kasih dicuri sama Rosse, istri tercinta Papa itu. Lebih pintar sedikit Pah, jangan bodoh!" jawab Vanya sambil menutup pintu kamar dengan kerasnya.
Tadinya Rosse Montgomery menguping dari jauh sambil tersenyum licik penuh kemenangan, namun saat Vanya membeberkan kebenarannya ia mulai panik.
"Mas udah dong jangan marahin Vanya terus, aku gak papa kok dituduh kaya gitu. Padahal masih aku tambahin uang jajan Vanya." ujar Rosse Montgomery yang mencoba menghasut suaminya itu lagi.
Bisa gawat nanti kalau sampai suaminya itu percaya dengan Vanya.
"Iya sayang aku percaya sama kamu, jangan marah jangan sakit hati ya, mungkin Vanya belum bisa nerima kamu aja." ucap Arka Montgomery dengan suara lembutnya.
Rosse Montgomery langsung memeluk erat suaminya, "Bagus, dengan begini aku masih bisa kuasain harga di mansion sebesar ini, dan kau Vanya, lihat saja aku akan membunuhmu nanti." ujarnya di dalam hatinya sambil tersenyum licik.
"Dah yuk kita ke kamar aja, biar Vanya nanti aku yang urus. Anak gak tau diri itu harus ku kasih pelajaran nanti." ucap Arka Montgomery sambil menarik lembut lengan istrinya ke arah kamar.
"Terserah kamu aja mas, yang penting aku udah bilang sama kamu apa yang sebenarnya terjadi." jawab Rosse Montgomery sambil tersenyum miring.
Di dalam kamarnya Vanya langsung ganti baju, sungguh tubuhnya sangat lengket.
"Papa lihat, bahkan Vanya sekarang tumbuh lebih kejam dari sebelumnya. Kekejaman ini terbentuk dari Papa." ujarnya sambil terkekeh pelan.
Sorot matanya hanya ada dendam, kemarahan, dan kekecewaan.
"Vanya janji Mah, Vanya akan ungkap kematian Mama. Mama Lidya, tolong tenang di sana ya." ujar Vanya sambil mengusap air matanya yang mengalir itu.
"Mata dibalas mata, darah dibalas darah." lanjutnya dengan mengepalkan kedua tangan mungilnya itu.
Dalam kesunyian ruang kerja yang hanya disinari oleh cahaya lampu meja, Kaelion Garamosador duduk termenung di depan laptopnya yang baru saja ditutup.
Kilatan mata penuh obsesi terpancar saat ia merenungkan Vanya, gadis yang telah lama menghantui pikirannya.
"Vanya... akhirnya aku menemukan data lengkapmu, sayang. Mulai sekarang kamu milikku," gumamnya pelan dengan nada penuh kepemilikan, sambil menggigit bibir bawahnya sendiri, sebuah tanda kegembiraan yang tercampur dengan kegilaan.
Jam dinding berdenting, menunjukkan pukul 21.00. Dalam keadaan yang semakin malam, Kaelion mencoba mengalihkan pikirannya kembali kepada Vanya.
"Kamu lagi apa? Kamu perempuan satu-satunya yang bisa buat aku gila, sayang," katanya lagi, kali ini dengan sebuah kekehan pelan yang mencoba menyembunyikan panas dingin yang dialaminya.
Situasi dalam ruang kerja itu semakin terasa mencekam. Dinding-dinding yang dipenuhi dengan berkas dan foto Vanya tampak menatap kembali kepadanya, seolah-olah menjadi saksi bisu atas obsesi gelap yang mulai memakan dirinya.
Kaelion berusaha mengambil napas dalam-dalam, berharap oksigen bisa mengurangi rasa gatal dan sakit yang menjalar di tubuhnya.
Namun, tidak ada yang bisa mengalihkan pikirannya dari Vanya. Gadis itu, meskipun tidak hadir secara fisik, telah menguasai setiap sudut pikiran dan perasaan Kaelion.
Dengan setiap detik, obsesinya semakin menggila, seolah-olah menggerogoti akal sehatnya sedikit demi sedikit.
Kaelion bangkit dari kursinya, berjalan mondar-mandir dalam ruangan itu dengan langkah yang tidak pasti.
Rasa gatal yang semakin menjadi hanya menambah rasa frustrasi dan kegilaannya.
Dalam keadaan hampir putus asa, ia kembali duduk di depan laptopnya, membukanya lagi dan memandangi data-data Vanya yang telah ia kumpulkan.
Di sanalah, dalam kesendirian ruang kerjanya yang kacau, Kaelion tenggelam lebih dalam ke dalam dunia obsesinya terhadap Vanya.
Seorang gadis yang mungkin tidak pernah menyadari bagaimana dampaknya terhadap Kaelion, seorang CEO sekaligus ketua mafia itu.
Tubuh Kaelion tiba-tiba bergetar, sebuah reaksi alergi yang tidak bisa dikendalikan. Semua permukaan kulitnya mulai gatal, memerah seperti diserang alerginya yang kembali kambuh itu.
"Gue butuh asi, alergi sialan aargh...." rintihnya dalam kesakitan, mencoba meredakan rasa gatal yang semakin menjadi-jadi dengan menggaruk lengan hingga lehernya.
"MASSSS.....!!" teriak Velia Garamosador dengan suara kerasnya.
"Apa sih sayang? Kenapa harus teriak-teriak nanti tenggorokan kamu sakit." ujar Valino Garamosador.
Ya mereka adalah orangtua Kaelion Garamosador, Valino Garamosador dan Velia Garamosador, orang terkaya nomor satu de Asia.
"Mas ini gawat ayo cepetan ganti baju, kita harus secepatnya ke mansion Kaelion!" ujarnya dengan raut wajah cemas.
"Kenapa, ada apa?" tanya Valino.
"Aku lupa ngasih Kaelion asi mas, harusnya dari rumah sakit tadi pagi langsung ke mansionnya." ujar Velia.
Dengan cepat Velia menarik lengan suaminya, "Astaga aku juga lupa sayang, ayo cepetan takutnya Kaelion kenapa napa." sahut Valino.
Mereka langsung masuk ke dalam mobil Rolls Royce-nya.
Sedangkan Kaelion yang ada di markasnya masih terdiam dengan kedua tangan yang terkepal erat.
"Sialan, gue butuh seseorang yang punya asi tapi gue gak mau terikat sama wanita manapun kecuali Vanya." ujar Kaelion dengan suara lirihnya.
"Bos lo kenapa....?!" ujar Zan yang masuk ke dalam karena mau nganter berkas.
"Gak papa." jawab Kaelion.
Dengan cepat Kaelion langsung berdiri seolah ia tak merasakan sakit apapun, dengan cepat Kaelion keluar dari markasnya.
"Gue harus pulang sebelum gue mati." ujarnya tanpa mempedulikan teriakan Zan sahabatnya.
"Lo kenapa sih Kael, bukannya kita sahabat kenapa gak mau berbagi susah lo ke kita." ujarnya dengan raut wajah cemasnya.
Sungguh Zan gak tau sama sekali penyakit apa yang diderita bos sekaligus sahabatnya itu.
"Ouh shit! Kenapa tambah panas semua sih badan gue, arghh sial hidup gue bener-bener sial!" ujar Kaelion dengan raut wajah kesalnya.
Kedua tangannya mencengkeram erat stir mobilnya.
"Jangan bilang gue bakalan mati saat ini, BIG NO! Vanya belum jadi milik gue." ujarnya lagi dengan penuh obsesi.
Sungguh segila itu Kaelion sekarang dengan Vanya, gadis yang tadi menendang aset miliknya itu, untung saja tak apa kalau sampai lecet ia tak punya anak nanti.
"Anak? Hey aku akan mempunyainya nanti dengan Vanya. Cuma kamu yang bisa buat aku segila ini sayang." lanjutnya sambil menekan pedal gasnya.
TINGNONG....
TINGNONG....
"Kaelion sayang bukan pintunya ini Mama boy!" teriak Velia dari luar mansion.
3 pengawal di mansion Kaelion langsung mendekat. "Tuan Valino, Nyonya Velia. Tuan Muda Kaelion tidak ada di mansion." ujarnya dengan sopan.
"Kemana anakku?" tanya Papa Valino dengan nada dinginnya.
"Tuan Muda pergi ke markas."
"Hmm." jawab Mama Velia.
Mama Velia langsung masuk ke dalam, sungguh kali ini tak tinggal diam yang jelas ia akan menunggu sampai putranya kembali pulang.
"Hey jangan cemas sayang, anak kita gak akan kenapa napa, Kael bukan orang bodoh sayang." ujar Papa Valino mencoba menenangkan istri tercintanya itu.
"Tapi Kael bodoh dalam hal cinta, masa iya udah 24 tahun, temen ku udah pada gendong cucu. Lah ini Kael bahkan dari kecil gak pernah mau deket sama perempuan katanya gatel, alergi. Ada aja alasannya anakmu itu." ujar Mama Velia panjang lebar.
Tentu saja Papa Valino langsung terkekeh pelan, "Ya kan putraku mau milih yang terbaik." jawabnya dengan enteng.
BRAK!
Keduanya menoleh ke arah pintu, di sana ada Kael yang pulang dengan wajah yang sudah memerah pucat.
"KAEL SAYANGNYA MAMA....!" teriak Mama Velia dengan panik.
Papa Valino langsung memapah putranya duduk di sofa.
"Sayang ini minum dulu, maafin Mama, Mama lupa kasih asi ini ke kamu tadi pagi." ujar Mama Velia dengan raut wajah paniknya.
Kael tak menjawabnya dengan cepat ia meminum asi dari tumbler yang di bawakan Mamanya ini.
"Mah gak enak huwek...huwek....Kael gak suka." tolak Kael sambil mual mual.
Dengan cepat Kael berlari ke kamar atasnya, tentu saja ia masuk ke kamar mandi dan muntah muntah hebat di sana.
"Ya Tuhan, Kael sayang kamu kenapa? harusnya udah minum asi membaik dong, kenapa malah makin parah ini, Mas ini gimana hikss hikss." ujar Mama Velia sambil menahan isak tangisnya.
"Kael lihat Papa, apa yang kamu rasain sekarang?" tanya Papa Valino.
"Gak enak asinya basi, buang aja Kael gak suka." jawab Kael sambil mengusap wajahnya dengan air dingin.
"Jangan masih Mah, Kael gak papa." ujar Kael agar Mamanya tak semakin khawatir.
Tentu saja Mama Velia langsung menabok keras lengan putranya itu, "Jangan bikin Mama mati muda, kamu harus cepet punya istri kalau ada apa apa biar istri kamu yang urus yang jaga." ujar Mama Velia.
Seketika Kael langsung tersenyum miring, "Sebentar lagi, tunggu aja Mah. Dah sana keluar, Kael mau istirahat." usir Kael seolah penyakitnya udah sembuh.
Kamar Kael dipenuhi dengan ketegangan dan harapan sekaligus. Mata Mama Velia dan Papa Valino terbelalak tajam, seolah mencoba mencerna informasi yang baru saja diungkapkan oleh putra mereka.
"KAMU UDAH PUNYA PACAR?!" teriak mereka berdua, suara mereka menggema di dinding kamar yang terkunci.
"Tidak, bukan pacar, tapi calon istri Mah, Pah." jawab Kael dengan tenang, seolah sudah mempersiapkan diri untuk momen ini.
Ia kemudian dengan cepat menutup pintu kamarnya dan menguncinya, menambah ketegangan yang sudah terasa.
Dari balik pintu yang terkunci itu, terdengar suara Papa Valino yang mencoba menenangkan suasana.
"Akhirnya kamu normal juga, Kael."
Ucapannya tersebut menggambarkan lega dan bahagia yang mendalam, seolah sebuah beban besar telah terangkat dari bahunya.
Mama Velia, di sisi lain, sudah meluap dengan rasa ingin tahu dan kegembiraan.
"Siapa perempuan itu, sayang? Ceritakan pada Mama. Mama mau kenalan, Mama akan kasih black card dia karena sudah membuat anak Mama yang dingin dan kejam ini jatuh cinta." serunya bersemangat.
Penuh dengan kehangatan dan kelembutan yang hanya seorang Mama yang berharap yang terbaik untuk anaknya yang bisa menyuarakannya.
Kael, dari balik pintu yang masih terkunci, merasakan campuran perasaan. Ada gugup, takut, tapi juga lega karena akhirnya dapat berbagi bagian dari hidupnya yang selama ini tersembunyi.
Dia tahu keputusannya akan membawa perubahan besar dalam dinamika keluarganya, namun dia juga tahu pentingnya untuk jujur dengan orang-orang yang paling dia cintai.
Sementara itu, Papa Valino dan Mama Velia masih berdiri di luar pintu, menunggu dengan sabar namun juga penuh harap.
Mereka tahu anak mereka, Kael, memiliki alasan mengapa dia selama ini terkesan dingin dan menjaga jarak.
Sekarang, dengan pengumuman ini, mereka hanya berharap dapat mendukungnya sepenuhnya, mengenal wanita yang telah berhasil mengubahnya, dan menyambutnya ke dalam keluarga.
Kamar Kael, yang sekarang menjadi semacam simbolik dari kehidupan pribadinya yang terkunci dan tersembunyi, perlahan akan mulai terbuka.
Ini adalah langkah pertama dalam perjalanan baru tidak hanya untuk Kael tetapi juga untuk seluruh keluarga.
"Lihat, sebentar lagi kamu akan jadi milikku sayang." ujar Kael sambil tersenyum miring.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!