NovelToon NovelToon

Cinta Sang Pewaris

ASTORIA

Pagi itu jalanan kota dipenuhi riuh kendaraan. Musim gugur membuat udara sedikit sejuk, dedaunan berguguran dari pepohonan di sepanjang trotoar, menandakan hari pertama masuk sekolah setelah libur panjang.

Argani Sebasta Ganendra menyalakan mobil sport midnight blue miliknya. Raungan mesin V8 terdengar jelas, memantul ke dinding rumah-rumah megah di komplek elit. Tak lama kemudian, Kavi sudah muncul dengan kacamata hitam, santai melangkah ke arah mobil. Albiru, dengan ransel hitam di bahunya, ikut masuk ke jok belakang.

“Bro, mobil lo makin gahar aja. Orang-orang pada nengok semua,” komentar Kavi dengan nada kagum.

Albiru hanya menghela napas. “Asal jangan kebut-kebutan aja. Gue mau nyampe sekolah selamat.”

Argani sekilas melirik kaca spion, senyum tipis menghiasi wajahnya. “Santai.”

Sementara itu, Zayn sudah lebih dulu meluncur dengan motornya, melawan arus macet dengan penuh percaya diri. Ia selalu menolak bergantung pada siapa pun, bahkan di tengah status sekolah yang penuh dengan gengsi kendaraan mewah.

Amora duduk di kursi belakang mobil keluarganya, ditemani sopir pribadi. Ia sibuk menatap layar ponsel, sesekali membalas pesan grup sambil tersenyum tipis. Berbeda dengan Zamora, yang justru asyik merekam video singkat di mobilnya. “Back to Astoria, musim gugur vibes 🍁✨,” tulisnya sebagai caption, sebelum mengunggah ke story.

Mobil-mobil berderet di depan gerbang utama Astoria High School, kaca jendela mobil mengilap, menampilkan kemewahan yang sudah menjadi pemandangan biasa di sekolah itu. Para siswa turun satu per satu dengan gaya mereka masing-masing, bak model di atas panggung.

Argani turun dari mobil sport-nya. Seragam putih abu yang dipakainya terlihat rapi, kancing atas sedikit terbuka, membuat penampilannya makin berkarisma. Sorotan mata beberapa siswi langsung tertuju padanya, bisik-bisik mulai terdengar.

“Eh, itu kan Argani Sebasta…”

“Gila, makin keren aja.”

Kavi melangkah keluar sambil merentangkan tangan seolah menyambut pagi. “Hari pertama, bro. Jangan bikin masalah dulu.”

Albiru keluar dengan wajah datar. “Yang ngomong gitu biasanya duluan bikin masalah.”

Zayn yang baru tiba dengan motornya, membuka helm sambil mengibaskan rambutnya. Ia menatap Argani dengan tatapan tajam tapi bersahabat. “Lo telat dua menit, Ar.”

Argani hanya menanggapi dengan senyum tipis. “Jalanan macet.”

Tak jauh dari mereka, Amora melangkah turun dari mobil dengan aura anggun. Rambut panjangnya tergerai lembut, membuat beberapa siswa otomatis menoleh. Zamora yang datang bersamaan, langsung menyapanya sambil melambaikan tangan.

“Amor! Welcome back, Miss IPS.”

Amora mengangkat alis, tersenyum kecil. “Zam, jangan mulai pagi-pagi.”

Mereka akhirnya bertemu di depan gerbang. Geng Astoria kembali lengkap, membawa dinamika mereka masing-masing.

Di balik semua canda tawa dan tatapan kagum yang mengiringi langkah mereka menuju aula penyambutan, Argani sempat melirik sekilas ke arah seorang gadis asing yang baru pertama kali ia lihat di sekolah itu. Wajahnya tenang, tatapannya lurus, seolah dunia di sekitarnya tidak berpengaruh padanya.

......................

Aula utama Astoria High School tampak megah pagi itu. Lampu gantung kristal berkilau di langit-langit tinggi, sementara bendera sekolah berkibar di sisi panggung. Suara riuh rendah para siswa kelas tiga memenuhi ruangan,semua tampak bersemangat sekaligus penasaran, karena tahun terakhir ini kelas akan diacak kembali.

Barisan kursi telah tertata rapi. Para siswa duduk berkelompok sesuai geng masing-masing. Argani dan geng Astoria duduk di baris tengah, tetap menjadi pusat perhatian.

Zayn menyandarkan tubuh di kursi sambil menghela napas.“Lo yakin harus diacak lagi? Gue udah nyaman banget sama kelas kemarin.”

Kavi menjawab santai, menepuk bahunya.“Kalau gak diacak, lo bakal stuck sama posisi lo yang gitu-gitu aja. Anggap aja kesempatan baru, bro.”

Amora yang duduk di sebelah Zamora ikut menimpali dengan nada setengah bercanda.“Ya ampun, Zayn takut ketinggalan fans kali ya kalau pindah kelas.”

Seketika meja mereka dipenuhi tawa kecil. Bahkan Argani ikut tersenyum samar, meski tatapannya masih fokus ke panggung.

Tak lama kemudian, kepala sekolah yang sudah berusia paruh baya naik ke mimbar. Suaranya lantang, memecah riuh aula.“Selamat pagi, anak-anak kelas tiga. Tahun ini adalah tahun terakhir kalian di Astoria High School. Untuk membentuk mental dan relasi baru, maka sesuai tradisi sekolah, kita akan mengacak ulang pembagian kelas.”

Bisik-bisik langsung terdengar dari seluruh penjuru aula. Ada yang girang, ada yang panik, ada pula yang hanya bersikap acuh.

Albiru menatap kosong ke depan, lalu berkomentar pelan.“Intinya, nasib kita diundi.”

Zamora mencondongkan badan, berbisik ke Argani“Gue harap masih sekelas sama lo, Ar. Gue males kalau gak ada lo.”

Argani hanya menoleh sebentar, memberi tatapan tenang.“Kita lihat aja.”

Tepat saat itu, pintu aula terbuka. Semua mata menoleh. Seorang gadis baru melangkah masuk dengan tenang. Dia memakai seragam yang sama, tapi cara ia membawakan dirinya berbeda,tidak silau oleh kemewahan sekitarnya, justru membuat auranya mencolok.

Argani refleks menegakkan duduknya.

ASTORIA

Aula Astoria, pagi hari.Deretan kursi penuh dengan siswa-siswi kelas 3 yang baru saja kembali dari liburan musim gugur. Spanduk besar bertuliskan “Welcome Back! Class 3 Announcement” tergantung megah di depan panggung. Para guru berdiri sambil memegang map berisi daftar kelas yang sudah diacak.

Riuh rendah terdengar, semua siswa saling berbisik, ada yang cemas, ada yang bersemangat.

Guru BK, Ibu Ratna:“Baik, anak-anak. Mulai tahun ajaran ini, kelas kalian akan diacak kembali. Ingat, baik IPA maupun IPS tetap akan berjalan seperti biasa, hanya saja formasi baru akan membuat kalian lebih mengenal satu sama lain. Dengarkan baik-baik!”

Suasana makin ramai.

Zamora: (berbisik ke Amora)“Aku deg-degan banget, sumpah. Jangan sampai kepisah sama kalian.”

Amora: (senyum santai)“Tenang Za, kita kan tetap satu geng. Mau di kelas manapun.”

Zayn: (angkat alis)“Kalau aku ditempatin satu kelas sama si musuh bebuyutan, bisa tiap hari tawuran nih.”

Kavi:“Hahaha, santai aja lo, Zayn. Mungkin malah sekelas sama doi incaran lo.”

Zayn: (mendelik)“Apaan sih, Vi. Sembarangan ngomong.”

Argani duduk tenang di kursinya. Dari jauh, pandangannya sesekali mencari sosok Latisha, cewek yang selama ini ia perhatikan diam-diam.Kemudian, guru mulai membacakan daftar kelas.

KELAS 3 IPA – 1

Argani Sebasta Ganendra

Latisha Vidya Ishavara

Elang Raygan Maheswara

Hazel Aevia Ziella

Vion Revaldo Eden

Arkana Alvaro

Tamara Angelina Fernandes

Adit Surya Mahendra

Bima Raditya Arka

Revan Zaki Alfarel

Naila Arindya Putri

Keisha Amarante

Dion Wiratmaja

KELAS 3 IPA – 2

Alsean Zeffrano Erlangga

Naysila Arlen Leiara

Aurin Quensha

Nathaniel Ezra

Jessica Elvira

Sheryl Nadine

Farhan Alzidan

Liora Genevieve

Arjuna Malik

Stella Carmeline

Kelvin Ardito

Satria Anantaka

KELAS 3 IPS – 1

Zamora Azzallea

Amora Sabintang Elliza

Albiru Sky Geovander

Kavi Abisatya

Zayn Devantara

Arion Algerian Aravan

Lauren Leonica Aurelina

Melody Kayvara

Aruna Damayanti

Rio Aditya

Aurelienne Cahya

Gilang Pradipta

Sherly Valencia

Daffa Mahendra

Keyla Aurell

Jovan Erick

Nayara Putri

Andra Wicaksono

Clarissa Evangeline

Hilmi Aryasatya

📢 Saat nama-nama dipanggil, beberapa reaksi langsung muncul:

Amora: (lompat kecil)“Yes! Gue sekelas sama kalian semuaaa!”

Zamora: (peluk Amora)“Akhirnyaaaa! Gue kira bakal kepisah.”

Kavi:“Solid nih, geng Astoria nggak pecah!”

Zayn: (mencibir tapi senyum)“Tapi sayang banget, si Argani kebuang ke IPA. Haha.”

Albiru: (menepuk bahu Argani yang melintas)“Good luck, bro! Jangan jadi kutu buku ya.”

Argani hanya tersenyum kecil mendengar omongan teman-temannya,Suasana Aula masih ramai.

Para siswa mulai beranjak ke kelas masing-masing. Di antara riuh itu, geng IPS–Zamora, Amora, Albiru, Kavi, dan Zayn–masih berdiri mengelilingi Argani yang sudah siap masuk kelas barunya.

Argani: (mengenakan tas, menepuk bahu Zayn)“Gue luan ke kelas dulu ya. Jangan lupa, sore nanti kita ada acara sama anak-anak panti. Jangan sampe ada yang kabur.”

Zamora: (melelet lidah)“Astaga, Ar! Untung lo ingetin. Kalau nggak, udah pasti kita lupa.”

Amora: (tertawa sambil melipat tangan)“Bener tuh. Udah deh, lo buruan masuk, semangat ya jadi anak IPA. Jangan jadi pendiam, oke?”

Kavi: (menyeringai)“Kalau lo jadi pintar banget di IPA, jangan sok-sokan sama kita, Gan.”

Zayn: (mendengus, tapi tersenyum tipis)“Udah, buruan masuk. Nanti telat. Gue udah kebayang lo nyangkut di depan kelas gara-gara guru killer.”

Albiru: (angkat tangan memberi salam khas)“See you, bro. Kita ketemu lagi sore ini. Jangan kabur ya.”

Argani tersenyum kecil, melambaikan tangan sambil berjalan ke arah tangga menuju lantai kelas IPA. Dalam hatinya, ada rasa lega sekaligus antusias, bukan hanya karena tantangan kelas baru, tapi juga karena tahu dia akan sekelas dengan Latisha.

Dari kejauhan, Zamora menatap punggung Argani.

Zamora: (berbisik ke Amora)“Gue yakin banget, kelas baru ini bakal bikin cerita baru buat kita semua.”

Amora: (menepuk bahunya)“Ya iyalah. Mau IPA, mau IPS, geng kita tetap jalan terus.”

Suasana Aula mulai lengang.

Satu per satu siswa beranjak ke kelas yang sudah diumumkan. Dari arah koridor, terdengar teriakan dan tawa gaduh,jelas itu suara anak-anak IPS yang masuk ke ruangan mereka.

Guru piket hanya bisa geleng-geleng kepala, sudah terbiasa dengan pemandangan seperti itu.

Di kelas IPS 3-2

Kavi sudah langsung merebut kursi dekat jendela, sementara Zayn ribut dengan Albiru karena kursi favoritnya “dicaplok duluan.” Zamora dan Amora kompak membuka cemilan, padahal pelajaran belum mulai. Suara gaduh bercampur tawa memenuhi ruangan.

Kavi: (teriak)“Eh Zayn, jangan so jago! Kursi ini udah gue incar dari kemarin!”

Zayn: (sindir)“Dasar lo, Kavi. Mau duduk aja ribut. Gini nih kelas IPS,lebih rame daripada pasar!”

Anak-anak lain ketawa, beberapa melempar kertas kosong ke arah mereka. Kekacauan kecil pun terjadi, membuat suasana kelas langsung hidup.

Di kelas IPA 3-4

Berbeda jauh. Suasana awal tampak lebih tenang. Anak-anak sibuk membuka buku, menata alat tulis, ada juga yang sibuk dengan ponsel. Banyak yang berpenampilan rapi, berusaha menjaga citra “anak IPA.”

Saat pintu terbuka, Argani masuk dengan langkah santai. Kemeja putihnya rapi, wajahnya dingin tapi berkarisma. Tatapan beberapa siswa langsung tertuju padanya.

Ada bisikan-bisikan kecil.Siswa A: (berbisik)“Eh itu kan Argani Sebasta? Anak kaya itu, kan?”

Siswa B:“Iya. Gila sih, katanya jago fisika, tapi main basket juga keren. Mana gayanya cool banget.”

Beberapa cewek langsung menegakkan badan, pura-pura sibuk dengan buku, tapi jelas memperhatikan setiap gerakan Argani.

Tanpa peduli, Argani melangkah ke bangku belakang, melempar tas dengan santai, dan duduk. Tatapannya singkat menyapu ruangan, sampai berhenti pada Latisha Vidya, yang ternyata sekelas dengannya.

Sementara itu, rumor di sekolah makin berkembang.

“Anak IPA itu kutu buku.”

“Anak IPS tukang ribut.”

Tapi keberadaan Argani yang pintar, cool, dan kaya raya,paket lengkap,mulai mematahkan anggapan itu. Ia membuktikan bahwa anak IPA juga bisa jadi pusat perhatian tanpa kehilangan otak cerdasnya.

ASTORIA

Ruang BK, Hari Pertama Kelas 3

Ruang BK mendadak penuh aura dingin. Circle Astoria duduk berjejer, wajah mereka mencuri perhatian guru-guru yang sudah terlanjur percaya laporan yang masuk.

Di meja depan, Gafrel Ganendra membuka map laporan.“Nama kalian disebut dalam kasus pembullyan siswa sekolah GI. Ada saksi yang mengaku melihat sebagian dari kalian di lokasi.”

Argani menghela napas panjang, tatapannya tenang tapi tajam.“Lucu. Gue bahkan nggak ada urusan sama anak GI. Kalau nama kita bisa nyasar ke laporan, berarti ada yang lagi main belakang.”

Zayn langsung bersuara, agak ketus.“Kenapa selalu kita yang ditarik-tarik? Karena kita geng paling keliatan, gitu?”

Albiru mencondongkan tubuh ke depan, suaranya pelan tapi menusuk.“Atau mungkin… ada orang yang lagi panas liat nama Astoria berdiri di atas.”

Kavi yang jarang bicara, kali ini ikut menimpali“Kalau gosip udah nyebar, sebagian orang pasti percaya aja. Padahal jelas-jelas nggak ada bukti.”

Amora menggigit bibir, matanya cemas.“Tapi tetap aja, kalau nama kita kotor… semua orang bakal ngejauh.”

Zamora sengaja nyeletuk, setengah bercanda.“Ya, minimal ada satu keuntungan. Gue bisa lebih sering dipanggil ke ruangan ini, ketemu abang lo, Ar.”

(Ucapannya bikin semua melirik ke dia, sementara Gafrel menghela napas sebal, tapi tidak menanggapi.)

Gafrel menutup map, menatap keenamnya dalam-dalam.“Saya kenal kalian dari kecil. Saya tau kalian bukan tipe pengecut. Tapi sekolah ini butuh bukti, bukan sekadar kata-kata. Jadi buktikan… kalau nama Astoria bersih. Kalau tidak, siap-siap hadapi konsekuensinya.”

Hening sejenak. Argani lalu berdiri, memasukkan tangan ke saku celananya.“Baik. Kalau gitu, kita cari siapa yang berani main kotor sama nama Astoria.”

Koridor Sekolah, Setelah dari Ruang BK.Bisik-bisik sudah bergema dari ujung ke ujung koridor. Nama Astoria disebut-sebut dengan nada setengah kagum, setengah sinis.

“Eh, katanya geng Astoria itu yang ngebully anak GI kemarin…”

“Serius? Tapi bukannya mereka orang-orang paling apa di sekolah ini?”

“Justru karena itu kali. Power mereka gede, siapa yang bisa lawan?”

“Gila… kalau beneran, rusak sih image mereka.”

Namun begitu pintu ruang BK terbuka, keenam anggota Astoria keluar berjalan berjejer. Argani di depan dengan langkah santai, sebelahnya Zayn yang memasukkan tangan ke saku, diikuti Albiru, Kavi, Zamora, dan Amora.

Mata semua murid otomatis tertuju pada mereka. Seakan-akan gosip barusan runtuh oleh kenyataan: aura geng Astoria memang tidak bisa dibohongi.

Albiru sempat berbisik sambil setengah senyum“Lucu ya, kita dituduh tukang bully, padahal yang keliatan kebully sekarang justru mereka semua. Lihat aja, pada ciut ngeliatin kita.”

Kavi mendengus kecil.“Biarin. Anggap aja ini angin lewat.”

Amora menunduk sedikit, berusaha tak peduli, tapi tetap saja ia bisa mendengar bisikan-bisikan iri maupun kagum dari anak kelas lain.

Zamora, yang lebih santai, malah mengangkat alis ke arah sekelompok cewek yang jelas-jelas membicarakan mereka.“Kalau gosip itu mata uang, kita udah jadi miliuner sekarang.”

Argani hanya menghela napas, ekspresinya tetap dingin dan cuek“Gosip nggak akan bikin nama kita hancur. Yang bikin hancur itu kalau kita percaya sama omongan mereka.”

Dan tepat saat mereka berbelok di koridor panjang itu, suasana seakan membelah: sebagian murid menyingkir memberi jalan, sebagian lagi hanya bisa terpaku dengan tatapan iri, kagum, sekaligus takut.

Circle Astoria, meskipun diterpa isu, tetap berjalan dengan aura tak tergoyahkan,seperti mereka adalah kasta yang tidak tersentuh.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!