Matahari terbenam, memeluk kegelapan. Tepian laut berbisik dengan kencang. Angin malam yang hangat sangat menusuk hingga ke tulang. Air mata bahagia tak berhenti berlinang saat Zoya menyambut kedatangan anggota keluarganya.
Zoya sejak kecil dirawat nenek dan kakeknya di desa pinggir pantai. Setelah Zoya berusia 16 tahun, kakek dan neneknya menyuruh kedua orang tua Zoya untuk menjemputnya bersekolah di kota.
Tapi semua tidak seperti yang dibayangkan Zoya. Kedua orang tuanya, kakak laki-lakinya tidak menyukainya. Mereka lebih menyayangi anak angkat yang usianya sama seperti Zoya.
Zoya mendengar pembicaraan keluarganya yang tidak menginginkan kehadiran Zoya. Mereka sepakat tidak akan membawa Zoya ke kota karena mereka sudah mempunyai Elika anak angkat yang mereka besarkan seperti anak mereka sendiri.
Kakek dan nenek, orang tua dari papanya marah besar. Kakek dan nenek mengingatkan, Zoya adalah anak kandung mereka. Zoya tinggal di desa karena saat itu kondisi keuangan keluarga papanya yang belum stabil.
Elika melihat Zoya yang mengintip dari balik jendela. Elika tersenyum, Elika diam-diam mengikuti Zoya yang sedang menangis di tengah rintik hujan. Jujur, Elika tidak mau posisi anak perempuan satu-satunya di keluarga Okan Demir diambil oleh Zoya.
Malam ini, langit ikut menangis seperti hati Zoya yang terisak. Zoya semakin jauh berjalan meninggalkan rumah kakek dan nenek. Zoya duduk di tepi pantai. Zoya tidak peduli dengan air hujan yang semakin lebat mengguyur tubuhnya. Zoya larut dalam kesedihan.
Dan tiba-tiba saja, dari arah belakangnya seseorang membekap mulut Zoya dengan saputangan yang diberi obat bius. Zoya dalam sekejap tidak sadarkan diri.
Dua orang pria itu mengangkat tubuh Zoya yang setengah basah ke motor pick up roda tiga. Kedua pria itu membawa Zoya ke tempat yang tidak begitu jauh dari tempat Zoya duduk sebelumnya.
Elika berlari mengikuti motor pick up. Elika sangat berhati-hati jangan sampai ketahuan. Elika mengintip dari balik ilalang, kedua pria itu membawa Zoya masuk ke dalam sebuah rumah kecil. Tidak berapa lama, kedua pria itu pergi.
Setelah melihat situasi aman, Elika berlari menghampiri rumah kecil itu. Elika mengintip dari balik celah bambu. Elika melebarkan kedua matanya. Dengan senyuman Elika berlari sekuat tenaga menuju rumah kakek dan nenek.
Elika sampai di depan rumah dan langsung membuka pintu depan.
"Elika, gak sopan! Ketuk pintu sebelum masuk!" Teriak Nenek.
"Maaf Nek, Kek," Elika mengatur napasnya.
Elika kembali menatap papa, mama, kaka, kakek dan nenek.
"Zoya, Zoya, ada di dalam gubuk berduaan dengan seorang cowok," Elika menunjuk ke arah pantai.
"Tidak mungkin," kata Kakek.
Semua keluarga mengikuti Elika menerobos hujan yang semakin lama semakin deras. Elika menunjuk ke arah kerumunan massa yang berdiri di depan gubuk. Kakek bertanya kepada mereka apa yang terjadi.
"Di dalam ada pasangan yang belum menikah Kek. Mereka mungkin saja melakukan hal-hal kotor di dalam!" Teriak salah satu dari orang-orang d sana.
Kepala Desa setelah mendapatkan laporan warga segera menyusul ke sana. Kepala Desa dan kakek masuk ke dalam gubuk. Kakek, Kepala Desa dan warga kaget ketika melihat Zoya tidur berpelukan dengan seorang pria di atas tempat tidur.
Walaupun mereka masih menggunakan pakaian lengkap, tapi perbuatan mereka dianggap tidak pantas oleh warga. Okan dan Zeki ikut masuk ke dalam gubuk.
"ZOYAAAAAAAAA!" Okan berteriak sambil mengguncang tempat tidur yang terbuat dari kayu itu.
Zoya dan cowok itu terbangun. Mereka saling berpandangan. Mereka satu sama lain tidak saling mengenal. Mereka juga melepaskan pelukan. Zeki menarik Zoya dari tempat tidur. Di hadapan orang banyak Zeki melayangkan pukulannya ke wajah Zoya.
PLAK!
Zoya memegangi wajahnya yang sakit. Pertama kalinya Zoya bertemu dengan kakaknya dan langsung mendapatkan sebuah tamparan. Zeki penuh kebencian memandangi Zoya.
Okan bertanya kepada warga siapa cowok yang bersama Zoya, di mana keluarganya. Salah satu dari warga ada yang mengenal keluarga si cowok dan dia beberapa hari yang lalu melihat cowok itu ada di sana.
Warga mendesak agar Zoya dan pemuda itu segera dinikahkan. Mereka tidak mau desa mereka mengalami kesialan.
"Tunggu dulu, saya tidak mengerti apa yang terjadi. Saya tidak mengenal siapa dia," kata pemuda itu.
"Maaf, saya juga tidak tau apa yang terjadi. Tadi ada orang yang membekap mulut saya. Setelah bangun saya sudah ada di sini," Zoya sembari mengatupkan kedua tangannya.
"Kepala Desa, apa sebaiknya dicari tahu dulu kebenarannya. Siapa tau ada yang menjebak mereka. Saya yakin cucu saya tidak mungkin melakukan perbuatan sehina itu," bela Nenek.
Warga tidak mau mendengarkan penjelasan pemuda itu maupun Zoya. Kakek juga membela Zoya tapi percuma saja karena Kepala Desa dan warga meminta mereka untuk segera dinikahkan.
Pemuda itu menghubungi orang tuanya. Tidak berapa lama, papa si pemuda datang bersama beberapa orang. Kepala desa menjelaskan apa yang terjadi.
"Oh ternyata dia anak lu?" Okan sinis menatap Alan.
"Maaf Pak Kepala Desa. Mungkin ini kesalahpahaman. Saya tidak sudi punya besan seperti dia!" Alan membalas tatapan tajam ke arah Okan.
Entah dendam apa yang dimiliki orang tua Zoya dan Arga, yang pasti mereka terlihat adu mulut. Alan berusaha meyakinkan Kepala Desa dan warga, tidak terjadi apa-apa antara Arga dan Zoya. Sedang Okan tetap bersikeras tidak ingin berbesanan dengan Alan.
Kepala Desa dan warga tetap memaksa Zoya dan pemuda bernama Arga menikah. Mereka digiring ke Balai Desa. Dan pernikahan pun dilaksanakan secara mendadak dalam waktu singkat.
Dalam keadaan terpaksa Arga berulang kali mengucap ijab kabul di hadapan penghulu dan saksi yang sudah disiapkan warga. Acara nikah dadakan selesai. Arga dan Zoya resmi menjadi suami istri. Kepala Desa dan warga bubar meninggalkan balai desa.
Zoya menangis memeluk kakek dan nenek. Zoya cerita semuanya. Zoya sama sekali tidak mengenal Arga. Begitu juga dengan Arga juga berusaha menjelaskan semuanya kepada keluarga Zoya.
"Zoya, kamu sudah mempermalukan keluarga! PLAK!" Okan penuh amarah memukul wajah Zoya.
"Okan! PLAK!" Kakek dengan emosinya membalas pukulan Okan.
Zoya menangis di pelukan neneknya. Ibu dan kakak Zoya juga memarahi dengan sumpah serapahnya. Alan menyaksikan itu semua. Alan memperhatikan gadis yang ada di belakang Okan yang tersenyum menyeringai.
"Ibu, Bapak, malam ini juga kami akan pulang tanpa Zoya," Okan mengajak istri dan anak-anaknya pulang.
"Zoya bagaimana?" tanya Nenek.
"Saya tidak sudi punya anak seperti dia!"
Okan beserta keluarganya pergi meninggalkan balai desa. Zoya kembali menangis. Alan membujuk Arga agar menerima Zoya sebagai istrinya. Alan menghampiri kakek dan nenek. Besok pagi, Alan akan membawa Zoya ke kota. Alan janji akan menyekolahkan Zoya di kota.
Arga mendekati Zoya. Arga yakin semua ini adalah rencana Zoya.
"Gue tau ini pasti semua rencana lu! Semua gadis mengejar gue dan pengen banget jadi kekasih gue. Lu incer harta papa gue kan? Jangan mimpi!" Bisik Arga.
Okan memanggil Arga. Di hadapan kakek, nenek dan Zoya, Alan berjanji akan menjaga Zoya di kota. Okan minta maaf atas apa yang telah terjadi. Biar bagaimanapun sekarang Zoya adalah menantunya. Okan meminta kepada kakek dan nenek agar Arga dan Zoya diberikan waktu untuk mengenal satu sama lain.
"Esok pagi kami akan menjemput Zoya," kata Alan.
"Terima kasih. Tolong jaga Zoya. Dia ditinggalkan keluarganya. Zoya adalah harta paling berharga kami," ucap nenek.
"Sampai ketemu besok Zoya. Mulai besok lu akan menjadi mainan gue," sinis Arga.
Zoya hanya diam dan berjalan menunduk di belakang kakek dan neneknya. Zoya memandangi mobil Okan yang baru saja melintas di sampingnya. Dan di saat itu Zoya melihat Elika yang duduk di kursi belakang mengacungkan jari tengahnya kepada Zoya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sebelum meninggalkan balai desa, Alan memerintahkan orang-orangnya mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Alan juga menanyakan itu kepada Arga.
Di villa tempat Arga dan Alan menginap diadakan pesta kecil-kecilan untuk merayakan pesta ulang tahun Arga yang ke 17 bersama keluarganya. Arga menemukan amplop putih di atas nakas kamarnya. Arga membaca kertas putih yang bertuliskan 'Datang ke belakang villa, kamu akan mendapatkan hadiah kejutan'.
Arga yang penasaran langsung ke belakang villa. Di sana Arga kembali menemukan kertas putih di bawah botol minuman mineral. Arga disuruh memakan kue tart yang ada di atas meja.
Arga melihat di atas meja ada kue tart black forest bertuliskan 'Sweet Seventeen Arga'. Begitu senangnya Arga memotong sedikit kue tartnya dan langsung melahapnya.
Arga masih menunggu kejutan selanjutnya. Arga berharap, kejutan itu adalah kedatangan mamanya. Arga sejak kecil tidak pernah bertemu mamanya. Menurut opa dan omanya, papa dan mamanya bercerai ketika Arga berusia 1 tahun dan mamanya tidak diketahui berada di mana.
Arga kemudian merasakan kantuk yang amat sangat. Arga tertidur di kursi panjang taman.
Entah apa yang terjadi, setelah Arga mendengar seseorang berteriak menyebut nama Zoya, Arga terbangun. Arga mendapati dirinya bersama gadis yang bernama Zoya di atas tempat tidur. Arga sama sekali tidak pernah berharap kejutan seperti ini di hari ulang tahunnya.
"Papa yakin ada orang yang benci di antara kalian berdua. Mungkin saja orang itu ingin menjebak kamu," kata Alan.
"Untuk apa?" Arga mengernyitkan keningnya.
"Papa sedang menyelidikinya. Ingat, kamu sudah menikah. Zoya besok ikut bersama kita."
"Tapi Arga gak kenal dia. Arga masih SMA. Arga malu Pa!" Arga melipat kedua tangannya.
"Pernikahan kalian dirahasiakan. Tidak ada yang tau selain kamu, Papa, pengawal dan keluarga Zoya. Papa istirahat dulu," Alan beranjak ke kamarnya.
"Gue yakin, Zoya sengaja menjebak gue. Zoya tau gue anak orang kaya!" Arga melempar bantal sofa dengan keras ke lantai.
🌑 Di sisi lain villa Pantai Keong Desa Kerang.
CRAAANG!
Seorang pemuda yang memakai masker, melempar gelas ke cermin besar yang ada di sampingnya. Cermin tak berdosa itu hancur berkeping-keping.
"Kenapa! Kenapa harus diaaaaaaa!" Teriaknya.
"Maaf Bos, kami salah. Maaf," salah satu pria yang membawa Zoya berlutut di hadapannya.
"Apa mereka berdua sudah menikah?"
"I ... iya Bos. Kepala desa dan warga yang memaksa mereka menikah di balai desa."
"AAAAAAAAAA!" Pemuda itu berteriak sambil mengacak-acak rambutnya.
Pemuda itu dengan motornya pergi meninggalkan villa. Dia menuju rumah kakek dan nenek Zoya. Dia memarkirkan motornya jauh di bawah pohon besar. Dengan perlahan dia mendekati rumah kakek dan mengintip ke jendela kamar Zoya.
Zoya meneteskan air mata saat menatap foto kedua orang tua dan kakaknya. Ini pertemuan pertama mereka setelah sekian lama tidak berjumpa. Tidak terlihat kerinduan saat mereka bertemu Zoya. Mereka lebih memilih Elika daripada dirinya. Mereka juga tidak percaya dengan penjelasan Zoya.
Sakit hati Zoya di kala itu. Keluarga yang selama ini dirindukannya, diharapkan kehadirannya, tak disangka tidak peduli lagi padanya.
"Mengapa mereka membuangku? Aku juga anak mereka!" Tangisan Icha terdengar jelas oleh pemuda itu.
Pemuda itu mengepalkan tangan. Dia perlahan meninggalkan rumah kakek dan nenek Zoya. Pemuda itu perlahan menarik gas motornya berkendara melintasi jalan.
Pemuda itu tadi siang memperhatikan mobil yang parkir di depan rumah kakek Zoya. Pemuda itu dari jauh melihat Zoya sangat senang saat bertemu tamunya. Dia masih ingat warna dan juga plat mobilnya.
Dia lewat jalan pintas menuju jalan besar. Dia terus mengawasi jalan mencari mobil keluarga Zoya. Jalanan licin, hujan masih membasahi bumi. Di depan jalan ada sebuah mobil yang berhenti di persimpangan. Pemuda itu berjalan perlahan.
Zeki melihat sebuah motor di belakang mobilnya. Zeki membuka kaca mobilnya. Zeki dengan sopan melambaikan tangannya ke pengemudi motor.
"Permisi, maaf Mas numpang nanya. Jalan menuju kota lewat mana ya?" tanya Zeki.
"Uhuk, uhuk, lewat kiri Mas," tunjuk pemuda itu.
"Oh iya, terima kasih," Zeki menyalakan kembali mesin mobilnya.
Pemuda itu melihat ke dalam mobil. Ada gadis seusia Zoya tidur bersender di bahu yang pemuda itu yakini mamanya Zoya. Pemuda itu juga melaju di jalan mengambil jalur sebelah kanan.
Pemuda itu kemudian berhenti di bawah pohon dan menelpon seseorang.
"Udin, sebentar lagi ada ayam menuju kandang. Ambil semua hartanya, sisakan mobilnya untuk mereka pulang," pemuda itu mematikan ponselnya.
Sementara itu, Zeki terus masuk ke dalam hutan. Okan rasa mereka tersesat. Okan meminta Zeki memeriksa GPS.
"Sial, gak ada jaringan Pa," Zeki menepikan mobilnya.
"Putar balik, kayaknya kita tersesat," kata Okan.
Dari arah belakang mobil terdengar suara benda besar jatuh. Zeki dan Okan memeriksa ke belakang mobil. Ternyata batu besar tiba-tiba ada di belakang roda mobil mereka. Zeki berniat untuk memindahkan batu besar itu tapi dari arah belakang punggungnya di pukul seseorang.
"AAAAAAAAAA!" Zeki memekik.
Okan memperhatikan sekelilingnya. Beberapa orang preman bertato, wajahnya ditutupi sarung ala ninja dengan golok di tangan berjalan ke arahnya.
"Serahkan harta kalian atau gadis itu kami bunuh!" Salah satu preman menarik Elika keluar dari mobil.
"Paaaa, Maaaaaaa!" Teriak Elika.
"Jangan, sakiti dia. Ambil berapapun yang kalian mau," Ilma mengeluarkan semua uang yang ada di dompetnya.
Zeki mengambil kembali dompet Ilma. Zeki mencoba melawan preman tapi Zeki tidak ada apa-apanya, salah seorang preman dengan mudahnya membuat Zeki babak belur.
Preman-preman yang lain memecahkan kaca mobil Zeki. Mereka juga menancapkan pisau ke ban depan akibatnya ban mobil Zeki bocor. Ilma mengeluarkan semua isi dompetnya.
Tidak hanya uang, preman-preman itu juga mengambil ponsel, gelang, cincin dan kalung. Preman-preman itu meninggalkan Okan dan keluarganya di tengah hutan.
🌑 Keesokan harinya.
Pagi-pagi sekali nenek menyiapkan sarapan dan membantu membereskan pakaian Zoya ke dalam koper. Alan dan Arga menjemput Zoya. Nenek dan kakek melepas kepergian Zoya dan mempercayakan kepada Alan dan Arga untuk menjaganya.
Zoya melambaikan tangannya kepada kakek dan nenek dari balik kaca mobil. Zoya akan menjalani hidup baru bersama suaminya yang baru tadi malam bertemu. Sepanjang jalan Zoya menatap setiap kenangan yang ada di desa itu.
Mereka melewati pantai Keong. Zoya memperhatikan seseorang yang berdiri di bawah pohon besar. Zoya tidak melepaskan pandangannya, entah mengapa Zoya sangat penasaran dengan cowok yang berdiri di sana.
Zoya terus memandangi cowok itu sampai akhirnya saat mobil berjalan pelan di sampingnya, cowok itu menolehkan wajahnya ke arah Zoya. Zoya membuka lebar kedua matanya. Zoya kemudian menoleh ke sebelah kanannya di mana Arga tertidur lelap.
Zoya yang semakin penasaran melihat ke arah belakang kaca mobil. Dan cowok itu dalam sekejap menghilang dari pandangan.
"Siapa dia? Wajahnya mirip Arga?" Zoya kembali memandangi Arga yang masih terlelap.
Zoya bergidik seluruh badan. Zoya sudah membayangkan hal-hal yang di luar nalar. Zoya memejamkan matanya berusaha melupakan penglihatannya. Mobil yang ditumpangi Zoya keluar jauh meninggalkan Desa Kerang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Zoya akhirnya tinggal di kota Dora Raya. Alan membelikan sebuah rumah untuk Arga dan Zoya. Atas permintaan dari Arga, rumah mereka tidak ada asisten rumah tangga. Arga ingin Zoya yang mengerjakan semua pekerjaan rumah.
Semua itu hanyalah untuk membuat Zoya tidak betah di rumah. Arga akan membuat Zoya jadi pembantu di rumahnya. Arga ingin Zoya segera mengakhiri pernikahan mereka. Arga terlalu muda untuk menikah. Arga masih ingin menikmati kebebasannya.
Zoya dan Arga tidur di kamar yang terpisah. Arga melarang Zoya untuk masuk ke dalam kamarnya. Zoya melakukan tugasnya bersih-bersih rumah, nyapu, ngepel, masak dan pekerjaan rumah lainnya. Untuk nyuci pakaian, Zoya tidak menggunakan mesin cuci. Zoya mengucek pakaian dengan tangan.
Alan mertua yang baik hati, memberikan uang belanja bulanan kepada Zoya. Zoya bebas belanja apa saja. Alan juga sudah mendaftarkan sekolah untuk Zoya. Semua perlengkapan sekolah dan biaya sekolah untuk Zoya diberikan Alan kepada Zoya dalam bentuk uang cash karena Zona masih belum bisa menggunakan ATM.
Dan hari ini adalah hari pertama Zoya sekolah. Zoya ikut Arga ke sekolah naik mobil. Arga menurunkan Zoya di jalanan sepi dekat dengan sekolah mereka.
"Ingat, lu dan gue gak saling kenal!" Arga melajukan mobilnya menuju sekolah.
Zoya berjalan keluar dari gang sepi. Zoya memperhatikan jalan. Zoya yang masih belum kenal dan hapal jalan beberapa kali bertanya kepada orang yang dia temui di jalan, di mana sekolah SMAN 1 Dora Raya.
Zoya sampai di depan gerbang sekolah. Zoya melihat banyak siswa yang berpakaian SMP seperti dia. Mereka saling melempar senyum dan saling berkenalan. Hari ini adalah hari pertama siswa baru mengikuti MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah).
Semua siswa baru dikumpulkan di ruangan aula. Zoya dalam waktu singkat banyak mendapatkan teman. Mereka saling tukar nomor kontak.
Tiba saat anggota OSIS memperkenalkan diri. Semua mata tertuju kepada Ketua OSIS. Siswa putri menjerit ketika ketua OSIS memperkenalkan diri dan memberikan sambutan.
"Gantengnyaaaaaaaa."
"Cakep bet."
"Pengen diaaaaaaa."
Itu sebagian yang Zoya dengar dari siswa cewek. Mereka sangat terpesona dengan ketampanan Arga. Zoya tidak berani menatap Arga. Zoya hanya menunduk, Zoya takut Arga akan marah, terlebih lagi Arga sangat benci Zoya karena kejadian di Pantai Keong.
Jujur, Zoya juga mengagumi suami dadakannya. Perawakan Arga kokoh di balik seragam abu-abunya. Mata terang coklatnya memiliki sorot yang tajam. Hidungnya mancung, bibirnya jarang senyum menambah cool di mata para cewek-cewek.
Arga memperhatikan Zoya yang tidak seperti siswa cewek pada umumnya. Zoya berusaha menyembunyikan dirinya di dalam kerumunan. Arga sempat memperhatikan cowok di sebelah Zoya yang memberikan minuman mineral kepada Zoya. Cowok itu begitu perhatian kepada Zoya.
Semua siswa baru dibagi dalam beberapa kelompok. Dalam satu kelompok dapat dua pendamping dari OSIS. Kebetulan Zoya satu kelompok dengan Dinar, Raisa, Daniyal dan beberapa teman yang lain. Pendamping kelompok Zoya adalah Najib teman Arga.
Setiap kelompok mendapatkan tugas membuat yel-yel. Zoya dan teman-teman mulai membuat yel-yel. Mereka terlihat kompak.
Arga diam-diam memperhatikan dari kejauhan. Zoya selalu mengukir senyum tipis di bibirnya sehingga membuat siapa saja merasa nyaman. Rambut panjangnya yang hitam dan lurus tergerai indah saat ditiup angin.
"Hei, kamu, kelompoknya Najib. Iya kamu," tunjuk Arga ke arah Zoya.
"I ... iya Kak," Zoya menghampiri Arga.
"Ikat rambut kamu. Jangan keganjenan!" Bentak Arga.
Zoya segera mengambil ikat rambut di saku roknya, langsung menguncir tinggi rambutnya. Arga dengan isyarat tangannya menyuruh Zoya kembali ke kelompoknya.
"Arga, tuh cewek cantik banget. Gue suka," Najib duduk di samping Arga sambil meneguk air mineral.
"Ada saingan lu, gue juga suka," Rafa menepuk pundak Najib.
"Namanya Zoya," bisik Najib.
"Zoya, cantik seperti orangnya," sahut Rafa.
Cantik sih, tapi busuk. Dia sengaja tidur dengan gue. Gara-gara dia, gue kawin muda, sesal Arga dalam hati.
Arga juga tidak kalah populernya. Arga dikerumuni siswi-siswi. Arga juga terlihat akrab dengan seorang cewek anggota OSIS. Terdengar kabar dia dan Arga saling menyukai. Pasangan yang benar-benar serasi. Zoya juga mengakuinya. Arga dan cewek itu cocok banget.
Wajar saja Arga marah, aku secara tidak langsung mematahkan cintanya. Maaf Arga, aku juga tidak mau kawin muda. Aku juga dijebak, batin Zoya.
Acarapun dihentikan sejenak. Zoya bersama-sama temannya istirahat di kantin sekolah. Tak sengaja Zoya menyenggol pundak seseorang.
"AAAGHHHHHHHHH!" Teriak siswi itu.
"Maaf, maaf," Zoya mengatupkan kedua tangannya.
"Zoya!"
"Elika!"
"Maaf, aku gak sengaja," ucap Zoya.
"Pembawa sial!" Elika mendorong pundak Zoya.
Zoya jatuh dalam pelukan Daniyal. Arga melihat itu semua. Arga menghalangi jalan Elika. Elika melotot ke arah Arga.
"Kamu ... kamu ...."
"Awas aja lu bocorin hubungan gue dan Zoya. Gue pastikan, lu gak akan bertahan di sekolah ini!" Ancam Arga.
Elika menghentakkan kakinya. Elika kembali ke ruangan aula bergabung dengan teman-temannya. Arga sejak pertama kali bertemu Elika di Pantai Keong menaruh kebencian. Elika suka memprovokasi keluarganya, membuat panas suasana.
Arga melewati Zoya yang sudah duduk menikmati bakso dengan teman-temannya. Arga, Najib, Rafa duduk di samping meja Zoya dan teman-temannya. Najib dan Rafa mencari kesempatan untuk lebih dekat mengenal Zoya.
Rafa dan Najib bertukar kontak dengan Zoya. Rafa dan Najib dalam waktu singkat akrab dengan Zoya dan teman-temannya. Kecuali Arga yang hanya diam sambil menikmati baksonya.
Zoya yang sudah selesai makan, meminta izin kepada teman-temannya untuk ke kamar mandi yang ada di dekat kantin. Zoya beranjak dari tempat duduknya menuju kamar mandi.
Zoya masuk ke dalam kamar mandi. Zoya memuntahkan semua isi perutnya di dalam bilik. Perut Zoya mual, badan Zoya tiba-tiba lemas. Zoya keluar dari bilik. Di depan Zoya ada Elika bersama beberapa siswi yang menatap ke arah Zoya.
"Kamu perlu bantuan?" tanya salah seorang dari mereka.
"Tidak, terima kasih. Aku masih sanggup berdiri," jawab Zoya sambil mengusap mulutnya.
"Zoya, kamu kenapa?" Dinar menyusul Zoya ke kamar mandi.
"Apa jangan-jangan lu hamil?" Elika memelototi Zoya.
"Hamiiiiiiiil?" Dinar meminta penjelasan kepada Zoya.
"Jangan sembarangan fitnah orang, dosa!" Teriak Zoya.
"Sok suci lu. Gadis udik datang ke kota, mau rubah nasib. Jangan-jangan lu main sama Om-om," Elika semakin sinis menatap Zoya.
Zoya tidak terima. Elika berhasil memprovokasi beberapa siswi yang ada di kamar mandi. Mereka mulai melakukan hal-hal yang menyakiti Zoya. Ada yang mendorong Zoya, mencubit lengannya ada juga yang memukul telinga Zoya dengan kata-kata pedas membakar telinga.
Zoya tidak sanggup dengan semua serangan. Jantung Zoya berdegup sangat cepat. Napasnya tersendat. Zoya yang berada di sudut kamar mandi tiba-tiba saja kehilangan kesadaran dan pingsan.
BRUUUUUKK!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!