NovelToon NovelToon

Dia Milikku

Bab 1 Prolog

Danial Zevaro Putra Mahendra, siapa yang tidak mengenal laki-laki tersebut. Selain memiliki paras yang tampan dan berasal dari keluarga kaya raya, Danial juga merupakan idola disekolah tempat dia belajar.

SMA CITRA BANGSA

Sekolah bertaraf internasional, hanya orang-orang dari kalangan atas saja yang mampu bersekolah disana. Sekolah ternama itu juga tak luput dari embel-embel nama keluarga Mahendra. Keluarga terpandang yang sangat dihormati itu, juga merupakan pemilik saham terbesar di SMA tersebut.

Tak susah bagi Danial menggait perhatian para wanita dengan wajah tampan nya, tapi dengan sikapnya yang dingin dan cuek, tak ada yang berani terang-terangan menyatakan perasaannya secara langsung kepada Danial. Dan, Danial juga tak ambil pusing dengan kado-kado yang diberikan oleh para fansnya yang diletakkan diatas meja belajarnya. Bukan pemandangan asing lagi bila setiap pagi, diatas meja Danial terdapat banyak cokelat, bunga dan hadiah yang lain.

Walaupun terkenal cuek, tapi Danial memiliki dua orang sahabat yang sangat setia padanya. Alvio Prasetya dan Deon Andriansyah, panggil saja mereka Alvi dan Deon. Mempunyai sikap berbanding terbalik dengan Danial. Mereka berdua memiliki kepribadian yang ceria dan humoris, walaupun begitu tapi keduanya bisa menyeimbangi sikap cuek Danial.

Danial bukan anak tunggal, dia memiliki adik kembar perempuan, Deandra Zevania Putri Mahendra akrab dipanggil Dea oleh orang terdekat. Danial lahir lima menit lebih dulu dari Deandra, dan itu sudah cukup untuk Dea memanggil Danial dengan sebutan kakak. Tapi, jangan harap panggilan itu keluar dari mulut Dea. Kita akan lebih sering mendengar Dea memanggil sang kakak dengan sebutan nama atau 'lo'. Dea memanggil kakak hanya saat menginginkan sesuatu dari Danial.

Walaupun tumbuh dirahim yang sama dan lahir dihari yang sama pula, tapi keduanya memiliki sikap yang berbeda. Dimana Danial dingin dan cuek, beda dengan Dea, gadis itu lebih ceria dan gampang berbaur dengan lingkungan sekitar. Dan teman Dea pun lebih banyak dari Danial. Walaupun begitu, tapi tetap saja tak seperti Danial, Dea tak memiliki sahabat dekat.

Dengan status sosial mereka, sulit bagi Dea menemukan teman yang benar-benar tulus berteman dengan nya bukan karena harta.

Meski kedua orang tua mereka sibuk, tapi Danial dan Dea tak pernah merasa kekurangan kasih sayang dari orang tua mereka. Ibu mereka atau mereka memanggil dengan sebutan bunda, selalu menyempatkan diri untuk menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya sebelum memulai aktivitas dirumah sakit. Bukan sebagai perawat atau dokter, bunda Kanaya adalah pemilik rumah sakit tersebut. Sebenarnya bisa saja bunda Kanaya memantau perkembangan rumah sakit dari rumah, tapi bunda Kanaya lebih suka terjun langsung ketimbang duduk manis dirumah sambil menunggu hasil.

Dan juga pak Edgar, atau anaknya memanggil papa Edgar selaku kepala keluarga tak hanya mementingkan bisnis nya. Pak Edgar mendidik anak-anak bersikap sopan dan rendah hati. Pak Edgar, selalu menanamkan di diri kedua anaknya untuk bersikap sederhana dan tidak sombong dengan apa yang mereka miliki. Selain itu, pak Edgar juga menanamkan di diri Danial agar menghargai wanita dan tidak bersikap kasar kepada wanita.

Dan itulah yang sampai saat ini Danial tanamkan didalam dirinya. Bagi Danial, tak ada seorangpun yang bisa menyakiti mama dan adik nya. Siapa yang berani menyakiti dua perempuan kesayangannya itu, harus siap-siap berhadapan langsung dengan Danial.

Dirumah boleh saja Danial bersikap manja dengan bunda tercinta, tapi kita tidak akan mendapati Danial manja diluaran sana. Yang ada hanya, Danial yang dingin dan tidak mau tau dengan lingkungan sekitar. Bagi Danial, asal dia tidak diusik maka hidup mereka akan aman.

°°°°°°°°°°°° °°° °°°°°° °°°

"Danial, tadi malam pulang jam berapa kamu?." Tanya pak Edgar disela sarapan mereka.

"Jam sepuluh pa." Jawab Danial, mengambil sepotong roti dan mengoles dengan selai cokelat.

"Sebentar lagi kamu kelas tiga Danial, kurang-kurangi lah keluyuran nya." Bunda Kanaya memberikan segelas susu cokelat untuk anak laki-laki nya itu.

"Iya bunda, Danial nggak akan ulang lagi kok, kalau nggak lupa ya." Diakhiri dengan cengiran tak bersalah.

"Selalu aja itu jawaban nya. Buruan sarapannya, nanti kamu telat loh." Bunda Kanaya lalu melihat kearah lantai atas, tentu saja mencari anak gadisnya yang tak kunjung keluar dari kamar. "Adik kamu udah bangun?."

"Tau tuh, Danial nggak lihat. Paling juga baru bangun." Jawab Danial, asik mengunyah potongan roti terakhirnya.

"Anak itu ya, kalau nggak dibangunin ya gini. Pasti telat." Baru saja bunda Kanaya akan menaiki anak tangga, Dea sudah berlari menuruni anak tangga.

"Telat telat telat. Lo kenapa nggak bangunin gue sih." Menyeruput segelas susu tanpa duduk terlebih dulu.

"Duduk minumnya De, nggak baik minum sambil berdiri." Tegur papa Edgar.

"Emang gue pengasuh lo apa, yang setiap pagi harus bangunin lo. Nggak ya." Jawab Danial, berdiri untuk berpamitan sebelum berangkat sekolah.

"Pa, bun, Danial berangkat ya." Tak lupa, Danial mencium punggung tangan kedua orang tuanya.

"Hati-hati ya sayang. Yang benar belajar nya." Bunda Kanaya mengusap lembut rambut Danial.

"Dan tungguin gue lah." Teriak Dea. Danial tidak memperdulikan teriakan adiknya itu, berlalu keluar dari rumah. Berangkat sekolah mengguna kuda besi kesayangannya. Motor sport berwarna merah yang selalu menemani kemana pun Danial pergi.

"Habiskan dulu sarapan kamu. Biasanya juga kalian berangkatnya nggak barengan." Ucap bunda Kanaya.

"Mobil Dea rusak bun, kemaren dibawa ke bengkel. Dua hari lagi baru siap katanya."

"Ya sudah, hari ini Dea berangkat sekolah bareng papa aja ya."

"Nanti papa telat dong?."

"Nggak kok sayang, demi anak cantik papa ini apa sih yang enggak." Papa Edgar mengusap rambut Dea.

"Emmm, papa, sweet banget deh." Dea memeluk papa Edgar. "Mudah-mudahan kelak Dea bisa menemukan laki-laki sebaik papa, untuk mendampingi Dea."

"Amiiin, papa akan selalu do'kan yang terbaik untuk kedua anak papa."

"Ekhmm, udah dong romantis-romantisan nya. Anak sama papa ini kalau udah berdua nggak peduli sama lingkungan sekitar. Ingat ya, ini suami bunda." Bunda Kanaya ikut nyempil ditengah-tengah anak dan ayah yang sedang berpelukan tersebut.

"Bunda, nggak bisa lihat anaknya senang bentar." Dea cemberut, bibirnya sampai maju beberapa centi.

"Nanti disambung lagi. Sekarang berangkat sekolah sana, kalau kamu telat lagi bunda nggak mau ya datang ke sekolah kalau dapat panggilan dari guru kamu."

"Iya iya, ayo pa kita berangkat."

"Yang rajin belajarnya, jangan nge-drakor sambil belajar."

"Nggak bunda, anak bunda ini yang paling rajin belajar tau." Usai berpamitan, kedua ayah dan anak itu langsung berangkat.

Setelah semua berangkat, barulah bunda Kanaya bersiap-siap untuk ke rumah sakit. Pekerjaan bunda Kanaya tak sebanyak suaminya, jadi banyak waktu untuk mengurus keperluan anak dan suami.

Walaupun memiliki asisten rumah tangga, tapi soal makanan untuk keluarga, pasti bunda Kanaya akan turun tangan langsung, bibi hanya membantu sedikit saja.

°°°°°°

Dilain tempat, tepatnya dikediaman keluarga Aldiwara. Keluarga bahagia itu juga tak kalah harmonisnya. Bedanya, mereka hidup tanpa dampingan seorang ibu. Meldy Alana Chantika Putri Aldiwara dan Melvin Natha Putra Aldiwara. Adik kakak berjarak dua tahun itu tinggal bersama ayah mereka, sedangkan ibu mereka sudah bahagia bersama Tuhan di surga.

"Papa mau sarapan roti atau nasi goreng?." Tanya Meldy, sebagai perempuan satu-satunya dirumah, Meldy lah yang mengambil peran sebagai ibu, walaupun gadis itu sering bersikap manja.

"Papa nasi goreng aja deh."

"Kalau kakak mau apa?." Meldy juga tak lupa bertanya kepada sang kakak.

"Kakak ambi sendiri aja, kamu ambilkan aja buat papa." Ucap Melvin. Sangat bersyukur memiliki adik yang mandiri seperti Meldy. Walaupun memiliki beberapa asisten rumah tangga, tapi tetap untuk urusan sarapan Meldy akan ikut serta menyiapkan nya.

Meski usia mereka berjarak dua tahun, tapi disekolah mereka hanya berjarak satu tingkat saja. Karena dulu, waktu mama mereka meninggal, Melvin sempat berhenti sekolah selama satu tahun.

"Hari ini Meldy berangkat sama kakak lagi ya." Ucap Meldy, mereka tak bersekolah di tempat yang sama.

"Boleh, emang nya mobil kamu belum selesai dibenarin?."

"Udah sih kak, tapi Meldy mau berangkat sama kakak."

"Nganggur lagi lah mang Ujang." Ujar Melvin, Meldy tak bisa menyetir mobil sendiri, karena itu papa Hendra menyiapkan supir pribadi untuk mengantar Meldy kesekolah. Meski memiliki supir pribadi, tapi Meldy lebih suka berangkat sekolah diantar oleh Melvin.

"Biar mang Ujang istirahat, kasihan udah tua."

"Ya udah, tapi nanti mampir bentar ya kita beli bubur dulu."

"Bubur? Kakak belum kenyang sarapan ini?." Tanya Meldy.

"Bukan buat kakak, nanti kamu lihat aja deh."

Meldy hanya mengangguk, percaya dengan kakaknya tidak akan membuang makanan.

"Kalian lanjutin aja sarapannya, papa berangkat ke kantor ya." Pak Hendra, ayah mereka pamit berangkat ke kantor.

"Iya pa, papa hati-hati ya." Ucap Meldy.

Papa Hendra mencium kening Meldy dan mengusap rambut Melvin. Anak laki-laki nya itu akan menolak kalau keningnya di cium. Malu katanya. Anak laki-laki emang seperti itu bukan?.

Bab 2 Danial Si Cowok Cuek

Disekolah, hanya ada satu perempuan yang bisa dekat dengan Danial, yaitu saudara kembarnya Deandra. Dan hanya Deandra pula lah yang bisa bebas ngobrol dengan Danial.

"Bolos lagi lo ya?." Tanpa izin Deandra ikut duduk dan bergabung dengan tiga laki-laki tampan itu. Sekarang mereka tengah menikmati makan siang di kantin sekolah.

"Gue aduin bunda baru tau rasa lo." Danial tak menghiraukan ocehan adik kembarnya itu. Mulut nya sibuk mengunyah kentang goreng yang ada dihadapannya.

"Danial, dengar gue nggak sih."

"Ribut lo." Danial menyumpal mulut Deandra dengan stik kentang miliknya hingga penuh.

"Gue ngomong Danial, kenapa malah dikasih kentang sih." Deandra terus mengoceh, meski ucapannya tak jelas terdengar karena mulut yang penuh.

"Mau minum nggak De?." Dengan polosnya Alvi menawarkan minuman.

"Diam lo. Kalian berdua juga, kenapa ngajak-ngajak Danial bolos." Alvi dan Deon yang sekarang jadi sasaran ocehan Dea.

"Lo sih Vi, udah bagus kita diem aja." Deon menoyor jidat Alvi.

"Salah gue? Padahal cuma nawarin minum doang tau." Alvi mengusap-usap jidatnya bekas jitakan Deon.

"Kayak yang nggak tau Dea aja lo. Kalau dia lagi ngomelin Danial, lebih baik kita diam, kalau nggak ya kayak gini jadinya. Kita yang jadi sasaran." Deon berbisik, tak ingin ucapan nya didengar oleh Dea. Kalau sampai didengar, habis sudah, ocehan Dea akan semakin panjang lagi.

"Bisik-bisik apa kalian?." Dea menatap keduanya dengan tatapan mengintimidasi.

"Nggak, nggak ngomong apa-apa. Gue cuma bilang, bakso ini enak banget, iya kan Vi." Elak Deon, menyenggol lengan Alvi.

"Ha? I iya De, enak tau baksonya. Mau coba nggak?."

"Dasar aneh. Kok lo betah sih temenan sama mereka?." Dea menyomot stik kentang milik Danial.

"Setidaknya mereka nggak berisik kayak lo." Danial berdiri, lalu beranjak dari sana.

"Jangan bolos lagi lo." Teriak Dea, karena jarak Danial sudah lumayan jauh. Jangan kan menjawab, menoleh saja Danial tidak.

"Kalian berdua, awasin Danial. Awas aja kalau sampai dia bolos lagi." Dea mengacungkan tinju nya.

"Nggak janji deh De, kita lebih baik lo maki-maki dari pada habis dihajar Danial. Lo tau sendiri kan abang lo itu gimana?." Alvi mengangkat kedua tangannya.

"Lemah banget sih kalian." Dea pun ikut pergi dari sana.

Dea dan Danial memang tidak berada disatu kelas yang sama. Danial memilih jurusan IPS sedangkan Dea lebih suka pelajaran hitung-hitungan, maka itu dia mengambil jurusan IPA.

"Pusing gue ngadepin saudara kembar itu." Alvi mengacak-acak rambutnya sendiri.

"Nikmati aja." Deon malah ikutan mengusak rambut Alvi.

"Anjim, kenapa lo malah berantakin rambut gue." Alvi berdecak kesal.

"Rambut gue rapi, sayang kalau diberantakin." Jawab Deon tanpa rasa bersalah.

°°

Baru saja masuk kelas, seperti biasa meja belajar Danial sudah dipenuhi oleh bunga dan coklat. "Vi, mau cokelat nggak lo?." Danial memanggil Alvi.

"Mau dong, pamali nolak rejeki." Dengan senang hati tentunya Alvi mengambil beberapa cokelat pemberian fans Danial.

"Bagi dong Vi, jangan maruk lah." Deon merebut cokelat dari tangan Alvi.

"Ambil sendiri lah, itu masih banyak di meja Danial."

"Pelit lo." Gantian Deon yang menghampiri meja Danial. "Masih ada nggak Dan?."

"Tuh masih banyak. Sekalian, bunga-bunga itu tolong lo buang. Sumpek mata gue lihat nya."

Inilah enaknya berteman dengan Danial. Semua hadiah pemberian fans nya tak ada satupun yang diambil oleh Danial. Maka, Alvi dan Deon lah yang dengan lapang dada menikmati hadiah-hadiah itu. Jika berupa makanan, maka mereka berdua yang akan memakannya. Tapi yang berupa barang, mereka akan menyimpan nya. Sayang jika harus dibuang.

"Danial, kok cokelat nya dikasih mereka sih." Salah satu murid perempuan protes. Tak terima cokelat malah yang dia beli khusus untuk Danial malah dimakan orang lain.

"Gue nggak minta lo buat kasih gue cokelat." Jawab Danial.

"Tapi Dan, itu gue beli khusus buat lo tau."

"Pergi dari hadapan gue, atau lo tau akibatnya." Tatapan tajam dari sorot mata Danial akan membuat mengeri setiap yang melihatnya.

Perempuan itu, memilih pergi dari pada harus membuat Danial emosi. "Lain kali, lo harus terima pemberian gue." Perempuan bernama Gadis itu pergi dengan kesal. Berjalan dengan menghentak-hentakan kaki nya.

"Dari pada lo ngejar cinta Danial yang nggak kunjung kesampaian, mending jadi pacar gue. Nggak kalah ganteng kok." Ucap Alvi, bilang saja mau mengejek Gadis.

"Pede banget lo, dilihat dari segi mana pun nggak ada yang ganteng." Saut Gadis.

"Belum tau aja lo ke gantengan gue."

"Nggak tau dan nggak mau tau. Siniin cokelat gue." Gadis merebut cokelat pemberian nya yang diambil oleh Deon.

"Gadis cokelat gue." Baru akan membuka bungkus cokelat itu, malah direbut.

"Sejak kapan cokelat ini punya lo. Ini gue yang beli ya, masih ada bukti pembeliannya." Gadis membuka cokelat itu dan memakannya sendiri.

"Cewek pelit. Barang yang udah dikasih nggak boleh diambil lagi." Protes Deon.

"Iya tuh, makanya Danial nggak mau sama lo. Pelit sih." Ucap Alvi.

"Bodo amat. Yang penting cokelat mahal gue nggak masuk lambung kalian."

Danial tak menghiraukan keributan teman-temannya itu, dia lebih memilih merebahkan kepalanya diatas meja dan tidur, mumpung guru yang mengajar belum masuk kelas.

°°

Disekolah yang berbeda, gadis bernama Meldy sedang fokus mendengarkan penjelasan guru. Gadis kelas satu SMA itu adalah murid terpintar dikelasnya. Sejak SD, Meldy selalu mendapatkan rengking pertama dikelasnya.

Meldy memiliki seorang sahabat bernama Pijar, walaupun tak sepintar Meldy, tapi Pijar adalah sahabat terbaik yang Meldy miliki.

"Mel, nanti malam ikut nggak?." Bicara dengan berbisik-bisik karena sekarang masih dalam proses pembelajaran.

"Kemana?."

"Cafe biasa."

"Nggak lah, gue mau belajar."

"Ya elah Mel, ini malam minggu tau, masa lo masih belajar. Sekali sekali doang Mel. Mau ya, ya ya ya ya." Pijar bergelayut dilengan Meldy.

"Iya deh iya. Tapi lo jemput gue ya." Akhirnya Meldy menerima ajakan Pijar.

"Gitu dong, baru sahabat gue." Pijar tersenyum girang, jarang-jarang manusia seperti Meldy mau dia ajak keluar.

°°

"Sore kak Melvin." Sapa Pijar. Dia sudah akrab dengan keluarga Meldy termasuk dengan Melvin.

"Sore Pijar, cantik banget mau kemana nih?." Melvin menghentikan aktivitasnya mencuci mobil.

"Biasalah kak, malam mingguan. Btw kak Melvin rajin amat sore-sore nyuci mobil."

"Nggak rajin kok, gini doang."

"Meldy didalam kak?."

"Iya, masuk aja gih. Paling masih dikamar."

"Kalau gitu Pijar masuk ya kak."

"Oke." Melvin melanjutkan aktifitas sorenya mencuci mobil.

Sementara itu, Pijar berjalan langsung masuk kedalam kamar Meldy yang berada dilantai dua rumah mewah itu. Tak dikunci kok, karena itu kebiasaan Meldy, tak pernah mengunci pintu kamarnya kalau dia sedang dirumah. Kalau pun keluar juga jarang dikunci.

"Meldy, ya ampun. Lo belum siap-siap?." Pijar mendapati sahabat nya itu sedang duduk santai di atas kasur sambil membaca novel.

"Berisik lo. Lagian kita janjian nya malam kan? Lah ini baru setengah enam Pijar." Meldy melirik jam tangannya.

"Ya, tapi lo harus siap-siap kan? Pasti lo belum mandi."

"Belum." Jawab Meldy santai.

Pijar merebut paksa novel yang sedang dibaca Meldy. "Pijar novel gue. Lagi seru itu." Meldy berusaha merebut kembali novel nya.

"Nggak, mandi sana. Nanti juga bisa lanjut lagi."

Pijar menarik tangan Meldy, mendorong tubuh sahabat nya itu untuk masuk kedalam kamar mandi. "Mandi yang bersih dan jangan lama-lama." Pijar lalu menutup pintu kamar mandi.

"Handuk gue Pijaar." Teriak Meldy dari dalam.

"Mandi aja dulu, nanti gue ambilin."

Hanya butuh beberapa menit saja, Meldy telah keluar dari kamar mandi, lalu masuk kedalam walk in closet untuk berganti pakaian.

Tak perlu berdandan yang ribet-ribet. Dengan baju kaos dan celana jeans serta sepatu kets nya, Meldy telah siap. Walaupun dandan sederhana, tapi tak bisa mengurangi kecantikan Meldy.

"Let's go." Pijar menggandeng tangan Meldy.

Menuruni anak tangga, kedua bersahabat itu siap untuk pergi jalan-jalan dimalam minggu yang cerah ini. Itu sih kata Pijar, kalau Meldy sih biasa aja ya.

"Kak kita pamit pergi ya." Meldy berpamitan dengan Melvin yang sedang duduk santai diteras rumah. Sepertinya kecapean habis mencuci mobilnya.

"Hati-hati ya kalian. Jangan pulang malam-malam."

"Kakak nggak keluar?." Tanya Pijar kepada Melvin.

"Iya, nanti. Kakak aja belum mandi."

"Nggak mandi pun kak Melvin tetap ganteng kok." Ucap Pijar.

"Bisa aja kamu."

"Udah ah, ayo. Jangan gombalin kakak gue mulu lo." Meldy menarik Pijar supaya masuk kedalam mobilnya.

Bab 3 Teman Baru

Karena memang dasarnya Meldy malas keluar rumah, dia hanya ikut saja kemana Pijar akan membawa. Duduk manis disamping bangku kemudi, Meldy kembali membuka novel yang dia bawa.

"Mel, mampir kerumah om gue dulu boleh nggak? Nganterin titipan mama."

"Emangnya lo punya om?." Tanya Meldy, selama mengenal Pijar, Meldy tak tau kalau sahabat nya itu memiliki saudara lain.

"Ya adalah. Tapi gue jarang kesana, ketemu paling pas acara keluarga aja." Meldy mengangguk paham mendengar penjelasan Pijar.

Sampailah mereka disebuah rumah mewah yang pagarnya saja hampir sama tinggi dengan rumah. Meski jarang berkunjung, tapi satpam yang menjaga gerbang kenal dengan Pijar.

"Pak, ada tante Kanaya nggak?." Pijar membuka jendela mobil sembari bertanya.

"Ibu lagi keluar non Pijar, yang ada den Danial sama non Dea." Jawab satpam itu.

Ternyata rumah yang dimaksud Pijar adalah rumah Danial dan Dea. Memasuki perkarangan rumah mewah itu.

"Gila Pi, ini rumah apa istana?." Rumah mewah itu berhasil membuat Meldy gagal fokus. Bahkan rumahnya kalah jauh besarnya dari rumah itu. "Enak kali ya kalau jadi suami anak yang punya rumah." Entah sadar atau tidak Meldy nyeletuk seperti itu.

"Aminin aja deh. Tapi gue nggak rela kalau sahabat gue pacaran sama kak Danial, orang nya cuek minta ampun." Pijar paham betul sifat kakak sepupunya itu.

"Ya nggak mungkin juga lah, kan gue cuma berandai-andai. Lagian gue mau cari pacar yang sederhana aja."

"Hmm terserah lo deh, yang penting lo bahagia. Ayo ah turun." Pijar membuka pintu mobil.

"Gue tunggu dimobil aja deh, nggak lama kan lo?."

"Ayo lah Mel, sekalian gue kenalin lo sama kak Dea, dia anaknya seru kok." Pijar terus memaksa.

"Ya udah deh."

Meldy mengikuti langkah Pijar dari belakang, baru saja Pijar akan menekan bel pintu dibuka oleh seseorang.

"Kak Danial." Ucap Pijar, laki-laki tampan itu sepertinya akan pergi.

"Dea dikamar." Ucap Danial tanpa basa basi, lalu melipir pergi begitu saja tanpa ada kata-kata lain.

"Nah, lihat sendiri kan. Dekat dia itu kayak lagi ngadem di kutup utara, dingin banget." Ucap Pijar, mengajak Meldy langsung masuk dan menuju kamar Dea yang berada dilantai dua.

Tok

Tok

Tok

"Kak Dea, didalam nggak?." Panggil Pijar mengetuk pintu kamar Dea.

"Masuk aja nggak dikunci kok." Terdengar suara sautan dari dalam.

"Pijar, kok nggak ngomong mau kesini?." Dari sambutan yang diberikan, Meldy percaya kalau memang benar Dea ini tidak secuek laki-laki yang dia temui tadi dibawah.

"Ini kak sekalian nganterin titipan mama. Katanya buat tante Kanaya." Pijar memberikan sebuah paper bag yang dari tadi dia tenteng.

Dea menerima paper bag itu lalu menyimpan nya, tak kepo dengan isinya karena Dea tau itu adalah barang mamanya.

"Kenalin kak teman gue, Meldy." Pijar memperkenalkan Meldy.

"Meldy kak." Meldy mengulur kan tangannya.

Dengan senang hati Dea menjabat uluran tangan Meldy. "Dea." Dengan senyum manisnya.

"Mau kemana nih kalian?." Tanya Dea tak lupa terlebih dahulu mempersilahkan kedua tamu nya itu untuk duduk disofa yang ada dikamar nya.

"Biasa kak mau malam mingguan. Kakak nggak keluar juga?." Tanya Pijar.

"Mau keluar sama siapa gue? Lo mah enak punya teman, lah gue? Teman gue pada toxic semua. Punya saudara kembar malah cowok, nyebelin minta ampun."

"Jadi? Kak Dea sama siapa tadi?." Meldy berpikir sejenak.

"Danial." Saut Dea.

"Iya, kak Danial saudara kembar?." Tanya Meldy.

"Iya, tapi gitu orangnya nggak asik. Cuek minta ampun." Jawab Dea.

"Kalau kakak mau, ikut kita aja." Meldy menawarkan Dea ikut dengan mereka.

"Boleh?." Tanya Dea antusias.

"Boleh lah kak, kita juga cuma berdua doang." Ucap Pijar.

"Kalian nggak keluar sama pacar kalian?." Tanya Dea.

"Pacar yang mana kak? Yang di Korea sana? Masih sibuk ngurusin jadwal comeback mereka." Jawab Pijar bercanda. "Kita ini cewek-cewek jomblo." Merangkul bahu Meldy.

"Masa sih? Kalau lo sih gue percaya masih jomblo. Kalau Meldy gue kurang yakin, masa secantik ini nggak punya cowok?."

"Meldy lagi yang ditanya, iya dia punya pacar, pacaran sama novel-novel dan buku pelajarannya itu." Ucap Pijar.

"Lo suka baca?." Tanya Dea.

Meldy mengangguk. "Iya kak, itung-itung ngilangin suntuk."

"Nanti aja bahasnya, kalau kakak mau ikut ganti baju sana." Sebelum pembahasan buku buku itu berlanjut, lebih baik mencegah dari awal.

Dea pun masuk kedalam walk in closet untuk berganti pakaian.

Setelah selesai, akhirnya mereka bertiga berangkat. Tujuan mereka akhirnya jatuh pada bioskop. Menonton film yang yang sedang ramai diminati saat ini yaitu film dengan genre horor.

Setelah nonton, kini giliran mengisi perut yang sudah keroncongan. Tak jauh, karena sudah sangat lapar mereka hanya mencari restoran yang berada didalam mall yang sama dengan mereka menonton.

"Disini aja kali ya, lama kalau harus nyari diluar lagi." Dea menunjuk salah satu restoran lokal.

"Boleh kak, kita dimana aja jadi kok." Ucap Pijar.

"Ayo lah." Dea menarik tangan keduanya.

Duduk disalah satu meja kosong, mereka memesan makanan yang mereka inginkan. Sambil menunggu pesanan siap, mereka ngobrol-ngobrol ringan.

"Kalian udah lama sahabatan?." Tanya Dea.

"Sejak SMP kak." Jawab Pijar.

"Lah, kenapa gue baru tau kalau lo punya sahabat se asik Meldy ini?"

"Dia jarang mau gue ajak keluar. Kalau bukan gue yang main kerumah dia, ya Meldy main kerumah gue."

"Anak rumahan lah ya ceritanya."

"Nggak juga kak, malas aja kalau keluar." Ucap Meldy.

Setelah pesanan datang, mereka fokus sama makanan masing-masing. Tiba-tiba saja ponsel Meldy berdering.

"Bentar ya, gue angkat telpon dulu." Tak enak menganggu mereka yang lagi makan, Meldy memilih berdiri dan mencari tempat yang agak jauh.

"Paling papanya." Ujar Pijar.

"Papanya nggak bolehin keluar?." Tanya Dea penasaran.

"Bukannya nggak dibolehin, tapi Meldy itu cuma tinggal bertiga sama papa dan kakaknya, ibu dia meninggal waktu melahirkan Meldy. Jadi karena wanita satu-satunya dirumah, setidaknya Meldy menggantikan peran ibunya. Jadi dia itu disayang banget sama papa dan kakaknya. Kalau nggak salah gue kakaknya Meldy satu sekolahan sama lo deh kak." Pijar sedikit bercerita.

"Oh ya? Siapa?."

"Kak Melvin, lo kenal nggak?."

Dea tampak berpikir sejenak. "Nggak ingat tuh, mungkin kalau lihat orang nya gue tau."

"Ya iyalah nggak tau, orang kerjaan lo disekolah ngerecokin kak Danial aja."

"Ngerecokin pala lo, gue itu ngawasin tuh anak ya. Kalau aja bukan bunda yang nyuruh mana mau gue."

"Kak Danial masih suka bolos?." Tanya Pijar, dia pikir kakak sepupunya yang cuek itu sudah melupakan hobi bolos nya.

"Ya masih lah, lo pikir orang kayak Danial itu akan berubah."

"Cariin cewek lah kak, mana tau dia berubah."

"Nggak usah repot-repot dek kuh. Banyak tau yang deketin dia, dianya aja yang sok jual mahal. Tuh mejanya setiap hari penuh sama hadiah-hadiah pemberian fans nya. Parahnya bukannya diterima malah dibagi-bagiin sama teman-teman nya." Dea kesal sendiri mengingat bagaimana kakak kebarnya itu.

"Jangan cegil cegil juga lah kak. Lo cariin cewek baik-baik, spek cegil gitu mana mau kak Danial."

"Gimana kalau teman lo aja?." Dea melirik Meldy yang sudah akan kembali.

"Nggak ah, gue nggak mau teman gue makan hati pacaran sama kak Danial." Pijar tak terima.

"Bicara in apa sih, seru banget kayaknya?." Meldy kembali bergabung, duduk di kursinya yang tadi.

"Ha, nggak ada. Nih kak Dea ngomong suka ngelantur. Itu tadi yang nelpon bokap lo?." Pijar mengalihkan pembicaraan.

"Iya, papa telpon nanyain gue dimana." Jawab Meldy santai, melanjutkan makannya.

"Nggak disuruh pulang cepat-cepat kan?." Tanya Dea.

"Nggak kok kak, masih jam 9 ini. Jam malam aku tuh paling lama jam 10 malam, jadi masih ada satu jam lagi kan."

"Sama ternyata. Kesal nggak sih, kita dikasih jam pulang. Kalian tau, kalau Danial pulang jam berapa aja nggak dicariin."

"Cewek beda lah kak. Kalau cowok kan bisa bela dirinya sendiri, lah kita? Lihat kecoak aja teriak." Ucap Pijar.

"Syukuri aja sih kak. Yang penting kita nggak pernah dikekang orang tua. Yang penting dari diri kita sendiri aja yang menjaga diri dan menjaga kepercayaan yang orang tua kita berikan." Ucap Meldy.

"Suka gue sama pemikiran lo Mel. Nah, save nomor lo ke hp gue." Dea memberikan ponselnya kepada Meldy.

Dengan senang hati Meldy memberikan nomor ponselnya untuk Dea.

"Oke fix lo jadi teman gue." Ucap Dea begitu menerima kembali ponselnya.

"Gue? Nggak lo anggap?." Pijar merasa dirinya dianggurin.

"Lo mah udah lebih dari teman, lo itu sepupu terbaik gue." Dea merangkul Pijar, supaya adik sepupunya itu tidak merajuk.

"Ya iyalah, cuma gue sepupu lo satu-satunya." Ucap Pijar.

"Apa bedanya, gue juga sepupu lo satu-satunya."

"Helloooo, lo lupa kakak kembar lo yang ngeselin itu kak?."

"Udahlah, nggak usah ingat manusia nyebelin itu."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!