NovelToon NovelToon

The Fugazi Code : A Psychopath'S Obsession

Main Cast

FYI guys cerita ini sudah ku publikasikan di wp 5 tahun lalu versi fanfiction. Jadi ini remake dari cerita yang berjudul 'The Chiper | Shit Fugazi'.

Kalian bisa search di apk sebelah kalau mau baca versi fanfiction nya ya..

Terimakasih 🫶🏻

Main cast visual..

Elric Dashiel

Hannah Zeeva

Jackson Hobbard

Lucas Carver

Philip Hobbard

Lucius Myron

Miko Parker

Prolog

Elric Dashiel

Nama itu bukan sekadar dikenal, ia ditakuti di seluruh Eropa.

Di balik wajah tampan, rahang tegas, dan tatapan dingin yang menusuk, tersembunyi sosok penguasa tertinggi dari jaringan kriminal terbesar yang membentang dari London hingga Budapest.

Bukan hanya satu kelompok, melainkan hampir semua organisasi mafia besar di Eropa, baik secara langsung maupun tidak, bergerak di bawah kendalinya.

Elric Dashiel bukan orang sembarangan. Ia bukan sekadar pelaku kejahatan, melainkan arsitek di balik kekacauan dunia bawah tanah. Seperti perdagangan senjata ilegal, narkotika, penyelundupan manusia, pembunuhan berantai, hingga pengendalian pasar gelap senilai miliaran euro.

Dalam nadinya mengalir darah dan kekuasaan. Emosi tak lagi berperan saat pelatuk ditarik atau kepala dipenggal. Semua itu rutinitas, setara dengan nikmatnya teh sore bagi seorang bangsawan.

Ia dikenal kejam, tanpa belas kasihan.

Orang-orang berkata Elric Dashiel tidak memiliki hati. Dan mereka benar. Ia tidak pernah tahu rasanya sedih, kecewa, bahagia, apalagi jatuh cinta.

Sejak kecil, dunia tidak memberinya ruang untuk merasa. Ia dibesarkan di tengah kekerasan yang menjadi sarapan harian, dan kekuasaan yang menjadi satu-satunya cara bertahan hidup.

Perasaan hanyalah kelemahan, dan kelemahan adalah pintu menuju kehancuran. Maka ia memilih untuk tidak memiliki apa pun selain kendali.

Namun, dunia selalu punya cara aneh untuk menantang manusia sekeras apa pun…

Yang ia tahu hanya kebencian, kekejaman, dan dendam, tidak pernah yang lain.

Hingga suatu hari, ia bertemu Hannah untuk pertama kali, saat anak buahnya menculik gadis itu untuk dijual di pelelangan gelap di Maroko. Dari sekian banyak korban, entah itu putri pejabat yang terlilit hutang, atau gadis yatim piatu tanpa perlindungan, Hannah adalah yang paling mencolok.

Gadis itu begitu cantik, dengan kulit seputih porselen yang tampak rapuh sekaligus menawan. Elric membayangkan, jika seekor semut saja berani melintas di sana, pasti akan tergelincir oleh kelembutannya.

Mata Hannah bulat dan jernih, wajah mungilnya mengingatkan pada boneka antik yang berharga. Namun yang paling memikat bukanlah parasnya, melainkan suara lembut yang mampu meretakkan tembok baja dalam hati Elric.

Hatinya yang beku seolah mencair, jantungnya berdetak tidak karuan, tubuhnya panas-dingin. Elric tidak mengerti perasaan yang menguasainya itu.

Di pikirannya, ia berniat menyeret Hannah ke ruang eksekusi tempat ia biasa membunuh, lalu menghancurkan tubuh mungil itu perlahan, bahkan bersumpah akan membuatnya tetap hidup hanya untuk merasakan kematian yang kejam.

Namun, di lubuk hatinya yang terdalam, ia justru ingin menaruh Hannah di tempat teraman di dunia. Melindunginya dari ribuan monster bertopeng manusia, termasuk anak buahnya sendiri. Menjadikannya miliknya seutuhnya, tanpa seorang pun boleh menyentuhnya.

Sayangnya, cara Elric menunjukkan “cinta” berbanding terbalik dengan cara orang normal.

Ia mengurung Hannah di kediaman megahnya, mengawal ke mana pun ia pergi, bahkan menempatkan mata-mata di kampusnya. Tidak seorang pun boleh berbicara atau mendekat, apalagi menyakitinya. Ironisnya, Elric-lah yang paling sering menyakitinya.

Ya, Elric Dashiel sering menyakiti gadis itu bukan sekadar kekasaran biasa, bahkan nyaris membunuhnya dengan tangannya sendiri.

Untungnya, pada detik terakhir, ia masih mampu menarik diri. Menyelamatkan Hannah… dari dirinya sendiri. Tepatnya, dari sisi lain dirinya.

Karena Elric Dashiel bukan pria biasa. Ia menderita Dissociative Identity Disorder, atau kepribadian ganda. Di balik nama yang ditakuti seluruh Eropa, tersembunyi tiga sisi yang berbeda… dan sama berbahayanya.

Elric Dashiel (Kepribadian Utama)

Sang penguasa Eropa.

Pembunuh berdarah dingin.

Pengendali jaringan kriminal lintas negara.

Brutal, tanpa ampun, namun masih memiliki batas. Ia bisa menyakiti Hannah, tapi bukan karena benci, melainkan karena ia rusak. Dalam caranya yang bengkok, ia mencintai Hannah.

Eli (Kepribadian Anak Kecil)

Rapuh, penakut, terperangkap dalam tubuh pria dewasa.

Muncul ketika masa lalu kelam Elric terguncang, antara penyiksaan, kurungan, dan ketakutan masa kecil.

Tidak pernah menyakiti Hannah, namun juga tidak mampu melindunginya.

Dashiel (Kepribadian Paling Berbahaya)

Monster sesungguhnya.

Jika Elric kejam, Dashiel jauh lebih gila.

Obsesi terhadap Hannah membawanya pada kekerasan yang dilakukan dengan sadar dan kenikmatan.

Ia mencintai Hannah di luar batas kewarasan, cinta yang bisa membunuh.

Bahkan Elric sendiri takut kepadanya.

Itulah sebabnya, Elric Dashiel selalu berusaha mempertahankan kendali. Karena ia tahu, begitu ia lengah, Dashiel akan muncul… dan mungkin itu adalah akhir bagi Hannah, satu-satunya hal yang ia cintai di dunia ini.

Happy Reading \~\~

1. Target Elric Dashiel

Bau anyir darah bercampur karat besi memenuhi ruangan sempit itu. Lampu neon menggantung rendah, berkelip-kelip seperti bernapas tersengal. Di tengahnya, Elric Dashiel duduk di kursi besi berderit, kaki jenjangnya menyilang pada kakinya yang lain . Di depannya, ada tiga pria bertubuh kekar menunduk, memegang catatan berisi daftar nama dan catatan kondisi tubuh mereka.

“Nomor empat… hati rusak. Buang,” gumam Elric, suaranya datar, seakan memutuskan nasib manusia semudah memilih barang cacat.

Pria di sebelah kanan menyeret tubuh kurus seorang lelaki yang masih berusaha bergerak. Dan dalam sekali hentak, kepala pria itu membentur tembok, dan ia diam untuk selamanya.

Elric tidak menoleh. Pandangannya hanya fokus pada daftar.

“Nomor tujuh… paru-paru masih bagus. Ambil,” ucapnya, sambil memberi kode. Satu lagi tubuh diseret keluar, menuju ruang pendingin di belakang.

Ritme ini berulang. Nama, kondisi organ, lalu keputusan. Tidak ada belas kasihan, tidak ada ampun, tidak ada jeda.

Hingga… pintu besi di ujung ruangan berderit terbuka.

Seorang gadis didorong masuk. Rambutnya berantakan, wajahnya setengah tertutup darah kering, tapi sorot matanya… berbeda. Tidak kosong seperti yang lain. Matanya menatap balik, cukup tajam dan berani, seolah menantang Elric untuk menghakiminya.

“Nomor dua belas,” kata salah satu anak buahnya. “Masih muda. Semua organnya bekerja dengan baik, tidak ada diwayat penyakit. Cocok untuk...”

“Diam,” potong Elric pelan. Ia menurunkan kertas dari tangannya, untuk pertama kalinya menatap langsung pada ‘barang’ di depannya.

Gadis itu, tidak memohon atau menangis. Ia hanya berdiri dengan dada naik-turun cepat, tapi mata itu… membuat Elric terhenti.

Ia tidak tahu kenapa.

Hanya saja, entah bagaimana, ia merasa seperti sedang melihat sesuatu yang tidak bisa dijual.

Hening sesaat terasa begitu berat, seolah udara ikut menahan napas.

Elric bangkit perlahan dari kursinya. Sepatunya berdecit menyentuh lantai semen kotor, langkahnya santai namun setiap hentakan terasa seperti ancaman.

Ia berhenti tepat di hadapan gadis itu.

Jarak mereka begitu dekat. Elric bisa melihat jelas darah kering di pipi gadis di depannya, dengan otot rahangnya yang menegang, karena mencoba menahan rasa takut.

“Nama?” suaranya rendah, serak, nyaris terdengar seperti bisikan.

“Hannah,” jawabnya singkat.

Elric menatapnya lama, bahkan terlalu lama. Ada sesuatu di matanya, bukan belas kasihan, apa lagi empati. Melainkan rasa ingin memiliki yang mentah, liar, dan tanpa alasan logis.

Tangannya terulur, menyentuh dagu Hannah, memaksa gadis itu menatap balik.

“Cantik,” ucapnya datar. “Sayang kalau dijual. Kau bukan untuk mereka…”

Anak buahnya saling pandang, ragu. Salah satu dari mereka memberanikan diri berkata, "Tuan, dia barang terbagus. Calon pembeli sudah....”

Suara Elric tiba-tiba memotong seperti pisau. “Keluarkan semua orang dari daftar hari ini. Kecuali dia.”

Tatapannya masih tertancap di wajah Hannah. “Dia milikku mulai sekarang.”

Hannah menegang. Milik?

Kata itu keluar begitu saja dari mulutnya seolah ia sedang berbicara tentang barang antik yang baru saja ia temukan.

Elric tersenyum tipis, senyuman yang tidak pernah menyentuh matanya, lalu menoleh pada anak buahnya.

“Siapa pun yang menyentuhnya tanpa izin… akan kubunuh.”

Dalam kepalanya, Elric tidak sedang menyelamatkan Hannah. Ia sedang mengamankan “kepunyaannya” dari dunia luar. Bagi Hannah, jeruji besi itu baru saja dibangun.

Sedangkan bagi Elric, ia baru saja menemukan alasan baru untuk tetap hidup.

****

Hujan turun deras ketika mobil hitam tanpa plat itu melaju di jalanan sunyi. Hannah duduk di kursi belakang, tangan dan kakinya terikat, mulutnya ditutup kain basah yang berbau besi, atau bau darah.

Setiap kali mobil melintasi lubang, tubuhnya terguncang, tali di pergelangan tangannya semakin menekan kulitnya hingga perih.

Elric duduk di sampingnya dengan tenang. Bahkan terlalu tenang untuk seseorang yang baru saja menculik Hanna.

Kepalanya sedikit menoleh ke jendela, jemarinya mengetuk-ngetuk paha dengan irama yang sama sekali tidak mencocokkan suara hujan.

“Kenapa kalian tidak membunuh ku saja?” kata Hannah akhirnya, suaranya teredam kain penutup mulut.

Elric menoleh pelan. Tatapannya tidak marah, hanya tatap kosong yang sulit diartikan, seperti sedang mengamati spesimen. Lalu, tiba-tiba, senyum tipis muncul di sudut bibirnya.

“Kita lihat nanti.” Balasnya, dengan suara serak nan dingin. Meningkatkan ketegangan antara mereka.

Tak terasa, mobil berhenti di depan sebuah bangunan tua di tengah hutan. Dari luar, bangunan itu terlihat seperti gudang kumuh, tak layak huni. Warna catnya sudah pudar dan mengelupas, jendelanya juga sudah diselimuti debu. Tapi, saat pintu dibuka, Hannah bisa melihat kamera CCTV di setiap sudut, lampu LED merahnya berkedip.

Begitu masuk, suasananya berubah drastis. Interiornya tidak semegah rumah mewah, tapi bersih, rapi, dan dingin. Terlalu rapi untuk seseorang yang baru saja mengeluarkan perintah membunuh.

Hannah didorong untuk masuk dan duduk di sebuah kursi yang ada disana. Elric berdiri di hadapannya, kedua tangannya bertumpu di sandaran kursi, wajahnya begitu dekat hingga Hannah bisa merasakan napasnya.

“Aku akan memberimu dua pilihan,” ucap Elric dengan suara rendah dan nyaris lembut.

“Pertama, kau tetap hidup di sini dengan tenang. Di sisiku. Tidak akan ada yang menyakitimu… kecuali aku ingin.”

Hannah menatapnya dengan mata membara. “Dan pilihan kedua?”

Perubahan itu datang seperti badai. Senyum di wajah Elric lenyap, matanya melebar, rahangnya mengeras. Ia meraih pisau dari meja dan menancapkannya di kayu, hanya beberapa senti dari tangan Hannah.

“Kedua… kau mati perlahan malam ini.”

Nada suaranya berubah total. Begitu keras, dingin, dan penuh ancaman.

Hannah membeku.

Di sana, di antara bunyi hujan dan detik jam dinding, ia sadar… antara pilihan pertama dan kedua sebenarnya sama saja. Keduanya adalah kehilangan kebebasan.

To be continue..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!